• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DIREKTORAT JENDERAL

PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

TAHUN 2015

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

2016

(2)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

 

 

1  |  

P a g e

 

 

 

KATA PENGANTAR

Sebagai sebuah organisasi, instansi pemerintah semakin dituntut untuk memperlihatkan keberhasilan pencapaian tugas pokok dan fungsinya. Keberhasilan sebuah organisasi akan banyak dipengaruhi oleh kemampuannya untuk menyampaikan informasi secara terbuka, seimbang dan merata bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Penyampaian informasi kinerja ini dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap capaian kinerja instansi pemerintah sekaligus menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapai. Pelaporan kinerja oleh instansi pemerintah mengandung penjelasan mengenai kinerja instansi pemerintah yang dituangkan dalam Laporan Kinerja (LAPKIN).

Penyusunan Laporan Kinerja (LAPKIN) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) Tahun 2015, dimaksudkan sebagai media pertanggungjawaban keberhasilan dan atau kegagalan Ditjen PP dan PL dalam mencapai Perjanjian Kinerja yang telah ditetapkan.

Substansi LAPKIN ini menginformasikan capaian kinerja Ditjen PP dan PL dalam Tahun 2015, yang terkait dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015, yang sekaligus merupakan laporan akuntabilitas kinerja Ditjen PP dan PL dan merupakan mata rantai capaian kinerja dari tahun-tahun sebelumnya.

Dengan diterbitkannya LAPKIN Tahun 2015, diharapkan Ditjen PP dan PL dapat memberikan informasi yang nyata, akurat, relevan dan transparan kepada masyarakat, dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Pada akhirnya, tidak semua yang kita rencanakan berjalan sesuai dengan harapan, namun demikian dengan adanya laporan kinerja ini kami berharap dapat memperoleh umpan balik untuk peningkatan kinerja Ditjen PP dan PL melalui perbaikan penerapan fungsi-fungsi manajemen secara benar, mulai dari perencanaan, pengukuran, pelaporan, evaluasi dan pencapaian kinerja, sehingga dapat mengetahui/menilai keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta meningkatkan akuntabilitas dan kredibilitas instansi pemerintah yang akuntabel di mata instansi yang lebih tinggi dan meningkatkan kepercayaan terhadap masyarakat dan lingkungannya.

Direktur Jenderal,

dr. H. Mohamad Subuh, MPPM

(3)

Laporan Kinerja Setditjen PP dan PL Tahun 2015

ii |

P a g e

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA ... 5

A. PERENCANAAN KINERJA ... 5

B. PERJANJIAN KINERJA ... 8

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA ... 9

A. CAPAIAN KINERJA ... 9

B. REALISASI ANGGARAN ... 28

C. MATRIKS SANDINGAN INDIKATOR KINERJA DAN KINERJA ANGGARAN TAHUN 2015 ... 29

BAB IV. PENUTUP ... 30

BAB VI. LAMPIRAN

(4)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

 

 

1  |  

P a g e

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah kesejahteraan rakyat, Midgley (2009) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “..a condition or state of human well-being that exists when people needs are met, problems are managed, and opportunities are maximized.” Kondisi sejahtera dapat dicapai manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan terpenuhi; serta memperoleh perlindungan dari risiko-risiko utama yang mengancam kehidupannya. Derajat kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kesejahteraan karena menyangkut hak-hak dasar warga negara yang mutlak dipenuhi. Oleh karena itu usaha untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui perbaikan cakupan, mutu, dan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, perbaikan sarana prasarana kesehatan, pemberdayaan tenaga kesehatan, mendorong partisipasi masyarakat untuk hidup sehat, pengendalian penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, serta penyehatan lingkungan. Setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi pembangunan nasional.

Tantangan pembangunan kesehatan semakin kompleks, Tantangan tersebut diantaranya semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu ; beban ganda penyakit (di satu sisi, angka kesakitan penyakit infeksi masih tinggi namun di sisi lain penyakit tidak menular mengalami peningkatan yang cukup bermakna); disparitas status kesehatan antar wilayah cukup besar, terutama di wilayah timur (daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan/DTPK); peningkatan kebutuhan distribusi obat yang bermutu dan terjangkau; jumlah SDM Kesehatan kurang, disertai distribusi yang tidak merata; adanya potensi masalah kesehatan akibat bencana dan perubahan iklim, serta integrasi pembangunan infrastruktur kesehatan yang melibatkan lintas sektor di lingkungan pemerintah, Pusat-Daerah, dan Swasta.

Dalam studi mengenai Beban Penyakit, Trauma dan Faktor Risiko di Indonesia tahun 2010 diketahui ada tiga besar penyakit penyebab kematian di Indonesia. Di urutan pertama adalah stroke, tuberkulosis, dan kecelakaan lalu lintas. kondisi ini menunjukkan Indonesia sedang menuju pada masa transisi dari negara berkembang ke negara maju. Dari pola penyakit, Indonesia pada transisi menuju negara maju dengan pendapatan per kapita lebih tinggi. Pola penyakit negara maju adalah penyakit tidak menular seperti stroke, hipertensi, jantung, kanker, dan sebagainya. Sementara penyakit menular seperti tuberkulosis dan diare, lebih banyak terjadi di negara miskin. Sementara itu di wilayah Indonesia Timur masalah sanitasi dan kebersihan masih jadi persoalan.

Disamping isu beban penyakit dan faktor risiko, isu lain yang muncul dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan adalah perubahan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional. Beberapa yang kita hadapi kedepan antara lain : 1. Perkembangan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia ditandai dengan adanya

window opportunity di mana rasio ketergantungannya positif, yaitu jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari pada yang usia non-produktif, yang puncaknya terjadi sekitar tahun 2030.

(5)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

 

 

2  |  

P a g e

 

 

2. Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016. Pemberlakukan ASEAN Community yang mencakup total populasi lebih dari 560 juta jiwa, akan memberikan peluang (akses pasar) sekaligus tantangan tersendiri bagi Indonesia. Implementasi ASEAN Economic Community, yang mencakup liberalisasi perdagangan barang dan jasa serta investasi sektor kesehatan.

3. Berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs)

4. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan respon global yang paling kuat terhadap tembakau dan produk tembakau (rokok), yang merupakan penyebab berbagai penyakit fatal

5. Agenda Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Securty Agenda/GHSA) dicanangkan di Washington DC dan Gedung PBB Genewa secara bersamaan pada tanggal 13 Februari 2014.

Melihat tantangan, isu dan perubahan lingkungan strategis diatas serta amanat Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang berisi upaya-upaya pembangunan bidang kesehatan yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk program, kegiatan, target, indikator termasuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaannya.

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran yang akan dicapai dalam Program Indonesia Sehat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 (RPJMN 2015-2019) adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan melalui strategi pembangunan nasional. Dalam Undang Undang no.36 tahun 2009 disebutkan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan dalam bentuk kegiatan dengan strategi pendekatan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1144/Menkes/Per/Viii/2010 T E N T A N G Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesiamempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknisdi bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menyelenggarakan fungsi :

1. perumusan kebijakan di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; 2. pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;

(6)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

 

 

3  |  

P a g e

 

 

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;

4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; dan

5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015, Direktorat Jenderal PP dan PL menyusun Rencana Aksi Program PP dan PL tahun 2015 – 2019 yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal PP dan PL termasuk langkah-langkah antisipasi tantangan program selama lima tahun mendatang.

Sasaran Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam Rencana Aksi Program ditetapkan dengan merujuk pada sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN dan Renstra serta memperhatikan tugas pokok dan fungsi Ditjen PP dan PL sebagaimana didistribusikan pada Sub Direktorat, Bagian dan UPT. Sasaran yang ditetapkan tersebut adalah :

1. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap pada bayi sebesar 95 %

2. Jumlah kab/kota dengan eliminasi malaria sebesar 300 kab/kota

3. Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1 persen sebesar 75 kab/kota

4. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 34 provinsi 5. Prevalensi TB sebesar 245 per 100.000 penduduk

6. Prevalensi HIV (persen) < 0,5 %

7. Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%

8. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi syarat kualitas kesehatan lingkungan sebesar 40%.

9. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%.

10. Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra di wilayah layanan BTKL sebesar 90%

11. Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang dihasilkan BTKL meningkat 50 % dari jumlah TTG tahun 2014.

12. Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang melaksanakan kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%.

(7)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

 

 

4  |  

P a g e

 

 

Untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja Ditjen PP dan PL maka setiap tahun ditetapkan perjanjian kinerja yang berisikan sasaran kinerja, indikator kinerja dan target yang ingin dicapai. Tahun 2015 perjanjian kinerja yang telah ditetapkan merupakan Sasaran Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam Rencana Aksi Program ditetapkan dengan merujuk pada sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN dan Renstra serta memperhatikan tugas pokok dan fungsi Ditjen PP dan PL.

Laporan kinerja Ditjen PP dan PL merupakan laporan tingkat pencapaian kinerja selama tahun 2015 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja pada awal tahun 2015. Laporan kinerja merupakan bentuk pertanggung jawaban suatu instansi dalam mencapai sasaran/tujuan strategis instansi. Penyusunan laporan kinerja juga merupakan salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah satu agenda penting dalam reformasi pemerintah.

Laporan kinerja ini juga dilakukan dalam rangka melaksanakan Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Permenpan dan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

(8)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

5 | P a g e

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan Kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) perencanaan kinerja instansi pemerintah terdiri atas tiga instrumen yaitu: Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan perencanaan 5 tahunan, Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Perjanjian Kinerja (PK). Perencanaan 5 tahunan Sekretariat Ditjen PP dan PL mengacu kepada dokumen Rencana Aksi Program Ditjen PP dan PL Tahun 2015-2019.

Rencana Aksi Program (RAP) Ditjen PP dan PL Tahun 2015-2019

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Program Indonesia dituangkan dalam sasaran pokok RPJMN 2015-2019 yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat. Pilar penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya.

Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015, Direktorat Jenderal PP dan PL menyusun Rencana Aksi Program PP dan PL tahun 2015 – 2019 yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pengendalian

(9)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

6 | P a g e

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal PP dan PL termasuk langkah-langkah antisipasi tantangan program selama lima tahun mendatang.

Dalam Rencana Aksi Program PP dan PL 2015 - 2019 tidak ada visi dan misi Direktorat Jenderal. Rencana Aksi Program PP dan PL mendukung pelaksanaan Renstra Kemenkes yang melaksanakan visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”.

Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam Rencana Aksi Program PP dan PL merupakan sasaran strategis dalam Renstra Kemenkes yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen PP dan PL. Sasaran tersebut adalah meningkatnya pengendalian penyakit yang ditandai dengan:

a) Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan sebesar 40%.

b) Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 40%.

c) Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%.

d) Menurunnya prevalensi merokok pada pada usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%. e) Meningkatnya Surveilans berbasis laboratorium sebesar 50 %

f) Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melakukan yang melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%.

Sedangkan indikator kinerja sasaran sebagai berikut:

TABEL 1

SASARAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015 - 2019

SASARAN INDIKATOR TARGET

2015 2016 2017 2018 2019 Menurunnya penyakit menular dan tidak menular serta meningkatnya 1. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap pada bayi

75 80 85 90 95

2. Jumlah kab/kota dengan

(10)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

7 | P a g e

SASARAN INDIKATOR TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

kualitas kesehatan lingkungan

3. Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil

menurunkan angka mikrofilaria <1 persen

35 45 55 65 75

4. Jumlah provinsi dengan

eliminasi kusta 21 23 25 26 34

5. Prevalensi TB per 100.000

penduduk 280 271 262 254 245

6. Prevalensi HIV (persen)

<0,5 <0,5 <0,5 <0,5 <0,5 7. Prevalensi merokok pada

penduduk usia ≤ 18 tahun 6,9 6,4 5,9 5,6 5,4 8. Persentase kab/kota yang

memenuhi syarat kualitas kesling

20 25 30 35 40

9. Persentase kab/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%

50 60 70 80 100

10. Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisis matra di wilayah layanan BTKL sebesar 90%

50 60 70 80 90

11. Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang dihasilkan BTKL meningkat 50% dari jumlah TTG tahun 2014 30 35 40 45 50 12. Pesentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melaksanakan kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%

(11)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

8 | P a g e

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja Sekretariat Ditjen PP dan PL merupakan dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja Sekretaris Ditjen kepada Direktur Jenderal PP dan PL untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Sekretariat Ditjen PP dan PL pada akhir Tahun 2015. Penetapan Kinerja Sekretariat Ditjen PP dan PL disusun berdasar Rencana Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015-2019 Khususnya pada Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Penetapan Kinerja merupakan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan telah mendapat persetujuan anggaran. Penetapan Kinerja Sekretariat Ditjen PP da PL Tahun 2015 telah disusun, didokumentasikan dan ditetapkan oleh Sekretaris Dirjen PP dan PL pada awal tahun 2015 setelah turunnya DIPA dan RKA-KL Tahun 2015. Target-target kinerja sasaran kegiatan yang ingin dicapai Sekretariat Ditjen PP dan PL dalam dokumen Perjanjian Kinerja Sekretariat Ditjen PP dan PL Tahun 2015, adalah sebagai berikut:

TABEL 2

PERJANJIAN KINERJA

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

Meningkatnya dukungan manajemen dan

pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program PP dan PL

1. Persentase kab/kota yang

memenuhi syarat kualitas kesling 20 2. Persentase penurunan kasus

Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu

7 3. Persentase kab/kota yang

mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang

berpotensi wabah

29

4. Prevalensi merokok pada penduduk

usia ≤ 18 tahun 6,9

Pada Perjanjian Kinerja Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015 dialokasikan anggaran sebesar Rp. 2.201.978.361.000,- dan dalam proses refocusing anggaran menjadi sebesar Rp. 2,697,326,439,000,-

(12)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

9 | P a g e

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA

Dalam mengukur kinerja program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di tahun 2015 terdapat beberapa sasaran strategis yang tertuang dalam dokumen Rencana Aksi Program PP dan PL tahun 2015.

Berikut adalah target dan capaian indikator program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2015.

TABEL 3

TARGET DAN CAPAIAN INDIKATOR PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN %

1 Persentase kabupaten/kota yang memenuhi syarat kualitas kesehatan lingkungan 20 (103 kab/kota) 27,63 (142 kab/ktoa) 138,1

2 Persentase penurunan kasus

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) tertentu

7 11,2 160

3 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan

kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah 29 (18 kab/kota) 46,7 (29 kab/kota) 161

4 Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun

Penilaian kinerja dilakukan melalui pemantauan indikator komposit Komposit indikator :

1) Kab/Kota yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 30% 2) Persentase Kabupaten/Kota

yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah 6,9 30 10 Survey 37,94 8,37 Survey 126,4 83,7

(13)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

10 | P a g e

Gambaran atas keberhasilan upaya peningkatan pengendalian penyakit sepanjang tahun 2015 dapat digambarkan melalui beberapa indikator yang terkait sasaran strategis di bawah ini :

1. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi syarat kualitas kesehatan lingkungan sebesar 20%

a. Definisi operasional

Direktorat Penyehatan Lingkungan memiliki enam dimana pelaksanaan ke enam indikator kinerja kegiatan dalam rangka mewujudkan sebuah indikator kinerja program yaitu Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan, dengan kriteria memiliki Desa/kel melaksanakan STBM minimal 20%; Menyelenggarakan kab/kota sehat; Melakukan pengawasan kualitas air minum minimal 30%; TPM memenuhi syarat kesehatan minimal 8 %; TTU memenuhi syarat kesehatan minimal 30%; dan RS melaksanakan pengelolaan limbah medis minimal 10%.

b. Rumus/cara perhitungan

Persentase Kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan dihitung berdasarkan tercapainya minimal 4 dari 6 kriteria yang meliputi:

1) Memiliki Desa/kel melaksanakan STBM minimal 20% 2) Menyelenggarakan kab/kota sehat

3) Melakukan pengawasan kualitas air minum minimal 30% 4) TPM memenuhi syarat kesehatan minimal 8 %

5) TTU memenuhi syarat kesehatan minimal 30%

6) RS melaksanakan pengelolaan limbah medis minimal 10%

c. Capaian indikator

Pada Th 2015, target indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 20 % (103 kab/ kota dari 514 kab/ kota). Sedangkan realisasi indikator tersebut sebesar 27.63 % (142 kab/ kota). Itu berarti realisasi indikator tersebut sudah mencapai target indikator dengan capaian kinerja sebesar 138,13 %.

(14)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

11 | P a g e GAMBAR 1

TARGET DAN REALISASI INDIKATOR PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015

GAMBAR 2

REALISASI PER PROPINSI INDIKATOR PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015

Pada tahun 2015, baru terdapat 3 propinsi (9 %) yang berada di zona hijau yaitu Gorontalo, DIY dan Sumatera Barat; 5 propinsi (15 %) berada di zona kuning yaitu Riau, Jambi, Bangka Belitung, Jawa Tengah dan Bali; 7 (21 %) propinsi berada di zona oranye yaitu Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat; dan terakhir 19 (55 %) propinsi masih berada di zona merah.

0.00   5.00   10.00   15.00   20.00   25.00   30.00  

TARGET  INDIKATOR   REALISASI  INDIKATOR  

20.00  

27.63  

%  

Capaian   Kinerja   138.13  %    

(15)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

12 | P a g e GAMBAR 3

REALISASI PER PROPINSI INDIKATOR PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015

Pada tahun 2015, realisasi nasional kesemua indikator sudah mencapai target nasional. Propinsi dengan realisasi paling tinggi yaitu Gorontalo. Sedangkan propinsi dengan realisasi paling rendah Papua Barat. Terdapat 16 Propinsi (47 %) sudah berada di atas target nasional. Sementara terdapat 18 Propinsi (53 %) masih berada di bawah target nasional.

GAMBAR 4

PENYANDINGAN CAPAIAN KINERJA DAN REALISASI ANGGARAN INDIKATOR PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI

KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015

0   50   100   150  

CAPAIAN  KINERJA   REALISASI   ANGGARAN  

138.13  

81.36  

%  

(16)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

13 | P a g e

Pada tahun 2015, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar Rp 327,508,693,000 dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar 81.36% atau Rp 266,474,345,409. Target indikator yang ditetapkan sebesar 20% dan realisasi indikator tersebut sebesar 27.63% sehingga capaian kinerja yang diperoleh sebesar 138,31%. Itu berarti terwujud efisiensi anggaran karena capaian kinerja sebesar 138,13% dapat terwujud dengan 81,36% anggaran.

d. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1) Pengalokasian dana APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi di 34 propinsi dan dana tugas pembantuan di 116 Kabupaten pada 25 Provinsi.

2) Advokasi dan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten dalam rangka internalisasi kegiatan penyehatan lingkungan serta agar tersusun peraturan daerah terkait penyehatan lingkungan.

3) Melakukan koordinasi & sinergi antar instansi, stakeholder & antar tingkatan pemerintah (pusat, propinsi, kabupaten/kota).

4) Peningkatan kapasitas perencanaan, implementasi & monev kegiatan penyehatan lingkungan.

5) Pelibatan UPT (B/BTKL PP) dalam pencapaian target indikator.

6) Penguatan Kemitraan Pemerintah – Swasta (KPS) yakni melibatkan LSM Lokal / Nasional / Internasional, CSR (Corporate Social Responsibility), donor agency internasional, seperti World Bank, ADB dll.

e. Kendala/Masalah yang Dihadapi

Berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya pencapaian target namun masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu:

1) Kegiatan penyehatan lingkungan belum menjadi kegiatan prioritas di provinsi dan kabupaten/kota.

2) Kurangnya sarana dan pra sarana.

3) Permasalahan dalam hal ketersediaan Sumber Daya Manusia. Di beberapa daerah masalah yang terjadi, sanitarian mengalami duplikasi fungsi. Selain menjadi sanitarian seringkali juga melaksanakan tugas sebagai tenaga administrasi. Ada juga sanitarian yang justru sama sekali tidak menjalankan fungsinya sebagai sanitarian melainkan hanya menjalankan fungsi sebagai tenaga administrasi. Selain itu permasalahan dalam hal distribusi sanitarian juga terjadi. Penyebaran sanitarian tidak merata. Idealnya Puskesmas memiliki 1 orang tenaga sanitarian. Sementara yang terjadi, terdapat Puskesmas yang sama sekali tidak memiliki tenaga sanitarian sementara terdapat Puskesmas lain yang memiliki tenaga sanitarian yang sangat banyak hamper 5 orang.

(17)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

14 | P a g e

4) Sistem monev yang belum optimal. Pengiriman data dari kabupaten dan puskesmas belum lancar karena belum semua mengetahui indikator Renstra Kemenkes TA 2015-2019 Bidang Kesehatan Lingkungan.

5) Kemitraan yang belum optimal seperti perijinan pengelolaan limbah B3 RS yang masih dipegang oleh KLHK menyebabkan RS mengalami kesulitan untuk mendapatkannya.

f. Rencana Pemecahan Masalah

1) Advokasi dan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten dalam rangka internalisasi kegiatan penyehatan lingkungan serta agar tersusun peraturan daerah terkait penyehatan lingkungan dan pengalokasian dana APBD untuk mendukung kegiatan penyehatan lingkungan.

2) Pemberian sarana dan prasarana ke daerah sep : water test kit, food contamination kit dll.

3) Melakukan advokasi kepada otoritas daerah setempat terkait permasalahan SDM yang terjadi karena kewenangan terkait SDM ada di daerah.

4) Penguatan sistem monev bekerja sama dengan Pusdatin. Kedepannya akan dibangun system monev elektronik untuk membantu pengumpulan dan pengolahan data. Sejauh ini beberapa system monev elektronik sudah ada yang dibangun seperti emonev STBM, HSP, PKAM, dan akan diikuti kegiatan-kegiatan terkait penyehatan lingkungan lainnya.

5) Penguatan kemitraan melalui advokasi kepada lintas program dan lintas sector terkait.

2. Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) tertentu

1) Penjelasan indikator

Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Regional SEARO yang belum mencapai tahap Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal. Sejumlah 30 dari 34 provinsi dan 479 dari 514 kabupaten di Indonesia yang tersebar di regional 1 (Jawa-Bali), regional 2 (Sumatera), dan regional 3 (Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT) sudah mencapai tahap eliminasi Tetatus Maternal dan Neonatal melalui berbagai kegiatan imunisasi rutin, imunisasi massal, serta persalinan bersih dan aman. Namun, Indonesia baru dinyatakan eliminasi apabila regional 4 yang meliputi provinsi Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua telah mencapai target eliminasi. Program eliminasi TMN saat ini terfokus di 18 kabupaten pada regional 4. Perlu dilakukan imunisasi TT dua putaran dengan cakupan tinggi (>80%) agar Indonesia dapat disertifikasi sebagai negara yang sudah mengeliminasi penyakit TMN pada tahun 2016.

Resolusi Regional Committee pada pertemuan World Health Assembly (WHA) tanggal 28 Mei 2012, mendesak negara-negara anggota untuk mencapai

(18)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

15 | P a g e

eliminasi campak pada tahun 2015 dan melakukan pengendalian penyakit rubella. Namun, seiring waktu, perkembangan dalam menurunkan angka kematian akibat campak dan cakupan imunisasi yang menyeluruh belum cukup cepat. Melihat hal tersebut, WHO Regional Asia Tenggara menetapkan bahwa Eliminasi Campak dan Pengendalian Rubella/ Congenital Rubella Syndrom (CRS) akan dicapai pada tahun 2020.

Upaya untuk mencapai hal tersebut adalah mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di seluruh wilayah dan penguatan surveilans PD3I. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah kantong yang akan mempermudah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Namun, gambaran kondisi saat ini adalah masih terdapat daerah kantong yang cakupan imunisasinya belum memenuhi target selama beberapa tahun untuk beberapa antigen, kinerja surveilans yang mengalami penurunan, serta adanya disparitas capaian antar provinsi. Hal ini memerlukan perhatian upaya khusus mempertahankan Erapo dan mencapai target eliminasi penyakit tertentu. Keadaan tersebut di atas menimbulkan daerah risiko tinggi terhadap PD3I

2) Gambaran capaian target dan realisasi tahun 2015

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu meliputi difteri, tetanus neonatorum, campak, dan pertusis. Presentase penurunan kasus dihitung dati base-line data jumlah kasus tahun 2013, yaitu difteri 775 kasus, tetanus neonatorum 78 kasus, campak 11.521 kasus dan pertussis 4.681 kasus (per Desember 2014). Tahun 2015 tercatat kejadian difteri sebanyak 243 kasus, neonatorum 53 kasus, campak 6.603 kasus dan pertussis 8.247 kasus. Pada minggu ke-52 tahun 2015 tercatat kajadian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 6.909 kasus. Terjadi penurunan kasus sebesar 1.909 kasus dengan presentase penurunan sebesar 11,2% dibandingkan angka kasus tahun 2013.

GAMBAR 5

INDIKATOR DAN REALISASI PERSENTASE PENURUNAN KASUS PD3I TERTENTU TAHUN 2015

3) Capaian indikator ini tahun 2015 dipengaruhi oleh: a) Upaya yang dilakukan

(19)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

16 | P a g e

1) Menyelenggarakan pelatihan dan penyegaran Petugas Khusus Penanggulangan PD3I (PKP PD3I)

2) Mempertahankan kinerja Surveilans AFP dan PD3I lain 3) Melakukan penguatan jejaring kerja (klinisi, laboratorium)

4) Memfasilitasi pertemuan Tim Sertifikasi Nasional (TSN) Eradikasi Polio dan Pokja Ahli Surveilans AFP.

b) Hambatan/kendala

1) Cakupan Imunisasi yang belum merata di semua wilayah

2) Sebagian besar koordinator PD3I memiliki tugas rangkap sehingga tidak fokus pada fungsinya

3) Kondisi geografis yang sulit di jangkau sehingga petugas mengalami kesulitan saat melakukan PE,

4) Belum maksimalnya komitmen dan dukungan pemangku program surveilans PD3I baik di provinsi maupun di kabupaten/kota, hal ini sejalan dengan masih terbatasnya dukungan dana operasional bersumber APBD. c) Usulan pemecahan masalah

1) Komitmen Global eradikasi Polio dan eliminasi campak

2) Perhatian Khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB)

3) Introduksi vaksin baru

4) Peningkatan jumlah dan kompetensi petugas surveilans (epidemiologi lapangan)

3. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 29%

Era globalisasi tidak hanya membawa kemajuan ekonomi dan perkembangan laju transportasi dari ke suatu tempat lain tetapi juga membawa ancaman importasi dan eksportasi penyakit menular dari negara lain (misalnya Polio, SARS, Flu Burung, MERS, Ebola dll). Setiap negara diharapkan mempunyai kemampuan dalam sistem kesehatannya untuk mampu melakukan pecegahan, pendeteksian, melakukan tindakan penanggulangan dan melaporkan suatu kejadian yang berpotensi kedaruratan kesehatan masyarakat.

International Health Regulations (2005) yang diberlakukan Tahun 2007 merupakan Regulasi Kesehatan Internasional yang disetujui oleh 194 negara anggota WHO dalam sidang World Health Assembly (WHA) ke-58 sebagai bentuk komitmen, tanggung jawab dan upaya bersama dalam mencegah penyebaran penyakit lintas negara. IHR (2005) bertujuan mencegah, melindungi dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara dengan melakukan tindakan sesuai dengan risiko

(20)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

17 | P a g e

kesehatan yang dihadapi tanpa menimbulkan gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional. Dalam regulasi internasional ini setiap negara berkewajiban untuk meningkatkan kapasitas inti untuk mencapai tujuan IHR (2005). Indonesia secara bertahap telah mengembangkan kapasitas inti tersebut dan berdasarkan penilaian telah Implementasi penuh IHR (2005). Regulasi ini merupakan modal utama untuk mengembangkan jejaring dan kerjasama internasional dalam menghadapi dan menanggulangi potensi terjadinya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-MD) atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan upaya cegah tangkal dalam rangka perlindungan Indonesia dan dunia terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-MD) melalui koordinasi, integrasi, singkronisasi lintas sektor yang telah dilakukan dapat tetap terjaga dan mempertahankan kemampuan dalam hal deteksi, verifikasi, penilaian, pelaporan dan penanggulangan potensi terjadinya KKM-MD.

Untuk menjamin bahwa negara mempunyai kemampuan tersebut maka pendekatan surveilans, preparedness dan respon harus dibangun disetaip wilayah. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di pintu gerbang negara (pelabuhan, bandara dan pos lintas batas negara) harus berjalan dengan optimal. Sejalan dengan hal tersebut kekarantinaan kesehatan di wilayah (provinsi dan kabupaten kota) harus dapat mengantisipasi jika diperlukan untuk diberlakukan. Karantina di wilayah meliputi karantina rumah, karantina rumah sakit (isolasi), karantina wilayah administratif dan pembatasan aktifitas sosial hingga skala besar harus dapat dijalankan dengan kerjasama lintas sektor.

Untuk itu dipandang sangat penting, setiap kabupaten kota memiliki kontijensi plan dalam menghadapi kedaruratan kesehatan yang potensial terjadi di daerah masing masing.

a. Definisi operasional

Kab/kota yang memiliki pintu masuk internasional dalam hal ini pelabuhan, bandar udara dan PLBDN melakukan kesiapsiagaan terhadap potensi kedaruratan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit, bahan kimia, radio nuklir dan keamanan pangan.

Upaya kesiapsiagaan tersebut termasuk menyusun dokumen kebijakan bersama lintas program dan lintas sektor terkait (satuan kerja perangkat daerah) untuk penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.

(21)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

18 | P a g e

Jumlah kabupaten kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang

berpotensi wabah

x 100% Jumlah kabupaten/kota yang memiliki pintu masuk internasional

• Nominator adalah Jumlah kabupaten kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah .

• Denominator adalah jumlah kabupaten/kota yang memiliki pintu masuk internasional

• Kriteria pengukuran adalah periode prevalence kumulatif • Indikator diukur per tahun.

c. Capaian indikator

Target 2015 sebesar 29% atau 31 Kabupaten/kota dari 106 kabupaten/kota yang merupakan target penyusunan rencana kontijensi dengan capaian tahun 2015 sebesar 29 Kabupaten/Kota (93,5%).

Indikator ini digunakan sebagai ukuran untuk menilai kesiapan kabupaten kota yaitu sector kesehatan dan lintas sektor untuk menghadapi kedaruratan kesehatan masyarakat berpotensi wabah.

Meskipun demikian, kapasitas kabupaten kota ditentukan oleh adanya potensi risiko dan kemungkinan terjadinya KKM, kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk melakukan deteksi dini dan meresponse potensi dan kejadian KKM. Pada saat penyusunan dokumen kebijakan yang diutamakan adalah proses dan interaksi antar satuan kerja perangkat daerah untuk memahami konsep dan tatalaksana dalam penanganan kedaruratan.

0   5   10   15   20   25   30   35  

Jumlah  Kab/Kota  yang  sudah  memiliki  dokumen  Rencana  Kon<jensi   penanggulangan  kedaruratan  kesehatan  masyarakat  yang  berpotensi  wabah  

31   29  

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMPUNYAI KEBIJAKAN KESIAPSIAGAAN DALAM PENANGGULANGAN KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT YANG

BERPOTENSI WABAH TAHUN 2015 Target   Capaian  

(22)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

19 | P a g e

List kabupaten kota yang telah mempunyai dokumen kebijakan tersebut sebagai berikut:

d. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

Untuk mencapai indikator tersebut diatas harus dapat didukung dengan beberapa komponen kegiatan diantaranya:

1. Persiapan pelaksanaan kegiatan dengan melakukan komunikasi baik verbal maupun surat kepada kabupaten/kota sasaran penyusunan dokumen termasuk melakukan koordinasi dengan propinsi

2. Sosialisasi kegiatan: bertujuan diseminasi kebijakan dan kerangka pikir serta untuk penyamaan persepsi pentingnya rencana kontijensi disusun ditingkat wilayah, mendapatkan masukan data, informasi dan merumuskan rencana penyusunan yang disesuaikan dengan kebijakan daerah. Diharapkan proses advokasi dan sosialisasi dapat dilanjutkan baik formal maupun non formal ke pihak pihak yang terkait dalam menyusunan dokumen rencana kontijensi. 3. Workshop kegiatan: bertujuan untuk menyusun rencana kerja kegiatan, ruang

lingkup kegiatan, menentukan prioritas ancaman yang paling mungkin terjadi, mengidentifikasi peserta dari lintas program dan lintas sektor,

(23)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

20 | P a g e

4. Penyusunan dokumen adalah proses menyusun dokumen rencana kontijensi yang melibatkan seluruh lintas program dan lintas sektor, secara partisipatif dan proses pengesahan dokumen rencana kontijensi

Disamping komponen kegiatan tersebut diatas dapat dilaksanakan kegiatan: 5. Identifikasi faktor risiko kedaruaratan kesehatan masyarakat yang mungkin

ada di wilayah dengan menggunakan instrumen yang terstruktur

6. Penilaian kemungkinan terjadinya ancaman tersebut dalam periode waktu tertentu dan analsis kemampuan sumber daya dalam melakukan respons 7. Review kemampuan sistem surveilans, kesiapsiagaan dan respon yang

sudah ada saat ini.

8. Review dokumen kebijakan yang telah disusun dengan membandingkan hasil identifikasi faktor risiko, kemungkinan terjadinya kedaruratan, sumber daya dan proses respons yang dilakukan.

e. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1) Penyusunan dokumen kebijakan ini merupakan suatu pendekatan program baru di kabupaten/kota sehingga memerlukan penyamaan pemahaman dan persepsi sehingga diperlukan proses integrasi program ini dengan sistem surveilans yang ada dan sistem penanggulangan krisis kesehatan di kabupaten/kota. Implikasi dari situasi dan kondisi ini maka pelaksanaan kegiatan pembentukan dokumen Rencana Kontigensi di Pemerintah Daerah sebagian besar dilaksanakan di semester II tahun anggaran 2015

2) Komitmen dinas kesehatan propinsi untuk melaksanakan kegiatan sebagai bagian dari upaya pengendalian penyakit belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari ketidaksiapan tim pengelola program di daerah baik dari aspek administrasi, pendukung kegiatan maupun teknis dalam pelaksanaan kegiatan

3) Dukungan pendanaan kegiatan melalui beberapa skema yaitu: dekonsentrasi, pendanaan DIPA pusat dengan komponen pembiayaan yang berbeda. Hal ini menyebabkan pelaksanaan kegiatan penyusunan dokumen rencana kontigensi yang berbeda. Ada beberapa kabupaten (di Propinsi Lampung) dengan komponen pembiayaan lengkap mulai dari sosialisasi, workshop dan penyusunan dokumen, sementara dibeberapa kabupaten lain hanya didukung dengan kegiatan sosialisasi dan penyusunan.

f. Rencana Pemecahan Masalah

1) Mengintensifkan kegiatan sosialisasi kebijakan kesiapsiagaan terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat kepada pemerintah daerah sasaran untuk menyamakan pemahaman dan rencana tindak lanjut pelaksanaan kegiatan pembuatan dokumen rencana kontingensi. Hal ini dapat meningkatkan komitmen daerah dalam melaksanakan program yang disepakati.

(24)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

21 | P a g e

2) Mendorong kabupaten/kota sasaran untuk menyelesaikan hambatan administrasi agar kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang telah disepakati baik melalui mekanisme pembiayaan dekonsentrasi maupun pusat

3) Memaksimalkan potensi sumber daya manusia khususnya di subdit-subdit direktorat Simkarkesma untuk memenuhi permintaan narasumber dari berbagai daerah untuk memfasilitasi pembentukan dokumen rencana kontigensi.

4) Mengoptimalisasikan potensi daerah dalam kesiapsiagaan kedaruratan khususnya kedaruratan bencana alam untuk memperkaya dan memperkuat substansi kedaruratan kesehatan masyarakat.

5) Menyesuaikan metode penyusunan dokumen dengan waktu yang tersedia termasuk design kegiatan yang interaktif (diskusi, table top, simulasi) dan penyusunan draft awal sebelum pertemuan.

4. Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun sebesar 6,9%

a. Pengertian

1) Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun adalah jumlah anak di Indonesia yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun yang diketahui sebagai perokok melalui pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode lainnya, dibandingkan dengan jumlah semua anak yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun di Indonesia yang terdata di tahun tersebut (data BPS).

2) Anak perokok adalah anak yang dalam 1 bulan terakhir kadang-kadang atau setiap hari merokok.

3) Penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun adalah penduduk yang berusia 10 tahun (> 120 bulan) sampai dengan 18 tahun (216 bulan) pada saat pengumpulan data dilakukan

4) Persentase perokok usia 10 sampai dengan 18 tahun, dibandingkan dengan jumlah semua penduduk berusia 10 sampai dengan 18 tahun di suatu wilayah yang terdata di tahun tersebut (data BPS)

5) Merokok merupakan salah satu faktor risiko bersama (Common Risk Factor) yang dapat menyebabkan PTM, dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Sehingga dengan menurunkan prevalensi merokok diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi PTM.

6) Indikator ini terpilih karena dapat menggambarkan tingkat keparahan kondisi konsumsi rokok dimasyarakat, karena anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk mencontoh perilaku orang dewasa dan gencarnya paparan iklan produk di sekitarnya. Selain itu, timbulnya penyakit dampak rokok akan semakin cepat dengan semakin mudanya seseorang memulai kebiasaan merokok dan terkena paparan asap rokok.

(25)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

22 | P a g e b. Definisi operasional

Persentase perokok usia 10 sampai dengan 18 tahun, dibandingkan dengan jumlah semua penduduk berusia 10 sampai dengan 18 tahun di suatu wilayah yang terdata di tahun tersebut (data BPS).

c. Rumus/cara perhitungan

Jumlah penduduk penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun yang merokok di suatu

wilayah

x 100% Jumlah semua penduduk usia 10 sampai

dengan 18 tahun di wilayah tsb

d. Capaian indikator

Pencapaian target pada tahun 2015 tidak dapat di ukur dikarenakan survei kesehatan tahunan tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2015.

Capaian indikator prevalensi merokok ini diperoleh melalui metode survey kesehatan atau Riskesdas yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada tahun 2016 oleh Badan Litbangkes, sehingga pencapaian target pada tahun 2015 belum dapat dinilai dan digambarkan keberhasilannya.

Namun demikian proses dalam mencapai indikator outcome tersebut tercermin melalui dua indikator komposit yang rutin dipantau sepanjang tahun 2015 yaitu persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang kawasan tanpa rokok dan indikator Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah. Kinerja kedua indikator tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Kab/Kota yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

a) Persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah jumlah kab/kota yang mempunyai peraturan tentang kawasan tanpa rokok terhadap jumlah kab/kota di Indonesia.

b) Dengan rumus perhitungan jumlah kab/kota yang mempunyai peraturan tentang kawasan tanpa rokok dibagi jumlah kab/kota di Indonesia dikalikan 100% diperoleh capaian kinerja sebesar 37,94% dari target 30% atau 126,47%

(26)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

23 | P a g e CAPAIAN KAB/KOTA YANG MEMILIKI PERATURAN TENTANG

KAWASAN TANPA ROKOK (KTR)

2) Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah

a) Pengertian Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah telah menerapkan minimal di 50% sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok.

b) Sekolah/madrasah yang dimaksud adalah sekolah/madrasah yang telah menerapkan aturan peraturan perundangan Kawasan Tanpa Rokok sesuai kriteria yang ada pada juknis penegakan KTR di level Sekolah Dasar dan sederajatnya, Sekolah Menengah Pertama dan sederajatnya, Sekolah Menengah Atas dan sederajatnya, baik negeri maupun swasta termasuk pondok pesantren dan sekolah berasrama.

c) Ruang lingkup kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tatanan sekolah yang diatur dalam peraturan perundangan Kawasan Tanpa Rokok yang telah melakukan penerapan enforcement sesuai kriteria yaitu ditemukan tanda dilarang merokok di semua pintu masuk; diseluruh lingkungan sekolah Tidak ditemukan orang merokok; Tidak ditemukan ruang khusus merokok; Tidak tercium bau asap rokok; Tidak ditemukan asbak dan korek api; Tidak ditemukan puntung rokok; Tidak ditemukan penjualan rokok termasuk kantin sekolah, tempat tunggu penjemput; dan Tidak ditemukan indikasi kerjasama dengan Industri tembakau dalam bentuk sponsor, promosi, iklan rokok (misalnya: serbet, tatakan gelas, asbak, poster, spanduk, billboard, dll).

d) Dengan rumus perhitungan jumlah kab/kota yang melaksanakan kebijakan KTR minimal 50% sekolah dibagi jumlah kab/kota di Indonesia dikalikan 100% diperoleh capaian kinerja di akhir tahun sebesar 8,37% (43 kab/kota dari 516 kab/kota) dari target yang ditetapkan sebesar 10% atau 83,7%.  -­‐          20.00      40.00     Target   Realisasi    30.00      37.94     Target   Realisasi  

(27)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

24 | P a g e GAMBAR 7

PERSENTASE TARGET DAN CAPAIAN KAB/KOTA YANG MELAKSANAKAN KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR)

MINIMAL 50% SEKOLAH TAHUN 2015

dengan pencapaian ini maka telah dilakukan berbagai upaya peningkatan kualitas indikator kinerja tahun berikutnya melalui :

a) Sosialisasi bahaya merokok dan promosi perubahan gaya hidup sehat melaui berbagai media cetak dan elektronik baik sekala nasional maupun di tempat-tempat khusus seperti puskesmas, rumah sakit, bandara, pelabuhan, kereta api dan tempat-tempat umum lainnya.

b) Penyusunan Juknis Surveilans KTR

c) TOT Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Bagi Satgas KTR d) TOT Tenaga Pendidikan Dalam Implementasi KTR di Sekolah

e) TOT Pengendalian Dampak Rokok dan UBM Terhadap Tenaga Kesehatan

f) Evaluasi Penerapan KTR di Daerah di 15 kab/kota

g) Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Dampak Tembakau (HTTS)

h) Pertemuan Aliansi Bupati/Walikota Dalam Rangka Peningkatan Pengendalian Dampak Rokok di Daerah

i) Pertemuan Pembahasan Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah Dalam Rangka Pengendalian PTM dan Penerapan KTR

j) Layanan Konsultasi UBM (Quit Line) di Ditjen PP dan PL

k) Peningkatan pemberdayaan jejaring dalam pengendalian konsumsi tembakau

l) Sosialisasi dampak buruk konsumsi produk tembakau melalui media massa. 0   2   4   6   8   10   Target   Capaian  

10  

8,37  

(28)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

25 | P a g e

m) Advokasi dan sosialisasi melalui Peer Group Aliansi Bupati/Walikota pendukung implementasi KTR.

n) Asistensi teknis bagi daerah yang membutuhkan dalam penyusunan dan implementasi kebijakan KTR.

o) Review peraturan tentang peringatan bergambar (PHW) pada bungkus rokok.

p) Penyusunan kebijakan tentang pelarangan bagi tenaga kesehatan untuk terlibat dalam segala bentuk promosi, dukungan, dan sumbangan yang bersumber dari Industri pengolahan tembakau.

Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun disepanjang tahun 2015 sebagai berikut :

a) Penyebaran Informasi dan edukasi kepada masyarakat melaui media cetak dan elektronik.

b) Dukungan teknis dalam mengimplementasikan dan penegakan aturan kawasan tanpa rokok di 5 kota (Makassar, Medan, Padang, Pontianak dan Denpasar)

c) Pembekalan Teknik konseling UBM bagi Guru UKS untuk 6 provinsi d) Lokakarya Pengendalian Penyakit Kronis dan Degeneratif untuk tenaga

kesehatan di fasyankes primer

e) Workshop Upaya Berhenti Merokok Untuk Pengelola Program PTM dan Puskesmas, dilaksanakan di 2 (dua) Regional

f) Workshop Media Tentang bahaya Rokok bagi Generasi Bangsa dan Pentingnya Kawasan Tanpa Rokok

g) Pelatihan implementasi dan penegakan kawasan tanpa rokok di Makassar, Pontianak, Kulon Progo, Lampung Tengah dan Metro.

h) Sosialisasi Dampak Rokok Terhadap Kesehatan dan Penerapan KTR i) Pemberdayaan Masyarakat Tentang Dampak Rokok Terhadap

Kesehatan di Pusat dan Daerah

j) Skrining dan Konseling Masalah Rokok Bagi Remaja Usia Sekolah di 12 Provinsi dengan 2 Kab/Kota Terpilih

k) Pencapaian strategi Pengendalian Dampak Rokok melalui MPOWER l) Evaluasi terhadap implementasi Peraturan KTR di 10 kabupaten/kota m) Penggandaan dan pencetakan tanda larangan merokok sebanyak 10.000

(29)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

26 | P a g e e. Capaian indikator penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun

dipengaruhi oleh:

1) Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

a) Sosialisasi dampak rokok terhadap kesehatan, menyusun, mencetak dan menggandakan media KIE terkait dampak rokok terhadap kesehatan b) Meningkatkan komitmen dengan berbagai pihak yang terlibat dalam

pengendalian tembakau melalui advokasi kepada pengambil kebijakan untuk mendukung pengendalian tembakau dan pengendalian PTM seperti pertemuan Aliansi Bupati dan Walikota Pendukung Kawasan Tanpa Rokok.

c) Pertemuan Major to Major sebagai upaya pengembangan kebijakan KTR kepada pemegang kebijakan di daerah.

d) Menjalin koordinasi dengan APEKSI dan APKASI dimana Ketua Aliansi Bupati Walikota akan menyuarakan pentingnya Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Masalah Kesehatan Akibat tembakau.

e) Sosialisasi dampak rokok terhadap kesehatan kepada masyarakat melalui berbagai rangkaian peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. f) Peningkatan kapasitas sumber daya dalam upaya pengendalian

konsumsi tembakau, seperti pelatihan upaya berhenti merokok bagi guru sekolah di 6 propinsi, pelatihan konseling berhenti merokok bagi petugas kesehatan di FKTP.

g) Menfasilitasi sarana prasarana dalam upaya berhenti merokok di sekolah dan Puskesmas.

h) Survei/penelitian terkait rokok dan dampaknya terhadap kesehatan, seperti poling survey didaerah.

2) Kendala/Masalah yang Dihadapi

a) Pencapaian indikator belum tercapai, karena survei tahunan faktor risiko Penyakit Tidak Menular di Litbangkes baru akan dilaksanakan pada tahun 2016, Riset Kesehatan Dasar dilaksanakan setiap 3 tahunan, Global Youth Tobacco Survey dan Global Adult tobacco survey dilaksanakan 3 tahunan.

b) Belum optimalnya sistem pencatatan laporan melalui Surveilans berbasis web PTM.

c) Masih terbatasnya jumlah kebijakan KTR di daerah dan belum optimalnya penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki kebijakan KTR.

d) Belum maksimalnya advokasi dan sosialisasi pengendalian konsumsi tembakau pada kab/kota

e) Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor yang belum optimal di tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok

(30)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

27 | P a g e

f) Rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya konsumsi rokok. Perlunya rentang waktu sosialisasi peraturan kepada masyarakat maupun pihak terkait minimal 1 tahun setelah disahkannya aturan tersebut, agar masyarakat dapat memahami pentingnya regulasi terkait KTR.

g) Anggaran belum menfasilitasi kegiatan-kegiatan terkait pengendalian konsumsi rokok

3) Rencana Pemecahan Masalah

a) Meningkatkan komitmen dan pengembangan regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai tingkat pemerintahan dan didukung oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai tatanan.

b) Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dalam upaya melindungi dampak kesehatan akibat rokok terutama di daerah-daerah yang telah memiliki kebijakan dan peraturan di daerah

c) Peningkatan pemahaman tentang bahaya rokok kepada seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial masyarakat (LSM).

d) Pengendalian tembakau dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan melalui periode pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. e) Komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian tembakau

melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya.

f) Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian tembakau.

g) Mensinergikan kegiatan dengan strategi MPOWER yang mencakup Monitor penggunaan tambakau dan kebijakan preventifnya; Perlindungan masyarakat dari asap tembakau; Optimalisasi dukungan berhenti merokok; Waspadakan masyarakat akan bahaya (asap) tembakau; Eliminasi iklan, promosi serta sponsor tembakau/ rokok; Raih kenaikan harga dan cukai tembakau dan produknya.

(31)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

28 | P a g e B. REALISASI ANGGARAN

Sumber daya anggaran yang dikelola oleh Ditjen PP dan PL dalam rangka melaksanakan Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015 untuk mencapai target-target indikator kinerja sasaran program tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

TABEL 4

PAGU DAN REALISASI ANGGARAN

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2015

NO KEGIATAN PAGU AWAL (Rp.) PAGU REVISI (Rp.) REALISASI (Rp.) % 1 Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra 292.831.380.000 286.102.500.000 213,588,095,056 74.65 2 Pengendalian Penyakit Menular Langsung 239.976.000.000 277.954.544.000 236,045,173,867 84.92 3 Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang 260.000.000.000 737.333.048.000 694,368,457,122 94.17 4 Penyehatan Lingkungan 324.997.000.000 208.295.072.000 129,428,444,351 62.14 5 Pengendalian Penyakit Tidak Menular 386.688.763.000 327.242.947.000 265,414,891,582 81.11 6 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 700.036.390.000 860.398.328.000 706,006,000,362 82.06 JUMLAH 2,204,529,533,000 2,697,326,439,000 2,244,851,062,340 83.2

(32)

Laporan Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015

29 | P a g e C. MATRIKS SANDINGAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM DAN KINERJA

ANGGARAN TAHUN 2015

KEGIATAN INDIKATOR KINERJA INDIKATORTARGET INDIKATORREALISASI % CAPAIN INDIKATOR PAGU KEUANGAN REALISASI KEUANGAN % PENYERAPAN ANGGARAN ST AT US

Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra 286,102,500,000 213,588,095,056 74.65 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah 50 (31 kab/kota)

29

kab/kota 93,5 Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

(PD3I) tertentu 7 11,2 160

Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang 737,333,048,000 694,368,457,122 94.17

Pengendalian Penyakit Menular Langsung 277,954,544,000 236,045,173,867 84.92

Pengendalian Penyakit Tidak Menular 327,242,947,000 265,414,891,582 81.11 Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun 6,9 Survey Survey

Penilaian kinerja dilakukan melalui pemantauan indikator komposit

Komposit indikator :

1) Kab/Kota yang memiliki peraturan ttg Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 30% 30 37,94 126,4 2) Persentase Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) minimal 50% sekolah 10 8,37 83,7

Penyehatan Lingkungan 208,295,072,000 129,428,444,351 62.14 Persentase kabupaten/kota yang memenuhi syarat kualitas kesehatan

lingkungan 20 (103 kab/kota) 27,63 (142 kab/kota) 138,1

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 860,398,328,000 706,006,000,362 82.06

7.27 2,697,326,439,000 2,244,851,062,340 83.23

Sumber Data anggaran : eMonev DJA tahun 2015

Kinerja Indikator dan kinerja anggaran diatas 80% (on track) Kinerja Indikator dan atau kinerja anggaran dibawah 80% (perlu perhatian)

(33)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2014

30 | P a g e

BAB IV PENUTUP

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja terhadap Direktorat Jenderal PP dan PL tahun 2015, menunjukkan bahwa dari 4 Indikator kinerja sasaran Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015, sebanyak 3 indikator telah mencapai target yang ditetapkan, dan terdapat 1 indikator yang tidak dapat digambarkan pencapaiannya sebelum dilaksanakan survey kesehatan yang rencananya akan diselenggarakan pada tahun 2016.

Berdasarkan penyerapan dan pengukuran kinerja anggaran tahun 2015 dketahui bahwa kinerja anggaran program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan sebesar 83.2%. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2015 ini pada program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan telah berjalan baik dengan kinerja yang baik pula berdasarkan pada pertimbangan kebijakan efisiensi yang diamanahkan sebesar 16.8%.

Mengingat penyakit tidak mengenal batas wilayah administrasi, pemerintahan, maupun negara, maka penyelenggaraan penanggulangan penyakit secara nasional dilakukan dengan prinsip konkuren, yaitu dilakukan bersama-sama antara unsur pemerintahan di pusat dan pemerintahan daerah. Dengan demikian, setiap permasalahan penyakit dan faktor risikonya yang timbul di suatu wilayah perlu ditangani secara bersama antara unsur pusat dan daerah, sedangkan untuk pintu masuk negara dilakukan upaya khusus melalui upaya kekarantinaan kesehatan dalam rangka cegah tangkal penyakit antar negara sebagai bentuk komitmen kesehatan dalam menjaga kedaulatan negara.

Direktorat Jenderal PP dan PL selalu berupaya untuk memberikan alternatif solusi terhadap seluruh masalah penyakit dan kesehatan lingkungan guna mencegah, mengendalikan, dan bahkan memberantas berbagai penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik yang bersifat endemis, potensial menimbulkan wabah, maupun antisipasi terhadap munculnya penyakit baru.

(34)

Laporan Kinerja Setditjen PP dan PL Tahun 2015

iv |

P a g e

GAMBAR

GAMBAR 1 Target Dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 ... 11

GAMBAR 2 Realisasi Per Propinsi Indikator Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 ... 11

GAMBAR 3 Realisasi Per Propinsi Indikator Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 ... 11

GAMBAR 4 Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran Indikator Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 ... 12

GAMBAR 5 Indikator dan ralisasi persentase penurunan kasus PD3I tertentu tahun 2015 ... 15

GAMBAR 6 Capaian Kab/Kota Yang Memiliki Peraturan Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ... 23

GAMBAR 7 Persentase Target Dan Capaian Kab/Kota Yang Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah Tahun 2015 ... 24

(35)

LAMPIRAN  1.  

MATRIKS  SANDINGAN  INDIKATOR  KINERJA  RAP  DAN  KINERJA  ANGGARAN  

TAHUN  2015  

 

 

KEGIATAN INDIKATOR KINERJA INDIKATORTARGET INDIKATORREALISASI % CAPAIN INDIKATOR PAGU KEUANGAN REALISASI KEUANGAN % PENYERAPAN ANGGARAN ST AT US

Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra 286,102,500,000 213,588,095,056 74.65 Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap

pada bayi 75 33,3 44,4

Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

50 (31 kab/kota)

29 kab/kota 93,5 Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra di wilayah

layanan BTKL 50 100 200

Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang dihasilkan BTKL meningkat 50 % dari jumlah TTG tahun 2014

30 (40 TTG)

46,6 (45%) 155,3 Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang melaksanakan kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

60 (29 KKP) (30 KKP)61,2 102

Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

(PD3I) tertentu 7 11,2 160

Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang 737,333,048,000 694,368,457,122 94.17 Jumlah kab/kota dengan eliminasi malaria 225 232 103,1

Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1

persen 35 34 97,1

Pengendalian Penyakit Menular Langsung 277,954,544,000 236,045,173,867 84.92 Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta 21 21 100

Prevalensi TB sebesar 280 per 100.000 penduduk 280 272 102,9 Prevalensi HIV (persen) <0,5 0.36 100

Pengendalian Penyakit Tidak Menular 327,242,947,000 265,414,891,582 81.11 Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun 6,9 Survey Survey

Penilaian kinerja dilakukan melalui pemantauan indikator komposit

Komposit indikator :

1) Kab/Kota yang memiliki peraturan ttg Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 30% 30 37,94 126,4 2) Persentase Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) minimal 50% sekolah 10 8,37 83,7

Penyehatan Lingkungan 208,295,072,000 129,428,444,351 62.14 Persentase kabupaten/kota yang memenuhi syarat kualitas kesehatan

lingkungan 20 (103 kab/kota) 27,63 (142 kab/kota) 138,1

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 860,398,328,000 706,006,000,362 82.06

30.09 2,697,326,439,000 2,244,851,062,340 83.23

Sumber Data anggaran : eMonev DJA tahun 2015

Kinerja Indikator dan kinerja anggaran diatas 80% (on track) Kinerja Indikator dan atau kinerja anggaran dibawah 80% (perlu perhatian)

Referensi

Dokumen terkait

Sayangnya hasil penelitian pada tabel 2 me- nunjukkan bahwa hanya sebagian kecil res- ponden yang memiliki dukungan keluarga tinggi (12%), sementara lebih dari

Ada dua cara yang dapat dipakai unuk memilih program zero dari kerja bubut yaitu diletakkan pada permukaan ujung kanan dari part (gambar 7.2a) dan pada permukaan chuck (gambar

Cari Pengguna Masukkan ID Pengguna dalam kolom dan tekan OK Catatan Tekan untuk melihat catatan pengguna yang tersedia Edit Pengguna Hapus/Tambahkan Metode Verifikasi dan ubah

Biaya yang dikeluarkan PT Alove Bali dalam pelaksanaan kegiatannya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni biaya investasi, dan biaya operasional.Biaya investasi merupakan

mengkomu nikasikan.. 104 membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak

untuk ineksi &#34;.ay, 5aharda&amp;, 0#, maka sediaan dibuat dalam bentuk ineksi&amp; Sediaan ineksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi

Kesulitan dalam pelaksanaan praktikum yaitu saat mencari embrio dengan ukuran yang sangat kecil dan hampir tidak bisa dilihat kalau kita tidak mengamatinya secara teliti,

Upaya perbaikan tanah salin sebagai media tanam rumput benggala, dengan menggunakan perlakuan kombinasi pupuk kandang gipsum memiliki pengaruh paling baik dibandingkan