• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan merokok sudah di kenal sejak zaman dulu. Pada awalnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan merokok sudah di kenal sejak zaman dulu. Pada awalnya"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Merokok

1. Pengertian Perilaku Merokok

Kegiatan merokok sudah di kenal sejak zaman dulu. Pada awalnya kebanyakan orang menghisap tembakau dengan menggunakan pipa. Masyarakat Timur (Eastern Societies) menggunakan air untuk mengurangi asap tembakau sebelum diinhalasi. Pada tahun 1840-an barulah dikenal rokok, tetapi belum memiliki dampak dalam pemasaran tembakau. Mendekati tahun 1881 mulai terjadi produksi rokok secara besar-besaran dengan bantuan mesin. Melalui reklame, rokok menjadi terkenal dan pada tahun 1920 sudah tersebar ke seluruh dunia. Maka merokok saat ini merupakan suatu kebiasaan yang dapat dilakukan di manapun, kapanpun dan mampu memberikan kenikmatan bagi si perokok. Bila telah kecanduan, sangatlah susah untuk menghentikan kebiasaan merokok (Perwitasari,2006).

Pada hakekatnya merokok adalah menghisap rokok, sedangkan rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus oleh daun nipah atau kertas (Poerwadarminta, 1983). Sedangkan menurut Aritonang (dalam Perwitasari, 2006) merokok adalah perilaku yang komplek, karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif, kondisi psikologis, dan keadaan fisiologis.

Perilaku sendiri adalah setiap tindakan manusia yang dapat dilihat (Kartono, 2003). Sedangkan pengertian perilaku dalam arti luas adalah mencakup segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang. Dalam pengertian sempit, perilaku dapat dirumuskan hanya mencakup reaksi yang dapat diamati secara umum atau objektif (Chaplin, 2002).

(2)

Perilaku merokok seseorang secara keseluruhan dapat dilihat dari jumlah rokok yang dihisapnya. Seberapa banyak seseorang merokok dapat diketahui melalui intensitasnya, dimana menurut Kartono (2003) intensitas adalah besar atau kekuatan untuk suatu tingkah laku. Maka perilaku merokok seseorang dapat dikatakan tinggi maupun rendah yang dapat diketahui dari intensitas merokoknya yaitu banyaknya seseorang dalam merokok.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

2. Tipe-tipe Perokok

Menurut Mu’tadin (dalam www.e-psikologi.com) tipe-tipe perokok yaitu:

a. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.

b. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6 - 30 menit.

c. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.

d. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

Tipe perokok (Sitepoe dalam Perwitasari, 2006) yaitu : a. Perokok ringan, merokok 1-10 batang sehari. b. Perokok sedang, merokok 11-20 batang sehari.

(3)

Tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory (Tomkins dikutip Mu’tadin dalam www.e-psikologi.com) adalah:

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Menurut Green tiga sub tipe ini adalah:

1) Pleasure relaxation, adalah perilaku merokok untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

2) Stimulation to pick them up adalah perilaku merokok yang dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

3) Pleasure of handling the cigarette adalah kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.

c. Perilaku merokok yang adiktif (psychological addiction) adalah perilaku dengan menambahkan dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin atau tanpa dipikirkan dan tanpa disadari.

(4)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan tipe perokok dapat dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan intensitas merokok yang dilihat dari banyaknya jumlah rokok yang dihisap dalam satu hari dan berdasarkan keadaan yang dialami perokok.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya, namun masih banyak orang yang melakukannya termasuk wanita. Menurut Levy (dalam Nasution, 2007) setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Lewin (dalam Komasari dan Helmi, 2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan.

Mu’tadin (dalam Aula, 2010) mengemukakan alasan seseorang merokok, diantaranya:

a. Pengaruh orang tua

Menurut Baer dan Corado, individu perokok adalah individu yang berasal dari keluarga tidak bahagia, dimana orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan individu yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada individu yang tinggal dengan satu orang tua (Single Parent). Individu berperilaku merokok apabila ibu mereka merokok dibandingkan ayah mereka yang merokok. Hal ini terlihat pada wanita. b. Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak individu merokok maka semakin banyak teman-teman individu itu yang merokok, begitu pula sebaliknya.

(5)

Individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan dari rasa sakit atau kebosanan.

d. Pengaruh iklan

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour membuat seseorang seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada di iklan tersebut.

Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen (dalam Nasution, 2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu :

a. Faktor Biologis

Banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Pendapat ini didukung Aditama (1992) yang mengatakn nikotin dalam darah perokok cukup tinggi.

b. Faktor Psikologis

Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit dihindari.

c. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian individu pada perokok. Seseorang berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.

d. Faktor Demografis

Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak (Smet, 1994) akan tetapi pengaruh jenis kelamin zaman

(6)

sekarang sudah tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sekarang sudah merokok.

e. Faktor Sosial – Kultural

Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, dna gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu (Smet, 1994).

f. Faktor Sosial – Politik

Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan kampanye-kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok. Merokok menjadi masalah yang bertambah besar bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Smet, 1994).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok yaitu faktor-faktor dari dalam diri individu dan juga dari lingkungan.

4. Dampak Merokok

a. Dampak merokok bagi kesehatan

Menurut studi prospektif yang dilakukan Rosenman timbulnya penyakit jantung koroner lebih tinggi 50 % bagi individu yang merokok kira-kira 12 batang sehari dan 200 % bagi individu yang merokok lebih dari 12 batang sehari (Sarafino dalam Perwitasari, 2006).

Asap rokok mengandung nikotin yang merupakan salah satu bahan kimia berminyak yang tidak berwarna dan salah satu racun yang cukup keras. Selain itu di dalam asap rokok terdapat karbon monoksida, amonia, dan butan (Amstrong, 1992). Efek toleran yang disebabkan oleh nikotin sesungguhnya relatif ringan, tetapi sifat adiktifnya dapat menyebabkan tubuh tergantung dan termanifestasi

(7)

dalam bentuk pusing-pusing, mudah gugup, lesu, sakit kepala, dan perasaan cemas (Theodorus dalam Perwitasari, 2006).

Berdasarkan “Teori Dampak Merokok”, nikotin dapat memacu jantung menyebabkan relaksasi pada otot-otot skeleton. Secara subyektif, nikotin memiliki kapasitas berlawanan untuk memproduksi rasa ketergantungan dan relaksasi serentak (Taylor, 1995).

Merokok memiliki efek sinergis pada faktor beresiko kesehatan lainnya, yaitu memperluas dampak faktor resiko lainnya yang berkenaan dengan kesehatan (Dembroski & Mac Dougal dalam Shelly, 1995). Nikotin menghasilkan efek rangsang pada sistem jantung pada orang yang memiliki kerusakan jantung maupun yang tidak memiliki kerusakan jantung. Kematian mendadak pada perokok, dapat diakibatkan dari kurang baiknya aliran darah karena pembuluh darah yang berkerut dan terhalangi pada detak jantung yang dihasilkan oleh naiknya sirkulasi catecholamine (Benowitz dalam Shelly, 1995). Nikotin dapat juga menyebabkan kekejangan pembuluh arteri (vasopasm) pada orang yang menderita penyakit atherosclerotic (Pomerlau dalam Shelly, 1995).

Merokok dapat menyebabkan penyakit jantung koroner karena ketika seseorang merokok denyut jantungnya semakin cepat, sedangkan pemasokan zat asam yang diperlukan oleh jantung kurang dari normal. Merokok dapat memicu terjadinya trombosis koroner atau serangan jantung karena bekuan darah yang menutup salah satu pembuluh darah utama yang memasok jantung, hal ini disebabkan oleh nikotin yang mengganggu irama jantung yang teratur dan membuat darah dalam tubuh menjadi lengket. Asap rokok ketika merokok dapat menyebabkan bronkitis (Amstrong, 1992).

(8)

Merokok dapat memicu berbagai macam penyakit lainnya yang digolongkan bersama sebagai penyakit paru-paru kronis yang merintangi lebih 80 % kasus penyakit paru-paru di Amerika Serikat (Oskamp et al dalam Smet, 1994).

Bahaya merokok tidak dibatasi hanya pada perokok saja. Penelitian pada perokok pasif yang berhubungan langsung dengan perokok menunjukkan bahwa pasangan perokok, anggota keluarga perokok, dan rekan kerja memiliki resiko terkena berbagai gangguan kesehatan (Marshal dalam Shelly, 1995)

b. Dampak merokok secara psikologis

Dalam (Sarafino, 1990) mengatakan akibat dari merokok adalah agar seseorang dapat :

1) Memperoleh perasaan positif seperti rasa santai, rasa senang, atau sebagai penambah semangat.

2) Mengurangi perasaan yang negatif seperti rasa cemas atau rasa tegang. 3) Sudah menjadi suatu kebiasaan.

4) Sebagai obat dari ketergantungannya secara psikologis yang mengatur keadaan emosional, baik yang positif maupun yang negatif.

Seseorang merokok karena ketagihan nikotin dan tanpa nikotin hidupnya terasa hampa. Mereka menjadi terbiasa untuk merokok agar dapat merasa santai dan mereka menikmatinya sewaktu merokok. Perilaku merokok telah menjadi bagian dari perilaku sosial mereka, secara tidak langsung tanpa merokok mereka akan terasa hampa dan merokok merupakan penopang bermasyarakat. Mereka yang pemalu perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan malunya di hadapan orang lain dengan merokok (Amstrong, 1992).

(9)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, merokok berdampak pada kesehatan dan psikologis seseorang. Merokok bagi kesehatan dapat menyebabkan kanker paru-paru, bronkitis, penyakit jantung, sedangkan dampak psikologis merokok dapat menyebabkan ketergantungan secara psikis.

5. Tempat Merokok

Menurut Mu`tadin (2002) tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku perokok. Berdasarkan tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas :

a. Merokok di tempat-tempat umum atau ruang publik

1) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smooking area.

2) Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan lain-lain). Mereka yang berani merokok ditempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar “racun” kepada orang lain yang tidak bersalah.

b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi.

1) Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.

(10)

2) Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tempat merokok dibedakan menjadi dua yaitu merokok di tempat umum dan tempat pribadi.

6. Aspek-Aspek Perilaku Merokok

Menurut Kumalasari (dalam Triyono,2004) ada empat prediktor dalam mengukur perilaku merokok seseorang, yaitu :

a. Aktivitas merokok adalah seberapa sering individu melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perilaku merokoknya (menghisap asap rokok, merasakan dan menikmatinya)

b. Tempat merokok adalah dimana individu melakukan aktivitas merokoknya (rumah, sekolah, jalan, dan lain-lain).

c. Waktu merokok adalah kapan (pada momen-momen apa saja) individu melakukan aktivitas merokoknya.

d. Fungsi merokok, yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi diri si perokok dalam kehidupannya sehari-hari dan makna merokok itu sendiri bagi individu yang bersangkutan.

Menurut Rasmiyati (dalam Triyono, 2004) aspek-aspek perilaku merokok antara lain :

a. Aktivitas individu yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, diukur melalui intensitas merokok, tempat merokok, waktu merokok dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari.

b. Sikap permisif orangtua terhadap perilaku merokok yaitu bagaimana penerimaan keluarga terhadap perilaku merokok.

(11)

c. Lingkungan teman sebaya, yatu sejauh mana individu mempunyai teman sebaya yang merokok dan memiliki penerimaan positif terhadap perilaku merokok.

d. Kepuasan psikologis, yaitu efek yang diperoleh dari merokok yang berupa keyakinan dan perasaan yang menyenangkan.

Senada dengan pendapat diatas, menurut Aritonang (dalam Nasution, 2007) perilaku merokok memiliki beberapa aspek sebagai berikut :

a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

Erickson mengatakan bahwa merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri pada diri remaja. Silvans & Tomkins mengatakan bahwa fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif.

b. Intensitas merokok

Smet mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu :

1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. 2) Perokok sedang yang menghisap 5 – 14 batang rokok dalam sehari. 3) Perokok ringan yang menghisap 1 – 4 batang rokok dalam sehari. c. Tempat merokok

Menurut Mu`tadin tipe perokok berdasarkan tempat ada dua yaitu : 1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik.

2) Merokok di tempat-tempat pribadi d. Waktu merokok

Menurut Presty individu yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orangtua, dll.

(12)

Berdasarkan uraian di atas, maka hasil analisis penulis menyimpulkan bahwa aspek perilaku merokok dalam penelitian ini yaitu a) Fungsi merokok menyatakan perasaaan yang dialami perokok seperti perasaan positif. Hal ini merupakan gabungan dari pendapat Kumalasari, Rasmiyati dan Aritonang. b) Intensitas merokok yaitu seberapa banyak seseorang menghisap rokok. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasmiyati dan Aritonang. c) Tempat merokok, yaitu dimana saja individu melakukan aktivitas merokoknya. Ini merupakan pendapat Kumalasari dan Aritonang. d) Waktu merokok yaitu kapan saja individu melakukan aktivitas merokoknya. Keempat aspek tersebut merupakan gabungan antara pendapat Kumalasari, Rasmiyati dan Aritonang, namun saya lebih menitikberatkan pada pendapat Aritonang karena aspek-aspeknya lebih tepat untuk pengukuran skala psikologinya.

B. Citra Diri

1. Pengertian Citra Diri

Pengertian citra diri (self-image) menurut Chaplin (1999) yaitu apa yang digambarkan atau dibayangkan akan menjadi di kemudian hari. Gambaran diri ini bisa sangat berbeda dengan diri sendiri yang sebenarnya. Pengertian tentang citra diri tersebut hampir sama dengan makna gambaran kesan diri (idealized image), yaitu kesan yang diidealkan. Pengertian yang lebih rinci adalah satu gagasan atau konsepsi ideasional mengenai diri sendiri, yang menyajikan kesatuan, daya juang dan daya usaha pada manusia serta benda-benda. Gambaran yang diidealkan itu merupakan satu perkiraan yang palsu dan berlebihan atau dibesar-besarkan mengenai potensialitas dan kemampuan diri yang sebenarnya, dan lebih banyak dijabarkan dari fantasi serta harapan dari pada realitas sebenarnya (Chaplin,1999). Diri atau self yang ada dalam gambaran seseorang merupakan suatu inner world manusia termasuk

(13)

pemikiran dan perasaan, perjuangan dan harapan, ketakutan dan fantasi, juga pandangan tentang apa dan siapa dirinya serta bagaimana seseorang tersebut ingin di pandang.

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki bayangan yang membuat jiwanya berada dalam segala kondisi yang diinginkan, sehingga dapat tampil dan berhubungan dengan semua orang tanpa ada celah cacatnya. Bayangan ini dapat menjadi kenyataan, manakala orang tersebut berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya, kecuali hanya bayangan yang bersifat fantasi atau tidak mendasar. Dalam melakukan bayangan tersebut, seorang manusia akan melakukan komunikasi interpersonal dalam dirinya untuk mewujudkan citra dirinya.

Keberadaan citra diri sangat penting bagi setiap individu untuk senantiasa tampil percaya diri di manapun berada. Menurut Wolman (Kumalasari,2001) citra diri adalah gambaran mental diri seorang yang berasal dari sensasi internal. Emosi-emosi, fantasi serta pengalaman sehubungan dengan obyek-obyek luar serta orang lain. Malik (2009), citra diri adalah anggapan yang tertanam di dalam fikiran bawah sadar seseorang tentang dirinya sendiri. Citra diri bisa tertanam dalam fikiran bawah sadar oleh pengaruh orang lain, pengaruh lingkungan, pengalaman masa lalu atau sengaja ditanamkan oleh fikiran sadar.

Susanto (dalam Lulusiana, 2008) menyebutkan bahwa citra diri merupakan konsep yang kompleks meliputi kepribadian, karakter, tubuh dan penampilan individu. Sedangkan Kartono (2003) dalam kamus psikologi mengatakan bahwa self image adalah bayangan atau keadaan diri yang ingin dicapai seseorang.

Menurut Mahali, 2005 (dalam http://ronawajah.wordpress.com) menunjukan bahwa kepribadian kita merupakan manifestasi sisi luar dari citra diri kita. Citra diri

(14)

sangat dipengaruhi oleh performa kita sendiri. Sementara citra diri memengaruhi perilaku dan perilaku mempengaruhi performa.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa citra diri adalah bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri serta bagaimana orang tersebut ingin di pandang, gambaran tersebut meliputi keadaan fisik dan psikologis.

2. Aspek-Aspek Citra Diri

Menurut Mappiare (1982) aspek citra diri sebagai berikut :

a. Penampilan menyeluruh, fisik dan psikis mempengaruhui pembentukan pribadi. Hambatan fisik seperti sakit dan badan lemah atau hambatan psikis misalnya adanya rasa malu yang berlebihan, ataupun lemah pikir. Keadaan yang demikian itu seringkali diperbandingkan dengan keadaan teman-teman sebaya sehingga dapat menimbulkan penilai diri kurang dan adanya rasa rendah diri.

b. Pakaian dan perhiasan adalah standar lain bagi remaja akhir. Keadaan pakaian yang tidak memuaskan seringkali membuat mereka menghindarkan diri dari pergaulan kelompok teman sebaya atau peer group.

c. Teman-teman sebaya dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap citra diri dan ada atau tidak adanya penilaian diri yang positif. Penerimaan kelompok terhadap diri seseorang, rasa ikut serta dalam kelompok, memperkuat citra diri dan penilaian diri yang positif, sebaliknya adanya penolakan peer group mengurangi penilaian diri positif.

d. Selain itu gambaran pengaruh dari keadaan keluarga, situasi rumah-tangga, sikap mendidik orangtua, pergaulan dan pola hubungan inter anggota keluarga merupakan seperangkat hal lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi, citra diri yang sehat dan adanya rasa percaya diri.

(15)

1. Material self. Terdiri dari material possession, dimana tubuh menjadi bagian tertentu dalam diri individu sedangkan pakaian menjadi nomor dua.

2. Social self. Bagaimana pengenalan atau tanggapan yang didapatkan individu dari teman atau orang lain.

3. Spritual self. Lebih mengarah kepada bagian terdalam dari diri individu sebagai subjek, dimana kemampuan-kemampuan serta kecakapan-kecakapan psikologis merupakan bagian yang paling menentukan dari diri individu.

Menurut Jersild (1961) terdapat 3 komponen dalam citra diri seseorang yaitu : a. Perceptual Component

Komponen ini merupakan image yang dimiliki seseorang mengenai penampilan dirinya, terutama tubuh dan ekspresi yang diberikan pada orang lain. Tercakup didalamnya Attractiviness dan Appropriatiness yang berhubungan dengan daya tarik seseorang bagi orang lain. Hal ini dapat dicontohkan oleh seseorang yang memiliki wajah cantik atau tampan sehingga ia disukai oleh orang lain. Komponen ini disebut sebagai Physical Self Image.

b. Conceptual Component

Merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya, misalnya kemampuan, kekurangan dan keterbatasan dirinya. Hal ini dapat dicontohkan dengan pernyataan “Saya pintar dalam bidang akademik, saya tidak bisa dalam bidang seni”. Komponen ini disebut Psychological Self Image.

c. Attitudional Component

Merupakan pikiranan perasaan seseorang mengenai dirinya, status, dan pandangan terhadap orang lain. Hal ini dapat dicontohkan dengan pernyataan “Saya orangnya supel dan mudah bergaul dengan orang lain. Saya seorang

(16)

mahasiswa sehingga harus bisa berbicara dengan orang banyak”. Komponen ini disebut sebagai Social Self Image.

Sedangkan menurut Rosen, dkk (Lulusiana,2008) citra diri terdiri dari dua aspek yaitu tubuh dan psikologis. Rincian tubuh citra diri antara lain bagian tubuh dan keseluruhan tubuh, sedangkan aspek psikologis terdiri dari lingkungan dan dalam diri sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa aspek citra diri dalam penelitian ini dibagi menjadi: a) Perceptual component yaitu segala hal yang meliputi keadaan fisik dan psikis seseorang. Hal tersebut merupakan perpaduan antara pendapat Mappiere, James, Jersild dan Rosen dimana keadaan fisik dan pakaian berpengaruh terhadap citra diri seseorang. b) Conceptual component yaitu merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya, misalnya kemampuan, kekurangan dan keterbatasan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat James dan Jersild. c) Attitudional component yaitu hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sosial/lingkungan individu. Hubungan sosial itu misalnya hubungan dengan teman sebaya seperti penerimaan kelompok, rasa ikut serta dalam kelompok. Keadaan keluarga dan sikap mendidik juga termasuk dalam sosial self. Hal ini merupakan perpaduan antara pendapat Mappiere, James, Jersild dan Rosen.

C. Perilaku Merokok Pada Wanita

Rokok tidak hanya digandrungi kaum pria saja, kaum wanita juga turut menikmati rokok. Sehingga tidak heran apabila saat ini mudah untuk menemukan wanita merokok di depan umum. Latar belakang fenomena tersebut ialah pola hidup yang mulai bergeser. Selain itu wanita yang merokok dianggap wanita yang modern, seksi, glamor, matang dan mandiri. Selain itu, wanita memilih untuk merokok yang kemudian menjadi kebiasaan

(17)

disebabkan lingkungan. Biasanya wanita yang banyak memiliki masalah yang pelik lebih memilih merokok sebagai tempat pelarian dan beralibi sebagai penghilangan stres. Namun, perlu ditilik lagi dari segi aspek sosialnya. Masyarakat berparadigma bahwa wanita perokok bukanlah wanita “baik-baik” (http://forum.um.ac.id).

Beberapa negera maju melarang warganya merokok, tapi larangan tersebut tidak seseanter iklan rokok yang beredar. Ironisnya lagi, iklan rokok tersebut menyatakan kalau rokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kehamilan, kelainan janin dan impotensi. Namun, itu dianggap masyarakat sebagai gertak sambal (http://forum.um.ac.id).

Rokok di tahun 2020 diperkiraan penyumbang angka kematian paling besar di samping penyebab lainnya. Sebagian besar wanita tahu merokok merupakan kebiasaan yang merugikan kesehatan. Malahan adan wanita yang anti dengan perokok aktif. Akan tetapi, bagi wanita yang merokok itu bukanlah suatu masalah yang patut diperdebatkan. Wanita yang memiliki kebiasaan merokok sangat rentan terhadap osteoporosis dan kesehatan reproduksi. Wanita perokok akan menghadapi masalah kecantikan dan kesehatan tulang. Wanita perokok lebih berisiko osteoporis dan lebih cepat tua ketimbang umurnya. Menurut Profesor Antony Young dari Guys, Kings and St. Thomas School of Medicin, London, Inggris, wanita perokok lebih banyak kerutan terutama di sekitar mulut dan mata. Kulitnya terlihat lebih keabu-abuan. Penyebabnya ialah nikotin mengaktifkan enzim yang membunuh kolagen yaitu sebuah zat yang berfungsi untuk menjaga elastisitas kulit (http://forum.um.ac.id).

Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat mempercepat osteoporosis. Nikotin dapat mengurangi kadar estrogen dalam tubuh wanita. Oleh sebab itu wanita yang suka merokok mengalami inhibisi estrogen sehingga massa tulangnya lebih ringan daripada wanita tidak perokok. Untuk diketahui estrogen juga berfungsi membantu metabolisme tulang.

(18)

Menurut Joseph (dalam Fakhrurrozi, 2005) dalam sebuah penelitian mengemukakan bahwa kaum remaja termasuk golongan yang paling mudah ketagihan rokok. Subjek penelitian ini adalah remaja putri berusia 11 tahun sampai 24 tahun dan yang sudah menjadi pecandu rokok. Subjek berjumlah 1 orang yakni remaja putri pecandu rokok. Dalam penelitian ini juga terungkap, remaja wanita lebih potensial menjadi pecandu rokok. Joseph mengatakan bahwa seorang wanita hanya memerlukan waktu selama tiga minggu untuk membuat wanita ketagihan merokok. Sedangkan, pria membutuhkan sedikitnya enam bulan sejak mereka mulai menghisap batang tembakau ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri menurut Wirawan (dalam Rombe, 1997) adalah faktor fisik, psikologis, lingkungan, tingkat intelegensi, status sosial ekonomi, ras dan kebangsaan dan urutan kelahiran. Faktor-faktor yang mempengaruhi individu menjadi pecandu rokok adalah faktor kepribadian baik internal maupun eksternal. Dimensi internal adalah diri pelaku, yaitu pelaku takut dalam menghadapi suatu kegagalan dan susah keluar dari kegagalan yang sedang dihadapi. Sedangkan, dimensi eksternal adalah diri fisik, dimana individu kurang percaya diri dengan bentuk tubuh; diri moral, individu jarang beribadah, diri personal; dimana individu tidak menyukai dirinya sendiri dan diri keluarga. Berdasarkan faktor-faktor citra diri di atas, dapat ketahui bahwa citra diri yang mempengaruhi seseorang menjadi seorang perokok lebih menekankan pada aspek psikologis wanita dimana seseorang mencoba rokok sebagai pelarian dari suatu masalah. Takut akan kegagalan, rasa tidak percaya diri dengan bentuk fisik menyebabkan seseorang memiliki citra diri yang rendah sehingga merokok dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan citra diri karena dengan merokok wanita beranggapan akan terlihat keren, gaul, cantik, modern dan bisa menarik perhatian orang.

(19)

Wanita selalu terlambangkan dengan kelembutan dan keanggunan. Kesan ini tidak akan pernah hilang pada setiap fase kehidupan wanita. Namun pada tahun 1920-an, wanita sudah mulai berani menampakan dirinya bersama rokok dimuka umum. Hal ini dilakukan sebagai lambang persamaan hak dan emansipasi (Aditama, 1997). Sesuai dengan berkembangnya jaman maka kebiasaan merokok pada wanita terus berkembang. Sebelumnya promosi rokok lebih menitik beratkan pada pria, tapi saat ini promosi rokok mulai merambah target baru untuk memperluas pemasarannya, maka wanita adalah sasaran selanjutnya untuk mengkonsumsi rokok. Wanita yang merokok selalu digambarkan sebagai lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, kecantikan, sexy dan feminisme oleh promosi perusahaan rokok (Aditama, 1997).

Berbagai alasan dikemukakan wanita untuk merokok. Menurut WHO (1992), banyak remaja putri memulai merokok akibat pengaruh teman. Ketakutan bila ditolak keberadaannya, akan diisolasi dan diabaikan oleh teman-temannya membuat remaja ikut-ikutan merokok. Selain itu adanya pengaruh image-image yang dipaparkan oleh perusahaan rokok, dimana perusahaan rokok menekankan bahwa wanita merokok akan lebih sexy, cantik, feminisme dan terlihat lebih dewasa. Hal lain yang mendorong remaja puteri untuk merokok yaitu mereka menganggap bahwa dengan merokok dapat menekan rasa gelisah dan stress misalnya saat mereka ada masalah dengan teman sebaya atau keluarga, rokok menjadi ”teman” agar mereka melupakan masalahnya. (Aditama, 1997).

Banyak wanita berpendapat bahwa rokok dapat membuat tubuh mereka lebih langsing sehingga akan merasa lebih percaya diri. Rokok membuat mereka langsing karena merokok sendiri dapat menekan nafsu makan. Dewasa ini semakin sering didapati wanita yang bekerja diluar rumah juga merokok. Wanita menjadi lebih banyak tekanan baik dirumah maupun di lingkungan pekerjaan. Akibatnya membuat wanita mudah stress, cemas dan tegang. Tidak jarang, wanita sulit mengungkapkan masalah yang dihadapinya

(20)

sehingga sering terlarut dalam kesendirian dan merasa rendah diri. Hal inilah yang membuat wanita mencoba untuk merokok dengan anggapan rokok dapat digunakan sebagai penangkal stress, meredakan perasaan cemas dan dapat menenangkan jiwa saat sedang banyak masalah (http://aria.blogdetik.com).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada wanita didasari oleh berbagai alasan, antara lain karena pengaruh teman, pengaruh iklan rokok, membuat tubuh lebih langsing sehingga menjadi percaya diri dan sebagai pelarian ketika menghadapi masalah. Saat mengalami tekanan wanita akan merasa rendah diri, di saat itulah wanita memerlukan solusi, salah satunya dengan merokok. Rokok dianggap sebagai penangkal stres, meredakan perasaan cemas, tegang dan adanya kesan cantik, sexy, populer, dewasa merupakan alasan wanita untuk merokok.

D. Hubungan Citra Diri dengan Perilaku Merokok Pada Wanita

Citra diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang karena pada dasarnya citra diri merupakan konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra diri dianggap sebagai fokus pembentukan kepribadian yang selalu dipelihara dan mengalami perubahan. Setinggi apapun penilaian orang lain akan menjadi kurang berarti apabila citra dirinya berbeda dengan penilaian tersebut (Clore, dalam Putriana, 2004).

Berbagai harapan tentang citra yang serba baik terkadang menjadikan konflik tersendiri bagi sebagian individu termasuk wanita. Bagi wanita hal tersebut kadang disikapi dengan berbagai macam cara. Ada yang menyikapinya dengan tenang, dimana mereka menganggap semua masalah dapat diatasi tanpa dirisaukan, tetapi di sisi lain ada juga yang menyikapinya dengan serius dan bahkan cenderung menimbulkan tertekanan (under pressure). Perasaan tertekan yang alami oleh individu ini pada akhirnya

(21)

membutuhkan adanya suatu solusi atau pemecahan (Triyono, 2006). Tekanan-tekanan dari luar jika terlalu hebat pengaruhnya pada individu maka pada akhirnya akan mendorong individu melakukan berbagai cara untuk meningkatkan citra dirinya, salah satunya dengan merokok.

Fenomena merokok pada wanita adalah suatu peristiwa yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kita menganggap perilaku mereka itu adalah suatu tindakan yang kurang pantas dilakukan oleh wanita. Seandainya kita mau menggali atau melihat lebih dalam mengenai perilaku tersebut kita akan menjumpai berbagai macam penjelasan mengenai tindakan mereka tersebut. (Locken dalam Triyono, 2006) menyatakan bahwa keputusan seseorang merokok atau tidak secara keseluruhan dapat merupakan fungsi dari kombinasi berbagai keyakinanakan akibat-akibat tingkah laku merokok yang bersifat positif. Akibat positif tersebut dapat berupa mengurangi stress, memudahkan dalam berinteraksi, membawa kearah penerimaan kelompok teman sebaya, memberikan kesibukan, relaksasi, berkontrasi, dan sebagainya. Gunbreg (Triyono, 2006) menerangkan bahwa nikotin yang terkandung dalam tembakau sangat cepat mempengaruhi jumlah accetyl choline neurotransmitter yang bisa menyebabkan seorang perokok merasa lebih baik.

Perilaku merokok juga dipengaruhi oleh lifestyle yang dipengaruhi oleh pergaulan dengan sesama perokok. Perilaku merokok pada wanita selain disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam, juga disebabkan oleh faktor-faktor dari luar. Faktor dari dalam yaitu berupa kepribadian sedangkan salah satu faktor dari luar yang mempengaruhi individu adalah lingkungan dan budaya. Sejalan dengan yang dikemukakan Lewin (dalam Condro, 2004) yang berpendapat bahwa perilaku seseorang itu sendiri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang pribadi dan faktor sosial atau lingkungan (http:// groups.yahoo.com/

group/wanita-muslimah/message/49718).

(22)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan hipotesis yaitu ada hubungan antara citra diri dengan perilaku merokok pada wanita di Purwokerto. Semakin rendah citra diri seseorang maka semakin tinggi perilaku merokoknya, begitu juga sebaliknya semakin tinggi citra diri seseorang maka semakin rendah perilaku merokoknya.

Referensi

Dokumen terkait

Az is feltehet ő kérdés, hogy miért lesz valaki konzer- vatív vagy liberális, feltéve, ha elismerjük, hogy a politikai orientációk sokdimen- ziósak, változtathatóak, és

PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya sehingga

Berdasarkan penelitian sebelumnya, sebanyak 60% dari pasien fraktur suprakondiler humerus pada usia anak- anak dengan fraktur tipe 3 dari klasifikasi Gartland

Indikator yang harus dikuasai siswa untuk mencapai kompetensi tersebut antara lain (1) siswa dapat menuliskan latar belakang buku dengan tepat, (2) siswa dapat mengklasifikasikan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap uji efektivitas beberapa bahan peningkat penetrasi terhadap laju difusi krim pemutih ekstrak daun murbei maka

yaitu, terdapat grafis tangan kanan berwarna merah yang artinya berani dalam menghadapi tantangan dan lingkaran asimetris berwarna putih dan abu-abu yang setulus hati

Bütün bu gelişmelerin ortaya çıkardığı kitap ve risâlelerde düşmanı öldürmek, malını mülkünü yok etmek, servet ele geçirmek, birinin

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau lewat perantara, tetapi masih berdasar pada kategori konsep (Siswantoro,