• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Adaptasi adalah kemampuan bertahan hidup dari suatu individu dalam suatu habitat tertentu. Individu-individu yang dinyatakan bisa beradaptasi bila mereka telah mampu untuk hidup dan berproduksi (Alikodra, 1990)

Perubahan-perubahan habitat yang dikondisikan dalam budidaya dapat menyebabkan perubahan-perubahan tingkah laku, maka perlu penerapan managemen yang sesuai dengan kebutuhan ternak yang bersangkutan. Manajemen pemeliharaan sangat menentukan produksi ternak yang dihasilkan, untuk mendapatkan manajemen tikus yang baik perlu mengetahui kondisi-kondisi yang disenangi dan diperlukan oleh tikus hutan agar tidak stres sehingga diharapkan produktivitasnya maksimal. Salah satu cara untuk mengetahui kondisi tersebut adalah dengan mempelajari tingkah lakunya.

Dengan mengamati tingkah laku dapat disimpulkan kondisi yang diperlukan oleh tikus seperti kondisi tempat yang baik untuk bertahan hidup, dan bereproduksi sehingga dapat dibuat suatu manajemen pemeliharaan yang baik dan sesuai yang diperlukan bagi tikus hutan tersebut.

Penelitian ini bertujuan mengetahui adaptasi dan tingkah laku tikus ekor putih dalam penangkaran.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Utara selama 12 bulan. Penelitian dilakukan di dua habitat yaitu habitat asli tikus ekor putih di hutan Minahasa, dan pembudidayaan di luar habitat aslinya di Desa Tateli, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa.

Materi yang digunakan antara lain tikus ekor putih sebanyak 70 ekor yang terdiri atas 45 ekor betina dan 25 ekor jantan, yang diperoleh dari hasil penangkapan pada penelitian tahap pertama.

Alat yang digunakan adalah 9 unit kandang yang terdiri atas 5 kandang kaca dan 4 kandang ram kawat yang merupakan kandang kelompok dan kandang reproduksi yang menyerupai habitat asli, tempat makan dan minum, kamera, alat tulis menulis, higrometer, stop watch, jam serta timbangan

Sebelum digunakan, kandang terlebih dahulu disucihamakan. Pada bagian dinding kandang yang terbuka dipasang tirai/plastik untuk mencegah masuknya

(2)

air hujan dan angin ke dalam kandang. Peralatan kandang yang disiapkan berupa tempat makan dan tempat minum serta alat pemanas, semuanya dipersiapkan terlebih dahulu sebelum tikus dimasukkan.

Gambar 2 Bagian luar dan dalam kandang reproduksi tempat tikus kawin

Gambar 3 Kandang kelompok yang terbuat dari alas beton, dinding seng dan penutup ram

(3)

Tikus ditempatkan dalam 9 unit kandang, yang terdiri atas 4 kandang kelompok yang terbuat dari bahan kayu dan seng rata serta 5 kandang pasangan yang terbuat dari bahan kaca. Masing-masing kandang kelompok berisi 6 (enam) sampai 10 (sepuluh) ekor tikus yang terdiri atas jantan dan betina, pada kandang yang terbuat dari kaca berisi 1 (satu) ekor tikus jantan dan 2 (dua) ekor tikus betina. Pemeliharaan tikus untuk melihat adaptasi dan tingkah laku dilaksanakan selama 3 sampai 4 bulan. Pakan yang diberikan adalah buah-buahan, sayuran, pucuk daun muda dan pakan ayam petelur. Pakan disajikan secara kafetaria (bebas pilih) untuk menentukan persentase bahan pakan yang paling disukai.

Parameter yang diamati meliputi dua aspek yaitu adaptasi terhadap pakan yang diberikan dan pertumbuhannya serta tingkah laku. Pengamatan aspek adaptasi pakan meliputi :

a. Konsumsi pakan, yang diperoleh dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa perekor perhari.

b. Pertambahan bobot badan, ditimbang perekor perminggu.

Penimbangan bobot badan tikus dilakukan setiap minggu, mulai dari minggu pertama sampai minggu ke dua puluh dua dengan menggunakan timbangan digital. Pertambahan bobot badan dihitung dengan :

Berat badan akhir – Berat badan awal PBB =

Lama penelitian

c. Konversi pakan, dihitung dengan menggunakan rumus menurut Scott (1969) sebagai berikut :

Gambar 4 Kandang kaca digunakan untuk pengamatan tingkah laku

(4)

Jumlah pakan yang dikonsumsi (g) Konversi Pakan =

Pertambahan bobot badan (g) d. Pengamatan tingkah laku

Pengamatan tingkah laku dilakukan dengan membuat catatan Ethog Hafest pola tingkah laku, gambar dan kombinasi dari kegiatan tersebut (Tabel 6). Apabila diperlukan perlakuan maka respons tingkah laku yang bakal muncul harus dapat diperkirakan lebih dahulu. Pengamatan tingkah laku individual dilakukan 3 kali sehari, 7 hari dalam seminggu. Pengamatan tingkah laku induk dan anak, dilakukan pada tikus yang baru beranak.

Tabel 6 Ethog Hafest beberapa aspek tingkah laku yang diamati.

Aktivitas Deskripsi

Makan Aktivitas yang meliputi, memungut makanan dan prosesnya, dari mulai mengumpulkan makanan sampai mengunyah yang dilakukan, aktivitas ini dibatasi ketika satwa berhenti makan

Istirahat Aktivitas berbaring selain makan dan berpindah kadang-kadang dilakukan sambil grooming

Grooming Membersihkan kotoran atau ektoparasit dari tubuh sendiri atau tubuh individu lainnya/ selain sarana membersihkan badan juga sarana menjalin hubungan sosial antarindividu dalam kelompok

Melahirkan Merupakan suatu rangkaian kejadian meliputi tahap sebelum melahirkan, saat melahirkan dan setelah melahirkan. proses melahirkan dibagi atas tiga fase. Fase pertama yaitu dilatasi cervix dan tingkah laku yang menyertainya, fase ke dua saat terjadinya dorongan fetus dari

uterus ke saluran kelahiran dan fase ketiga adalah lepasnya plasenta

setelah proses kelahiran

Beranak Aktivitas yang ditandai dengan ancaman mimik muka atau gerakan badan, menyerang atau memburu lawannya, baku hantam dan diakhiri dengan kekalahan lawannya

Berkelompok Berkumpul dua individu atau lebih membentuk kelompok, pada saat menghadapi ancaman dan dalam mempertahankan daerah kekuasaan (teritorial) dan perebutan makanan

Sumber : Tomaszewska dan Putu (1989).

Tingkah laku dicatat dengan menggunakan metode ad libitum, aktivitas harian dicatat menggunakan Scan Sampling Methods (Altman, 1974; Martin dan Bateson, 1986). Scan Sampling Methods merupakan spesifikasi dari

Instantaneous Sampling, dimana pengamat mencatat semua aktivitas individu

yang terlihat tiap menit dalam keseluruhan hari. Metode ini juga dapat digunakan untuk memperoleh data dalam jumlah besar anggota kelompok, dengan mengamati setiap perubahan tingkah lakunya dan jika tingkah laku dari seluruh kelompok atau subkelompok yang terlihat, dilakukan sampling dalam suatu

(5)

periode waktu pencatatan yang sangat pendek, maka akan mendekati suatu sampel yang serempak terhadap individu-individu dalam kelompok.

Waktu pencatatan dilakukan dalam 2 periode yaitu :

1. Periode Siang : periode dimulai pukul 06.00-10.00; 10.00-14.00; dan pukul 14.00-18.00 WITA.

2. Periode Malam: periode dimulai pukul 18.00-22.00; 22.00-02.00; dan pukul 02.00-06.00 WIT A.

Data dianalisis dengan statistika deskriptif. Pengamatan tingkah laku disusun dalam katalog ethog Hafest (Tomaszewska dan Putu,1989). Ethog adalah tabel yang terdiri atas kolom pertama yang memuat jenis tingkah laku dan kolom kedua yang menguraikan gambaran spesifik pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh tikus yang diamati.

Hasil dan Pembahasan Tingkah Laku Spesifik

Hasil pengamatan beberapa tingkah laku spesifik tikus ekor putih (Maxomys hellwandii) Gambar 5.

Gambar 5 Persentase Aktivitas tikus ekor putih Tingkah Laku Makan dan Minum

Hasil pengamatan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa aktivitas makan dan minum tikus ekor putih yang dibudidaya tidak berbeda dengan yang

0 20 40 60 80

Aktivitas selama 12 jam

(%)

Makan Istrht Grooming Berkelahi Kelompok

Tingkah laku

(6)

dipelihara di habitat aslinya (in situ). Rata-rata waktu makan yang diperlukan adalah 6 menit (0,4%) pada siang hari dan 64 menit (8,51%) pada malam hari.

Cara makan yang dilakukan tikus ekor putih adalah sebagai berikut, mula-mula tikus mendekati makanan, menciumnya lalu mengambil makanan yang disukai dengan kedua kaki depan sambil duduk. Cara makan dengan menyuapkan makanan yang disukai dengan kedua kaki depan ke mulut. Bila makanan tidak disukai ditinggalkan kemudian mencari makanan lain lagi. Bila ukuran makanan terlalu besar, tikus akan memotongnya kecil-kecil dengan menggunakan mulut, dan bila sudah bisa digenggam dengan kedua kaki depan baru tikus duduk dan memasukkan ke mulutnya.

Hasil penelitian terhadap bahan makanan yang diberikan ternyata selain makan tumbuhan, tikus ekor putih juga memakan jenis-jenis serangga (insekta) yaitu arthropoda seperti; kumbang, semut, ngegat dan kecoa. Tikus ini juga memakan daging (karnivora).

Gambar 6 Tikus ekor putih makan batang kangkung

Tikus ekor putih sama seperti tarsius, dapat menangkap secara cepat makanan yang bergerak seperti belalang, kupu-kupu, cecak, kecoa dan kumbang. Makanan yang ditangkap tidak langsung dimakan, tetapi dibawa ke tempat yang aman dari rebutan kawanannya dan dengan ketangkasannya memain-mainkan hasil tangkapan. Bila tangkapannya telah mati kemudian dicabik-cabik dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Umumnya tikus memakan bagian yang berdaging saja, bagian yang keras ditinggalkan.

(7)

Tikus memegang makanan erat dengan kaki depan, dengan kedua kaki secara bergantian. Sering terjadi kejar-kejaran dalam berebut makanan. Tikus jarang sekali minum, hal ini terjadi karena jenis makanan yang dimakan umumnya berupa buah-buahan yang mengandung air cukup tinggi.

Tingkah Laku Berkelompok (Allelomimetic)

Di lingkungan habitat aslinya, tikus ekor putih biasa ditemukan di liang persembunyiannya dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas induk, jantan, anak-anak dan juga kawanannya. Tikus tidur saling tindih di sudut. Pada habitat aslinya, di malam hari mereka berkeliaran di atas pohon dan memakan pucuk-pucuk daun muda, buah-buahan dan menangkap mangsa berupa serangga.

Tikus membentuk kelompok-kelompok seperti terlihat pada Gambar 7. Bila kelompok lain datang bergabung, maka kelompok yang telah terbentuk pertama akan menyerang kelompok yang baru datang. Hal ini berlangsung rata-rata selama 2 sampai 6 jam. Akan tetapi, setelah selang beberapa lama akan segera bergabung membentuk kelompok yang lebih besar.

Gambar 7 Tikus berkelompok

Dalam proses bergabung tersebut ada tikus jantan dan betina dewasa yang luka, bahkan sampai mati dengan tubuh yang sobek dan luka menganga, akibat saling serang dengan cara mengigit dan mencakar sambil berguling-guling. Kekompakan berkelompok sangat nyata dengan saling melindungi. Namun demikian, dalam kelompok itu juga ada perkelahian kecil tetapi tidak sampai ada yang mati, misalnya terlihat pada saat perebutan makanan tetapi yang lebih kecil selalu mengalah .

(8)

Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata waktu berkelompok yang digunakan adalah 571 menit (76,13%) pada siang hari dan 117 menit (31,11%) pada malam hari.

Tingkah Laku Bertengkar dan Menghindar (Agonistic)

Aktivitas agonistic sering terjadi antara individu jantan dan jantan, jantan dan betina dewasa, betina dewasa dan betina dewasa, juga betina dewasa dan anak tikus. Hal ini biasa terjadi saat berebut makanan, saat kawin, dan saat induk memiliki bayi. Agonistic terjadi antara individu jantan dan betina saat jantan ingin kawin dan betina menolak. Pada keadaan ini betina menyerigai dan mengangkat kaki depan dengan gerakan mencakar atau dengan menghindari jantan yang terus mengejar. Demikian juga antara sesama betina dewasa bila sepasang tikus dikandangkan dan betina baru dimasukkan ke kandang, maka terlihat jantan diam saja tetapi betina pasangannya akan menyerang betina yang baru masuk. Tingkah laku ini juga terjadi pada saat berebut makanan terjadi tarik-menarik makanan dan semakin sering terjadi bila jatah makanan yang diberikan kurang.

Pada saat tikus betina memiliki anak dan bila tikus lain mendekati anaknya segera induk mengejar, mereka tidak peduli mulut anak masih di puting susu induknya, sehingga induk mengejar lawan dengan tubuh anak masih tergantung di puting hingga lepas. Dalam perkelahian tersebut tikus mengeluarkan suara-suara yang khas. Tikus merupakan binatang yang sangat peka, bila mendengar suara asing langsung bereaksi dan melompat sehingga menimbulkan kegaduhan kemudian semua berpencar dan naik ke ram kandang dan bergelantungan dengan mata terbuka lebar sambil waspada.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata waktu berkelahi yang digunakan adalah 4 menit (0,3%) pada malam hari. Pada siang hari waktu dihabiskan untuk tidur sehingga selama pengamatan tidak ditemui tikus berkelahi pada siang hari.

Tingkah Laku Grooming

Grooming merupakan suatu kegiatan membersihkan tubuh sendiri atau

tubuh individu lainnya (Linburg, 1980); kadang-kadang grooming dilakukan untuk memberi perhatian dan kasih sayang.

Hasil pengamatan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa tikus ekor putih melakukan grooming pada saat bangun tidur, tubuhnya basah, selesai makan,

(9)

buang air, bercumbu, selesai menyusui, dan bermain. Setiap selesai melakukan aktivitas tersebut selalu diikuti dengan grooming.

Kegiatan grooming dilakukan dengan menjilat kedua kaki depan lalu mengusap muka dengan kedua kaki depan, menjilati perut, puting, tubuh, kaki, alat kelamin, ekor dan seluruh tubuh. Organ tubuh yang jauh dari jangkauan

grooming dapat juga dilakukan dengan menjilat tangan, dan tangan yang basah

itu kemudian diusapkan ke tubuh yang akan dibersihkan. Aktivitas grooming dilakukan antarindividu secara berbalasan maupun sendiri.

Menurut Sellevs (2001), grooming merupakan suatu aktivitas primata yang bersifat umum. Saling membersihkan bulu merupakan aplikasi yang penting dimana aktivitas ini dapat digunakan untuk memperkuat jaringan antar mereka. Hewan yang dominan dan berkuasa seperti jantan akan membersihkan bulu untuk betina dalam rangka kegiatan seksual, sedangkan induk pada saat anak menyusui, induk menjilati sekujur tubuh anaknya, anak selalu dijilati dari kepala sampai ekor yang paling lama dijilati adalah bagian vulva dan mulut anak.

Gambar 8 Tingkah laku grooming

Penjilatan kepala dan bagian hidung dilakukan agar dapat merangsang pernafasan berfungsi dengan baik. Penjilatan bagian anus kemungkinan merupakan rangsangan induk kepada anaknya agar terjadi defekasi, yakni pengeluaran feses yang pertama.

Total waktu yang digunakan untuk grooming adalah 90 menit (23,94%) pada waktu malam, dan 105 menit (14%) pada waktu siang hari.

(10)

Tingkah Laku Istirahat

Tikus ekor putih termasuk hewan nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari, sehingga waktu istirahat dilakukan pada siang hari. Sejak pukul 8 pagi setelah makan, tikus mulai tidur bergerombol saling tindih di pojok. Tikus akan menutup matanya dan menggulung badan ke depan, posisi tidur tikus berbaring, menindih tikus lain sehingga tikus kelihatan bergerombol di sudut saling tindih (Gambar 9). Hal ini dilakukan pada musim panas maupun hujan tetapi bila pada jam-jam sangat panas mereka memanjangkan badannya menempel pada kandang dan tidak bertumpuk.

Hasil pengamatan selama 24 jam dari pagi hingga pagi hari keesokan harinya menunjukkan rata-rata waktu istirahat yang digunakan adalah 9,84% pada malam hari dan 49,86% pada siang hari.

Gambar 9 Tikus istirahat Tingkah Laku Melahirkan

Dari hasil pengamatan, tikus ekor putih (Maxomys hellwandii) yang akan melahirkan tidak memperlihatkan tanda-tanda meneteskan susu. Mendekati proses kelahiran, Induk berusaha menaiki kandang dan bergantungan di ram, terus-menerus berputar-putar dalam kandang tanpa berhenti yang memperlihatkan keinginan untuk keluar dari kandang. Tikus yang mau melahirkan itu akan mengelilingi kandang sambil mengumpulkan litter untuk mempersiapkan tempat melahirkan Hart (1985) menyatakan bahwa 24 sampai 48 jam sebelum melahirkan hewan sudah memperlihatkan tanda-tanda

(11)

kegelisahan. Pada ternak kuda, dalam keadaan gelisah tubuh kuda terlihat berkeringat pada sekitar leher dan panggul (Dolly, 1995).

Urinasi dan defekasi terjadi berulang-ulang Dalam kurun waktu 6 jam pengamatan sebelum kelahiran didapatkan urinasi yang terjadi antara 4 dan 9 kali, sedangkan defekasi 1 sampai 4 kali. Mendekati proses kelahiran urinasi menjadi semakin sering. Dalam keadaan kondisi demikian tikus betina memperlihatkan sikap agonistic

Mendekati saat melahirkan, semua tikus memperlihatkan sikap tidak tenang ingin istirahat, yakni gerakan merebah yang kemudian diikuti dengan gerakan berdiri kembali kemudian duduk sambil menjilati vagina, hal ini dilakukan berulang kali. Tikus bergerak berkeliling kandang, melihat ke sekitar panggul, berdiri dan berbaring kembali tidak teratur gerakan ini dilakukan 6 sampai 10 kali. Selanjutnya tikus membungkuk, posisi duduk dengan kaki depan memegang alat kelamin.

Gambar 10 Posisi tikus pada saat partus

Pada proses melahirkan, frekuensi urinasi meningkat dan sangat gelisah, dari vagina keluar cairan yang segera dijilat. Tikus kelihatan tegang, dalam posisi duduk melakukan grooming dan sering menjilati vagina. Kontraksi ini terjadi akibat adanya pergerakan fetus dari uterus ke saluran kelahiran (Hart, 1985). Selanjutnya allantochorion pecah diikuti dengan cairan. Dalam kondisi ini induk sangat gelisah, dan mengeluarkan suara lemah yang selanjutnya diikuti dengan keluarnya gelembung bola berwarna putih (chorion) yang merupakan selaput

(12)

pembungkus fetus akan terlihat pada vulva. Kepala pertama kali keluar yang diikuti dengan bahu, kaki depan, badan pinggul dan paha belakang serta kaki. Saat keluar, anak diraih dengan kedua kaki depan langsung dijilati seluruh tubuh kemudian mulut anaknya dimasukkan ke mulut induk. Fraser (1980) dan Hart (1985) menyatakan proses kelahiran yang demikian adalah proses kelahiran normal.

Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa lamanya proses mengeluarkan bayi memerlukan waktu 3 sampai 8 menit, sedangkan untuk seluruh proses kelahiran berkisar antara 11 dan 20 menit. Anak yang keluar berwarna merah jambu. Hasil pengamatan terhadap posisi melahirkan pada semua induk yaitu posisi duduk dengan kedua kaki belakang mengangkang dan kedua kaki depan berfungsi seperti tangan. Kelahiran terjadi pada siang dan malam hari, tetapi sekitar 60% kelahiran terjadi pada pagi hari.

Tingkah Laku Setelah Melahirkan

Setelah melahirkan, induk memakan plasenta yang keluar bersama anaknya, induk sangat aktif menjilati vulvanya, saat anak keluar sambil berdiri segera anaknya dijauhkan dari vulvanya sambil terus menjilati vulvanya dan tubuh anaknya bergantian.

Induk membaringkan anak dengan bagian kepala anak menempel di tubuh bagian depan induk. Anak menelusuri tubuh induknya sampai menemukan puting dan segera menyusu. Pada saat anak menyusu, induk menjilati tubuh anaknya, dari kepala sampai ekor, paling lama dijilat adalah bagian alat kelamin dan mulut. Penjilatan pada kepala dan bagian hidung dilakukan agar dapat merangsang pernafasan dengan baik. Penjilatan pada bagian anus kemungkinan merupakan rangsangan induk kepada anaknya agar terjadi defekasi, yakni pengeluaran feses yang pertama. Gillespie (1983) menyatakan bahwa pengeluaran meconium akan menimbulkan keinginan menyusu sebab saluran pencernaan telah kosong sehingga timbul rasa lapar. Selama anaknya menyusu induk diam di sudut sambil grooming tubuh anaknya. Pada waktu induk istirahat anak senantiasa digrooming.

Dengan adanya anak, posisi tidur induk menggulungkan tubuhnya ke depan dengan posisi anak terlindung di perutnya. Bila terdengar anak menjerit, induk akan segera memperbaiki posisi tidurnya karena anaknya terjepit. Lama anak menyusu pada induk antara 8 sampai 12 detik.

(13)

Tingkah Laku Tidur Induk dan Anak

Aktivitas tidur anak tikus sangat dominan. Hal ini masih terlihat pada umur 2 minggu. Selama anak tidur, induk sibuk menggrooming anaknya sambil mendekap di depan perutnya (Gambar 11) kehadiran tikus dewasa lain di sekitar anaknya membuat induk marah dan menyerang.

Lama aktivitas pada anak tikus bervariasi. Tidak terlihat adanya kecenderungan untuk bangun pada waktu-waktu tertentu. Satu hal yang spesifik dari tingkah laku tidur ini adalah semua anak yang berumur 1 sampai 5 hari tidur menghadap ke arah induknya. Selanjutnya bila terbangun, semua anak akan segera mencari puting susu dan menyusu, ini masih terlihat nyata sampai anak bisa membuka matanya pada umur 15 sampai 19 hari.

Gambar 11 Induk dan anak tikus tidur

Apabila tikus lain mendekati anaknya, segera induk mengejar tidak peduli mulut anak masih di puting susu induknya, sehingga pada saat induk mengejar lawan tubuh anak yang masih tergantung di puting akan lepas. Bila keadaan sudah aman, anak digigit dan dipindahkan ke tempat yang aman dan penyusuan dilanjutkan. Induk tikus tetap memperlihatkan sifat keibuan yang sangat baik yaitu selalu waspada dan menunggui anaknya yang tidur.

(14)

Konsumsi dan Pertumbuhan Konsumsi Ransum

Kebutuhan gizi pada hewan dipenuhi melalui ransum yang dikonsumsi, metabolis zat makanan dan pengaruhnya pada produksi. Pada Gambar 12 dan Gambar 13 terlihat bahwa konsumsi bahan kering pakan yang paling tinggi dikonsumsi oleh tikus ekor putih jantan adalah pisang kemudian diikuti konsentrat dan pepaya dengan tingkat konsumsi masing-masing sebesar 2,10 ; 1,30 dan 0,49 g/ekor/hari dengan konsumsi total 3,89 g/ekor/hari.

Tikus ekor putih betina mengkonsumsi pisang, konsentrat, dan pepaya masing-masing sebesar 1,63 ; 1,21 dan 0,5 g/ekor/hari, dengan total 3,34 g/ekor/hari.

Gambaran terhadap tingkat konsumsi bahan kering pakan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah tercantum dalam Gambar 12, dan Gambar 13, yang mana memperlihatkan pola tingkat konsumsi bahan kering pakan selama penelitian oleh kedua jenis kelamin hewan tersebut.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 Umur (minggu) Bahan kering (g)

ransum ayam pepaya pisang Total

Gambar 12 Grafik konsumsi tikus jantan

Secara umum, umur tikus yang semakin meningkat, konsumsi dan bobot badanpun meningkat. Hal ini disebabkan kebutuhan harian tikus akan zat-zat makanan untuk metabolisme dan pertumbuhan jaringan tubuh tikus meningkat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok (maintanace) dan produksi.

(15)

0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Umur (minggu) Bahan kering (g)

Ransum ayam Pepaya Pisang Total

Gambar 13 Grafik konsumsi tikus betina Konversi Ransum

Perhitungan konversi ransum dilakukan karena banyaknya ransum yang dikonsumsi dapat menggambarkan produksi yang akan dicapai, sekaligus untuk mengetahui nilai manfaat suatu ransum percobaan baik secara fisiologis maupun ekonomis. Konsumsi bahan kering pakan, rataan pertambahan bobot badan dan konversi pakan pada jantan dan betina tikus ekor putih disajikan dalam Tabel 7.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa pertambahan bobot badan tikus ekor putih jantan (1,83 g/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus ekor putih betina (1,36 g/ekor/hari). Konsumsi bahan kering tikus ekor putih jantan (3,90 g/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus ekor putih betina (3,31 g/ekor/hari) dengan konversi yang lebih baik (2,13 vs 2,43). Konversi ransum pada tikus ekor putih lebih kecil dibandingkan dengan tikus Rattus norvegicus yaitu 2,2 untuk jantan dan 2,6 untuk betina (Uhi et al., 2003). Hal ini kemungkinan disebabkan tikus ekor putih belum bisa beradaptasi terhadap ransum sehingga sifat koprofaginya muncul. Sering terlihat bahwa pada saat tikus mengeluarkan feses langsung diambil dengan kedua kaki depannya dan dimasukkan ke dalam mulut. Selain itu, selama penelitian tikus juga makan insekta yang tidak terkontrol oleh peneliti. Konversi ransum sangat bergantung pada konsumsi ransum dan bobot badan ternak yang dicapai. Tidak selamanya kenaikan konsumsi ransum akan sebanding dengan pertambahan bobot badan. Setiap ternak berbeda kemampuannya dalam mencerna ransum yang dikonsumsi (Leske dan Coon, 1999).

(16)

Tabel 7 Konsumsi, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum tikus Tikus ekor putih

Parameter

Jantan Betina

PBB (g/ekor/hr) 1,83 1,36

Konsumsi harian (BK) (g/ekor/hr) 3,90 3,31

Konversi ransum 2,13 2,43

Keterangan :BK = Bahan Kering

Konversi ransum yang rendah ini memberi makna bahwa tikus ekor putih lebih sensitif terhadap tingkat energi metabolis yang diperoleh melalui pemberian pakan dibandingkan dengan tikus Rattus norvegicus. Hal tersebut akan mempengaruhi efisiensi penggunaan energi, sehingga kebutuhan energi ternak untuk proses metabolisme berjalan secara sempurna dalam tubuh ternak.

Pertumbuhan

Penelitian yang berhubungan dengan pertumbuhan, konsumsi pakan, tingkah laku dan kebutuhan pakan tikus ekor putih belum pernah dilakukan. Penelitian ini menggunakan tikus ekor putih yang baru melahirkan dan dipelihara selama 22 minggu. Hasil penimbangan bobot badan tikus setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 14.

y = -0.2973x2 + 21.923x - 32.646 R2 = 0.9869 y = -0.3772x2 + 18.728x - 17.27 R2 = 0.9923 -50 0 50 100 150 200 250 300 350 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Umur (minggu) Bobot Badan (g)

jantan betina Poly. (jantan) Poly. (betina)

Gambar 14 Grafik pertumbuhan tikus ekor putih

Grafik pertumbuhan tikus pada Gambar 14 memperlihatkan bahwa pada awal pertumbuhan bobot badan betina lebih tinggi dari jantan, setelah minggu ke 6 bobot badan jantan mulai mengungguli betina sampai minggu ke 22 walaupun jenis makanan yang diberikan sama namun jumlah konsumsi jantan lebih tinggi dari betina.

(17)

Tikus ekor putih umur 4 sampai 8 minggu mencapai bobot badan 39,5 sampai 112,6 g untuk jantan dan 40,3 sampai 109,5 g untuk betina. Bobot badan tikus ekor putih percobaan lebih rendah dibanding tikus laboratorium (Rattus

norvegicus) yang pada umur 4 sampai 8 minggu sudah mencapai 70 sampai

243 g untuk jantan dan 80 sampai 195,5 g untuk betina (Uhi et al., 2003).

Rata-rata pertambahan bobot badan jantan dan betina masing-masing adalah sebesar 1,83 dan 1,36 g/ekor/hari. Hal ini jauh lebih kecil dari pertambahan bobot badan Rattus norvegicus (jantan 3,46 g/ekor/hari dan betina 3,03 g/ekor/hari). Secara umum bobot badan tikus meningkat dengan meningkatnya umur tikus. Bobot badan tikus meningkat, sampai minggu ke 20 stabil, dan mingggu ke 21 mulai turun. Hal serupa juga ditunjukkan tikus betina pada minggu ke 20 ada kecenderungan tidak ada pertambahan bobot badan. Simpulan

1. Tingkah laku yang diperlihatkan oleh tikus ekor putih dalam kandang budidaya (ex situ) tidak jauh berbeda dengan tingkah laku di habitat aslinya yaitu di hutan (in situ).

2. Tikus ekor putih sudah dapat beradaptasi pada makanan yang disajikan pada kondisi penangkaran.

Gambar

Gambar 2 Bagian luar dan dalam kandang reproduksi tempat tikus kawin
Gambar  4  Kandang kaca digunakan untuk                      pengamatan tingkah laku
Gambar  6  Tikus ekor putih makan batang kangkung
Gambar  7  Tikus berkelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, Kota Dekai terancam banjir karena di sebelah utara kota Dekai terdapat Kali Kokamu yang besar, di sebelah barat bandara (Bandara Nop Goliat)

Hal inilah yang menyebabkan kebingungan (kekacauan) dalam masyarakat mengenai aturan apa yang harus dipakai atau diterapkan. Dalam masyarakat menjadi tidak ada kepastian aturan

Dari pertanyaan pengalaman pengguna dapat jawaban bahwa hampir semua menggunakan produk iPhone, dan mereka hampir semua sudah menggunakan iPhone cukup lama, ada yang setia dari

Biaya Perencanaan dan Pembangunan Biaya Perencanaan dan Pembangunan merupakan seluruh biaya yang diperlukan dalam membangun Dermaga CPO sampai Dermaga CPO tersebut

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1 analisis yang dilakukan oleh MTsN Lawang yang menghasilkan kegiatan keagamaan sebagai upaya menjawab kebutuhan lembaga pendidikan dalam

Peningkatan inovasi perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, indikator kinerjanya yaitu persentase PTS yang berhasil meningkatkan kinerja dengan meningkatkan

Pendekatan “eco friendly design” pada rumah sakit paru merupakan strategi desain untuk menghadirkan rancangan rumah sakit yang ramah lingkungan dan untuk

Data yang akan digunakan sebagai studi kasus pada penelitian ini adalah data indeks harga konsumen Indonesia bulan Januari 2009 sampai dengan Maret 2015 dimana