• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Konteks Bahasa dalam Pembelajaran BIPA di Anuban Muslim Satun School Thailand

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Konteks Bahasa dalam Pembelajaran BIPA di Anuban Muslim Satun School Thailand"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

223

Analisis Konteks Bahasa dalam Pembelajaran BIPA

di Anuban Muslim Satun School Thailand

Analysis of Language Contexts in BIPA Learning

at Anuban Muslim Satun School Thailand Sahrul Romadhon

Pengajar BIPA PPSDK di Thailand

Abstract

This research is more focused on Mattayum (high school) students at Anuban Muslim Satun School, Thailand. The problem faced by the teacher is to determine the appropriate method for teaching Indonesian at the school. This is because there are several factors, such as the strong influence of the Siamese language (native Thai language), it is not customary for learners to use Indonesian, and the strong influence of the Malay language which seems to be considered the same as Indonesian. This study uses a qualitative method of the type of grounded theory. Data analysis used structural analysis in accordance with the production of the language context written by students at Anuban Muslim Satun. The purpose of this study is to analyze the production of student writing. The results obtained from this study are recommendations on Indonesian language learning methods for Foreign Speakers (BIPA) based on language contexts.

Keyword: language context, BIPA, writing learning Abstrak

Penelitian ini lebih difokuskan kepada pemelajar Mattayum (SMA) di Anuban Muslim Satun School, Thailand. Masalah yang dihadapi oleh pengajar adalah menentukan metode yang tepat untuk mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah tersebut. Hal tersebut karena adanya beberapa faktor, seperti kuatnya pengaruh bahasa Siam (bahasa asli Thailand), tidak terbiasanya pemelajar menggunakan bahasa Indonesia, dan kuatnya pengaruh bahasa Melayu yang seolah-olah dianggap sama dengan bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif jenis grounded theory. Analisis data menggunakan analisis struktural sesuai dengan produksi konteks bahasa tulis pemelajar di Anuban Muslim Satun. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis produksi tulisan pemelajar. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah rekomendasi metode pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) berbasis konteks bahasa.

(2)

224

1. Pendahuluan

Perpu No. 57 tahun 2014 menandakan era baru perkembangan bahasa Indonesia di level internasional. PPSDK selaku lembaga di bawah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menjadi induk perwakilan pemerintah untuk mengirimkan beberapa pengajar ke luar negeri. Tujuan pengiriman terbagi atas tiga wilayah yakni Asia Tenggara, Eropa, dan Timur Tengah. Fokus penelitian ini dilakukan oleh peneliti di negara Thailand yang menjadi tempat penugasan mulai bulan Agustus sampai September. Tempat penelitian berfokus di sekolah swasta bernama Anuban Muslim Satun School. Sekolah ini terlatak di provinsi Satun dengan alamat 266 M.1 Jalan Sukhaphibarn 3, Kecamatan Calung, Kabupaten Muang.

Anuban Muslim Satun School Thailand merupakan sebuah yayasan memberikan fasilitas pendidikan berbasis keislaman. Jumlah peserta didik yang dimikili sekitar 3000 pemelajar yang tersebar mulai dari tingkat Anuban (TK), Pratum (SD), dan Matayum (SMP, SMA). Setiap pengajar mendapatkan Pembelajaran bahasa Indonesia baru dimulai pada tahun 2017 tepatnya pada bulan Juni. Jenis pembelajaran bahasa Indonesia telah tergabung dengan mata pelajaran bahasa Melayu bagi para pemelajar mulai Praktum (SD) sampai dengan Mattayum (SMP, SMA).

Setelah melakukan observasi selama kurang lebih tiga bulan, peneliti menemukan berbagai kendala yang dialami selama proses belajar mengajar dilakukan, seperti 1) tidak meratanya kemampuan peserta didik dalam menguasai bahasa Indonesia, 2) dominasi bahasa melayu memunculkan ambiguitas kosakata dan maknanya, 3) terbatasnya waktu belajar mengajar, dan 4) kurangnya motivasi pemelajar karena kesulitan dalam memahami bahasa pengantar yang disampaikan pengajar. Khusus temuan

terakhir, setiap pelajar pada jenjang SD— SMA di Thailand Selatan khususnya Satun memiliki kelemahan dalam bahasa asing. Sebagian besar pemelajar lebih nyaman menggunakan bahasa Thai karena seluruh naskah pembelajaran menggunakan bahasa Thai termasuk bahasa Inggris sekalipun.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, permasalahan pembelajaran BIPA menyangkut peserta didik, waktu, dan kondisi lingkungan sekitar pemelajar sehingga membutuhkan waktu lebih untuk mengoptimalkannya. Padahal waktu yang diberikan kepada pengajar hanya sekitar tiga bulan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan khusus agar pembelajaran berlangsung secara efektif dan optimal. Pendekatan yang dimaksud dengan menggunakan yang paling dekat dengan pemelajar, yaitu konteks bahasa. Hymes (1972) menjelaskan bahwa konteks terdiri dari sejumlah aspek yang berada di balik tuturan. Dalam terminology Hymes, aspek-aspek konteks terdiri dari setting (latar fisik dan latar psikis), participant (penutur, lawan bicara, pendengar, dan orang yang dibicarakan),

end (hasil yang diharapkan), act (bentuk

pesan), key (nada, sikap, suasana atau semangat yang menunjukkan tingkat formalitas pembicaraan, instrumentalities (saluran yang dipilih), norms (segala sesuatu yang membatasi peristiwa tutur), dan genre (ragam bahasa). Dari keseluruhan elemen konteks bahasa Hymnes tersebut, peneliti berusaha menerapkannya di dalam pembelajaran mulai dari tingkat SD—SMA sehingga menghasilkan temuan yang dapat dijadikan pilihan pendekatan pembelajaran kepada pemelajar asing.

Beberapa kajian teori yang digunakan untuk memperkuat penelitian ini, antara lain, a) BIPA, b) pengajaran BIPA, c) konteks bahasa dan d) pembelajaran menulis. Berikut penjelasan ketiga kajian tersebut.

(3)

225 Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing

(BIPA)

Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan sebuah program pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan bagi setiap warga negara asing. Program ini menjadi bagian dari inisiatif hubungan diplomasi antarnegara untuk bekerja sama dalam peningkatan sendi-sendi perekonomian, parawisata, pendidikan, dan lain sebagainya. Seiring perkembangan zaman, BIPA telah menjadi bagian dari dunia karena ketertarikan warga asing yang ingin belajar bahasa Indonesia. Beragam alasan pun terungkap, menurut wawancara singkat peneliti dengan beberapa mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia, orang asing belajar bahasa Indonesia dengan beberapa alasan, seperti 1) menjadi duta besar di Indonesia atau wilayah Asia Tenggara, 2) potensi banyaknya masyarakat Indonesia yang berwisata di negara lain, 3) penelitian yang akan dilakukan di Indonesia, 4) kepentingan beasiswa, dan 5) adanya faktor keturunan.

Pemerintah sebagai pemegang kebijakan tertinggi sebenarnya telah memprediksi perkembangan ini. Hal itu sudah dimulai sejak tahun 1974. Pemerintah melalui Biro Perencanaan Kerja Sama Luar Negeri (BPKLN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memberikan beasiswa kepada pemelajar asing dari negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia, seni, musik, dan kerajinan. Program yang sebelumnya hanya berlaku di ASEAN diperluas sampai di negara lain, seperti Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Hungaria, Jepang, Meksiko, Belanda, Norwegia, Polandia, Swedia, dan Amerika Serikat. Sampai pada awal 1990-an, program ini kembali diperluas mencakup semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Melalui usaha pemerintah tersebut, bermunculan proses pembelajaran yang tidak terbatas di Indonesia. Hal tersebut juga diiringi dengan meningkatnya pemelajar BIPA dan dibukanya beberapa jurusan-jurusan di luar negeri oleh berbagai instansi. Di luar negeri, Pengajaran BIPA telah dilakukan oleh sekitar 36 negara di dunia dengan jumlah lembaga tidak kurang dari 130 buah, yang terdiri atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan asing, KBRI, dan lembaga-lembaga kursus (PPSDK). Untuk menyiasati perkembangan tersebut, pemerintah bekerjasama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintah yang bertugas menangani masalah kebahasaan.

Kongres Bahasa X dengan tema Penguatan Bahasa Indonesia di Dunia Internasional yang diselenggarakan pada tanggal 18—31 Oktober 2013 menghasilkan 32 rokomendasi. Berdasarkan 32 rokemendasi Kongres Bahasa X mengisyarakat upaya secara serius perencanaan bahasa dalam persiapan menjadi bahasa internasional khususnya di wilayah ASEAN. Tercatat 25% rekomendasi (rokemendasi ke-10, 11, 23, 25, 30, 31, dan 32) digunakan sebagai persiapan Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Beberapa rekomendasi yang memuat penerapan bahasa Indonesia ke ranah Internasional, yaitu pertama, rokemendasi ke-10 adalah upaya perencanaan berupa penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi antarkomunitas di wilayah ASEAN. Kedua, rokemendasi ke-11 menyuratkan

meningkatkan urusan atau

penyelenggaraan hubungan resmi antara satu negara dan negara yang lain dengan inisiasi mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Rokemendasi ke-25 terkait penggunaan bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan tata bahasa ejaan yang disempurnakan

(4)

226

melalui media massa sebagai publikasi ke dunia internasional.

Berikutnya, rokemendasi ke-30 yakni terkait usaha yang dipersiapkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang harus

mempertanggungjawabkan atau

memantau para guru BIPA ketika menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing. Rekomendasi ke-31 adalah upaya penerapan kajian bahasa dalam pembuatan kurikulum, bahan ajar, dan silabus sesuai dengan standar penggunaan bahasa Indonesia di wilayah ASEAN. Terakhir, rokemendasi 32 menyuratkan adanya kerjasama yang harus didukung oleh pemerintah terkait pertemuan rutin lembaga-lembaga yang masih eksis dalam kajian linguistik seperti SEAMEO Qitep Language,

SEAMOLEC, BPKLN, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemendikbud) yang tentunya akan mengkaji pengajaran BIPA sebagai upaya standardisasi penerapan pembelajaran

bahasa yang efektif. Wujud

keberlanjutan keputusan tersebut disikapi secara langsung oleh pemerintah melalui Perpu No.57 tahun 2014 yang kemudian diresmikan oleh lembaga negara di bawah Badan Bahasa yakni PPSDK. Melalui PPSDK kemudian diplomasi tersebut dilakukan mulai dari pengembangan kurikulum, pengiriman pengajar, dan pembuatan kebijakan tentang ke-BIPA-an.

Pengajaran BIPA

Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan istilah berupa proses pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing dengan berbagai latar belakang yang dimilikinya. Munculnya BIPA sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh beberapa tokoh pemelajar di Indonesia demi memberikan fasilitas bagi para pemelajar-pemejar di luar Indonesia untuk mendalami bahasa

Indonesia. Pembelajaran BIPA memiliki karakteristik dan norma pedagogik yang berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada penutur asli. Perbedaan tersebut terjadi karena (a) pelajar BIPA pada umumnya telah memiliki jangkauan dan target hasil pembelajaran secara tegas, (b) dilihat dari tingkat pendidikannya, pada umumnya pelajar BIPA adalah orang-orang terpelajar, (c) para pelajar BIPA memiliki gaya belajar yang khas dan kadang-kadang didominasi oleh latar belakang budaya, (d) sebagian besar pelajar BIPA memiliki minat, dan motivasi yang tinggi terhadap bahasa Indonesia, (e) para pelajar BIPA memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, dan (f) karena perbedaan sistem bahasa, menyebabkan pelajar BIPA banyak menghadapi kesulitan terutama dalam masalah pelafalan dan penulisan (Suyitno, 2007).

Pengajaran BIPA menurut Wojowasito (1976: 1) dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai kepentingan, baik pengajaran maupun komunikasi praktis, (Soegihartono).

Ghafar Ruskhan (2007) menyatakan bahwa pengajaran BIPA dapat juga berfungsi sebagai pemberian informasi budaya dari masyarakat Indonesia kepada penutur asing. Keberhasilan pengajaran BIPA tidak akan optimal apabila pengajaran BIPA itu tidak melibatkan aspek-aspek sosial budaya yang berlaku

dalam masyarakat tersebut.

(Soegihartono).

Terdapat dua tujuan pengajaran BIPA di Indonesia tujuan pertama diakomodasi dari sisi pembelajaran BIPA dan tujuan kedua diakomodasi dari sisi pembelajar. Dari sisi pembelajaran menurut para ahli Hoed (dalam Suyitno, 2007) menyatakan bahwa program BIPA bertujuan untuk (1) mengikuti kuliah di perguruan tinggi Indonesia, (2) membaca buku dan surat kabar guna keperluan penelitian, dan (3) berkomunikasi secara

(5)

227 lisan dalam kehidupan sehari-hari di

Indonesia Soewandi (dalam Suyitno, 2007) menjelaskan bahwa tujuan pengajaran BIPA yang sangat menonjol adalah (1) untuk berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa Indonesia (tujuan umum), dan (2) untuk menggali kebudayaan Indonesia dengan segala aspeknya (tujuan khusus).

Dari sisi pemelajar, berdasarkan proses wawancara yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa modus pemelajar asing memilih BIPA sebagai bahasa kedua yang dipelajarinya. Pertama, alasan pekerjaan. Beberapa penutur bahasa asing yang tergabung dalam Program Bunga (program khusus bagi pemelajar Jepang), Program Critical Language Program (CLS) pernah diberikan pertanyaan oleh peneliti dan hampir sebagian besar memilih mempelajari bahasa Indonesia karena ingin mendapatkan pekerjaan di sekitar wilayah ASEAN, Indonesia, atau bahkan Duta Besar masing-masing. Kedua, alasan kerja sama. Pemelajar bahasa asing yang menjalin kerja sama dengan Indonesia sebagai contoh Japan Foundation

mewajibkan setiap pengajar agar mengikuti program kursus bahasa Indonesia untuk mendukung pekerjaan sebagai guru di sekolah-sekolah yang ditugaskan. Ketiga, karena takjub dengan keindahan alam dan budaya Indonesia.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, diperlukan dua hal penting yang harus dilakukan dalam pembelajaran BIPA. Muliastuti (2017: 18) menjelaskan aspek instruksional dan aspek kondisional. Aspek instruksional mencakup (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pembelajaran, (3) metode pembelajaran, (4) media pembelajaran, (5) pengelolaan kelas, (6) evaluasi, (7) pemelajar, dan (8) pengajar. Aspek kedua adalah aspek kondisional yang meliputi (1) pengondisian kesiapan akan kebutuhan pemelajar, (2) pengupayaan pemajanan dan kewacanaan dalam situasi kebahasaan yang

sesungguhnya, (3) pengkondisian suasana pembelajaran, dan (4) pengupayaan pelatihan mandiri.

Dari beberapa aspek yang berpengaruh terhadap pengajaran BIPA, fokus penelitian ini adalah berkaitan dengan analisis produksi tulisan pemelajar. Selanjutnya, berdasarkan analasis tersebut dapat digunakan sebagai rokemendasi metode pembelajaran yang efektif bagi pemelajar BIPA. Hal tersebut dikarenakan keefektifan pemilihan metode pembelajaran yang digunakan. Di Anuban Muslim Satun School, setiap kelas memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda sehingga metode pembelajaran yang digunakan haruslah berbeda agar standar kompetensi dan kompetensi pembelajar dapat tercapai. Konteks Bahasa

Konteks tuturan atau situasi dan kondisi ketika seseorang menggunakan bahasa berpengaruh besar dalam menentukan bentuk bahasa yang digunakan, cara berbahasa, dan makna atau isi bahasa yang ingin disampaikan. Hymnes (1972) konteks terdiri dari sejumlah aspek yang berada di balik tuturan. Dalam terminology Hymes, aspek-aspek konteks disimpelkan menjadi sebuah akronim Speaking, masing-masing huruf mengandung sebuah pengertian (setting (latar fisik) and scene (latar psikis (suasana)), participant (penutur, lawan tutur, pendengar), end (hasil yang diharapkan), act (bentuk pesan danisi pesan), key (nada atau sikap, suasana),

instrumentalities (saluran yang dipilih), norms (norma interaksi), G (genre)

register, bentuk wacana atau ragam bahasa.

Konteks memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah wacana. Konteks merupakan aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara ekternal melingkupi sebuah wacana. Berdasarkan pengertian tersebut, secara garis besar konteks wacana dapat

(6)

228

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konteks bahasa dan konteks luar bahasa. Konteks bahasa disebut ko-teks, sedangkan konteks luar bahasa disebut dengan konteks situasi dan konteks budaya atau konteks saja. Koteks disebut dengan konteks internal wacana, sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana baik konteks situasi maupun konteks budaya disebut sebagai konteks eksternal wacana. (Sumarlan, 2005:47).

Firth (1968) menjelasakan sebuah konteks pembelajaran memiliki cakupan yang lebih luas, seperti struktur ekonomi, agama atau sosial masyarakat pemelajar berada, jenis wacana, usia, jenis kelamin, dan jenis fungsi bicara.

Melalui pandangan para ahli tentang konteks bahasa, dapat diketahui bahwa konteks bahasa memiliki posisi yang penting dalam produksi bahasa pemelajar. Dijk (tanpa tahun) memandang bahwa bahasa sebagai bagian tak terpisahkan dari pengalaman hidup anggota masyarakat dan budaya. Konteks bahasa menjadi suatu partikel ‘alami’ yang muncul di setiap pengajaran bahasa oleh pemelajar. Pemelajar akan selalu menghubungkan antara konteks dengan produksi yang akan disampaikan kepada pengajar. Oleh karena itu, pelibatan satuan-satuan konteks dalam pengajaran BIPA dengan mempertimbangkan sosial budaya setempat. Diharapkan melalui pelibatan konteks bahasa sebagai bagian dari metode pembelajaran, pemelajar akan lebih memahami setiap produksi bahasa yang digunakan.

Pembelajaran Menulis

Subbab ini adalah bagian dari subbab lanjutan dari pengetahuan definisi menulis, manfaat menulis, dan ragam jenis tulisan. Setiap penulis khususnya pemula terlebih dahulu harus memahami sintaks atau langkah-langkah menulis. Langkah-langkah kegiatan menulis diharapkan menjadi dasar penyusunan sebuah karya tulis

yang berkualitas sehingga setiap gagasan atau ide yang tersimpan di dalam pikiran tersampaikan secara terstruktur. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusmana (2014:135—143) bahwa strategi memulai menulis terdiri dari mengembangkan kreativitas pemelajar, menulis pengalaman,

mengembangkan gagasan, dan

membaca sebagai dasar untuk menulis. Kategorisasi langkah-langkah menulis lebih dispesifikkan oleh Dalman (2015: 11—13) menyebutkan bahwa tahapan menulis terdiri dari (1) pra menulis dengan pemilihan topik yang sesuai keahlian, pengumpulan bahan, penyusunan kerangka, (2) penulisan terdiri dari bagian awal, isi, dan akhir tulisan, (3) pasca penulisan yang terdiri dari membaca ulang serta merevisi tulisan.

Langkah lain yang merupakan implementasi menulis sebagai sebuah aktivitas yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi muncul dari pendapat Nurhadi (2010: 10) yang menjelaskan bahwa menulis merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari kegiatan (1) pramenulis, (2)

penyusunan draf awal, (3)

penyempurnaan, (4) penyuntingan, (5) penerbitan. Tahap penerbitan merupakan sebuah tahap publikasi hasil karya penulis kepada pihak kedua yakni pembaca. Apabila permintaan hasil karya penulis semakin meningkat, telah dapat dipastikan nilai ekonomis hasil karya tulis dapat meningkat.

2. Metode

Pada metode penelitian ini akan dipaparkan tentang (1) pendekatan dan jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) pengumpulan dan instrumen data, dan (4) analisis data.

(7)

229 Pendekatan dan Jenis Penelitan

Pendekatan penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif yang dirancang dengan desain penelitian deskriptif kualitatif jenis grounded theory. Pendekatan tersebut digunakanuntuk mendiskripsikan fenomena hasil tulisan pemelajar. Jenis penelitian menggunakan analisis sintaksis Parera (2009: 65). Dipilihnya analisis tersebut adalah untuk menemukan bentuk-bentuk konteks bahasa dari tulisan pemelajar di Anuban Muslim Satun School. Data dan Sumber Data

Data penelitian ini merupakan beberapa satuan gramatikal kalimat yang terdapat pada produksi setiap penutur BIPA di Anuban Muslim Satun School. Sumber data penelitian ini berupa karangan produktif hasil tulisan pemelajar berdasarkan pilihan konteks yang terdapat dalam karangan pemelajar. Pengumpulan dan Instrumen Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahap, 1) tahap pertama, analisis kemampuan pemelajar dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kemampuan pemelajar, 2) tahap kedua, pengenalan beberapa kosa kata melalui gambar dan fungsi dari pengembangan kata tersebut, 3) tahap ketiga, pengelompokan kata berdasarkan kata-kata yang telah diketahui bentuk makna dan kelas kata dalam sebuah kolom jenis kata, dan 4) tahap keempat, tahap pengambilan data berupa hasil produksi kalimat pemelajar BIPA di Anuban Muslim Satun School Thailand. Alat pengumpulan data berupa lembar kerja pemelajar yang digunakan sebagai cara untuk memproduksi kalimat.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber pada konsep analisis struktural (Parera,

2009:65). Konsep analisis struktural dilakukan dengan menentukan satuan gramatikal yang didasarkan pada ciri bentuk dan ciri distribusinya posisi satuan lingual yang lebih kecil dalam satuan yang lebih besar, misalnya distribusi kata dalam frasa, klausa, dan kalimat). Ciri bentuk dan ciri distribusional ditentukan oleh satuan kalimat dan klausa yang didasarkan pada intonasi final. Setelah mengetahui satuan klausa dan kalimat, peneliti dapat melakukan analisis jenis konteks yang digunakan dapat digunakan dalam pembelajaran BIPA. Tahapan analisis data terdiri dari (a) reduksi data, (b) pengkodean data, (c) analisis, dan (d) penarikan simpulan.

3. Pembahasan

Analisis data pemelajar dapat diketahui dengan 1) menentukan jenis konteks karangan pemelajar yang digunakan, dan 2) menjelaskan asal-usul pilihan konteks kalimat yang melatarbelakangi. Temuan-temuan tersebut akan disejelaskan sebagai berikut. a. Analisis Konteks Tempat

Penggunaan konteks bahasa kategori tempat telah mencerminkan produksi kalimat pemelajar BIPA dari sisi ketepatan makna kosakata dalam satu kesatuan kalimat. Bentuk-bentuk temuan tersebut nampak dari analisis kalimat berikut ini.

1. Kakak makan pizza di Big C

2. Nama abang saya Ruslan Samerpep sekolah di Pattani University

3. Saya sekolah di Anuban Muslim Satun

4. Saya dari Chalung

5. Ayah saya guru di Malaysia

Dari hasil tulisan lima kalimat pemelajar tersebut dapat diketahui bahwa konteks kalimat yang digunakan memakai keterangan tempat sekitar sekolah Anuban Muslim Satun, seperti Big C,

(8)

230

Pattani University, Anuban Muslim Satun, Chalung, dan Malaysia. Penjelasan kelima

keterangan tempat tersebut terdapat di

dalam tabel berikut adalah sebagai berikut.

No. Konteks Kata Keterangan

1. Big C Pasar modern yang terdapat di wilayah Satun, Thailand Selatan. Pasar ini menjual segala kebutuhan yang diperlukan masyarakat dari berbagai golongan. Di Indonesia, Big C memiliki karakteristik seperti Giant Supermarket. 2. Pattani University Universitas yang terletak di Pattani, Thailand Selatan.

Pemelajar sebagian besar memeluk agama Islam. Kurikulum yang diajarkan pun berbasis Islam.

3. Anuban Muslim Satun Yayasan sekolah tempat pemelajar menyelesaikan studi. Jumlah peserta didik yang dimikili sekitar 3000 pemelajar yang tersebar mulai dari tingkat Anuban (TK), Pratum (SD), dan Matayum (SMP, SMA).

4. Chalung Merupakan salah satu nama kecamatan yang terdapat di Provinsi Satun. Di kecamatan ini, hampir sebagian besar masyarakat memeluk agama Islam dan mampu berbahasa Melayu.

5. Malaysia Negara yang menjadi perbatasan secara langsung dengan pemelajar. Sirkulasi dan hubugan kerja sama antarmasyarakat pun berjalan dengan baik. Hal itu terbukti dari adanya

program studi banding antarpemelajar di Malaysia dan Thailand khususnya Satun.

(9)

231 b. Analisis Konteks Subjek

Penggunaan konteks bahasa kategori pimilihan subjek telah mencerminkan produksi kalimat pemelajar BIPA dari sisi ketepatan makna kosakata dalam satu kesatuan kalimat. Bentuk-bentuk temuan tersebut nampak dari analisis kalimat berikut ini.

1. Abang tidur 2. BudaBuda berdiri

3. Usaneeyamakan tomyam di rumah

4. Nurlilamakan air 5. Suhaila beli kelas

Dari hasil lima kalimat pemelajar tersebut dapat diketahui bahwa konteks kalimat yang digunakan memakai pilihan subjek yang menggambarkan konteks sekitar pemelajar, seperti Abang, Buda

Buda, Usaneeya, Nurlila, dan Suhaila.

Penjelasan kelima pilihan subjek tersebut terdapat di dalam tabel berikut.

c. AnalisisKonteks Kata Kerja

Penggunaan konteks bahasa kategori pimilihan kata kerja telah mencerminkan produksi kalimat pemelajar BIPA dari sisi ketepatan makna kosakata dalam satu kesatuan kalimat. Bentuk-bentuk temuan tersebut nampak dari analisis kalimat berikut ini.

1. Saya pirumah teman 2. Bismil pipasar

Dari hasil lima kalimat pemelajar tersebut dapat diketahui bahwa konteks kalimat yang digunakan memakai kata kerja yang menggambarkan konteks sekitar pemelajar. Konteks yang digunakan adalah pi yang berarti pergi. Pemilihan pi terpengaruh oleh bahasa Melayu Keddah.

d. Analisis Konteks Objek

Penggunaan konteks bahasa kategori pimilihan kata kerja telah mencerminkan produksi kalimat pemelajar BIPA dari sisi ketepatan makna kosakata dalam satu kesatuan kalimat. Bentuk-bentuk temuan tersebut nampak dari analisis kalimat berikut ini.

1. Saya makan duren 2. Saya makan nasi krabu 3. Mereka main patong 4. Saya makan kursi di kelas Dari hasil lima kalimat pemelajar tersebut dapat diketahui bahwa konteks kalimat yang digunakan memakai konteks objek yang menggambarkan konteks sekitar pemelajar. Penjelasan kelima pilihan subjek tersebut terdapat di dalam tabel berikut.

No. Konteks Kata

Keterangan 1. Duren Duren atau durian

termasuk hasil kebun yang paling banyak ditanam oleh masyarakat daerah Thailand Selatan. 2. Krabu Makanan khas Thailand

Selatan. Makanan ini biasanya dihidangkan di pagi hari.

3. Patong Permainan khas Thailand Selatan. Di Indonesia permainan ini memiliki kesamaan dengan permainan gasing namun untuk aturan

permainannya hampir sama dengan boling.

(10)

232

4. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini terdapat beberapa temuan penting yang diperoleh dari hasil analisis kemajuan perkembangan produksi keterampilan menulis pemelajar BIPA di Anuban Muslim Satun School dengan menggunakan analisis konteks produksi kalimat. Temuan-temuan yang dimaksud adalah 1) pemelajar menggunakan konteks tempat untuk menyusun sebuah kalimat.

Keterangan tempat yang digunakan merupakan konteks-konteks terdekat dengan pemelajar, seperti tempat perbelanjaan, sekolah, dan tempat tinggal pemelajar. 2) pemelajar menggunakan konteks subjek. Konteks subjek yang digunakan berasal dari pengaruh bahasa Melayu dan nama pemelajar lain. 3) pemelajar menggunakan konteks predikat untuk menyusun sebuah kalimat. Predikat yang digunakan adalah perwujudan dari kata kerja bahasa Melayu Keddah. 4) pemelajar menggunakan konteks objek untuk menyusun sebuah kalimat utuh. Beberapa konteks objek yang digunakan ternyata berasal dari aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan oleh pemelajar. Oleh karena itu, melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa setiap pemelajar BIPA menggunakan konteks-konteks bahasa yang biasa digunakan di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dapat diketahui dari penggunaan seluruh elemen kalimat yang dihasilkan oleh pemelajar.

5. Saran

Saran yang dapat diberikan bagi pembelajar BIPA maupun peneliti lainnya adalah dapat memanfaatkan temuan konteks ini sebagai bahan metode pembelajaran BIPA. Bagi pengajar BIPA, hal ini sangatlah penting untuk meningkatkan kemampuan menulis pemelajar. Selain itu, setiap pengajar tidak harus memaksakan konteks-konteks yang terlalu jauh dari pemelajar. Pengajar cukup mengumpulkan kosakata-kosakata yang dekat dengan pemelajar. Konteks-konteks yang diperlukan kemudian diaplikasikan untuk menyusun sebuah kalimat sederhana yang dapat dimengerti oleh pemelajar. Bagi peneliti, diharapkan melalui penelitian ini mampu menjadi inspirasi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan pembelajaran BIPA. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan variasi pembelajaran yang mampu meningkatkan

No. Konteks Kata

Keterangan 1. Abang Nama panggilan

kakak. Masyarakat di Satun lebih

menggunakan Abang dari untuk memanggil saudara kandung atau orang yang lebih tua.

2. Buda Buda Lebik tepatnya menggunakan kata Budak. Kata ini terpengaruh oleh bahasa Melayu yang berarti sebutan untuk pemelajar. 3. Usaneeya, Nurlila, dan Suhaila Variasi nama-nama pemelajar yang tinggal di wilayah Thailand Selatan. Kedekatan dengan Malaysia membuat sebagian besar masyarakat cenderung menggunakan nama-nama Islam dibandingkan nama-nama Siam. Bahkan, terdapat temuan, beberapa warga memiliki dua nama, yakni nama Islam dan nama Thailand.

(11)

233 ketertarikan dan membantu pemahaman

materi ajar yang diberikan kepada setiap pemelajar BIPA.

Daftar Acuan

Dalman. 2015. Penulisan Populer. Jakarta:PT.Grafindo Persada.

Firth, J.R. 1968. Selected papers of J.R. Firth 1952 – 1959. Eds., Palmer, F.R. London: Longman.

Fungsi Bahasa Indonesia.

Ghafar, R. 2007. Pemanfaatan Keberagaman Budaya Indonesia dalam Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Jakarta.

Hymnes. 1972. On Communicative Competence. Harmondsworth:Penguin. Kusmana, S. 2014. Kreativitas

Menulis.Yogyakarta: Ombak.

Muliastuti. L. 2017. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Nurhadi. 2010. Bagaimana Menulis: Handbook of Writing. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Parera, J.D. 2009. Dasar-Dasar Analisis Sintaksis. Jakarta: Erlangga.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. Standarisasi Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dalam Rangka Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 57. 2014. Pengembangan, Pembinaan, Dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Serta Peningkatan.

Soegihartono. tanpa tahun. Pembakuan Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing sebagai Sarana Pengenalan Budaya Indonesia. Makalah

disajikan dalam Prosiding The 4th International Conference on Indonesian Studies:Unity, Diversity and Future. Sumarlan. 2005. Teori dan Praktek Analisis

Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra. Suyitno, I. 2007. Pengembangan Bahan Ajar

Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar.Bahasa dan Seni. Vol.9 No.1.

Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia X. 2013. Rekomendasi Konggres Bahasa Indonesia ke X. Jakarta: Balai Bahasa. Wojowasito, S. 1976. Perkembangan Ilmu

Bahasa (Linguistik) Abad 20. Bandung: Shinta Dharma.

Newmark, P. 2003. Translation in a Globalised World. Baumgarten, Nicole/Böttger, Claudia/Motz, Markus/Probst, Julia (eds.), Übersetzen, Interkulturelle Kommunikation, Spracherwerb und Sprachvermittlung-das Leben mit mehreren Sprachen. Festschrift für Juliane House zum 60. Geburtstag. Zeitschrift für Interkulturellen Fremdsprachenunterricht [Online], 8(2/3), 67—71.

Hendrastuti, R. 2015. Penerjemahan Istilah Budaya dalam Majalah Dwibahasa Inflight Garuda Indonesia. Jurnal Undas. Vol. 11. No. 2. 2 Desember: 26—37

Suyawinata, Z. dan Hariyanto, S. 2003. Translation: Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius.

Moleong, L.J. 2013. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nababan, M.R. dan Marwanto, Sri. 2015. Proses, Strategi, dan Pendekatan Penerjemahan oleh Tuna Netra. Prosiding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 6, 20—21 Oktober: Universitas

(12)

234

Gunadarma.Depok. ISSN: 1858-2559:S-54—S59.

Neubert, A. 2004. Case studies in translation: The study of translation. A Paper Presented on Across Language and Culture 5 (1): 5—21.

Shuttleworth, M., & Cowie, M. (1998). Dictionary of translation studies. Manchester: St. Jerome Publishing.

Sutopo, H.B. 2006. Penelitian kualitatif: Dasar teori dan terapannya dalam penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Wuyantoro, Aris. 2005. Peranan

Penerjemahan Istilah Ilmiah dalam Bahasa Indonesia Proceeding. Seminar Nasional PESAT . 522—529 Jakarta, 23-24 Agustus 2005 ISSN: 18582559 Wuyantoro, Aris. 2014. Kajian Proses

Penerjemahan Dan Kualitas Terjemahan Teks Hukum Dan Teks Ilmiah Bidang Hukum Karya Penerjemah Tersumpah. Disertasi. Surakarta: UNS Pascasarjana. Teks

What’s Going on with the Sunoleh James Dacey/reporter for physicsworld.com dipublikasikan 30 Juni 2011, diakses 12 Agustus 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar enzim antioksidan katalase atau kadar anti zat beracun pada wanita menopause dan wanita usia

pada ibu hamil dengan abortus melalui pengkajian, interpretasi data,. diagnose masalah/ potensial, identifikasi

Hasil analisis (tabel 12) menunjukkan wilayah dengan kelas kerentanan potensial sangat rendah tidak banyak berubah status pada kerentanan aktualnya, sebesar 67,91%

Kesimpulan yang dapat diambil dari Penelitian Struktur Komunitas Diatom Pada Perairan Tambak Garam Saat Pasang dan Surut di Desa Kedung Mutih Kecamatan Wedung,

[r]

Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Adapun hak dan kewajiban

Hal lain yang juga ingin diungkapkan adalah faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan seorang wanita dewasa awal yang bekerja untuk menunda atau menjalani

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa benih kakao diberi beberapa konsentrasi osmotikum PEG-6000 yang dikemas dalam plastik HDPE 10 % memberikan pengaruh yang berbeda