• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

62

V.1. Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel terdiri dari delapan lokasi pengamatan, yakni lokasi pengamatan ST 1 hingga lokasi pengamatan ST 8 yang berada di sepanjang Jalur Pengukuran Meluhu (Gambar 5.1.). Tidak adanya lokasi pengamatan setelah ST 8 diakibatkan oleh daerah tersebut merupakan hutan yang memiliki vegetasi yang cukup lebat. Lebatnya vegetasi menyebabkan batuan menjadi mudah lapuk dan mudah terubah menjadi tanah.

Hasil kompilasi pengukuran stratigrafi dari masing-masing lokasi pengamatan berupa suatu runtutan batuan sedimen setebal 152 meter yang dapat dijadikan stratigrafi daerah penelitian. Litologi yang berada di daerah penelitian berupa batupasir, sisipan serpih, serta batulanau. Secara umum, batuan pada daerah penelitian menunjukan pola menghalus ke atas. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian merupakan bagian dari Anggota Toronipa. Selain itu, ciri lain yang membuktikan bahwa lokasi daerah penelitian merupakan bagian dari Anggota Toronipa adalah ditemukan adanya cetakan daun seperti yang umum dijumpai pada Anggota Toronipa pada lokasi tipenya di Tanjung Toronipa (Gambar 5.2).

Stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi enam satuan batuan. Adapun satuan batuan pada daerah penelitian adalah sebagai berikut.

(2)

Gambar 5.1. (a.) Gambar peta jalur pengukuran Meluhu beserta lokasi pengamatan dengan menggunakan Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari (Rusmana dkk., 1993) sebagai peta dasar dan (b) Gambar kolom stratigrafi daerah penelitian (halaman berikutnya)

(3)

141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 31 2 30 2 28 23 24 25 26 27 1 19 20 16 17 18 10 11 12 13 14 15 8 9 1 2 3 4 5 6 7 0 8 9 1 2 3 4 5 6 7 21 22 29 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140

Deskripsi Batuan

T ebal (m) grain size and sedimentary structure Medium Cla y Coarse Fine sand Silt 20 40 60 80 100 120 140 SK 10 SK 12 SK 19 SK 20 SK 26 SK 24 SK 31 SK 43

Satuan perselingan batupasir dengan batulanau

Satuan ini tersusun oleh perselingan batupasir dengan batulanau dengan ketebalan rata-rata setiap lapisnya 20-30cm. Satuan ini terdiri dari litologi berupa batupasir dan batulanau.

Ÿ Batupasir

berwarna abu-abu kecoklatan dan krem kecoklatan, ukuran butir pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, beberapa muscovit, dan sedikit material vulkanik. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa perlapisan parallel, gradasi normal, dan scouring.

Ÿ Batulanau

Batulanau berwarna abu-abu, ukuran butir lanau, terdiri dari material berukuran lanau, menyerpih pada beberapa lapisan, terlihat kuarsa berukuran kecil, serta sedikit muscovit. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa perlapisan parallel

Satuan perulangan batupasir mengkasar ke atas sisipan batulanau

Satuan ini tersusun oleh perulangan batupasir mengkasar ke atas sebanyak empat sekuen dengan sisipan batulanau pada sekuen bagian atas. Ketebalan masing-masing sekuen sebesar 6 m hingga 10 m. Satuan ini terdiri dari litologi berupa batupasir dan batulanau.

Ÿ Batupasir

berwarna abu-abu kecoklatan dan krem kecoklatan, ukuran butir pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, beberapa muscovit pada bagian bawah, dan terdapat nodul-nodul besi pada beberapa lapisan. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa perlapisan parallel, trough crossbed.

Ÿ Batulanau

Batulanau berwarna abu-abu, ukuran butir lanau, terdiri dari material berukuran lanau, menyerpih pada beberapa lapisan, terlihat kuarsa berukuran kecil, serta sedikit muscovit. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa perlapisan parallel.

Satuan perulangan batupasir menghalus ke atas sisipan batulanau

Satuan ini tersusun oleh perulangan batupasir menghalus ke atas sebanyak empat sekuen dengan sisipan batulanau pada bagian atas setiap sekuen. Ketebalan masing-masing sekuen sebesar 10 m hingga 15 m. Satuan ini terdiri dari litologi berupa batupasir dan batulanau.

Ÿ Batupasir

berwarna abu-abu kecoklatan, ukuran butir pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, dan terdapat nodul-nodul besi pada beberapa lapisan. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa masif (pada bagian bawah) laminasi parallel parlapisan parallel.

Ÿ Batulanau

Batulanau berwarna abu-abu, ukuran butir lanau, terdiri dari material berukuran lanau, menyerpih, terlihat kuarsa berukuran kecil. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa perlapisan parallel.

Satuan perselingan batulanau dengan batupasir

Satuan ini tersusun oleh perselingan batulanau dengan batupasir dengan ketebalan rata-rata batulanau setiap lapisnya sekitar 80 cm hingga 1 m. Satuan ini terdiri dari litologi berupa batupasir dan batulanau.

Ÿ Batupasir

berwarna abu-abu kecoklatan, ukuran butir pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, terdiri dari mineral kuarsa, dan sedikit mud. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa perlapisan parallel, masif, dan trough crossbed.

Ÿ Batulanau

Batulanau berwarna abu-abu, ukuran butir lanau, terdiri dari material berukuran lanau, menyerpih pada beberapa lapisan dan terlihat kuarsa berukuran kecil. Tidak bersifat karbonatan.

Satuan batulanau dengan sisipan serpih hitam

Satuan ini tersusun oleh batulanau dengan sisipan serpih hitam dengan ketebalan rata-rata serpih hitam sekitar 80 cm hingga 80 cm. Satuan ini terdiri dari litologi berupa batulanau dan serpih hitam.

Ÿ Batulanau

berwarna abu-abu, ukuran butir lanau, menyerpih, terdiri dari material berukuran lanau. Tidak bersifat karbonatan. Struktur sedimen yang diamati berupa perlapisan parallel.

Ÿ Serpih hitam

Serpih hitam berwarna hitam, ukuran butir lempung hingga lanau, menyerpih, terdiri dari material karbon dan material lain yang mengandung unsur besi.

No. Sampel

Satuan batupasir dengan sisipan batulanau

Satuan ini tersusun oleh perselingan batupasir dengan batulanau dengan ketebalan rata-rata setiap lapisan batupasir sebesar 1m. Satuan ini terdiri dari litologi berupa batupasir dan batulanau.

Ÿ Batupasir

berwarna krem kecoklatan, ukuran butir pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, terdiri dari mineral kuarsa, dan sedikit mud. Tidak bersifat karbonatan.

Struktur sedimen yang diamati berupa laminasi parallel, dan masif.

Ÿ Batulanau

Batulanau berwarna abu-abu, ukuran butir lanau, terdiri dari material berukuran lanau, terlihat kuarsa berukuran kecil, serta sedikit muscovit. Tidak bersifat karbonatan.

SK 4 SK 6 SK 17 SK 42 sand sand ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8

KOLOM STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN

DAERAH MELUHU, KABUPATEN KONAWE,

SULAWESI TENGGARA

(4)

1. Satuan perselingan batupasir dengan batulanau

Satuan perselingan batupasir dengan batulanau memiliki ketebalan sekitar 29 m dan dapat ditemui pada ketebalan 0 m hingga ketebalan 29 m. Satuan ini didominasi oleh batupasir dengan ketebalan rata-rata batupasirnya sekitar 20 cm hingga 30 cm. Ciri-ciri batupasir pada satuan ini adalah berwarna abu-abu kecoklatan dan krem kecoklatan, berukuran pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, dengan komposisi yang terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, beberapa muscovit, tidak mengandung karbonatan, dan sedikit material vulkanik. Struktur sedimen yang dapat dijumpai pada satuan ini adalah gradasi normal dan perlapisan parallel. Selain itu, ditemukan pula fosil berupa burrow dan cast yang tampak seperti daun (Gambar 5.2.). Sampel SK 4, SK 6, dan SK 10 diambil pada satuan ini namun hanya sampel SK 10 yang dapat diamati dengan baik di bawah mikroskop.

(5)

Gambar 5.3. Gambar singkapan satuan perselingan batupasir dengan batulanau pada ST 1

2. Satuan perulangan batupasir mengkasar ke atas sisipan batulanau

Satuan perulangan batupasir mengkasar ke atas sisipan batulanau memiliki ketebalan sekitar 39 m dan dapat ditemui pada ketebalan 29 m hingga ketebalan 68 m. Satuan ini didominasi oleh sekuen batupasir dengan pola mengkasar ke atas (coarsening upward) dengan ketebalan satu sekuen sebesar 6 m hingga 10 m.

(6)

Gambar 5.4. Gambar singkapan satuan perulangan batupasir mengkasar ke atas sisipan batulanau pada ST 3

Ciri-ciri batupasir pada satuan ini adalah berwarna abu-abu kecoklatan dan krem kecoklatan, berukuran pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, dengan komposisi yang terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, beberapa muscovit, tidak mengandung karbonatan, tidak mengandung material vulkanik, dan terdapat nodul-nodul besi pada beberapa lapisan. Struktur sedimen yang dapat diamati pada satuan ini adalah perlapisan parallel, trough-crossbed, dan scouring. Beberapa lapisan pada batuan ini

(7)

mengalami rekahan dengan lebar sekitar 2 cm - 5 cm, rekahan tersebut terisi oleh mineral kuarsa. Selain rekahan, terdapat pula beberapa sesar dengan arah orientasi Timurlaut-Baratdaya (N300E-N400E). Sampel SK 12, SK 17, SK 19, dan SK 20 diambil pada satuan ini namun hanya sampel SK 12, SK 19 dan SK 20 yang dapat diamati dengan baik di bawah mikroskop.

3. Satuan perulangan batupasir menghalus ke atas sisipan batulanau

Satuan perulangan batupasir menghalus ke atas sisipan batulanau memiliki ketebalan sekitar 36 m dan dapat ditemui pada ketebalan 68 m hingga ketebalan 104 m. Satuan ini didominasi oleh sekuen batupasir dengan pola menghalus ke atas (fining upward) dengan ketebalan satu sekuen sebesar 10 m hingga 15 m. Ciri-ciri batupasir pada satuan ini adalah berwarna abu-abu kecoklatan, berukuran pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, dengan komposisi yang terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, tidak mengandung karbonatan, tidak mengandung material vulkanik, dan terdapat nodul-nodul besi pada beberapa lapisan. Struktur sedimen yang dapat diamati pada satuan ini adalah masif, perlapisan parallel dan laminasi parallel. Beberapa lapisan pada batuan ini mengalami rekahan dengan lebar sekitar 2 cm - 5 cm, di sekitar rekahan terlihat sangat lapuk dan terdapat oksida besi. Sampel SK 24 dan SK 26 diambil pada satuan ini dan semuanya dapat diamati dengan baik di bawah mikroskop.

(8)

Gambar 5.5. Gambar singkapan satuan perulangan batupasir menghalus ke atas sisipan batulanau pada ST 5

4. Satuan perselingan batulanau dengan batupasir

Satuan perselingan batulanau dengan batupasir memiliki ketebalan sekitar 20 m dan dapat ditemui pada ketebalan 104 m hingga ketebalan 124 m. Satuan ini didominasi oleh sekuen batulanau di bagian atas dan sekuen batupasir di bagian bawah yang secara umum menunjukan pola menghalus ke atas. Ciri-ciri batupasir pada satuan ini adalah berwarna abu-abu kecoklatan, berukuran

(9)

pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, dengan komposisi yang terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, tidak mengandung karbonatan, dan tidak mengandung material vulkanik. Struktur sedimen yang dapat diamati pada satuan ini adalah masif, perlapisan parallel dan trough crossbed. Beberapa sesar dengan arah orientasi Tenggara-Baratlaut (N1300E) ditemukan pada satuan ini. Sampel SK 31 diambil pada satuan ini.

(10)

5. Satuan batulanau dengan sisipan serpih hitam

Satuan batulanau dengan sisipan serpih hitam memiliki ketebalan sekitar 42 m dan dapat ditemui pada ketebalan 124 m hingga ketebalan 146 m. Satuan ini didominasi oleh batulanau dan hanya sedikit serpih hitam dengan ketebalan rata-rata 80 cm. Beberapa sesar dengan arah orientasi Tenggara-Baratlaut (N3100E- N3200E) ditemukan pada satuan ini. Tidak ada sampel yang diambil pada satuan yang ditujukan untuk analisis petrografi.

Gambar 5.7. Gambar singkapan satuan batulanau dengan sisipan serpih hitam pada ST 7

6. Satuan batupasir dengan sisipan batulanau

Satuan perselingan batulanau dengan batupasir memiliki ketebalan sekitar 6 m dan dapat ditemui pada ketebalan 146 m hingga ketebalan 152 m. Satuan

(11)

ini didominasi oleh batupasir dengan beberapa lapisan batulanau dengan ketebalan sekitar 10-50 cm. Ciri-ciri batupasir pada satuan ini adalah berwarna krem kecoklatan, berukuran pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, dengan komposisi yang terdiri dari mineral kuarsa, sedikit mud, tidak mengandung karbonatan, dan tidak mengandung material vulkanik. Struktur sedimen yang dapat diamati pada satuan ini adalah masif dan laminasi parallel. Sampel SK 42 dan SK 43 diambil pada satuan ini namun hanya sampel SK 43 yang dapat diamati dengan baik di bawah mikroskop.

(12)

V.2. Analisis Petrografi

V.2.1. Kenampakan mikroskopis

Kenampakan mikroskopis sampel batuan yang dianalisis secara umum memiliki fragmen berukuran 0,06 mm hingga 1 mm atau berukuran pasir kasar hingga pasir sangat halus pada skala butir Udden-Wentworth, memiliki derajat keruncingan subanguler hingga subrounded, sortasi moderately sorted hingga well sorted. Hubungan antarbutir yang sering dijumpai pada sayatan adalah long-contacted dan suture-long-contacted namun hubungan antarbutir floating grain dan concave-convex juga dapat dijumpai pada sampel. Kenampakan mikroskopis pada sampel menunjukan bahwa batupasir Formasi Meluhu memiliki tingkat kematangan tekstural batupasir yang matang. Tingkat kematangan tekstural yang matang merefleksikan bahwa sedimen penyusun batupasir telah mengalami transportasi yang cukup jauh atau telah mengalami reworking.

Gambar 5.9. Gambar kenampakan mikroskopis sampel “SK 26” pada nikol sejajar (kiri) dan nikol bersilang (kanan) dengan pembesaran 40x

V.2.2. Komposisi batupasir

Komposisi batupasir Formasi Meluhu terdiri dari fragmen sebesar 88% serta kandungan matriks sebesar 12%. Fragmen tersebut terdiri dari mineral kuarsa

(13)

monokristalin, kuarsa polikristalin, plagioklas, orthoklas, litik sedimen, serta material lain seperti mineral opak, mika, dan mineral berat seperti rutil dan zircon. Matriks pada batupasir tersusun oleh mineral lempung serta mineral yang tampak seperti kuarsa. Adapun penjelasan mengenai masing-masing fragmen batupasir adalah sebagai berikut.

1. Kuarsa monokristalin (Qm)

Kuarsa monokristalin (Qm) berjumlah 1207 butir atau sebesar 48,9% dari total keseluruhan sampel yang diuji. Dari 1207 butir kuarsa yang ditemukan, 1099 butir kuarsa memiliki sifat gelapan bergelombang dengan sudut gelapan >50 (Qmu) dan 108 butir kuarsa memiliki sifat gelapan seragam dengan sudut gelapan <50 (Qmnu). Kuarsa monokristalin berukuran dari 0,06 mm hingga 0,68 mm, terlihat pada sebagian kuarsa memiliki overgrowth, sebagian kuarsa memiliki inklusi oleh mineral seperti muscovit, mineral opak, rutil, dan zircon. Rutil dan zircon terlihat memiliki bentuk butir yang subrounded dan terlihat tidak dalam bentuk yang ideal. Kondisi ini mungkin diakibatkan oleh abrasi ketika tertransportasi. Selain itu, terlihat pula kuarsa yang memiliki vakuola dan memiliki struktur embayment. Kuarsa umumnya terlihat pecah pada bagian tepinya dan beberapa kuarsa tampak pecah menjadi beberapa bagian membentuk pecahan even.

2. Kuarsa polikristalin (Qp)

Kuarsa polikristalin (Qp) berjumlah 214 butir atau sebesar 8,7% dari total keseluruhan sampel yang diuji. Dari 214 butir kuarsa polikristalin yang

(14)

ditemukan, 119 butir kuarsa terdiri dari dua hingga tiga mineral kuarsa (Qp 2-3) dan 95 butir kuarsa terdiri dari lebih dari tiga mineral kuarsa (Qp >2-3). Kuarsa polikristalin berukuran dari 0,06 mm hingga 0,8 mm, kuarsa polikristalin yang ditemukan umumnya tersusun oleh lebih dari tiga macam kuarsa dalam satu butir mineral kuarsa namun kuarsa polikristalin yang hanya terdiri dari dua buah kuarsa pun cukup banyak ditemukan pada sampel.

Gambar 5.10. Gambar kenampakan kuarsa pada nikol bersilang dengan pembesaran 400x. (a) inklusi oleh muscovit, (b) struktur embayment dengan inklusi gelas, (c) inklusi oleh mineral zircon, (d) inklusi kuarsa oleh mineral rutil

3. Plagioklas (P)

Plagioklas (P) berjumlah 61 butir atau sebesar 2,5% dari total keseluruhan sampel yang diuji. Plagioklas berukuran rata-rata sebesar 0,2 mm, memiliki kembaran carlsbad dengan sudut gelapan 60 hingga 250 dengan

(a) (b)

(15)

indeks bias mineral yang lebih besar dari indeks bias balsem (n>balsem). Berdasarkan sudut gelapan serta indeks bias mineral dengan balsem dapat diketahui bahwa jenis plagioklas berupa andesine dan oligoklas. Hal yang cukup menarik adalah hampir semua plagioklas yang dijumpai ditemukan dalam kondisi yang relatif masih segar dengan bentuk butir subangular walaupun adapula plagioklas yang terlihat sudah dalam kondisi lapuk serta bentuk butir yang subrounded.

Gambar 5.11. Gambar kenampakan kuarsa polikristalin yang terdiri lebih dari tiga mineral dalam satu buah kuarsa dengan pembesaran 100x

Gambar 5.12. Gambar kenampakan plagioklas pada nikol sejajar (kiri) dan nikol bersilang (kanan) dengan pembesaran 40x

(16)

4. Orthoklas (K)

Orthoklas (K) berjumlah 188 butir atau sebesar 7,6% dari total keseluruhan sampel yang diuji. Orthoklas memiliki ukuran sekitar 0,2 mm hingga 0,4 mm. Sama seperti kuarsa monokristalin, ortoklas umumnya memiliki pecahan. Selain itu, sebagian orthoklas terlihat telah mengalami pelapukan.

Gambar 5.13. Gambar kenampakan orthoklas pada nikol bersilang dengan pembesaran 40x

5. Litik sedimen (Ls)

Litik sedimen berjumlah 381 butir atau sebesar 15,5% dari total keseluruhan sampel yang diuji. Litik sedimen memiliki ukuran sekitar 0,2 mm hingga 0,4 mm. Litik sedimen didominasi oleh batulanau yang tersusun oleh mineral seperti kuarsa dan batulempung. Litik batuan lain seperti batuan beku, rijang, dan litik batuan vulkanik tidak dijumpai dari kedelapan sampel yang diuji.

6. Litik metamorf (Lm)

Litik metamorf berjumlah 99 butir atau sebesar 4% dari total keseluruhan sampel yang diuji. Litik metamorf memiliki ukuran sekitar 0,2 mm hingga 0,4

(17)

mm. Litik metamorf didominasi oleh schist dan kuarsit. Litik metamorf berupa schist diketahui dari adanya kenampakan mineral muscovit dan kuarsa yang memiliki struktur batuan foliasi sedangkan kuarsit diketahui dari bentukannya yang khas.

7. Mika

Mika berjumlah 15 butir atau sebesar 0,6% dari total keseluruhan sampel yang diuji. Mika yang dijumpai pada sampel berupa biotit dan muscovit. Mika berukuran sekitar 0,2 mm hingga 0,4 mm, umumnya ditemukan dalam kondisi yang sedikit lapuk dan mengalami pembengkokan.

Gambar 5.14. Gambar kenampakan litik berupa schist (kiri), litik berupa batulempung (kanan), dan litik berupa kuarsit (bawah) dengan pembesaran 100x

(18)

Gambar 5.15. Gambar kenampakan muscovite (kiri) dengan pembesaran 100x dan biotit (kanan) dengan pembesaran 40x

Hasil rekapitulasi jumlah komposisi dari masing-masing sampel di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 5.1.).

Tabel 5.1. Tabel komposisi batupasir

Pada tabel di atas terlihat bahwa komposisi batupasir Formasi Meluhu sebagian besar tersusun oleh mineral kuarsa monokristalin yang sangat dominan, lalu disusul dengan litik sedimen, dan kemudian kuarsa polikristalin yang kurang

Sampel Komposisi Qm Qp P K Ls Lm Mineral lain Matriks SK 10 47,9 % 150 4,5 % 14 2,1 % 7 9,3 % 29 19,8 % 62 4,2 % 13 3 35 1 % 11,2 % SK 12 170 18 7 22 35 13 2 30 57,1 % 6 % 2,4 % 7,4 % 11,8 % 4,4 % 0,7 % 10,2 % SK 19 121 35 5 18 64 21 2 47 38,7 % 11,2 % 1,6 % 5,8 % 20,4 % 6,7 % 0,6 % 15 % SK 20 132 26 8 18 67 7 - 42 44 % 8,7 % 2,7 % 6 % 22,3 % 2,3 % - 14 % SK 24 173 36 5 16 29 8 - 41 56,2 % 11,7 % 1,6 % 5,2 % 9,4 % 2,6 % - 13,3 % SK 26 148 37 6 27 42 19 2 35 46,8 % 11,7 % 1,9 % 8,5 % 13,3 % 6 % 0,7 % 11,1 % SK 31 157 38 15 27 34 7 2 34 50,1 % 12,1 % 4,8 % 8,6 % 10,8 % 2,2 % 0,6 % 10,8 % SK 43 156 10 8 31 48 11 8 33 51,2 % 3,3 % 2,6 % 10,2 % 15,7 % 3,6 % 2,6 % 10,8 % Total 1207 214 61 188 381 99 19 297 48,9 % 8,7 % 2,5 % 7,6 % 15,5 % 4 % 0,8 % 12 %

(19)

lebih sama dengan komposisi k-feldspar. Komposisi plagioklas dan litik metamorf memiliki persentase yang tidak terlalu dominan pada batupasir Formasi Meluhu hanya sekitar kurang dari 5%. Kondisi ini mungkin diakibatkan oleh kurang resistennya mineral plagioklas dan litik metamorf terhadap pelapukan dan proses transportasi.

Data komposisi batupasir pada tabel diatas selanjutnya digunakan dalam diagram triangular, baik untuk pemerian nama batuan maupun penentuan tatanan tektonik. Hal yang perlu dilakukan agar komposisi dapat digunakan dalam diagram triangular adalah normalisasi. Hal yang pertama kali dilakukan pada saat normalisasi adalah pengelompokan mineral menjadi lima kelompok sesuai dengan puncak dari masing-masing diagram triangular, yaitu Qt, F, L, Qm, dan Lt (masing-masing anggota kelompok dapat dilihat pada tabel 3.1.) (masing-masing-(masing-masing kelompok selanjutnya dibagi total dari fragmen kuarsa, feldspar, dan litik pada masing-masing sampel. Hasil normalisasi dari masing-masing kelompok pada setiap sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 5.2.).

V.2.3. Nama batuan

Pemerian nama batuan mengacu kepada klasifikasi batupasir Pettijohn (1975). Klasifikasi Pettijohn (1975) menggunakan komponen kuarsa total, feldspar, litik serta komponen matriks sebagai dasar klasifikasinya. Komponen kuarsa total, feldspar, dan litik pada batuan tersebut perlu diplot ke dalam diagram QtFL seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini (Gambar 5.17.) untuk mengetahui nama batupasir tersebut.

(20)

Tabel 5.2. Tabel normalisasi komposisi batupasir Sampel Qt F L Qm Lt Total Fragmen Total Matriks SK 10 164 36 75 150 89 275 11,2% 59,6 % 13,1 % 27,3 % 54,5 % 32,4 % SK 12 188 29 48 170 66 265 10,2% 70,9 % 11 % 18,1 % 64,1 % 24,9 % SK 19 156 23 85 121 120 264 15% 59,1 % 8,7 % 32,2 % 45,8 % 45,5 % SK 20 158 26 74 132 100 258 14% 61,2 % 10,1 % 28,7 % 51,2 % 38,7 % SK 24 209 21 37 173 73 267 13,3% 78,3 % 7,9 % 13,8 % 64,8 % 27,3 % SK 26 185 33 61 148 98 279 11,1% 66,3 % 11,8 % 21,9 % 53,1 % 35,1 % SK 31 195 42 41 157 79 278 10,8% 70,1 % 15,1 % 14,7 % 56,5 % 28,4 % SK 43 166 39 59 156 69 264 10,8% 62,9 % 14,8 % 22,3 % 59,1 % 26,1 %

Hasil pengeplotan komposisi sampel batupasir ke dalam diagram triangular dari masing-masing sampel menunjukan bahwa sebagian besar sampel batupasir yang diuji memiliki nama batuan berupa sublitharenite namun terdapat tiga buah sampel yakni SK10, SK 20, dan SK 19 yang termasuk ke dalam lithic arenite.

(21)

Gambar 5.16. Gambar hasil plotting komposisi batupasir pada masing-masing sampel ke dalam diagram triangular QtFL Pettijohn (1975) untuk pemerian nama batupasir

V.3. Batuan Sumber

Material penyusun suatu batupasir dapat berasal dari sisa-sisa hasil erosi dari batuan beku, batuan vulkanik, batuan metamorf, maupun dapat juga berasal dari batuan sedimen yang telah ada sebelumnya. Masing-masing dari batuan tersebut terbentuk pada proses serta kondisi yang berbeda. Perbedaan proses serta kondisi menyebabkan perbedaan pada komposisi mineral serta proporsi masing-masing mineral pada setiap jenis batuan. Dengan kata lain, hasil erosi dari batuan beku akan terdiri dari proporsi serta komposisi mineral yang berbeda dengan hasil erosi dari batuan metamorf. Sayangnya, beberapa mineral seperti kuarsa dapat berasal dari batuan beku, batuan vulkanik, batuan metamorf, maupun batuan sedimen. Oleh karena itu, untuk mengungkap batuan asal dari komposisi penyusun batupasir Formasi Meluhu diperlukan perbandingan dengan mineral lain. Melalui cara tersebut, diharapkan batuan sumber yang menjadi batuan asal dari komposisi

(22)

penyusun batupasir Formasi Meluhu dapat diketahui. Mineral-mineral yang digunakan sebagai perbandingan adalah mineral-mineral sebagai berikut.

Kuarsa

Kuarsa merupakan komposisi yang umum dan paling banyak ditemukan pada batupasir dengan komposisi rata-rata sebesar 65% (Tucker, 1991). Kuarsa dapat berasal dari batuan beku plutonik, gneiss, dan schist (Tucker, 1991). Melihat banyaknya sumber batuan yang dapat menjadi sumber batuan kuarsa serta banyaknya komposisi kuarsa yang terdapat pada suatu batupasir menyebabkan sangat sulit untuk mengetahui secara tepat batuan asal dari kuarsa tersebut. Akan tetapi, proporsi komposisi tertentu pada kuarsa serta fitur-fitur tertentu dari kuarsa dapat digunakan untuk membantu mengetahui asal dari kuarsa (Tucker, 1991).

Hasil komposisi kuarsa seperti yang terlihat pada tabel 5.1. menunjukan bahwa komposisi kuarsa didominasi oleh kuarsa monokristalin dengan persentase sebesar 48,9%. Dari 48,9% kuarsa monokristalin yang terdapat pada sampel yang diamati, sekitar 90%-nya merupakan kuarsa monokristalin yang memiliki gelapan bergelombang (undulatory extinction) dan hanya sekitar 10% kuarsa yang memiliki gelapan seragam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Basu et al. (1975, dalam Tucker, 1991) pada kuarsa yang berasal dari batuan beku plutonik dan batuan metamorf menunjukan bahwa kuarsa monokristalin yang banyak terdapat sifat undulatory extinction umumnya berasal dari batuan metamorf berderajat lemah (Gambar 5.18.). Sayangnya, sifat gelapan bergelombang (undulatory extinction) pada kuarsa tidak dapat dipastikan apakah terbentuk akibat proses metamorfisme

(23)

yang terjadi pada batuan sumber atau terbentuk akibat proses metamorfisme yang terjadi pada saat batupasir Formasi Meluhu diendapkan. Hal ini menyebabkan penggunaan mineral kuarsa dalam menentukan batuan sumber Formasi Meluhu menjadi bias. Untuk itu, diperlukan informasi lain yang dapat digunakan untuk mengetahui batuan sumber berdasarkan mineral kuarsa. Informasi tersebut adalah sudut gelapan pada mineral kuarsa. Hasil pengamatan pada kuarsa yang memiliki sifat undulatory extinction umumnya memiliki sudut gelapan yang tinggi hingga diatas 150. Sudut gelapan yang tinggi menandakan bahwa kuarsa telah mengalami tarikan yang cukup kuat. Tarikan yang cukup kuat hanya dapat terjadi apabila batuan terkena proses metamorfisme yang menyebabkan batuan tersebut terubah menjadi batuan metamorf. Hal ini mengindikasikan bahwa sifat undulatory extinction pada kuarsa diperoleh akibat proses metamorfisme batuan sebelumnya dan bukan akibat proses metamorfisme yang terjadi pada saat batupasir Formasi Meluhu diendapkan.

Selain itu, bukti lain kuarsa pada batupasir Formasi Meluhu berasal dari batuan metamorf adalah keberadaan 10% kuarsa yang memiliki gelapan seragam. Keberadaan 10% kuarsa yang memiliki gelapan seragam yang tidak terubah menjadi bersifat undulatory extinction menunjukan bahwa metamorfisme yang terjadi pada saat batupasir Formasi Meluhu diendapkan tidak cukup kuat untuk mengubah kuarsa yang memiliki gelapan seragam menjadi bersifat undulatory extinction. Kemungkinan besar, kuarsa yang memiliki gelapan seragam ini berasal dari batuan beku.

(24)

Pada Gambar 5.18. juga terlihat bahwa kuarsa pada batuan metamorf berderajat lemah memiliki komposisi kuarsa polikristalin yang cukup melimpah. Akan tetapi, kondisi pada sampel justru sebaliknya. Keberadaan kuarsa polikristalin pada sampel yang dianalisis umumnya hanya sedikit yakni sekitar kurang dari 10%.

Gambar 5.17. Kelimpahan relatif kuarsa monokritalin dan kuarsa polikristalin pada pasir yang berumur holocene yang telah diketahui berasal dari sumber plutonik dan metamorf (Basu et al., 1975 dalam Tucker, 1991)

Keberadaan kuarsa polikristalin yang sedikit mungkin saja diakibatkan oleh sifat mineral kuarsa polikristalin yang tidak seresisten kuarsa monokristalin. Kuarsa polikristalin umumnya telah terkena gaya yang menyebabkan kuarsa mengalami deformasi serta terbagi menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian kuarsa dapat menjadi zona lemah yang menyebabkannya lebih rentan terhadap pelapukan

(25)

dan abrasi pada saat transportasi. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat kematangan tekstural sampel batuan berupa mature yang merefleksikan bahwa sedimen penyusun batupasir termasuk mineral kuarsa telah mengalami transportasi yang cukup jauh atau telah mengalami reworking.

Selain kuarsa monokristalin dan kuarsa polikristalin, pada sampel juga ditemukan kuarsa yang memiliki struktur embayment dengan vakuola yang terisi oleh gas (bubble). Struktur embayment ini merupakan struktur yang khas dari mineral kuarsa yang berasal dari batuan vulkanik. Keberadaan struktur embayment pada kuarsa ini menunjukan adanya pencampuran antara batuan vulkanik dengan batuan metamorf yang menjadi batuan sumber batupasir pada Formasi Meluhu.

K-Feldspar

K-feldspar merupakan mineral yang umum ditemukan pada batuan beku asam dan batuan metamorf seperti gneiss. Selain itu, K-feldspar juga dapat berasal dari rework batuan sedimen seperti batupasir arkose. Walaupun umumnya k-feldspar hanya bertahan pada satu siklus sedimentasi, k-k-feldspar mungkin saja dapat bertahan lebih dari satu kali recycle jika berada pada iklim yang moderate arid dan cold (Boggs, 1987). Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui kondisi iklim yang terjadi pada saat terbentuknya batupasir Formasi Meluhu.

Pengaruh kondisi iklim pada saat erosi batuan asal dapat diperkirakan berdasarkan komposisi mineral yang terdapat pada batuan yang dihasilkan dengan menggunakan diagram triangular QtFL hasil penelitian yang dilakukan oleh Basu pada tahun (1985, dalam Surjono, dkk., 2010). Penelitian tersebut berusaha

(26)

menghubungkan antara pengaruh iklim dan batuan asal dengan komposisi sedimen yang dihasilkannya.

Hasil pada diagram triangular QtFL Basu (1985) (Gambar 5.19.) memperlihatkan bahwa seluruh sampel yang di-plot berasal dari batuan asal berupa batuan metamorf pada iklim humid. Iklim humid pada area dimana batuan asal berada dapat menyebabkan feldspar mudah hancur karena pelapukan kimia yang sangat intens (Tucker, 1991). Kondisi ini juga menyebabkan k-feldspar tidak mungkin bertahan lebih dari satu kali recycled sehingga kemungkinan k-feldspar pada recycled dari batuan sedimen seperti arkose menjadi sangat kecil. Hasil plot pada diagram triangular QtFL Basu (1985) juga menunjukan bahwa batuan sumber berasal dari batuan metamorf sehingga kemungkinan besar k-feldspar pada sampel juga berasal dari batuan metamorf walaupun masih memungkinkan k-feldspar pada sampel berasal dari batuan beku.

Kenampakan mineral k-feldspar pada sayatan tipis memperlihatkan kondisi k-feldspar yang relatif cukup bagus dan tidak terlalu lapuk walaupun berasal dari kondisi iklim batuan asal yang humid. Kondisi seperti ini mungkin saja dikarenakan oleh keberadaan k-feldspar yang tersingkap pada relief yang tinggi. Relief yang tinggi menyebabkan adanya rapid erosion. Rapid erosion menyebabkan batuan yang segar cepat tererosi tanpa mengalami pelapukan yang cukup lama. Akibatnya, k-feldspar dapat terawetkan dengan baik sama seperti pada kondisi iklim yang moderate arid dan cold.

(27)

Gambar 5.18. Gambar hasil plotting sampel ke dalam diagram QtFL Basu (1985)

Plagioklas

Plagioklas merupakan mineral yang banyak dijumpai pada batuan beku vulkanik, batuan beku asam hingga basa, dan juga dapat berasal dari batuan metamorf yang berasal dari protolith batuan sedimen. Plagioklas dari masing-masing batuan memiliki ciri khas yang menjadi pembeda dengan plagioklas yang berasal dari batuan lain, seperti zoning pada plagioklas yang berasal dari batuan vulkanik, komposisi albite yang tinggi pada batuan beku asam, dan anorthite yang tinggi dari batuan beku basa.

Hasil identifikasi mineral plagioklas pada sampel berjenis andesine-oligoklas. Andesine-Oligoklas memiliki komposisi albite sekitar 50-90%. Komposisi albit sekitar 50-90% menunjukan bahwa plagioklas tersebut dapat berasal dari batuan beku intermediate hingga asam seperti: andesit, diorit, tracit, syenit, ryolit, granit namun dapat juga berasal dari batuan metamorf.

(28)

Jumlah proporsi plagioklas pada batuan intermediate seperti andesit dan diorit seharusnya sungguh sangat melimpah namun kenyataan pada sampel justru terlihat sebaliknya, plagioklas hanya berkisar kurang dari 3%. Begitu pula apabila plagioklas berasal dari batuan asal berupa batuan beku asam yang seharusnya diikuti oleh mineral k-feldspar yang juga melimpah. Akan tetapi, seperti yang telah dibahas sebelumnya, kehadiran k-feldspar dan kuarsa non-undulatory extinction sangat sedikit ditemukan pada sampel. Perlu diingat, k-feldspar dan plagioklas kemungkinan besar hanya mengalami satu siklus sedimentasi saja sehingga apabila k-feldspar dan plagioklas hilang selama transportasi seharusnya batupasir Formasi Meluhu tersusun oleh matriks sedimen yang tinggi. Akan tetapi, matriks sedimen pada sampel umumnya kurang dari 15%.

Melihat kondisi seperti ini, kemungkinan besar plagioklas berasal dari batuan metamorf berderajat rendah hingga intermediate seperti schist dan filit dimana plagioklas dapat terbentuk pada kondisi metamorfisme pada suhu 8000-9000C.

Kondisi plagioklas yang segar seperti kenampakan k-feldspar dapat disimpulkan bahwa plagioklas juga tersingkap pada relief yang tinggi dan juga mengalami rapid erosion.

Litik

Hasil analisis petrografi menemukan litik berupa batulanau, batulempung, kuarsit, dan schist. Hal ini mengindikasikan bahwa batuan asal Formasi Meluhu dapat berasal dari batuan sedimen, batuan metamorf kontak, dan batuan metamorf berderajat metamorf rendah hingga sedang.

(29)

Batuan sedimen seperti batulanau dan batulempung yang terdapat pada sampel mengindikasikan bahwa sebelum Formasi Meluhu diendapkan telah terbentuk dahulu batuan sedimen yang lebih tua. Batuan sedimen ini pula yang mungkin menjadi protolith dari batuan metamorf lemah hingga sedang seperti schist dan juga yang menjadi protolith dari kuarsit.

Mika dan Mineral Berat

Mika yang ditemukan pada sampel adalah muscovite dan biotite. Muscovit dan biotit umumnya ditemukan pada batuan beku namun sangat melimpah pada batuan metamorf seperti schist.

Mineral berat yang ditemukan pada sampel adalah rutil dan zircon. Rutil dapat berasal dari batuan beku basa dan batuan metamorf, sedangkan zircon dapat berasal dari batuan beku asam, batuan metamorf, serta batuan sedimen. Kelimpahan yang sedikit serta keterbatasan informasi membuat mineral berat sulit diidentifikasi berasal dari jenis batuan apa. Akan tetapi, zircon dapat diekstrak dan digunakan untuk mengetahui batuan asal yang lebih valid serta waktu terjadinya uplift dengan metode Fission Track Dating.

Berdasarkan hasil uraian dari masing-masing mineral diatas, dapat dipastikan bahwa batupasir Formasi Meluhu bersumber dari batuan metamorf dengan adanya pencampuran oleh batuan lain seperti batuan beku, batuan sedimen, dan batuan vulkanik.

(30)

V.4. Tatanan Tektonik

Interpretasi tatanan tektonik pada saat pengendapan Formasi Meluhu menggunakan dua pendekatan, yaitu: pendekatan dengan menggunakan diagram triangular Dickinson & Suczek (1979) serta hasil yang diperoleh dari identifikasi batuan asal berdasarkan komposisi mineralnya. Melalui kedua pendekatan tersebut, interpretasi terhadap tatanan tektonik pada saat pengendapan Formasi Meluhu dapat lebih sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Tatanan tektonik hasil pengeplotan komposisi QtFL dan QmFLt pada diagram triangular Dickinson & Suczek (1979) seperti yang terlihat pada Gambar 5.20., memperlihatkan bahwa komposisi batupasir pada sampel batuan seluruhnya merupakan komposisi yang berasal dari tipe tatanan tektonik recycled orogen.

Gambar 5.19. Gambar plotting sampel batupasir ke dalam diagram triangular QtFL (kiri) dan QmFLt (kanan) Dickinson & Suczek (1979)

Tipe recycled orogen merupakan suatu kompleks yang sangat luas dan memiliki tiga area yang dapat menjadi asal batuan sumber, yaitu zona subduksi yang telah mengalami uplift, zona suture di sekitar collision, serta foreland uplift

(31)

yang berasosiasi dengan foldthrust belt (lihat kembali Bab III). Foldthrust belt sendiri dapat berada pada dua buah tatanan tektonik yang berbeda, yaitu berasosiasi dengan zona collision atau berasosiasi dengan arc orogen. Ketiga tempat tersebut mungkin dapat hadir secara bersamaan karena diakibatkan oleh zona subduksi yang tidak paralel sehingga satu bagian telah mengalami collision sedangkan dibagian lain masih dalam keadaan subduksi.

Untuk mengetahui posisi yang lebih pasti dari batuan asal batupasir Formasi Meluhu serta tatanan tektonik yang terjadi pada saat pengendapan Formasi Meluhu, perlu adanya pemisahan antara zona collision, zona subduksi, dan arc orogen di dalam recycled orogen complex. Untuk memisahkan antara sumber batuan asal yang berasosiasi arc orogen dengan tatanan tektonik yang berasosiasi dengan collision dapat menggunakan diagram QpLvLs Dickinson & Suczek (1979) seperti pada Gambar 5.22.

Hasil plot komposisi sampel pada diagram QpLvLs Dickinson & Suczek (1979) menunjukan bahwa batuan asal batupasir Formasi Meluhu berasal dari batuan asal pada collision orogen. Akan tetapi, collision orogen dapat berasal dari collision orogen atau foldthrust belt sehingga perlu dipisahkan kembali antara batuan asal yang berasal dari collision orogen dengan batuan asal yang berasal dari foldthrust belt. Untuk memisahkan antara collision orogen dengan foldthrust belt, perlunya pemahaman mengenai jenis batuan yang umum dijumpai pada collision orogen dan foldthrust belt.

(32)

Gambar 5.20. Gambar plotting sampel batupasir ke dalam diagram triangular QpLvLs Dickinson & Suczek (1979) dan lokasi tatanan tektonik batuan asal batupasir Formasi Meluhu yang ditunjukan oleh kotak merah

Jenis batuan yang umum dijumpai pada collision orogen dan foldthrust belt perlu dibandingkan dengan hasil identifikasi batuan asal berdasarkan komposisi mineralnya pada sampel yang telah dianalisis sebelumnya untuk mengetahui lokasi batuan sumber dari Formasi Meluhu.

Menurut Dickinson & Suczek (1979), batuan yang umum dijumpai pada tatanan tektonik collision orogen berupa batuan sedimen-metasedimen, melange ophiolite, batuan beku plutonik, dan batuan vulkanik sedangkan batuan yang umum dijumpai pada tatanan tektonik foldthrust belt berupa batuan sedimen.

(33)

Hasil identifikasi batuan sumber pada sampel berupa batuan metamorf seperti schist dan gneiss yang merupakan produk dari metamorfisme regional, kuarsit yang merupakan produk dari metamorfisme kontak, batuan vulkanik, serta kemungkinan adanya batuan beku basa dan asam, serta batuan sedimen. Komposisi batuan ini lebih condong kepada batuan asal pada tatanan tektonik collision orogen dibandingkan dengan batuan asal pada tatanan tektonik foldthrust belt. Oleh karena itu, batuan asal dari Formasi Meluhu diperkirakan berasal dari tatanan tektonik collision orogen.

Tatanan tektonik collision orogen terbentuk akibat adanya tumbukan antar-kepingan benua. Tumbukan tersebut akan menghasilkan bentukan nappes dan thrust sheet yang mengangkat batuan dasar hingga tersingkap ke permukaan di dekat zona suture (Dickinson & Suczek, 1979). Hasil erosi batuan dari daerah tersebutlah yang menjadi sumber batuan Formasi Meluhu yang diendapkan pada foreland basin di depannya.

Peristiwa tumbukan antar-kepingan benua yang terjadi di Timur Australia diduga terjadi pada kurun waktu Ordovisian hingga Silurian. Pada saat yang bersamaan dengan pembentukan Tasman Orogen di Australia yang memanjang ke arah Utara hingga ke Papua Nugini pada kurun waktu Pre-Cambrian hingga Awal Permian-Awal Trias akibat subduksi dan akresi pada Timur Australia seperti yang terlihat pada model Foster & Gescombe tahun 2013 (Gambar 5.23)

(34)

Gambar 5.21. Gambar yang menjelaskan perkembangan pembentukan Tasman Orogen di Benua Australia (Foster & Goscombe, 2013). Lokasi pada kotak merah diduga merupakan lokasi batuan asal dari batupasir Formasi Meluhu

Gambar

Gambar 5.2. Gambar kenampakan cast yang tampak seperti daun
Gambar 5.3. Gambar singkapan satuan perselingan batupasir dengan batulanau pada ST 1
Gambar 5.4. Gambar singkapan satuan perulangan batupasir mengkasar ke atas sisipan batulanau                          pada ST 3
Gambar 5.5. Gambar singkapan satuan perulangan batupasir menghalus ke atas sisipan batulanau                           pada ST 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pengaman ini bertujuan untuk mengamankan peralatan akibat tegangan lebih yang ditimbulkan karena sambaran tidak langsung atau efek induksi elektromagnetik

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: Yang dimaksud komunikasi adalah melibatkan dua orang atau lebih, dan proses pemindahan pesannya dapat dilakukan dengan

Proses peningkatan kualitas six sigma dengan menggunakan metode PFMEA lebih difokuskan pada analisa proses dan tidak difokuskan pada proses analisa yang berhubungan

Dengan diketahui hubungan antara kekuatan otot lengan dan power otot tungkai dengan ketepatan smash dalam permainan bulutangkis peserta ekstrakurikuler bulutangkis

Seperti terlihat pada gambar 10 dengan kecepatan gerak piston yang sama tetapi lubang aliran oli berbeda akan memberikan efek peredaman berbeda pula, gambar 10a (mempunyai

Pihak yang berkempentingan ini bisa sebagai pihak yang secara langsung terikat degan perjanjian pengangkutan seperti pengangkut (carrier), pengirim(shipper), ataupun

Adapun dalam penelitian ini untuk menjaring data awal prestasi kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa akan dikumpulkan kemudian setiap siswa maju ke depan kelas untuk berbicara

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dan Inquiry terhadap prestasi belajar siswa pada materi Hukum Dasar Kimia