• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, nama asing, nama daerah, manfaat, kandungan kimia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, nama asing, nama daerah, manfaat, kandungan kimia."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, habitat, klasifikasi tumbuhan, nama asing, nama daerah, manfaat, kandungan kimia.

2.1.1 Morfologi tumbuhan

Daun kari (Murraya koenigii) termasuk dalam golongan famili Rutaceae. Daun kari memiliki tinggi 0,9 hingga 6 meter dan berdiameter 15-40 cm. Daun kari memiliki aroma yang sangat khas dan rasa sedikit pahit, bentuknya oval dengan ujung runcing. Tumbuhan ini dapat tumbuh subur dalam iklim tropis, memiliki bunga kecil berwarna putih kekuningan, buahnya kecil berwarna hijau berwarna hijau ketika masih muda dan ungu setelah matang. Tumbuhan ini berkembang biak melalui biji benih dan turunannya tumbuh melalui akarnya (Azis, dkk., 2014).

2.1.2 Habitat

Daun kari (Murraya koenigii) adalah salah satu species Murraya yang ditemukan di Aceh. Tumbuhan ini biasanya dibudidayakan sebagai daun aromatik dan digunakan untuk penyedap alami dalam kari. Berasal dari Tarai wilayah Utara Pradesh, India, saat ini daun kari banyak ditemukan diseluruh bagian India, daun ini juga dibudidayakan di India Selatan,Sri Lanka, China, Australia, pulau-pulau pasifik, hingga Asia Tenggara. Tumbuhan ini menyebar ke Indonesia, Afrika Selatan dan pulau Reonion oleh imigran Asia Selatan (Aziz, dkk., 2014).

(2)

2.1.3 Klasifikasi tumbuhan

Menurut MEDA (Herbarium Medanense) Universitas Sumatera Utara sistematika tumbuhan daun kari adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Devisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Malvales Famili : Rutaceae Genus : Murraya

Spesies : Murraya koenigii L Nama lokal : Daun kari

2.1.4 Nama asing

Nama asing daun kari adalah ma jiao ye (China), curry (English), garupillai (Malaysia) (Hariana, 2011).

2.1.5 Nama daerah

Daun kari di Indonesia memiliki berbagai macam nama daerah, seperti temurui (Aceh), sicerek (Maningkabau), ki becetah (Sunda)

2.1.6 Manfaat

Daun kari biasanya digunakan sebagai rempah penyedap masakan. Selain berperan penting dikuliner, daun kari juga memiliki manfaat didunia pengobatan. Air rebusan daun kari memiliki manfaat untuk mengatasi anemia, menurunkan kolesterol, mengobati diare dan mengatasi diabetes karena mempunyai efek sebagai antioksidan, antidiabetes, antimikroba, anti-inflamasi dan antihiperkolesterolemia (Fachraniah, 2012).

(3)

2.1.7Kandungan kimia

Daun kari memiliki kandungan saponin, terpenoid/triterpenoid, alkaloid, glikosida, falvonoid, tanin dan antioksidan seperti tokoferol, b-karoten dan lutein. Daun kari juga memiliki kandungan mineral Cr, Mg, Mn, Zn dan Cu (Sudrawanto, dkk., 2015). (Gahlawat, dkk. 2014) mengatakan bahwa daun kari segar mengandung volatil oil yang kaya akan vitamin A, kalsium, girinimbin, koenin, koenigin, koenidin dan koenimbin.

2.2 Uraian Golongan Senyawa Kimia Daun kari

Senyawa kimia yang terdapat pada daun kari meliputi tannin, saponin, glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid dan alkaloid.

2.2.1Tanin

Tanin terdapat luas pada tumbuhan berpembuluh.Sebagian besar tumbuhan banyak mengandung tanin rasanya sepat.Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Robinson, 1995).

Berdasarkan identitas inti fenolit dan cara pembentukannya, tanin dibagi menjadi tiga yaitu tanin yang terhidrolisis, tanin yang terkondensasi dan tanin kompleks (Trease dan Evans, 1983).

a. Tanin terhidrolisis (hydrosable tannin)

Tanin jenis ini biasanya berikatan pada karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen dan dapat dihidrolisis menggunakan asam sulfat atau asam klorida ataupun dengan enzim.Prekursor pembentukan tanin ini adalah asam fenolit (asam galat, asam elagit), residu glukosa, serta antara asam fenolit dan glukosa ada ikatan ester.

(4)

b. Tanin terkondensasi (condesed tannins)

Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi terkondensasi menghasilkan asam klorida.Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavanoida yang merupakan senyawa fenol.Prekursor pembentukan tanin ini adalah flavanoida, catechin, flavonol-3-4-diol.

c. Tanin kompleks (complex tannin)

Tanin kompleks merupakan campuran antara tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.Contoh tumbuhan yang mengandung tanin kompleks adalah teh, kuercus, dan castanea.

2.2.2Saponin

Saponin adalah glikosida triterpenoida dan sterol.Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi, merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa jika dikocok dalam air.Aglikon dari saponin sering disebut sebagai sapogenin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun dan dapat diuji berdasarkan kemampuannya membentuk busa. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin pada tumbuhan tersebut (Harbone, 1987).

2.2.3Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya.Jika bagian gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya selain glukosa disebut glikosida (Robinson, 1995).

(5)

Berdasarkan hubungan ikatan antara glikon dan aglikonnya, glikosida dibagi (Robinson, 1995):

a. O-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.

b. S-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S. Contoh: Sinigrin.

c. N-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N. Contoh: Adenosine.

d. C-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.

2.2.4 Triterpenoid/steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualen. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks, kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau karboksilat (Harbone, 1987).

Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren. Dahulu steroid dianggap sebagai senyawa satwa (digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu), tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (Harborne, 1987).

Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:

a. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan, misalnya kolesterol.

b. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan, misalnya sitosterol dan stigmasterol.

(6)

d. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut, misalnya spongesterol.

2.2.5 Flavonoid

Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol terbesar, mengandung 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzen yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari 3 atom karbon, tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 (Robinson, 1995).

Flavonoid memiliki sifat antioksidan.Senyawa ini berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil.Karena bersifat sebagai reduktor, flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006).

Senyawa flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, buah dan biji (Markham, 1988).Flavonoid mengandung senyawa aromatik terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada spektrum UV dan sinar tampak.Umumnya terdapat dalam bentuk terikat pada gula yang disebut dengan glikosida sehingga untuk menganalisis flavonoid, lebih baik ekstrak tumbuhan dihidrolisis terlebih dahulu untuk memecah ikatan gula dengan aglikon (Harborne, 1987).

2.2.6 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen, dan biasanya bergabungan sebagai bagian sistem siklik. Sifat alkaloid yang basa menyebabkan senyawa tersebut mengalami dekomposisi akibat adanya sinar atau adanya oksigen (Indrawati dkk, 2013). Ada tiga pereaksi yang digunakan dalam pemeriksaan senyawa kimia untuk mendeteksi golongan alkaloid yaitu pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendroff (Depkes RI, 1995).

(7)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000)

Tujuan utama ekstraksi adalah umtuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (consentrata) dari zat-zat yang tidak bermanfaat, agar lebih mudah dipergunakan dan disimpan dibandingkan simplisia asal, dan tujuan pengobatan lebih terjamin (Syamsuni, 2006).

2.3.1 Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan penambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan perkolat) terus menerus sampai diperoleh ekstrak.

(8)

2.3.2 Cara panas

a. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C.

b. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 900C selama 15 menit.

c. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 900C selama 30 menit.

d. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

e. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.

2.4 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan.radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan dengan DNA,

(9)

protein, lipida atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penying pada biomolekul ini.perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degenerative, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak dann penyakit degenerasi saraf seperti Parkinson (Silalahi, 2006)

Kerusakan sel akan menyebabkan dampak negatif pada struktur dan fungsinya.Semakin besar ukuran biomolekul yang mengalami kerusakan, semakin parah akibatnya.Secara biologis senyawa biomolekul memiliki fungsi yang sangat penting. Oleh sebab itu, adanya kerusakan struktur dan fungsi sel akan sangat menggangu sistem kerja organ secara umum (Winarsi, 2007).

Tubuh memiliki mekanisme pertahan antioksidan dalam bentuk enzim antioksidan dan antioksidan untuk menetralisir radikal bebas. Perkembangan industri yang pesat menyebabkan manusia berkontak dengan berbagai radikal bebas yang berasal dari lingkungan dan dari kegiatan fisik yang tinggi menyebabkan sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh tidak memadai (Silalahi, 2006).

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalm tubuh. Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas oksidan tersebut bias dihambat.

Penyebab utama kerusakan oksidatif didalam tubuh adalah senyawa oksidan, baik yang berbentuk radikal bebas ataupun bentuk senyawa oksigen reaktif lain yang bersifat sebagai oksidator. Kerusakan oksidatif terjadi sebagai

(10)

akibat dari rendahnya antioksidan dalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktivitas senyawa oksidan.

Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dan berbagai jenis dari pada menggunakan antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi dikarenakan oleh adanya komponen lain dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berperan secara positif (Silalahi, 2006).

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalse dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis masih dibagi dalam 2 kelompok lagi:

a. antioksidan larut lemak, seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin.

b. Antioksidan larut air,asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier.

a. Antioksidan primer meliputi superperoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation perosidase (GSH-Px). Antioksidan primer disebut juga antioksidam enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil.

(11)

b. Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif. Dalam sistem pertahanan ini, terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara merusak pembentukannya. Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, β-karoten,flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin.

c. Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).

2.5.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6. Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk berwarna

putih atau agak kekuningan. Pengaruh cahaya lambat laun menyebabkan berwarna gelap, dalam keadaan kering stabil di udara namun dalam larutan cepat teroksidasi. Vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI, 1979). Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Rumus vitamin C

Vitamin C merupakan suatu antioksidan penting yang larut dalam air.Vitamin C mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen dari gugus hidroksilnya kepada radikal bebas dan berperan dalam

(12)

pencegahan penyakit jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri dan berperan dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006).

2.6 Spektrofotometer UV-Visibel

Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan absorpsi cahaya padapanjan gelombang tertentu melalui suatu larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya. Prinsip keja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam larutan (Lestari, 2009).

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Triyati, 1985). Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 200-400-750 nm (Gandjar dan Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri ultra-violet dan sinar tampak (visible) telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penetuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam suatu larutan, gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor. Molekul-molekul yang mengandung satu gugus kromofor dapat mengalami perubahan padapanjang gelombang. Molekul mengandung dua gugus kromofor atau lebih akan mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang hampir sama dengan molekul yang hanya mempunyai satu gugus kromofor

(13)

tertentu, tetapi intensitas absorpsinya adalah sebanding dengan jumlah kromofor yang ada (Triyati, 1985).

2.7 Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

Penentuan aktivitas radikal bebas DPPH berdasarkan pengurangan DPPH radikal dalam metanol yang menyebabkan penurunan absorbansi pada 515 nm. Warna larutan berubah dari ungu menjadi kuning. Perubahan ini terjadi ketika DPPH ditangkap oleh antioksidan yang menghilangkan atom H untuk membentuk stabil DPPH-H.

Metode sederhana yang telah dikembangkan untuk menentukan kapasitas antioksidan dari makanan memanfaatkan 1,1 –diphenyl-2-picrylhidrazyl. DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm dan memiliki warna ungu (Prakash, 2001).

Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, yaitu elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm. Interaksi antioksidan dengan DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Molyneux, 2004). Warna ungu larutan DPPH akan berubah menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang dari senyawa antioksidan (Prakash, 2001).

Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concentration (EC50) atau Inhibitory

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen peredaman sebesar 50% (Molyneux, 2004).

(14)

2.7.1 Pelarut

Metode DPPH akan memberikan hasil yang baik menggunakan pelarut metanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji antioksidan dengan radikal bebas DPPH (Molyneux, 2004).

2.7.2 Pengukuran panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Panjang gelombang maksimum yang digunakan dalam pengukuran sampel uji pada metode pemerangkapan radikal bebas DPPH sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur, panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm (Molyneux, 2004).

2.7.3 Waktu pengukuran

Waktu pengukuran atau waktu kerja (operating time) bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat dalam melakukan pengukuran, yakni saat sampel telah mencapai kesetimbangan sehingga dalam kondisi stabil. Waktu pengukuran yang digunakan dalam beberapa penelitian sangatlah bervariasi, yaitu 1-240 menit. Waktu pengukuran yang paling banyak direkomendasikan adalah 60 menit. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004; Rosidah, dkk., 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Kenyataan keempat diperoleh dari hasil analisis terhadap dokumen hasil ujian mid semester siswa kelas VII. Dari data yang diperoleh dapat dikemukakan bahwa hasil

Dalam penelitian ini yang meneliti tentang penilaian sikap di SDN Gunungsaren, guru telah melakukan penilaian sikap, dan penilaian sikap dilakukan dengan teknik

Ada beberapa lembaga yang dibentuk dengan undang-undang, tetapi sifat tugas dan wewenangnya sama dengan sifat tugas dan wewenang lembaga Negara yang ada di UUD 1945, seprti dalam

Dengan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) ditemukan bahwa proporsi anak dengan status gizi baik lebih besar pada kelompok yang tidak gondok (93,1%)

Untuk memenuhi pencapaian PKBM di setiap kabupaten dan adanya PKBM rujukan pada tingkat provinsi tersebut, tahun 2013 Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal,

Limbah berbahaya ini selain menyebabkan kerusakan bahkan matinya habitat sungai, juga mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai

Untuk mengetahui suatu sistem dapat digunakan oleh pengguna secara efektivitas, efisiensi dan kepuasan adalah dengan melakukan evaluasi website dari aspek