• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU RUANG KULTUR TERHADAP PEMBENTUKAN UMBI LAPIS MIKRO BAWANG MERAH (EFFECT OF ROOM TEMPERATURE ON SHALLOT MICROBULB INDUCTION) Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUHU RUANG KULTUR TERHADAP PEMBENTUKAN UMBI LAPIS MIKRO BAWANG MERAH (EFFECT OF ROOM TEMPERATURE ON SHALLOT MICROBULB INDUCTION) Abstrak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

(EFFECT OF ROOM TEMPERATURE ON SHALLOT

MICROBULB INDUCTION)

Abstrak

Bawang merah merupakan sayuran anggota famili Alliaceae yang sudah beradaptasi di daerah tropis, sehingga pembentukan umbi lapis terjadi pada kondisi suhu yang relatif tinggi (30-45 oC). Morfogenesis dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh suhu ruang kultur. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dalam pembentukan umbi lapis mikro bawang merah. Percobaan disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap dengan faktor perlakuan tunggal suhu ruang yang terdiri atas dua taraf yaitu 20/17 dan 30/27 oC. Setiap taraf perlakuan diulang 39 kali dan setiap unit percobaan terdiri atas satu botol kultur. Eksplan awal berupa setengah bagian cakram umbi yang ditanam pada media multiplikasi tunas (MS+vit B5+4 mg L-1 2ip+0.5 mg L-1 NAA). Tunas mikro yang diperoleh pada media multiplikasi dan berumur 4 MST selanjutnya dipisahkan setiap tunas. Tunas mikro bawang merah yang ditanam ke media pengumbian harus mempunyai daun minimal berjumlah 4 helai dan tidak vitrous. Ke dalam satu botol kultur media pengumbian (MS+vit B5+sukrosa 150 g L-1) ditanam satu tunas mikro. Kultur diletakkan di kamar tumbuh (growth chamber) sesuai perlakuan suhu ruang. Hasil pengamatan menunjukkan suhu ruang berpengaruh terhadap jumlah umbi lapis mikro, diameter pangkal (Dp) umbi lapis mikro, rasio diameter terlebar dengan diameter pangkal (Dt/Dp) umbi lapis mikro, panjang akar, panjang tunas, jumlah daun, jumlah daun senesen. Suhu 30/27 oC nyata mempercepat proses pembentukan umbi lapis mikro dan meningkatkan ukuran umbi lapis mikro bawang merah.

Kata kunci: Bawang merah (Allium ascalonicum L.) ), umbi lapis mikro, Vit B5,

(2)

Abstract

Shallot is a member of Alliaceae adapted in tropical region. Bulb

induction occurs at high temperature (30-45 oC). In vitro morphogenesis is influenced by room culture temperature. The objective of this experiment was to determine the influence of room temperature on shallot micro bulb induction. Experiment was arranged in a Completely Randomized Design with one factor i.e room temperature. Room temperature was set at two levels : 20/17 and 30/27 oC. Each level of treatment was repeated 39 times and each experimental unit consisted of one tube. Explant was one half of bulb with basal plate and planted on propagation medium (MS + Gamborg vitamin + 4 mg L-1 2ip + 0.5 mg L-1 NAA). Shallot micro shoot induced in propagation medium was separated in single shoot. Micro shoot with minimum 4 leaves and was not vitrous was planted in bulb induction medium (MS + Gamborg B5 vitamin + 150 g L-1 sucrose). The culture was planted in growth chamber with different temperature (day/night) 20/17 and 30/27 oC according to treatment. Lower temperature gave good result for number of leaves, plant height, root number and root length. Shallot micro bulb induction was influenced by temperature. Micro bulb appeared after 3 weeks in micro bulb induction medium. Temperature 30/27 oC gave the best result on number of micro bulb, base and widest diameter of bulb and ratio of bulb widest and bulb base diameter.

Key words: Shallot (Allium ascalonicum L.), microbulb, B5 vitamin , 2ip, room

temperature.

Pendahuluan

Bawang merah merupakan sayuran berumbi yang sudah beradaptasi pada kondisi tropis. Pertumbuhan dan perkembangan bagian tajuk dan umbi lapis terjadi pada suhu lingkungan yang relatif tinggi (30-45 oC). Untuk mendapatkan umbi lapis yang diinginkan tanaman bawang di lapangan memerlukan minimal enam helai daun untuk dapat menangkap energi dari sinar matahari (Brewster et al. 1977).

(3)

Proses pengumbian bawang merah untuk mendapatkan umbi lapis mikro dipengaruhi lingkungan kultur, salah satunya suhu. Pembentukan umbi mikro bawang putih (Kim et al. 2003) dan corm mikro Watsonia vanderspuyiae terjadi pada suhu 20 oC (Ascough et al. 2006); persentase pertunasan pada tebu lebih tinggi terjadi pada suhu 25 oC dibanding suhu yang lebih rendah (Jain et al. 2007). Pada Crinum macowanii, bulblet terbentuk pada suhu 25-30 oC (Slabbert et al. 1993). Sejauh ini suhu ruang kultur yang tepat untuk mendukung pembentukan umbi lapis mikro bawang merah belum diketahui.

Suhu yang cukup tinggi akan berpengaruh terhadap proses enzimatik (Fereira et al. 2006; Cheng et al. 2005; Jain et al. 2007). Suhu tinggi dapat meningkatkan biosintesis asam amino, thiamin, struktur sitoskeleton yang terdeteksi dengan menumpuknya protein tertentu yang berkaitan dengan fotosintesis dan metabolisme karbon (Fereira et al. 2006), meningkatkan akumulasi pati dan amilase pada padi (Cheng et al. 2005). Suhu merupakan faktor alami yang mengatur pertumbuhan dan morfogenesis. Faktor suhu merupakan faktor utama yang menginduksi organ penyimpanan dibanding faktor lainnya (Ascough et al. 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mendapatkan suhu ruang kultur yang mendukung pembentukan umbi lapis mikro bawang merah.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Percobaan pembentukan umbi lapis mikro bawang merah dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, School of Land, Agriculture, and Food Science, University of Queensland pada bulan November 2008 - Februari 2009.

Bahan Tanaman

Umbi lapis bawang merah diperoleh dari pedagang asal Vietnam yang mengimpor umbi lapis tersebut dari negaranya dan merupakan umbi konsumsi bukan untuk keperluan bibit. Metode sterilisasi dan cara inisiasi dan media multiplikasi dilakukan seperti langkah pada percobaan pertama.

(4)

Metode Penelitian

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan faktor tunggal suhu ruang kultur yang terdiri atas dua taraf yaitu suhu (siang/malam) 20/17 oC dan 30/27 oC. Setiap perlakuan diulang 39 kali sehingga terdapat 78 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas satu botol kultur. Setiap botol kultur ditanam satu tunas mikro bawang merah.

Pengamatan dilakukan setiap minggu selama lima minggu. Data yang diperoleh diolah dengan bantuan Minitab 14 dan dilakukan uji t student pada tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan dari dua kondisi suhu ruang kultur terhadap peubah yang diamati.

Tunas mikro dari hasil perbanyakan yang sudah berumur 3-4 minggu dengan jumlah daun minimal 4 helai, tidak vitrous, dan tanpa akar ditanam pada media pengumbian (MS + vitamin B5 + gula 150 g L-l). Setiap botol media ditanam satu tunas mikro. Kultur selanjutnya diletakkan di dua kamar tumbuh (growth chamber) yang masing-masing dengan pengaturan suhu (siang/malam) 20/17 oC dan 30/27 o C, intensitas cahaya 2000 lux dengan lama penyinaran 12 jam.

Pengamatan dilakukan setiap minggu selama lima minggu. Peubah yang diamati yaitu jumlah tunas, jumlah daun total, jumlah daun senesen (diamati setiap minggu): jumlah umbi, panjang akar, panjang daun, bobot planlet, diameter (pangkal (Dp), tengah terlebar (Dt), diukur dengan jangka sorong) umbi lapis mikro (diamati pada minggu ke 6 dengan mengeluarkan planlet dari botol kultur).

Analisis GA dilakukan pada seluruh umbi lapis mikro bawang merah setelah dipanen pada 6 MST. Umbi lapis mikro dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu rendah (-4 oC) selama 24 jam dan selanjutnya dikemas dalam botol plastik dan dikirim untuk dianalisis GAnya ke JJ Ross PhD di University of Tasmania. Analisis giberelin menggunakan metoda Ross (1998).

Hasil dan Pembahasan

Sebanyak 91% tunas yang berasal dari media perbanyakan dan dipindahtanam ke media pengumbian mampu menggandakan diri pada perlakuan suhu 20/17 oC dan 83% pada suhu 30/27 oC. Secara statistik jumlah tunas yang

(5)

terbentuk pada perlakuan suhu 20/17 adalah 1.8 dan 30/27 oC adalah 1.7 tidak berbeda nyata. Sedikitnya jumlah tunas yang terbentuk karena tidak ditambahkannya sitokinin ke dalam media pengumbian (MS + vitamin B5 + 150 g L-1 sukrosa) mikro bawang merah.

Jumlah daun total setiap minggu pada kedua perlakuan suhu ruang kultur nyata semakin meningkat dan jumlah daun terbanyak diperoleh pada perlakuan suhu ruang kultur 20/17 oC (Tabel 7). Peningkatan jumlah daun pada suhu yang lebih rendah diduga karena terjadi peningkatan aktivitas hormonal salah satunya IAA, seperti yang dilaporkan pada tebu (Jain et al. 2007).

Tabel 7. Jumlah daun bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur

Suhu

(oC)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5

helai

20/17 3.0 a 3.3 a 3.8 a 4.4 a 4.8 a

30/27 3.4 a 2.6 a 3.7 a 3.7 b 3.9 b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji t pada α = 5%. Daun yang terbentuk di bagian terluar pada minggu kedua dalam media pengumbian mengalami senesen dengan memudarnya warna hijau pada daun. Jumlah daun senesen pada kedua perlakuan suhu tersebut terus meningkat sampai minggu ke lima.

Tabel 8. Jumlah daun senesen bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur

Suhu

(oC)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5 helai 20/17 0.57 b 1.4 b 1.8 b 2.2 b 2.6 b 30/27 1.9 a 3.0 a 3.2 a 3.3 a 3.6 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

(6)

Suhu ruang 30/27 oC nyata mempercepat proses senesen (Tabel 8). Tidak ditambahkannya auksin ke dalam media pengumbian dan proses respirasi yang cukup tinggi pada suhu 30/27 oC diduga mengakibatkan senesen cepat terjadi. Peningkatan suhu menjadi 25 oC menurunkan konsentrasi auksin pada tebu (Jain et al. 2007). Hasil penelitian pada multiplikasi tunas in vitro jarak pagar menunjukkan tingkat kelayuan daun sangat tinggi diduga salah satunya karena kandungan auksin yang rendah (Lizawati et al. 2009). Daun terluar yang terbentuk pada tunas in vitro bawang merah setelah mengalami senesen akan mengering dan berwarna merah coklat.

Jumlah tunas yang diperoleh pada perlakuan suhu 20/17 dan 30/27 oC tidak berbeda nyata (Gambar 7). Rata-rata hanya terbentuk satu tunas atau hampir tidak terjadi multiplikasi tunas pada media pengumbian mikro. Tunas yang ditanam di media pengumbian akan mengalami perkembangan dengan berubahnya ukuran dan warna hijau berubah menjadi kemerahan di bagian pangkal. Perubahan warna tersebut dapat diamati mulai minggu pertama tunas mikro ditanam di media pengumbian dan warna merah akan semakin pekat. Perubahan warna pada lapisan terluar umbi lapis ini karena tingginya kandungan anthosianin (1.935 µmol/100g) dan karoten (7.846 µmol/100g) dibanding klorofil total (0.342 µmol/100g). Suhu ruang kultur 30/27 oC mempercepat warna merah muncul di bagian pangkal tunas.

Gambar 7. Jumlah tunas bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST ju m la h tu n as

Minggu setelah tanam

20 ⁰C 30 ⁰C

(7)

Pangkal tunas mikro bawang pada minggu ketiga di media pengumbian semakin membesar dan membentuk umb lapis. Tunas yang membentuk umbi lapis mikro dipengaruhi suhu ruang kultur. Perlakuan suhu ruang 30/27 oC pada 1-4 MSP nyata menghasilkan umbi lapis per kultur lebih banyak dan lebih cepat dibanding perlakuan suhu 20/17 oC (Tabel 9). Hasil ini menunjukkan umbi lapis mikro bawang dapat dipanen sebelum 6 MST.

Tunas dapat dibedakan dari umbi lapis dan ditunjukkan dengan daun menjadi senesen sampai leher umbi lapis, lapisan daun terluar menjadi coklat dan sebagian ada yang mengering. Proses pembentukan umbi lapis mikro bawang merah terjadi seperti di lapangan yang dijelaskan Brewster (2002). Umbi lapis mikro yang dipanen setelah 6 minggu di media pengumbian memperlihatkan seluruh bagian daun senesen dan terkulai di leher umbi. Kondisi seperti ini menunjukkan umbi lapis mikro siap untuk dipanen.

Tabel 9. Jumlah umbi lapis mikro bawang merah pada dua kondisi suhu ruang kultur

Suhu (oC)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5

20/17 0.5 b 0.6 b 0.6 b 0.7 b 0.9 b

30/27 1.1 a 1.2 a 1.2 a 1.2 a 1.3 a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji t pada α = 5%. Suhu ruang kultur 30/27 oC menurunkan diameter pangkal tetapi rasio diameter terlebar (Dt) dengan pangkal (Dp) umbi lapis (Dt/Dp) nyata lebih besar, walaupun tidak meningkatkan bobot planlet (Tabel 10). Bobot planlet tidak berbeda nyata antara suhu 20/17 dan30/27 oC meskipun perbedaan nilai cukup tinggi yang disebabkan nilai koefisien keragaman cukup tinggi. Kriteria umbi lapis mikro pada pengumbian bawang adalah dengan menghitung rasio Dt/Dp. Nilai Dt/DP > 2 menunjukkan pembentukan umbi lapis mikro berhasil. Hasil percobaan ini pada suhu ruang 30/27 oC rasio Dt/Dp mencapai 4.3. Artinya ukuran umbi lapis mikro sangat besar dengan bentuk yang hampir bulat.

(8)

Peningkatan nilai Dt/Dp yang sangat tinggi diduga pada suhu 30/27 oC kemungkinan disebabkan oleh peningkatan akumulasi karbohidrat ke bagian umbi. Kemungkinan lain adalah aktivitas enzimatik yang meningkatkan proses translokasi sukrosa ke organ penyimpanan.

Bobot planlet tidak menunjukkan bobot umbi lapis mikro, karena seluruh bagian tajuk dan akar juga ditimbang. Tingginya bobot planlet pada perlakuan suhu 20/17 oC karena ditunjang oleh panjang daun dan akar yang lebih tinggi dibanding suhu 30/27 oC. Suhu 20/17 oC meningkatkan pertumbuhan bagian daun dan akar bawang merah.

Tabel 10. Panjang daun, panjang akar, bobot planlet, diameter tengah umbi lapis , diameter pangkal umbi lapis, bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur Suhu ruang Kultur (oC) Panjang Daun Panjang Akar Bobot planlet (g) Diameter Terlebar (Dt) Diameter Pangkal (Dp) Dt/Dp ...cm…… …..mm…… 20/17 4.0 a 2.1 a 0.33 a 4.1 a 1.5 a 2.6 b 30/27 2.7 b 0.5 b 0.14 a 4.3 a 1.1 b 4.3 a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji t pada α = 5%. Hasil penelitian yang sama diperoleh pada induksi umbi lapis mikro Allium chinense (Zhen et al. 2008) dan Crinum macowanii, bulblet terbentuk pada suhu 25-30 oC (Slabbert et al. 1993); Nerine bowdenii pada suhu 27 oC (Jacobs et al. 1992) , Umumnya umbi lapis mikro yang berhasil diinduksi dan berasal dari sub tropis (Ascough et al. 2008) seperti bawang putih (Kim et al. 2003) lebih baik terbentuk pada suhu 20 oC. Tingginya suhu ruang kultur pada pembentukan umbi lapis mikro bawang merah menunjukkan tanaman ini mampu beradaptasi pada suhu daerah tropis yang cukup tinggi dibanding daerah asalnya. Kemungkinan lain suhu yang lebih tinggi meningkatkan aktivitas enzimatik yang berkaitan dengan metabolisme karbon (Fereira et al. 2006), akumulasi pati dan peningkatan gula tereduksi seperti pada tanaman padi dan tebu (Cheng et al. 2005; Jain et al. 2007).

(9)

Tabel 11. Jumlah akar umbi lapis mikro bawang merah pada dua kondisi suhu ruang kultur

Suhu

(oC)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5

…akar…

20/17 2.5 a 3.5 a 4.2 a 4.7 a 5.0 a

30/27 1.3 b 1.4 b 1.5 b 1.5 b 1.6 b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji t pada α = 5%.

Akar terbentuk pada bagian pangkal tunas atau umbi lapis. Akar lebih banyak terbentuk pada suhu yang lebih rendah. Suhu ruang kultur 20/17 oC nyata meningkatkan panjang akar dan panjang daun (Tabel 7) dan jumlah akar (Tabel 11). Hasil yang sama diperoleh pada pertumbuhan daun serta akar kultur A. chinense (Zhen et al. 2008). Peningkatan nilai rata-rata peubah tersebut diduga pada suhu ruang kultur 20/17 oC tanaman meningkatkan aktivitas pembelahan sel dan giberellin endogen serta peningkatan aktivitas auksin (Jain et al. 2007). Bobot planlet yang lebih tinggi pada suhu 20/17 oC dibanding suhu 30/27 oC tidak menunjukkan bobot umbi lapis mikro bawang merah pada suhu 20/17 oC lebih tinggi. Berdasarkan ukuran Dt/Dp, nilai tertinggi nyata diperoleh pada suhu 30/27 o

C.

Hasil analisis GA3 dan GA20 pada umbi lapis mikro yang dihasilkan pada perlakuan 20/17 dan 30/27 oC serta tunas mikro dari media perbanyakan menunjukkan konsentrasi kedua GA tersebut sangat kecil dan tidak terukur (komunikasi dengan JJ Ross). Menurut perkiraan Ross kemungkinan bobot sampel yang dikirimkan tidak mencukupi atau karena pengaruh suhu yang cukup tinggi yang menghambat sintesis giberelin.

Kesimpulan

Pembentukan umbi lapis mikro bawang merah dipengaruhi suhu ruang kultur. Suhu 30/27 oC menginduksi umbi lapis mikro bawang merah lebih cepat (1-4 MST) dengan jumlah dan ukuran rasio diameter terlebar (Dt) dengan

(10)

diameter pangkal (Dp) (Dt/Dp) umbi lapis mikro lebih besar dibanding umbi lapis mikro yang terbentuk pada suhu 20/17 oC. Suhu ruang 20/17 oC meningkatkan jumlah tunas, panjang akar, panjang daun, jumlah akar, dan diameter pangkal umbi lapis mikro.

Saran

U

mbi lapis mikro bawang merah perlu dianalisis destruktif setiap minggu untuk dapat menentukan umur panen sesuai kriteria rasio Dt/Dp>2 sehingga tidak perlu menunggu dipanen sampai 6 MSP.

Gambar

Tabel 7. Jumlah daun bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur
Tabel  9.  Jumlah  umbi  lapis  mikro  bawang  merah  pada  dua  kondisi  suhu  ruang  kultur
Tabel 10. Panjang daun, panjang akar, bobot planlet, diameter tengah umbi lapis ,  diameter pangkal umbi lapis, bawang merah in vitro pada dua taraf suhu  ruang kultur   Suhu ruang  Kultur ( o C)  Panjang Daun  Panjang Akar  Bobot  planlet  (g)  Diameter T
Tabel 11. Jumlah akar umbi lapis  mikro bawang merah pada dua kondisi suhu                   ruang kultur

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Fisika sub Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah

BAHAWASANYA negara kita Malaysia mendukung cita- cita untuk mencapai perpaduan yang lebih erat dalam kalangan seluruh masyarakatnya; memelihara satu cara hidup demokratik;

Universitas Negeri

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mengetahui pengaruh dari penambahan bahan limbah botol plastik atau sering disebut PET

Promotion Mix adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling , dan alat promosi yang lain, yang

(2) Bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor O4 Tahun 2}ll Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kesatuan Bangsa

Direktorat Kelembagaan dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia... Peluang

Kompetensi Khusus Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang : (1) masalah- masalah pokok organisasi ekonomi, 2) metodologi