• Tidak ada hasil yang ditemukan

ROLE PLAYING GAME. 1. Pendahuluan. Kata Kunci : abstraksi, permainan, pixel, potret, simulasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ROLE PLAYING GAME. 1. Pendahuluan. Kata Kunci : abstraksi, permainan, pixel, potret, simulasi."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa

ROLE PLAYING GAME

Nama Mahasiswa : Alrezky Caesaria

Nama Pembimbing : Dikdik Sayahdikumullah, Ph.D

Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB

Email: alrezkycaesaria@gmail.com

Kata Kunci : abstraksi, permainan, pixel, potret, simulasi.

Abstrak

Permainan video game adalah ketertarikan penulis yang diangkat dalam karya seni lukis dan termasuk ke dalam kategori permainan pasif dikarenakan tidak adanya unsur interaksi yang didapatkan oleh anak-anak. Namun di masa kecilnya penulis bermain bersama anggota keluarga sehingga ada interaksi yang membuat nilai dari permainan tersebut bergeser. Penulis menciptakan karya dengan membuat sebuah simulasi dari memori yang sudah dipengaruhi pengalaman estetik yang dialami oleh penulis. Proses penciptaan karya melibatkan teknik dan teori seperti perspektif, abstraksi, dan lukisan portrait. Karya seni lukis yang tercipta memiliki bentuk visual pixel yang biasa muncul dalam permainan video game dalam bentuk lukisan portrait anak-anak.

Abstract

Video game is the main interest that the author tried to explore in painting and was included in the passive game category because there were no interaction factors that can be obtained by the children. In the author’s childhood, the all the family members are playing video games together and the value of the game has changed become the active ones. The author creates paintings by simulating the memory that already influenced by aesthetic experience. The process of creation involves method and theory such as perspective, abstraction, and portrait painting. Paintings that already created by the author shows us portrait paintings that had pixel visual in there that adapted from a video game.

1. Pendahuluan

Penulis tertarik dengan permainan-permainan yang penulis kenal di masa kecilnya dan merasa sangat dekat dengan dunia permainan tersebut. Lain halnya dengan di masa kecil penulis ketika banyak permainan yang dirasakan sangat menyenangkan, anak-anak zaman sekarang banyak melakukan permainan yang lebih serius dibandingkan dengan dahulu. Anak-anak menyerap realitas permainan tanpa sadar yang sesungguhnya hanya diperuntukkan bagi remaja. Dalam hal ini penulis merasa ada yang hilang dan terlompati, yaitu keberadaan permainan-permainan yang tepat untuk usia mereka. Bermain game termasuk ke dalam kategori permainan pasif menurut Elizabeth Bergner Hurlock (1898-1988) dalam bukunya Child Development (1956). Permainan pasif adalah permainan yang tidak membutuhkan lawan bermain yang konkret, berkebalikan dengan permainan aktif. Dalam kategori ini ada sisi positif dan negatif yang bisa berdampak pada anak-anak. Positifnya, kegiatan ini dapat menambah wawasan dan kecerdasan karena terkadang permainan ini banyak memicu ketelitian mengenai strategi menyelesaikan permainan tersebut. Namun, dampak negatifnya sering menimbulkan rasa kecanduan, sehingga seorang anak enggan untuk bersosialisasi dengan orang lain dan tetap dibutuhkan peranan orangtua untuk terus mengawasi.

Penulis teringat kehidupan masa kecil ketika bermain video game, ibu penulis sangat menyukai bermain video game di

console Super Nintendo yang sedang populer di Indonesia. Meskipun permainan game Super Nintendo dinilai sebagai

permainan pasif menurut buku Child Development (1956), yaitu permainan yang tidak banyak menimbulkan interaksi, bagi penulis justru sebaliknya, karena permainan game ini dimainkan penulis bersama keluarga. Permainan ini bisa dikatakan sebagai salah satu sarana interaksi di antara anggota keluarga penulis, menyenangkan dan bahkan turut membentuk kepribadian penulis hingga saat ini. Penulis sangat tertarik pada inspirasi yang muncul dari permainan video game yang

(2)

didalamnya terdapat potongan-potongan gambar (screenshot) yang menampilkan realitas, momen, dan imajinasi yang ingin diungkapkan melalui penciptaan karya seni lukis. Bedanya, realitas yang ingin ditampilkan adalah hasil ciptaan imajinasi dari penulis, jadi bukanlah memindahkan dari game yang sudah ada.

Motif pada karya seni sebenarnya sangat beragam, dari hal yang sederhana sampai rumit. Penulis bermaksud untuk membuat sebuah karya seni lukis dengan mengangkat tema permasalahan dan pengalaman sehari-hari melalui lukisan

portrait dan visual pixel.

Alrezky Caesaria

2. Proses Studi Kreatif

Bagan 2.1 Proses Studi Kreatif

Alrezky Caesaria

Tujuan berkarya

1. Pelengkap mata kuliah tugas akhir Seni Lukis SR4099. 2. penulis ingin mengangkat permasalahan dari pengalaman

sehari-hari penulis bersama keluarga menjadi sebuah karya.

Proses Berkarya

1. Proses sketsa

2. Proses pembuatan sketsa digital 3. Pembuatan garis-garis perspektif 4. Pembuatan lukisan melalui sketsa yang dibuat

Karya Akhir

Rumusan Masalah

- Bagaimana imajinasi tentang permainan dapat dihadirkan dan diekspresikan pada lukisan di atas kanvas?

- Mengapa penulis menggunakan bentuk visual pixel dalam kekaryaan? - Mengapa bentuk akhir berupa lukisan portrait bisa mewakilkan maksud

yang ingin disampaikan oleh penulis?

Batasan Masalah

1. Pengerjaan Karya utama dibuat dengan menggunakan medium cat minyak di atas kanvas

2. Karya dibuat dalam bentuk lukisan portrait dari anak-anak

Landasan Teori

1. Literatur tentang Seni Sebagai Representasi 2. Literatur tentang seni lukis portrait 3. Literatur tentang teori simulasi dan permainan 4. Literatur tentang abstraksi dan Pointilisme 5. Literatur tentang perspektif

(3)

3. Hasil Studi dan Pembahasan

“Kamu mau kemana?”

Gambar 3. 1 "Kamu mau kemana?", 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013

Dalam karya pertama terdapat sebuah ruangan dengan dua buah tembok dan sebuah sudut dengan dua figur anak-anak. Anak yang berada di sebelah kiri pengamat mengenakan kaus bertangan panjang warna putih dan celana panjang berwarna biru tua. Anak itu juga memakai aksesoris menyerupai slayer berwarna merah yang dipasang di leher. Anak yang lainnya mengenakan pakaian abu-abu dengan rompi berwarna cokelat. Bagian kaki anak tersebut tidak terlihat. Dari pakaian yang mereka kenakan, dapat dikatakan bahwa pakaian tersebut bukanlah pakaian yang umum dikenakan oleh anak-anak, maka belum tentu orang yang melihat lukisan ini menganggap bahwa figur yang dihadirkan adalah anak-anak. Pakaian tersebut menyerupai sebuah kostum tertentu.

Kedua figur tersebut tampak sedang berinteraksi satu sama lain. Hal inilah yang penulis sempat sebutkan sebagai momen dan erat kaitannya dengan screenshot yang ditangkap dalam sebuah visual komputer atau video game. Dalam karya ini penulis masih menggunakan warna background yang dianggap aman karena sifatnya netral. Bagian cokelat kayu pada tembok masih berupa bidang datar. Ada bagian-bagian di balik figur yang memberi kesan balok pada figur tersebut yang dibuat dengan warna dasar krem dan terdapat visual yang menyerupai noise berwarna hitam. Noise tersebut merupakan salah satu bentuk eksplorasi visual penulis tanpa adanya intensi khusus.

“Harus pergi kemana, ya?”

Figur pada karya ini terlihat sedang berdiri tegak dan tampak seperti sedang berada dalam persimpangan sebuah lorong. Disinilah salah satu contoh penerapan gagasan yang penulis sempat singgung dalam subbab III.2 mengenai kebingungan penulis dalam dunia sendiri. Penulis melukiskan dunia yang berada di sekitar tokoh anak ini yang merupakan dunia yang kosong dan tidak diketahui arah tujuannya. Permainan video game tentunya berasal dari realitas yang tidak ada namun merasuki pengalaman penulis hingga menciptakan realitas lain yang dipercaya memang ada.

(4)

Gambar 3. 2 “Harus pergi kemana, ya?”, 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013

Pemilihan warna dan gestur juga bentuk ruang dilakukan berdasarkan dengan gagasan yang penulis ajukan dalam Bab II. Ketika seorang anak terlihat seperti terjebak dalam dunianya namun tetap menikmatinya, maka berarti tidak selalu anak tersebut sendirian, melainkan ada relasi dengan pihak lain seperti orang tua yang tetap mengawasi. Karena itulah penulis memilih warna hijau toska yang secara psikologis memberikan ketenangan bagi seseorang. Warna hijau toska tersebut penulis ibaratkan sebagai peranan orangtua untuk selalu menuntun anak-anak mereka yang kebingungan arah.

“Wah, ternyata jalan buntu!”

Gambar 3. 3 "Wah, ternyata jalan buntu!", 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013

Dalam karya ini penulis menampilkan figur yang mirip dengan karya sebelumnya. Figur tersebut mengenakan pakaian yang mirip dengan figur di karya yang pertama, namun tidak mengenakan slayer. Dari gesturnya yang terlihat terdiam di ujung lorong yang berbelok namun buntu dan wajah yang menatap ke arah lain dari sudut ruangan memberi indikasi bahwa ia sedang mencari jalan lain. Persegi di tembok sebelah kanan dibuat menyerupai layar yang menampilkan tokoh tersebut jika

(5)

tembok sebagai relasi penulis dengan orangtua yang selalu ada untuk memberikan kehangatan, meskipun penulis saat itu seolah sedang terjebak dengan permainan video game.

“Stt… jangan bilang aku disini, ya!”

Gambar 3. 4 “Stt… jangan bilang aku disini, ya!”, 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013

Sudut-sudut ruang dalam karya ini membentuk penyempitan yang menyambung pada lorong yang panjang. Figur anak perempuan yang disebutkan di atas terlihat sedang berdiri dan bersandar pada tembok yang membelakangi lorong panjang di sebelah kanan. Dari gestur dan sudut ruangan tersebut, figur ini terlihat seperti sedang bersembunyi.

Dalam karya ini penulis menggunakan warna merah muda atau pink pada temboknya. Warna pink adalah warna yang sangat feminin. Alasan pertama penulis menggunakan warna ini adalah pada karya ini penulis pertamakalinya menggunakan figur anak perempuan yang sebagian besar selalu diperkenalkan warna pink oleh orangtuanya. Dampak psikologis dari warna ini adalah kelemahan fisik terkait dengan sikap anak ini yang lebih memilih untuk bersembunyi dibandingkan mencari jalan lain seperti yang dilakukan sosok-sosok sebelumnya. Ketika penulis bermain video game cenderung sering merasa ingin kabur dari kenyataan dan lebih memilih untuk bersembunyi dengan bermain video game.

“Akhirnya keluar juga dari sana”

Dalam karya ini penulis menghadirkan figur anak perempuan lagi yang mengenakan seragam sekolah dasar. Figur anak kecil di sini terlihat memiliki model rambut yang berbeda dengan dalam sebelumnya yang menandakan bahwa mereka adalah dua orang yang berbeda. Bentuk sudut ruangan dalam karya ini terlihat seperti persimpangan yang mirip dengan karya kedua namun dari sudut yang berbeda dan terlihat adanya bagian tembok lain sehingga memperlihatkan lorong di bagian tengah.

Figur anak perempuan ini terlihat seperti telah keluar dari lorong yang disebutkan tadi. Ia terlihat sedang berdiri begitu saja menatap kedepan dengan tangan yang hampir dibentangkan seperti sedang setengah menghela napas setelah akhirnya bisa keluar dari lorong. Di sini penulis membicarakan lagi mengenai momen yang ditangkap ketika anak kecil tersebut sedang menghela napas.

(6)

Gambar 3. 5 “Akhirnya keluar juga dari sana.”, 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013

Di sini figur anak kecil tersebut terlihat berada di ruangan dengan tembok berwarna ungu. Menurut sisi psikologisnya, warna tersebut dapat menimbulkan kesan pencerahan. Dalam hal ini peranan orangtua adalah membantu mendapatkan pencerahan seperti yang didapatkan seorang anak ini, meskipun ia seolah terjebak dengan permainan tersebut.

“Fuh… istirahat dulu deh”

Penulis menghadirkan figur anak perempuan berseragam sekolah dasar lagi dalam karya keenam. Kali ini anak itu berada dalam posisi duduk dengan kaki menyamping di atas lantai. Sudut ruangan yang terdapat dalamruangan ini hampir mirip dengan ruangan pada karya keempat namun terlihat adanya lorong lain di belakang. Anak kecil ini duduk bersebelahan dengan tembok bagian tengah antara dua buah lorong. Posisi duduk seperti ini memperlihatkan bahwa anak ini seperti sedang beristirahat sejenak.

(7)

“Kamu yakin mau masuk kesana?”

Gambar 3. 7 “Kamu yakin mau masuk kesana?”, 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013

Pada karya terakhir ini, penulis melakukan hal yang cukup berbeda dengan sebelumnya. Teknik perspektif yang digunakan dalam karya keenam ini merupakan teknik yang berbeda dengan sebelumnya. Bentuk ruangan yang terdapat dalam karya ini menyerupai lorong yang membelok ke arah kiri. Figur yang dihadirkan dalam karya ini berupa dua orang anak-anak yang mengenakan seragam sekolah dasar yang melihat membelakangi pengamat. Anak yang di sebelah kiri berambut panjang dan mengenakan rok sedangkan sebelah kanan mengenakan celana. Dari deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua anak itu perempuan dan laki-laki. Pada bagian bayangan kedua anak yang menghadap ke dinding di bagian lantainya menyerupai bentuk kursor atau anak panah dalam komputer.

Ruangan dalam karya ini didominasi oleh warna merah pada bagian dinding. Warna ini memiliki dampak psikologis berupa meningkatkan semangat. Dengan ini penulis menempatkan dua tokoh dalam karya ini sebagai orang yang baru mulai memasuki ruang digital yang terus disebut-sebut dalam bab ini.

Alrezky Caesaria

4. Penutup / Kesimpulan

Pengalaman masa kecil merupakan hal personal yang dimiliki oleh setiap orang. Ketika penulis memiliki pengalaman tentang permainan video game di masa kecil, maka imajinasi penulis bercampur dengan memori tentang itu membentuk ide yang ingin dihadirkan dalam karya seni lukis. Imajinasi mengenai memori dan visualisasi video game yang tidak jelas asal-usulnya hadir di atas kanvas melalui proses simulasi dan muncul image yang menyerupai motif geometri yaitu pixel. Bentuk pixel tersebut prinsipnya mirip dengan abstraksi geometri dan pointillisme yang pernah ada dalam sejarah seni lukis. Hasil akhir dari penciptaan berupa lukisan portrait yang bentuk visualnya seolah diabstraksi menjadi bentuk geometri. Dalam sejarah lukisan portrait abad ke-18 pun sudah ada motif geometri yang didapat dari struktur bentuk dalam lukisan tersebut sehingga tepat untuk menampilkan ide dan gagasan penulis.

Pada pengerjaan karya ini awalnya penulis berusaha menjauh dari masalah personal dan melihat dari segi fenomena yang terjadi pada dunia anak-anak. Namun penulis menyadari bahwa seni rupa khususnya seni lukis bukanlah cara untuk mendapatkan jawaban dari sebuah fenomena. Akhirnya penulis menarik lagi permasalahan tersebut dan kembali pada problematika personal yang penulis alami.

(8)

Ucapan Terima Kasih

Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Tugas Akhir Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Bapak Dikdik Sayahdikumullah, Ph.D.

Daftar Pustaka

- Aymar, Gordon. The Art of Portrait Painting. Philadelphia: Chilton Book Co, 1967.

- Bell, Julian. What Is Painting? Representation and Modern Art. Hong Kong: H & Y Printing Limited, 1999.

- Hurlock, Elizabeth B. Child Development, Sixth Edition. New York: Mc. Graw Hill, Inc, 1978.

- Linschoten, J dan Drs. Mansyur. Pengantar Ilmu Jiwa Fenomenologi. Bandung : Penerbit Jemmars, 1983.

- Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika : Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalsutra, 2003.

- Ruhrberg, Karl. ART of the 20th Century: Volume I. Los Angeles: Taschen, 2005.

- http://www.metmuseum.org/toah/hd/seni/hd_seni.htm, 7 September 2013, 20:10 WIB

- http://www.visual-arts-cork.com/abstract-art.htm, 5 September 2013, 17:46 WIB

Gambar

Gambar 3. 1 "Kamu mau kemana?", 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013
Gambar 3. 2 “Harus pergi kemana, ya?”, 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013
Gambar 3. 4 “Stt… jangan bilang aku disini, ya!”, 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013
Gambar 3. 5 “Akhirnya keluar juga dari sana.”, 120 x 160 cm, cat minyak di atas kanvas, 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari kajian teori-teori diatas, terlihat bahwa landasan pengembangan pembelajaran konstekstual adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “ komunikasi interpersonal antara orangtua dengan remaja putri dalam

Hal ini berarti jika individu mempunyai intensitas mengikuti pengajian kitab al-Hikam yang tinggi maka individu akan termotivasi untuk mengikuti pengajian tersebut

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti kepada Ahmad Hassan, karena ketokohannya bisa membawa Persis yang merupakan organisasi yang relatif kecil secara

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

KESEHATAN. KEDOKTERAN

Karena tidak dimungkinkan menimbang unsur dengan konsentrasi yang sangat kecil, maka dibuat lah larutan stok dengan menggunakan konsep kalibrasi, sehingga pada

2) Pada minggu pertama (sampai hari ke-7) bidan menanyakann keseluruhan keadaan kesehatan bayi, masalah-masalah yang dialami terutama dalam proses menyusui, apakah