• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH KESEHATAN (JIK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL ILMIAH KESEHATAN (JIK)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 1 ISSN 1978-3167 Vol V No 2 September 2012

JURNAL

ILMIAH

KESEHATAN

(JIK)

Penerbit:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

(2)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 2

SUSUNAN REDAKSI

Penasehat

Mokhammad Arifin, SKp.MKep Pimpinan Redaksi

Milatun Khanifah, SST Penyunting

Siti Khuzaiyah, SST Kontributor

Mokhammad Arifin, SKp. Mkep Emi Nurlaela, SKp.MKep.Sp.Mat Yuni Sandra, Skep. Ns

Firman Faradisi, Skep. Ns Wahyu Ersila, SST Distribusi

Halim Indra Kusuma, S.Kom Keuangan

Yanuarti Nugrahaningsih, SE

Alamat Redaksi:

LPPM STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

d/a Kampus II, Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan telp (0285) 785179 Fax (0285) 785555

Email : lppm.stikespkj@gmail.com Web : www.stikesmuh-pkj.ac.id Redaksi menerima tulisan artikel ilmiah dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Naskah yang dikirim ke redaksi menjadi hak milik Jurnal Ilmiah Kesehatan , kecuali jika dilakukan penarikan oleh penulis yang bersangkutan secara resmi dan tertulis. Terimaksih

(3)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 3

PENGANTAR REDAKSI

Assalaamualikum Wr. Wb

Ba`da salam semoga Rahmat dan Hidayah Allah senantiasa terlimpah atas kita semua. Shalawat serta salam senantiasa kita panjatkan kepada Rasulullah SAW yang senantiasa kita nantikan Syafaatnya kelakdi Yaumil akhir. Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIKES Muhammadiyah Pekajangan berhasil menerbitkan kembali jurnal ilmiah kesehatan (JIK).

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada STIKES Muhamadiyah Pekajangan yang telah memberikan dukungan secara maksimal sehingga jurnal ini dapat terbit. Terimaksih juga kami sampaikan kepada segenap penulis yang telah menyumbangkan tulisannya. Tidak lupa kami menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya jika dalam penyusunan JIK ini masih banyak kekurangan. Kami mengaharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dari pembaca.

Kami berharap jurnal ini dapat bermanfaat, baik bermanfaat bagi STIKES Muhammadiyah Pekajangan pada khususnya, serta bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Pekajangan, September 2012 Pimpinan Redaksi

(4)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 4

Daftar Isi

(5)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 5

Rancangan Instrumen Deteksi Dini Gangguan Jiwa untuk Kader dan Masyarakat di Kabupaten Pekalongan

Mokhamad Arifin

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan Prodi DIII Keperawatan, Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan Indonesia

Telepon +6281391723670 Email: eminurlaelapkj@yahoo.co.id

Kasus gangguan jiwa masih menjadi stigma di masyarakat sehingga perlu partisipasi semua pihak dalam mengatasi masalah ini khususnya dalam mensukseskan program “Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012”. Kader kesehatan merupakan salah satu elemen penting yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan derajat masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh instrument yang dapat membantu kader dalam mendeteksi secara dini kasus gangguan jiwa di masyarakat/lingkungan dimana dia tinggal. Instument awal yang dibuat peneliti di ujikan pada pada kelompok sampel yang berbeda yaitu kader di wilayah Puskesmas Kedungwuni II, Talun, Bojong Kabupaten Pekalongan masing-masing 30 responden yang kemudian dilakukan uji valitas dan reliablitas. Dengan nilai r tabel (Pearson Product Momment) dengan level of significant 0,05, r tabel pada df-2 = 0,306. Dari 30 item pertanyaan yang dibuat peneliti pada penelitian tahap I (Puskesmas Kedungwuni II) terdapat 7 item yang tidak valid yaitu item nomor 1 (0,297), 3 (0,269), 12 (0,257), 13 (0,214), 14 (O,146), 15 (0,292). Pada peneltian tahap II (Puskesmas Talun) dengan 23 item pertanyaan yang tidak valid hanya 1 nomor yaitu no. 13 (0,280) dan pada penelitian tahap III (Bojong) dengan 22 item pertanyaan dari analisis semuanya dinyatakan valid dan reliable. Dengan adanya instrumen deteksi dini ini diharapkan kader dapat segera melaporkan kepada petugas kesehatan atau pusat pelayanan kesehatan terdekat bila diketahui ada anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa untuk kemudian dapat segera dilakukan tindak lanjut oleh pihak terkait.

Kata Kunci : Rancangan Intrumen, deteksi dini, gangguan jiwa, Kader PENDAHULUAN

“Add life to the years, Add health to life, and add Years to life” demikian slogan Departemen Kesehatan RI yang artinya “meningkatkan mutu kehidupan, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang usia”. Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat bangsa dan negara Indonesia yang dilandasi oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia (Maryam, dkk, 2008: 11).

(6)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 6 WHO mengatakan seseorang

dikatakan sehat yaitu sehat dari bio, psiko, sosio, dan spiritual. WHO (2000) juga menyebutkan bahwa 25% penduduk dunia mengalami gaangguan mental dan priulaku, dan hanya 40% yang terdiagnosis. Data lain meyebutkan bahwa prevalensi bunuh diri di Indonesia adalah 1,6-1,8 per 100.000 penduduk. Banyak faktor yang menyebabkan penderita gangguan jiwa berat, namun yang sering terlupakan adalah dampak akibat dari gangguan jiwa yaitu “dissabily” ketidakmampuan seseorang melakukan pekerjaanya karena menurut penelitian Bank Dunia beban yang ditanggung karenan gannguan jiwa adalah 8,1 % diatas penyakit

TBC, kanker, jantung yang semesnya mendapat perhatian yang serius. Sayangnya, pelayanan kesehatan untuk penderita gangguan jiwa belum optimal. Tidak semua provinsi memiliki rumah sakit jiwa dan hanya terdapat 500 dokter spesialis jiwa yang setengahnyanya bekerja di Jakarta.(Damayanti, 2007).

Di Rumah Sakit Jiwa banyak penderita jiwa yang ditelantarkan keluarganya dikarenakan keluarga tidak tahu bagaimana cara mengatasi kondisi keluarga saat di rumah keluarga hanya mampu memberikan obat itupun kadang putus obat hal ini dapat menyebabkan penderita gangguan jiwa dapat terjadi kekambuhan.

Prevalensi nasional gangguan jiwa berat adalah 0,3 persen. Penderita gangguan jiwa berat paling banyak di Jakarta. Jumlahnya lebih tinggi dari angka prevalensi nasional yaitu 0,46 persen

(Viora, 2007) jumlah tersebut berdasarkan riset kesehatan dasar di 478 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia tahun 2007. Dari riset tersebut dikelompokkan 2 jenis gangguan jiwa, yaitu gangguan mental emosional atau psikosomatik yang prevalensinya 11,6 persen dari penduduk di atas usia 15 tahun. Gangguan jiwa jenis ini, jumlah penderita paling banyak di Jawa Barat (20 persen), diikuti Sumatera Barat, Aceh, dan Gorontalo.

Data di Kabupaten Pekalongan menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu Psikotik (gangguan jiwa berat) pada tahun 2011 sebanyak 622, Neurosis (gangguan jiwa ringan) sebanyak 899, Epilepsi sebanyak 125, Keterbelakangan mental 67 kasus. Dari obeservasi di lapangan masih dijumpai kasus gangguan jiwa berat yang ada belum mendapat penanganan optimal bahkan yang dalam kondisi “dipasung”. Menurut laporan Dinkes Kab. Pekalongan (2011) Setiap puskesmas sudah ada penanggungjwab program kesehatan jiwa dan sudah melakukan kegiatan berupa pelatihan penagangan kesehatan jiwa bagi petugas kesehatan bagi petugas kesehatan, kader, pelayanan Mobil Unit Kesehatan Jiwa

Kader kesehatan menurut L.A Gunawan adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Kader yang dinamis ternyata mampu melaksanakan hal-hal yang sederhana misalnya : peyelenggaran dana sehat ditingkat desa, penyuluhan kesehatan jiwa, pencarian kasus kesehatan jiwa. Saat ini belum ada cara yang praktis dan

(7)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 7 sederhana untuk membantu kader

mengenali kasus gangguan jiwa khususnya yang berat untuk kemudian mengambil tindakan yang tepat untuk penangananya. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan tentang kesehatan jiwa dan masih ada stigma dimasyarakat dimana masyarakat banyak mempunyai penilaian negatif tetang gangguan jiwa sehingga banyak kasus gangguan jiwa yang justru disembunyikan atau dibiarkan tampa penanganan.

Penelitian ini ingin mendapatkan instrumen sederhana deteksi kasus kejiwaan sehingga kader dapat mengenali gejala gangguan jiwa dan kemudian dapat melaporkan pada tenaga kesehatan atau puskesmas terdekat di wilayahnya untuk kemudian keluarga pasien akan berobat jalan di puskesmas/rumah sakit umum atau dirujuk ke RS Jiwa. Tujuan penelitian ini Diperolehnya rancangan instrumen deteksi kasus gangguan jiwa untuk kader dan masyarakat yang teruji validitasnya.

(8)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan

di Wilayah Kabupaten Pekalongan

Emi Nurlaela

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan Indonesia Telepon +6281391723670 Email: eminurlaelapkj@yahoo.co.id

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran dukungan keluarga dalam

meningkatkan kesehatan anggota keluarganya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan metode pengumpulan data studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan adanya dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang memberikan air susu ibu, keluarga yang memiliki anggota keluarga lanjut usia, keluarga menghadapi anggota keluarganya yang menopause. Hasil penelitian menunjukkan keluarga yang tidak malas mendengarkan keluhan anggota keluarganya yang mengalami masalah kesehatan 34 %, sedangkan 12 % keluarga selalu tidak malas mendengarkan keluhan. Keluarga menyatakan mau selalu membantu mengatasi keluhan 20 %, sedang 16 % keluarga tidak pernah menyatakan mau membantu mengatasi keluhan. Keluarga yang selalu memperhatikan tanda gejala masalah atau penyimpangan kesehatan anggota keluarganya 22 %, sedangkan 38 % keluarga tidak pernah memperhatikan tanda gejala penyimpangan kesehatan yang dirasakan oleh anggota keluarga. Keluarga yang selalu mengingatkan untuk melakukan tindakan yang bertujuan mengurangi keluhan 18%, sedangkan 24 % keluarga tidak pernah melakukannnya. Keluarga yang selalu tidak mengingatkan untuk menghindari kebiasaan buruk yang mempengaruhi kesehatan 12%, sedangkan 26% tidak pernah tidak mengingatkan untuk menghindari kebiasaan buruk. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dukungan keluarga masih kurang kurang dirasakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi tenaga kesehatan untuk tetap melibatkan keluarga dalam pengelolaan asuhan, keterlibatan keluarga didasarkan bukan untuk melepaskan tugas dan tanggung jawab petugas kesehatan namun menitik beratkan pada dukungan emosional, penghargaan, informasional, dan instrumental dalam meningkatkan kesehatan anggota keluarganya.

Kata Kunci : Dukungan, Keluarga, Sehat

PENDAHULUAN

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Kesehatan masyarakat tergantung dari kesehatan keluarga yang berada di masyarakat tersebut. Pada kondisi dimana salah satu anggota keluarga sakit maka keluarga dan masyarakat sekitar mengalami dampak langsung maupun tidak langsung dirasakan (Friedman 1998, h.176).

Keluarga berasal dari kumpulan individu yang terikat atas dasar perkawinan ataupun dasar ikatan lainnya yang saling berinteraksi dengan

berkomunikasi diantara mereka. Keluarga memilki berbagai macam bentuk diantaranya keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak; keluarga ekstended yang merupakan keluarga besar; keluarga dyad yaitu keluarga tanpa anak; single family atapun keluarga; dan single adult yang terdiri dari satu orang dewasa (Achjar, 2010.h.4).

Beberapa tahapan keluarga diantaranya adalah keluarga yang melepas anak usia dewasa, dimana anak tersebut menikah dan meninggalkan rumah ataupun masih tinggal dalam satu rumah (Carter & Mc.Goldrick, 1988 dalam Achjar, 2010) .

(9)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Keluarga baru atau pemula yang

terciptakan tersebut masih dipengaruhi oleh keluarga sebelumnya apabila hidup dalam satu rumah ataupun berdekatan rumah. Pengaruh yang ditimbulkannya dapat positif atapun sebaliknya. Salah satu fungsi keluarga adalah memberikan dukungan terhadap anggotanya. Pengaruh yang diberikan dari lingkungan sekitar keluarga tersebut dapat menjadikan suatu dukungan agar suatu kegiatan yang dijalankan berhasil namun adapula pengaruh negatif berupa penolakan yang menjadikan hambatan terhadap keberhasilan tindakan dilakukan (Niven, Neil 2002, h.197).

Dukungan keluarga terhadap anggota keluarganya yang sedang sakit ataupun memerlukan peningkatan kesehatan sangat diperlukan. Dari anggota keluarga yang paling kecil sampai anggota keluarga yang paling besar dalam artian sudah lanjut usia, semua membutuhkan dukungan keluarga. Dukungan berupa pemberian informasi, pemberian instrumen yang mendukung penyembuhan, pemberian perhatian dan kasih sayang, serta pemberian penilaian penghargaan atas upaya yang telah dilakukan oleh anggota keluarga yang sakit. Dukungan sosial keluarga sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi seperti kecemasan, kepatuhan minum obat, kepatuhan dalam program diet (Niven, Neil 2002, h.197).

Adanya dukungan terhadap anggota keluarga yang sakit ataupun anggota keluarga yang memerlukan peningkatan kesehatannya, bukan berarti memberikan suatu kondisi ketergantungan total dengan anggota keluarga yang lain, namun dukungan keluarga diberikan pada beberapa aktivitas yang tidak dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harapan aktivitas secara bertahap dapat dilakuka.

Kurangnya dukungan keluarga terhadap anggota keluarganya, memberikan dampak terhadap motivasi atau dorongan untuk sembuh dari penyakit

kurang dirasakan. Motivasi untuk sembuh dari suatu penyakit dapat berasal dari diri sendiri dan dapat pula dorongan atau motivasi untuk sembuh berasal dari luar individu tersebut. Kedua sumber motivasi tersebut saling mendukung, mengingat motivasi yang hanya berasal dari diri sendiri menjadi lemah apabila tidak didukung oleh motivasi dari luar seperti motivasi atau dorongan dukungan dari keluarga. Seseorang yang kurang mendapat dukungan dapat mengalami depresi bahkan adanya upaya untuk bunuh diri, karena merasa kurang diperhatikan, merasa sendiri dalam hidup, merasa tidak dibutuhkan dan sebagainya.

Bagaimana gambaran dukungan keluarga terhadap anggota keluarganya agar penyembuhan penyakit cepat tercapai dan kesehatan dapat ditingkatkan, hal inilah yang perlu dikaji melalui suatu pendekatan ilmiah penelitian. Dengan melihat ada tidaknya dukungan diberikan menjadi dasar untuk perbaikan pengelolaan asuhan kesehatan pada pasien yang berasal suatu keluarga, melibatkan keluarga dalam pemberian asuhan walaupun sudah ada petugas kesehatan yang merawat. Memperbaiki persepsi yang salah mengenai bila dukungan diberikan maka tidak adanya upaya mandiri yang dilakukan oleh keluarga yang sakit.

Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran dukungan keluarga dalam mempercepat peningkatan kesehatan anggota keluarganya. Penelitian ini menjadi dasar bagi tenaga kesehatan untuk tetap melibatkan keluarga dalam pengelolaan asuhan, keterlibatan keluarga pada didasarkan bukan untuk melepaskan tugas dan tanggung jawab petugas kesehatan namun menitik beratkan pada dukungan emosional, penghargaan, informasional, dan instrumental dalam mempercepat peningkatan kesehatan anggota keluarganya.

(10)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Penelitian yang dilakukan ini adalah

penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan data dalam penelitian yaitu dengan kuesioner dan studi dokument. Sampel penelitian ini adalah keluarga dengan berbagai masalah kesehatan diantaranya masalah pemberian air susu ibu secara eksklusif, keluarga dengan masalah kemandirian lansia, keluarga dengan masalah reproduksi wanita berupa menopause. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang. Penelitian telah dilaksanakan di Kabupaten Pekalongan pada bulan Januari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terkait dengan dukungan keluarga terhadap pemberian ASI Eksklusif berupa dukungan informasional dan dukungan instrumental. Dukungan instrumental berupa membelikan jamu atau susu untuk memperlancar air susu ibu. Sedangkan dukungan informasional berupa informasi mengenai makanan yang baik untuk memperlancar air susu ibu. Informasi mengenai cara mengatasi masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan menyusui bayinya seperti puting susu lecet, payudara bengkak. Hasil penelitian tersebut keluarga yang mendapat dukungan keluarga informasional sebanyak 60 %, dimana anggota keluarga yang memberikan dukungan berlatar belakang pendidikan kesehatan, 20 % keluarga mempunyai anggota keluarga yang masih sekolah di kesehatan dan 40 % sebagai tenaga kesehatan. Hasil penelitian terkait pemberian ASI eksklusif tidak ada yang murni mendapat dukungan informasional dari anggota keluarga yang bukan berlatar belakang pendidikan kesehatan. Sedangkan dukungan instrumental dari lima partisipan yang mendapat mendapat dukungan dari suami sebanyak dua orang partisipan yaitu dengan membelikan jamu dan membelikan

Hasil penelitian terkait dengan dukungan keluarga terhadap wanita menopause menunjukkan bahwa 50 % wanita mendapat dukungan emosional, 30 % wanita mendapat dukungan penghargaan, 50 % wanita mendapat dukungan informasional, 46 % wanita mendapat dukungan instrumental. Keluarga selalu tidak memberikan pinjaman atas usaha yang dilakukan dalam pengobatan 8 %, sedangkan 20% keluarga tidak pernah. Keluarga selalu tidak berusaha mencarikan biaya pengobatan anggota keluarga 10 %, sedangkan 30 % tidak pernah. Keluarga yang menyatakan cukup membawa anggota keluarganya ke Puskesmas sebagai tempat pelayanan dasar selalu 6 %, 44 % keluarga tidak pernah. Keluarga selalu menyediakan fasilitas untuk keperluan pengobatan 4 %, 32 % tidak pernah. Keluarga selalu bersedia mengantarkan ke tempat pelayanan kesehatan 6 %, sedangkan keluarga yang tidak pernah mengantarkan ke tempat pelayanan kesehatan 34 %. Keluarga tidak memberikan pujian atas usaha yang dilakukan dalam pengobatan, 8 % selalu, tidak pernah 20%. Keluarga tidak mengingatkan untuk menghindarkan kebiasaan buruk 12 %, dan keluarga yang tidak pernah 26 %. Keluarga selalu mengingatkan untuk melakukan tindakan yang bertujuan mengurangi keluhan 18 %, keluarga tidak pernah 24 %. Keluarga selalu memperhatikan tanga gejala dari masalah atau penyimpangan kesehatan yang dirasakan 22 %, keluarga tidak pernah memperhatikan tanda gejala penyimpangan 38 %. Keluarga menyatakan selalu mau membantu anggota keluarganya dalam mengatasi keluhan 20 % dan keluarga yang tidak pernah melakukannya 16 %. Keluarga selalu tidak malas mendengarkan keluhan 12 % dan keluarga tidak pernah melakukannya 34 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih banyak keluarga yang belum mendapatkan

(11)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan dukungan dari keluarga, berbagai faktor

yang mungkin menjadi penyebab kurangnya dukungan keluarga diantaranya keluarga mempunyai persepsi tidak perlunya suatu dukungan diberikan, keluarga dengan kesibukan pekerjaan sehingga kurang bisa memberikan dukungan.

SIMPULAN

Pengelolaan asuhan pasien memerlukan keterlibatan keluarga. Keluarga dapat dilibatkan dalam mendukung upaya pemenuhan ASI eksklusif. Untuk mencegah kecemasan pada Wanita Menopause dan meningkatkan Kemandirian lansia memerlukan juga dukungan dari keluarga.

Keikutsertaan atau keterlibatan keluarga dalam pengelolaan asuhan pasien jangan dijadikan suatu upaya untuk melepaskan tugas dan tanggung jawab pengelolaan. Identifikasi terhadap intoleransi aktivitas pasien diperlukan untuk memastikan aktivitas yang memerlukan bantuan pertolongan oleh keluarga maupun tenaga kesehatan

ACKNOWLEDGEMENT

(PERSANTUNAN)

Persantunan kami ucapkan terhadap beberapa orang diantaranya adalah : Sugiarti, Fina (2010) Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian Lansia (Elderly) Dalam Aktivitas Dasar Sehari-hari Di Kelurahan Jenggot Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan ; Afriani, Nur Iza (2011) Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Wanita Usia 45-50 tahun Menghadapi Menopause di Desa Kesesi Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan; Marlia, Eka (2011) Pengalaman Ibu memberikan ASI Eksklusif Di wilayah Kabupaten Pekalongan

DAFTAR PUSTAKA

Buku Sumber

Achjar, Komang Ayu Henny (2010) Asuhan Keperawatan Keluarga. Cetakan I. CV Sagung Seto. Jakarta Sudarto, Asuhan Keperawatan Keluarga,

dengan pendekatan keperawatan Transkultural , cetakan I, EGC, Jakarta

Niven, Neil (2002), Psikologi Kesehatan, Pengantar untuk Perawat & Profesional Kesehatan lain , Cetakan I, EGC, Jakarta

Journal Penelitian

Roustit, Christelle. Campoy, Eric. Renahy, Emilie. King, Gary. Parizot, Isabelle. Chuvin, Pierre. (2011). Family Social Environment In Childhood and Self-Rate Health In Young Adulthhood.

Andersen, Montgomery. Borup, I. 2012. Family Support and The Child as Health Promoting Agent in Arctic. Croezen, Simone. Picaver, Susan. Nies,

Haveman Annemien. (2011). Do Positive or Negative Experiences of Social Support Relate to Current and Future Helath? Resulths from the Doentinchem Cohort Study

Jackson, Erin S. Tucker, Carolyn M, Herman, Keith. (2007). Health value, Perceived Social Support and Health Self-Efficacy as Factors in a Health-Promoting lifestyle

(12)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan

Penurunan Tingkat Kecemasan Anak Rawat Inap dengan Permainan

Hospital Story di RSUD Kraton Pekalongan

Yuni Sandra Pratiwi

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan Prodi DIII Keperawatan, Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan Indonesia

Telepon +6281390099917 Email: pratiwi_yuni84@yahoo.co.id

Abstract: Sick and hospitalisation were stressors that could caused anxiety of child. One of treatment to reduce the anxiety of child was play therapy, especially hospital story, i.e., told story to child used pictured book about hospital schedules and its routinities, care givers, and answered child’s questions about hospital. This study was animed to know the effect of hospital story toward anxiety of the 6-8 years old child. This study experimental quasi. A questionnaire was used to collect the data. The sample taken with purposive sampling approach. Wilcoxon statistic analysis was used to know the effect of hospital story toward anxiety of the 6-8 years oldd child. The result of Wilcoxon statistic analysis got Z scores was – 4,596 and p-value was 0,000 (p<0,05); it could be concluded that hospital story had a significant effect toward anxiety of the 6-8 years old child.

Keyword: anxiety, child, hospital story

Abstrak: Kondisi sakit dan hospitalisasi merupakan stressor yang dapat

menyebabkan kecemasan pada anak. Salah satu tindakan untuk menurunkan kecemasan tersebut adalah terapi bermain, khususnya hospital story, yaitu bercerita kepada anak menggunakan buku bergambar tentang rutinitas dan jadwal rumah sakit, pemberi pelayanan (tim kesehatan), dan menjawab pertanyaan yang diajukan anak tentang rumah sakit. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh hospital story terhadap kecemasan anak usia 6-8 tahun. Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Penentuan sampel dengan purposive sampling. Uji statistik wilcoxon digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain hospital story terhadap kecemasan anak usia 6-8 tahun. Hasil uji statistik wilcoxon diperoleh skor Z = - 4,596 dan nilai p = 0,000 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara terapi bermain hospital story terhadap penurunan kecemasan anak usia 6-8 tahun.

Kata kunci : kecemasan, anak, hospital story

PENDAHULUAN

Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah menunjukan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab stress bagi anak dan orang tuanya, baik

lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. (Yupi Supartini, 2004)

Kondisi ini merupakan sumber stress (stressor) yang dapat

(13)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan mempengaruhi kondisi psikologis

seorang anak, yang pada tingkat tertentu dapat menyebabkan seorang anak jatuh pada kondisi kecemasan, baik cemas sedang, berat maupun panik. (Budi Ana Keliat, 2006)

Respon kecemasan anak usia 6-8 tahun terkait hospitalisasi umumnya sudah muncul ketika anak baru pertama kali datang untuk dirawat di rumah sakit, menjerit-jerit saat sedang menangis dan tidak mau didekati, mencari-cari orang tua, menangis ketika orang tua meningalkan ruangan untuk suatu keperluan, menolak dan bahkan menyuruh pergi orang lain yang di anggapnya asing, selalu ingin ditemani dan menolak ditemani orang lain, tidak mau beraktivitas dan cenderung tidur-tiduran saja, tidak menunjukan minat atau rasa antusias, terlihat murung tidak acuh terhadap lingkungan, dan menunjukan perilaku yang tidak biasa dilakukannya misalnya: mengompol, menghisap ibu jari, mengeluarkan air liur. (3) Hal ini tidak hanya disebabkan oleh kondisi sakit yang dideritanya, namun juga dikarenakan persepsi negatif anak terhadap rumah sakit. Sehingga perlu suatu aktivitas bermain yang dapat mengurangi persepsi negatif tersebut. (Hart, 1999)

Hasil observasi yang dilakukan di RSUD Kraton Pekalongan selama tahun 2007, jumlah anak yang dirawat di Ruang Anak rata- rata perhari 30 orang dari 33 kapasitas tempat tidur yang tersedia. Jumlah tersebut hampir 50 % (15 orang) menunjukkan respon gelisah, cengeng, regresi, sulit makan, sulit tidur, dan tidak

kooperatif, terutama pada kelompok usia 6-8 tahun.

Terapi bermain adalah suatu aktivitas bermain yang dijadikan sarana untuk menstimulasi perkembangan anak, mendukung proses penyembuhan dan membantu anak lebih kooperatif dalam program pengobatan serta perawatan. Aktivitas bermain yang diberikan meliputi admission activities, aktivitas mengenal citra tubuh, interaksi kelompok, ekspresi seni, stimulasi harga diri, ekspresi diri, penurunan ketegangan, aktivitas untuk isolasi dan imobilisasi, aktivitas perawatan kesehatan dan kegiatan hidup sehari-hari, permainan pernafasan, persepsi-motor, dan manajemen nyeri. ( Hart, 1999)

Terapi bermain merupakan salah satu teknik yang akan membantu penurunan ketegangan emosional yang dirasakan anak. Secara bertahap respon psikis maupun fisiologis kecemasan akan berkurang dan kepercayaan diri anak akan berkembang optimal pula.(Hart, 1999)

Hospital Story adalah suatu aktivitas bermain dengan menceritakan semua hal yang berkaitan dengan rumah sakit, khususnya tentang rutinitas kegiatan, mengenal tim kesehatan, dan prosedur pengobatan, melalui media buku cerita bergambar. Hospital Story termasuk aktivitas bermain admission activities, yaitu aktivitas bermain yang dilakukan segera setelah anak datang ke rumah sakit. (Hart, 1999)

Namun terapi bermain hospital story belum pernah dilakukan di RSUD Kraton

(14)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan. Hal inilah yang

mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi bermain hospital story terhadap kecemasan anak usia 6-8 tahun yang dirawat di ruang perawatan anak RSUD Kraton Pekalongan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi bermain hospital story terhadap kecemasan anak usia 6-8 tahun yang dirawat di ruang perawatan anak RSUD Kraton Pekalongan.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimen karena mengukur kecemasan anak usia 6-8 tahun (menggunakan kuesioner) sebelum dan sesudah dilakukan terapi bermain hospital story terhadap orang tua dari anak yang akan diteliti sebanyak 28 orang. Kemudian dilakukan perlakuan terapi bermain hospital story terhadap anak yang diteliti.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari, variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini sebagai variabel independen adalah

Terapi Bermain Hospital Story dan variabel dependen adalah Kecemasan Anak Usia 6-8 Tahun.

Pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Istrumen yang digunakan adalah kuesioner, buku cerita rumah sakit bergambar, kertas, krayon / pensil warna dan pensil.

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah menggunakan uji statistik wilcoxon yang digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain hospital story terhadap kecemasan anak.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Kecemasan Anak

1. Kecemasan Anak Sebelum Terapi Bermain Hospital Story

Sebelum dilakukan terapi bermain hospital story sebagian besar anak atau 60,7% (17 anak) mengalami kecemasan sedang, 39,3% (11 anak) mengalami kecemasan berat dan tidak ada anak yang mengalami kecemasan ringan seperti tampak pada tabel (tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Anak Sebelum Terapi Bermain Hospital Story Di Ruang Anak RSUD Kraton Pekalongan Tahun 2009 No Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase (%) 1 Ringan 0 0,00 2 Sedang 17 60,7 3 Berat 11 39,3 Total 28 100

2. Kecemasan Anak Sesudah Terapi Bermain Hospital Story

Sesudah dilakukan terapi bermain hospital story sebagian besar anak atau 57,1% (16 anak)

mengalami kecemasan sedang, 42,9% (12 anak ) mengalami kecemasan ringan dan tidak ada anak yang mengalami kecemasan berat seperti tampak pada tabel (tabel 2).

(15)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan

No Nilai Rerata (mean) Z p

Sebelum Sesudah Selisih

1 9,96 6,46 3,5 -4,596 0,000

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Anak Sesudah Terapi Bermain Hospital Story Di Ruang Anak RSUD Kraton Pekalongan

No Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase (%)

1 Ringan 12 42,9

2 Sedang 16 57,1

3 Berat 0 0,0

Total 28 100

Perubahan Kecemasan Anak

Sebelum dan Sesudah Terapi Bermain Hospital Story

1. Perubahan Kecemasan Anak Sebelum dan Sesudah Terapi Terjadi perubahan respon kecemasan anak sesudah

dilakukan terapi bermain hospital story.

Sebagian besar anak atau 82,2% (23 anak) mengalami

penurunan tingkat kecemasan, dan 17,8% (5 anak) tidak menunjukan penurunan tingkat kecemasan seperti pada tabel (tabel 3).

Tabel 3. Perubahan Respon Kecemasan Anak Sebelum Dan Sesudah Terapi Bermain Hospital Story Di Ruang Anak RSUD Kraton Pekalongan No Perubahan Respon Kecemasan Anak Frekuensi Persentase (%) 1 Tetap 5 17,8 2 Turun 23 82,2 Total 28 100

2. Perubahan Rerata (mean) Kecemasan Anak Sebelum Dan Sesudah Terapi

Uji statistik Wilcoxon pada data responden kecemasan anak sebelum dan sesudah terapi bermain hospital story, diperoleh skor Z = - 4,596 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05)

artinya terdapat perbedaan yang bermakna antara pengukuran sebelum dan sesudah terapi bermain hospital story atau dengan kata lain terdapat pengaruh terapi bermain hospital story terhadap penurunan kecemasan anak seperti pada tabel (tabel 4).

Tabel 4. Perubahan Rerata (mean) Kecemasan Anak Sebelum dan

Sesudah Terapi Bermain Hospital Story Di Ruang Anak RSUD Kraton Pekalongan

(16)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan

PEMBAHASAN

A. Tingkat Kecemasan Anak

Sebelum Terapi Bermain

Hospital Story

Hasil penelitian sebelum dilakukan terapi bermain hospital story 17 anak (60,7%) mengalami kecemasan sedang, dan 11 anak (39,3%) mengalami kecemasan berat. Namun tidak ada satupun anak yang menunjukan kecemasan ringan.

Hal ini menggambarkan bahwa responden mengalami kecemasan akibat hospitalisasi yang dibuktikan dengan menunjukan minimal 5 respon kecemasan yang diobservasi dalam kuesioner, seperti : 24 orang tua dari anak yang diteliti mengatakan anaknya menangis, 17 orang tua dari anak yang diteliti mengatakan anaknya menjerit-jerit, 15 orang tua dari anak yang diteliti mengatakan anaknya murung, 20 orang tua dari anak yang diteliti mengatakan anaknya tidak acuh terhadap lingkungan, 20 orang tua dari anak yang diteliti mengatakan anaknya tidak mau didekati orang asing, dan menolak tindakan pengobatan atau perawatan. Keadaan tersebut sejalan dengan pendapat Wong bahwa respon kecemasan anak akibat hospitalisasi lebih didominasi oleh respon kecemasan perpisahan (separation anxiety). Respon ini terjadi akibat anak harus berpisah dengan teman dan orang terdekatnya. Perilaku yang muncul diantaranya anak menangis ketika pertama kali dirawat di rumah sakit,

menjerit-jerit saat sedang menangis dan tidak mau didekati, mencari-cari orang tua, menangis ketika orang tua meninggalkan ruangan untuk suatu keperluan, menolak dan bahkan menyuruh pergi orang lain yang dianggapnya asing, selalu ingin ditemani dan menolak ditemani orang lain, tidak mau beraktivitas dan cenderung tidur-tiduran saja, tidak menunjukan minat atau rasa antusias, terlihat murung, tidak acuh terhadap lingkungan, dan menunjukan perilaku yang tidak biasa dilakukannya (misalnya: mengompol, menghisap ibu jari, dan mengeluarkan air liur). (Donna L Wong, 2003)

Ekspresi kecemasan anak juga dapat dimanifestasikan dalam penolakan terhadap tindakan pengobatan atau perawatan. Perilaku yang muncul diantaranya anak menolak, menangis, berteriak-teriak, atau menarik-narik segala sesuatu yang ada didekatnya ketika perawat atau dokter melakukan tindakakan perawatan atau pengobatan. Beberapa anak bahkan biasa menunjukan respon kecemasan berupa kekerasan fisik. Respon ini timbul akibat anak tidak lagi mampu mengontrol dirinya. Perilaku yang muncul diantaranya anak menyerang dengan cara fisik seperti menendang, memukul, mencubit, atau menggigit bila didekati orang asing, memaki-maki jika ada keinginan yang tidak terpenuhi, dan jika diminta berhenti menangis, bertindak sebaliknya (menangis

(17)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan lebih keras). (Donna L Wong,

2003)

B. Tingkat Kecemasan Anak

Sesudah Terapi Bermain

Hospital Story Setelah dilakukan terapi bermain hospital story responden penelitian tidak ada yang menunjukan kecemasan berat, 16 anak menunjukan kecemasan sedang dan 11 anak menunjukan kecemasan ringan. Secara keseluruhan terjadi kecenderungan penurunan respon kecemasan anak antara sebelum dan sesudah terapi bermain hospital story. Namun masih ada 5 anak yang tidak menunjukan penurunan respon kecemasan. Ini terjadi karena kecemasan dipengaruhi pula oleh kondisi penyakit yang diderita anak.

Anak usia 6-8 tahun dalam perkembangan psikologis menurut Jean Peaget masuk di dalam kongkrit operasional dimana anak sudah mulai dapat berfikir logis, terarah, dapat memilih, menggolongkan, mampu berfikir dari sudut pandang orang lain dan dapat mengatasi persoalan dengan konkret, dengan sistematis, menurut persepsinya. Sehingga, secara bertahap respon pesikis maupun fisiologis kecemasan akan berkurang dan kepercayaan diri anak akan berkembang optimal pula. Anak tidak lagi menjerit-jerit saat sedang menangis, mau ditemani oleh orang lain, mau beraktivitas, tidak acuh terhadap lingkungan, tidak menunjukan perilaku yang tidak biasa dilakukanya

(misalnya : mengompol, menghisap ibu jari, mengeluarkan air liur), tidak menolak ketika perawat atau dokter melakukan tindakan keperawatan pada dirinya, dan tidak menangis ketika ada keinginanya yang tidak terpenuhi. (Utaminingsih,2006)

Menurut Suliswati, terdapat beberapa faktor yang dapat mencetuskan kecemasan pada anak, diantaranya hospitalisasi yang diakibatkan perubahan status kesehatan anak, dimana kondisi sakit tertentu mengharuskan anak untuk dirawat di rumah sakit. Hal ini selalu menimbulkan respon cemas pada anak, karena anak harus menghadapi kondisi sakitnya, perubahan lingkungan, dan perpisahan dengan teman serta orang-orang terdekatnya. Kecemasan anak yang yang dirawat di rumah sakit ditanggulangi secara lintas disiplin dengan melibatkan berbagai modalitas terapi meliputi: terapi lingkungan, terapi relaksasi, dan terapi bermain, khususnya hospital story. (Hart, 1999)

C. Pengaruh Terapi Bermain

Hospital Story Terhadap

Kecemasan Anak.

Hasil analisa data menggunakan uji statistic Wilcoxon diperoleh skor Z sebesar – 4,596 dengan nilai p sebesar 0,000 dimana p<0,05. Selisih rerata (mean) kecemasan anak sebelum dan sesudah terapi bermain hospital story diperoleh perbedaan sebesar 3,5. Hal ini

(18)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan dapat diartikan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran kecemasan anak sebelum dilakukan terapi bermain hospital story dengan hasil sesudah diberikan terapi bermain hospital story. Sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara terapi bermain hospital story terhadap kecemasan anak.

Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa terapi bermain, khususnya hospital story, juga membantu anak beradaptasi dengan lingkungan dan rutinitas rumah sakit, sehingga anak yang awalnya stress dan cemas menjadi lebih rileks dan kooperatif. (Hart, 1999)

Hospital story adalah suatu aktivitas bermain yang bertujuan memberikan informasi tentang rumah sakit kepada anak dengan mengorientasikan anak terhadap rutinitas dan jadwal rumah sakit, mengidentifikasi pemberi layanan (tim kesehatan) diruang anak, menjawab pertanyaan yang diajukan anak tentang rumah sakit. Aktivitas

tersebut bertujuan

mengorientasikan anak terhadap lingkungan rumah sakit, terutama orientasi personal dan tempat, sehingga anak lebih mengenal lingkungan rumah sakit, kegiatan, rutinitas dan orang-orang yang terlibat dalam mengobati dan merawat dirinya. Perkenalan anak terhadap lingkungan rumah sakit dapat memperluas lapang persepsi anak bahwa rumah sakit bukan lingkungan yang mengancam dan

membahayakan dirinya. Anak merasa lebih aman, sehingga menunjukan penurunan respon kecemasan. (Hart,1999)

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terapi bermain hospital story memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurunkan respon kecemasan anak akibat hospitalisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian sejenis tentang terapi bermain. Menurut penelitian Gariapy yang dilakukan di Quebec Canada dengan 22 responden menggunakan case control study, diperoleh hasil bahwa terapi bermain sangat efektif mengurangi stress pada anak akibat hospitalisasi dan mampu meningkatkan mood anak. Menurut penelitian Veja terapi bermain juga efektif untuk dipergunakan sebagai terapi modalitas untuk mempertahankan perkembangan anak yang menjalani hospitalisasi. Penelitian Utaminingsih di RSU Gresik dengan 24 responden, diperoleh hasil bahwa terapi bermain (games) sangat efektif untuk meningkatkan tingkat adaptasi psikologis anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit tersebut.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut : Sebelum dilakukan terapi bermain hospital story, sebagian besar anak atau 60,7% (17 anak) mengalami kecemasan sedang, setelah dilakukan terapi bermain hospital story, sebagian besar anak atau 57,1% (16 anak) mengalami kecemasan sedang, ada pengaruh yang signifikan antara terapi bermain hospital story

(19)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan terhadap penurunan kecemasan anak

yang dirawat di Ruang Anak RSUD Kraton Pekalongan.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat, (2006), Modul Model Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta: EGC.

Hart, (1999), Therapeutic Play Activities For Hospital Children, St. Louis : Mosby-Year Book Inc.

Setiadi, (2007), Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Yogyakarta : Graha Ilmu. Utaminingsih, (2006), Pengaruh

Terapi Bermain:Games Terhadap Tingkat Adaptasi Psikologis Anak Usia Sekolah di Ruang Anggrek RSU Kabupaten Gresik, http : / www.jiptunair.lib.ac.ad/gdl-s1-2006-utaminingsih.

Yupi Supartini, (2004), Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Jakarta : EGC.

(20)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan

Efektivitas Terapi Murotal dan Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan

Firman Faradisi

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan Prodi DIII Keperawatan, Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan Indonesia

Telepon +6285742320556 Email: firman_pkj@yahoo.co.id

Abstrak: Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh tekanan dan kebanyakan diakibatkan kecelakaan lalulintas. Banyak pasien yang mengalami kecemasan sebelum operasi. Kini telah dikembangkan terapi untuk menangani kecemasan, diantaranya adalah terapi musik dan terapi murotal untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan efektivitas pada kedua terapi dalam menurunkan kecemasan. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment, tipe pre test and post test design. Sample penelitian adalah pasien fraktur ekstremitas di RSI Muhammadiyah Pekajangan. Tehnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Tehnik pengambilan data dengan cara observasi dan wawancara. Analisa data menggunakan uji t-dependent (paired sample t test). Hasil pengkajian sebelum diberikan terapi sebagian besar pasien mengalami cemas sedang. Uji beda tingkat kecemasan dengan terapi musik diperoleh nilai thitung sebesar 8,887 (p = 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak. Artinya pemberian terapi musik efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien. Uji beda tingkat kecemasan dengan terapi murotal diperoleh nilai thitung sebesar 10,920 (p = 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak artinya pemberian terapi murotal efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien. Uji beda tingkat kecemasan dengan terapi musik dan murotal diperoleh nilai thitung sebesar 2,946 (p = 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak artinya pemberian terapi murotal lebih efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien dibandingkan dengan terapi musik.

Kata Kunci: Fraktur, operasi, kecemasan, terapi musik, terapi murotal PENDAHULUAN

Kecelakaan lalulintas sering kali terjadi di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Menurut data kepolisian Republik Indonesia tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kasus. Kasus itu menyebabkan kematian pada 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat dan 8.694 luka ringan dan diperkirakan tiap tahunya akan mengalami peningkatan. Adapun trauma yang sering terjadi pada kasus ini adalah trauma kepala, fraktur (patah tulang),

dan trauma dada (Sujudi, 2008). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau ruda paksa. Pada pasien fraktur akan timbul nyeri dimana hal ini dapat menyebabkan kecemasan pada pasien. Nyeri yang timbul diakibatkan oleh terputusnya kontinuitas jaringan, spasme otot, gerakan fragmen tulang, dan cidera

pada jaringan lunak

(Doengoes,1999).

Penanganan fraktur bisa berupa konservatif ataupun operasi.

(21)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Tindakan operasi terdiri dari reposisi

terbuka, fiksasi interna dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna, dimana didalamnya terdapat banyak prosedur yang harus dilaksanakan (Mansjoer, 2007). Tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan bisa membahayakan bagi pasien. Maka tidak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami.

Beberapa orang kadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Hal ini akan berakibat buruk, karena apabila tidak segera diatasi akan meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang dapat menyebabkan pendarahan baik pada saat pembedahan ataupun pasca operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi (Efendy, 2005).

Kini telah banyak dikembangkan terapi-terapi keperawatan untuk menangani kecemasan ataupun nyeri, salah satunya adalah terapi musik yang dapat mengurangi tingkat kecemasan pada pasien. Terapi musik ini terbukti berguna dalam proses penyembuhan karena dapat menurunkan rasa nyeri dan dapat membuat perasaan klien rileks (Kate and Mucci, 2002). Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian di tahun 1996, Journal of the American Medical Association melaporkan

tentang hasil-hasil suatu studi terapi musik di Austin, Texas yang menemukan bahwa setengah dari ibu-ibu hamil yang mendengarkan musik selama kelahiran anaknya tidak membutuhkan anestesi. Rangsangan musik meningkatkan pelepasan endofrin dan ini menurunkan kebutuhan akan obat-obatan. Pelepasan tersebut memberikan pula suatu pengalihan perhatian dari rasa sakit dan dapat mengurangi kecemasan (Campbell, 2001).

Terapi religi dapat mempercepat penyembuhan, hal ini telah dibukikan oleh berbagai ahli seperti yang telah dilakukan Ahmad al Khadi, direktur utama Islamic Medicine Institute for Education and Research di Florida, Amerika Serikat. Dalam konferensi tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika, wilayah missuori AS, Ahmad Al-Qadhi melakukan presentasi tentang hasil penelitianya dengan tema pengaruh Al-Quran pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Hasil penelitian tersebut menunjukan hasil positif bahwa mendengarkan ayat suci Al-Quran memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan ketegangan urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur secara kuantitatif dan kualitatif oleh sebuah alat berbasis komputer ( Remolda, 2009).

Terapi murotal dan terapi musik dapat menurunkan kecemasan, tetapi apakah terapi murotal itu lebih cepat menurunkan kecemasan dibandingkan terapi musik belum diketahui, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang keefektivan antara pemberian terapi pembacaan Al-Qur’an dengan terapi musik

(22)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan terhadap penurunan kecemasan pada

pasien pre-operasi. Rencana penelitian akan dilakukan di RSI Muhammadiyah Pekajangan. Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Pekajangan adalah rumah sakit umum yang juga menangani bedah tulang. Peneliti memilih RSI Muhammadiyah PKJ karena terdapat kasus yang sesuai dengan kriteria penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian yang meliputi gejala-gejala fisiologis ataupun psikologis dimana beberapa item penilaian kecemasan membutuhkan pengkajian yang tidak segera, akan tetapi pasien harus menginap di Rumah Sakit sehingga dapat dikaji apakah terjadi perubahan setelah diberikan terapi. Item-item yang dimaksud diantaranya adalah item gangguan tidur.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian Quasi eksperiment, tipe pre test and post test design, karena sebelum diberikan perlakuan atau terapi, pasien dikaji terlebih dahulu tingkat kecemasanya kemudian setelah diberi perlakuan atau terapi maka dikaji kembali tingkat kecemasanya, apakah mengalami penurunan tingkat kecemasan atau tidak. Menurut Guy bahwa ukuran minimal sampel yang dapat diterima berdasarkan metode penelitian perbandingan kelompok statis minimal 30 subyek (Hasan, 2002). Sampel dari penelitian ini diambil 30 kasus pre operasi fraktur yang ada selama dua bulan penelitian. Pembagian Sampelnya adalah sebagai berikut: 15 pasien: diberikan terapi musik, 15 pasien: diberikan terapi murotal.

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur

kecemasan yang dalam

penggunaannya menggunakan metode observasi dan wawancara. Alat ukur tingkat kecemasan HRS-A berisi rentang intensitas kecemasan yang dirasakan klien. Untuk mendukung jalanya penelitian, peneliti menggunakan MP3 atau tape recorder yang berisikan musik klasik dan murotal. Lembar observasi yang digunakan peneliti sebagai alat ukur dalam mengukur intensitas nyeri, pada penelitian ini merujuk pada kuisioner kecemasan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) dengan skala 0 sampai 4 untuk setiap item dan dari score <6->27 untuk penentuan tingkat kecemasan akhir. Pada tahun 1961 Hamilton melakukan penelitian dengan instrument HRS-A (1960). Alat ukur kecemasan ini sudah dilakukan uji validitas dan reabilitas dan terbukti menjadi skala ukur kecemasan yang valid dan dapat diterima secara universal (Setyonegoro, 2009).

Pengelolaan dan analisa data hasil penelitian dengan menggunakan software SPSS 10.0. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan Uji T (T-Test), karena uji ini dapat menguji dua sampel independen yang tidak berkolerasi

HASIL PENELITIAN Jenis Kelamin

Berdasarkan distribusi jenis kelamin 30 pasien Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Pekajangan diperoleh hasil seperti pada gambar (gambar 1).

(23)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Laki-laki Perempuan 73,30% 26,70% 66,70% 33,30% F re k u e n s i Jenis Kelamin Musik Murotal 0 2 4 6 8 10 12 Tidak Cemas

Ringan Sedang Berat

0 2 12 1 3 10 2 0 F r e k u e n s i

Tingkat Kecemasan dengan Terapi Musik Seb … Ses … 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Cemas Ringan Sedang Berat

0 4 10 1 8 7 0 0 F re k u e n s i

Tingkat Kecemasan dengan Terapi Murotal

Sebelu m

Gambar 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Analisis Univariate

1. Tingkat Kecemasan Pasien

Sebelum dan Sesudah

mendapatkan Terapi Musik

Berdasarkan hasil distribusi tingkat kecemasan pasien sebelum dan sesudah mendapatkan terapi musik diperoleh hasil bahwa sebelum mendapatkan terapi musik diketahui Sebagian besar termasuk kategori sedang. Sedangkan hasil distribusi mengenai tingkat kecemasan pasien Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Pekajangan sesudah mendapatkan terapi musik diketahui sebagian besar termasuk kategori ringan seperti tampak pada gambar (gambar 2).

Gambar 2. Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum dan sesudah Mendapatkan Terapi Musik 2. Tingkat Kecemasan Pasien

Sebelum dan Sesudah

mendapatkan Terapi Murotal

Hasil distribusi mengenai tingkat kecemasan pasien Rumah Sakit

Islam Muhammadiyah

Pekajangan sebelum

mendapatkan terapi murotal sebagian besar termasuk kategori sedang. Sedangkan hasil distribusi mengenai tingkat kecemasan pasien Rumah Sakit Muhammadiyah Pekajangan sesudah mendapatkan terapi murotal sebagian besar tidak merasakan adanya kecemasan seperti tampak pada gambar

(gambar 3).

Gambar 3. Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum dan sesudah Mendapatkan Terapi Murottal

(24)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan

Hasil Uji Normalitas Kolomogorov

Smirnov

Berdasarkan hasil pengujian normalitas dengan menggunakan metode kolmogorov smirnov diatas diketahui bahwa nilai probabilitas (p) untuk pasien yang diterapi dengan musik pada pre test adalah 0,970 > 0,05 dan pada saat post test adalah 0,985 > 0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berdistribusi normal; sedangkan untuk pasien yang diterapi dengan murotal pada pre test diperoleh nilai probabilitas (p) adalah 0,957 > 0,05 dan pada saat post test adalah 0,613 > 0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berdistribusi normal seperti tampak pada tabel (tabel 1).

Tabel 1. Tabel Hasil Uji Kolmogorof Sminorv

No Kelompok Variabel Kolmog

orov Smirnov

Z

p Keteran

gan

1. Musik Pre Test 0,490 0,970 Normal

Post Test 0,458 0,985 Normal

2. Murotal Pre Test 0,510 0,957 Normal

Post Test 0,758 0,613 Normal

Adapun untuk lebih jelas mengenai perbedaan tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah pemberian terapi musik dapat dilihat pada gambar (gambar 4).

Gambar 4. Grafik Perbandingan Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi Musik

Selanjutnya berikut ini akan dibahas tentang perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan sesudah mendapatkan terapi murotal.

Tabel 2. Hasil Uji Beda Tingkat Kecemasan dengan Terapi Murotal

Kelompok N Mean thitung P Pre Test 15 19,33

10,920 0,000 Post Test 15 6,73

Sumber: data primer diolah, 2011

Tabel 2 di atas merupakan hasil uji beda tingkat kecemasan responden untuk kelompok yang dilakukan terapi dengan murotal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 15.0 for windows diperoleh nilai thitung sebesar 10,920 (p = 0,000 < 0,05)

(25)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan 19,33 6,73 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

Pre test Post test

Perlakuan T in g k a t K e c e m a s a n

sehingga H0 ditolak, artinya tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah terapi murotal terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga pemberian terapi murotal efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien.

Adapun untuk lebih jelas mengenai perbedaan tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah pemberian terapi murotal dapat dilihat pada gambar gambar (gambar 5).

Gambar 5. Grafik Perbandingan Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi Murotal

Selanjutnya berikut ini akan dibahas tentang perbedaan tingkat kecemasan pasien sesudah mendapatkan terapi musik dan murotal.

Tabel 3.Hasil Uji Beda Tingkat Kecemasan dengan Terapi Musik dan Murotal

Kelompok N Mean thitung P

Musik 15 10,33

2,946 0,011

Murotal 15 6,73

Sumber: data primer diolah, 2011

Tabel 3 di atas merupakan hasil uji beda tingkat kecemasan responden untuk kelompok yang

dilakukan terapi dengan musik dan murotal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 15.0 for windows diperoleh nilai thitung sebesar 2,946 (p = 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak, artinya tingkat kecemasan antara sesudah mendapatkan terapi musik dan murotal terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga pemberian terapi murotal lebih efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien dibandingkan dengan terapi musik.

Ketika diperdengarkan musik klasik, maka harmonisasi dalam musik klasik yang indah akan masuk telinga dalam bentuk suara(audio), menggetarkan genderang telinga, mengguncangkan cairan diteling dalam serta menggetarkan sel-sel rambut di dalam koklea untuk selanjutnya melalui saraf koklearis menuju otak dan menciptakan imajinasi keindahan di otak kanan dan otak kiri. Yang akan memberikan dampak berupa kenyamanan dan perubahan perasaan. Perubahan perasaan ini diakibatkan karena musik klasik dapat menjangkau wilayah kiri kortek cerebri (Mindlin, 2009). Dari korteks limbik, jaras pendengaran dilanjutkan ke hipokampus, dan meneruskan sinyal musik ke Amigdala yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah sadar, sinyal kemudian diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus merupakan area pengaturan sebagian fungsi vegetatif dan fungsi endokrin tubuh seperti halnya banyak aspek perilaku emosional, jaras pendengaran diteruskan ke formatio retikularis

(26)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan sebagai penyalur impuls menuju

serat otonom. Serat saraf tersebut mempunyai dua sistem saraf, yaitu saraf simpatis dan para simpatis. Kedua saraf ini dapat mempengaruhi kontraksi dan relaksasi organ-organ. Relaksasi dapat merangsang pusat rasa ganjaran sehingga timbul ketenangan (Ganong, 2005).

Namun dari data yang didapat ternyata lebih efektif menggunakan murotal dibandingkan terapi musik klasik, karena Terapi murotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi. Sedangkan dalam terapi musik, hanya memiliki satu poin saja, yaitu memiliki nada yang indah. Terapi musik memang dapat menurunkan tingkat kecemasan yang dapat terlihat dari menurunya ketegangan, pernafasan, tekanan darah, nadi (respon fisiologis). Akan tetapi setelah terapi musik selesai dilaksanakan, pasien kembali dihadapkan pada kenyataan akan operasi yang akan dihadapinya, sehingga rasa cemas kembali meningkat. Terbukti ketika malam hari pasien kembali merasakan kecemasan, hal ini dapat diketahui ketika peneliti mengkaji post test pada sebagian item yang harus dikaji di pagi hari maka pasien mengeluh tidur tidak pulas, sering kencing dan

lain sebagainya. Adapun pada terapi murotal maka kecemasan baik yang berupa gejala fisiologis ataupun psikologis mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan terdapat 3 orang pasien setelah diberikan terapi murotal mengatakan bahwa mereka merasa lebih tenang dan siap untuk melakukan operasi.

Terapi murotal memberikan dampak psikologis kearah positif, hal ini dikarenakan ketika murotal diperdengarkan dan sampai ke otak, maka murotal ini akan diterjemahkan oleh otak. Persepsi kita ditentukan oleh semua yang telah terakumulasi, keinginan, hasrat, kebutuhan dan pra anggapan (Oriordan, 2002). Keinginan dan harapan terbesar pasien yang akan menjalani operasi adalah agar operasi dapat berjalan lancar dan pasien dapat pulih seperti semula. Maka kebutuhan terbesar adalah kekuatan penyokong, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa (Krishna, 2001). Dengan terapi murotal maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al-Quran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha, merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14HZ. Ini merupakan keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan

stres dan menurunkan

kecemasan(MacGregor, 2001). Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk koping, atau harapan positif pada pasien (Khrisna, 2001).

(27)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan tingkat efektivitas antara pemberian terapi musik dengan terapi pembacaan Al-Qur’an terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre-operasi di Rumah Sakit Islam Pekajangan dapat ditarik simpulan: tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah terapi musik terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga pemberian terapi musik efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien, tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah terapi murotal terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga pemberian terapi murotal efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien, tingkat kecemasan antara sesudah mendapatkan terapi musik dan murotal terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga pemberian terapi murotal lebih efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien dibandingkan dengan terapi musik.

Perlu dipertimbangkan berbagai hal untuk pasien pra operasi sebagai berikut: bagi profesi keperawatan diharapkan untuk senantiasa melaksanakan dan meningkatkan peran mandirinya dalam upaya mengatasi masalah kecemasan pada pasien sebelum pembedahan melalui pemberian terapi musik atau terapi Al-Quran; bagi institusi pendidikan kesehatan diharapkan terus mengkaji berbagai terapi yang lebih efektif dalam penanganan cemas dan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang keperawatan; bagi Rumah Sakit terkait, diharapkan setelah diperoleh hasil yang signifikan maka dapat diterapkan

sebagai terapi tetap dalam proses penyiapan pasien sebelum operasi; dalam pemberian terapi, sebaiknya musik yang diberikan sesuai dengan jenis musik yang disukai oleh pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rinika Cipta.

Brunner dan Suddart, 2002. Keperawatan Medikal Bedah penerjemah Panggabean. Jakarta: EGC.

Butterton, Mary, 2008. Listening to Music in Psychotherapy. Oxford: Radcliffe Publishing. Campbell, D, (2001a). Efek Mozart

bagi Anak, Meningkatkan Daya Pikir, Kesehatan dan Kreativitas Anak Melalui Musik penerjemah Widodo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

________, D(2001b).Efek Mozart: Memanfaatkan kekuatan musik untuk mempertajam pikiran, mengaktifkan kreativitas dan menyehatkan tubuh penerjemah Hermaya. Jakarta: Gramedia. Crish, Y. 2008, Konsep Dasar

Operasi.

http:www.yenibeth.com, tanggal akses : 7-01-2008.. Doengoes, Marlyn, 1999. Rencana

Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Efendy, 2005. Kiat Sukses Menghadapi Operasi. Yogyakarta: Sahabat Setia. Emmoto, 2005. The True of Water,

Berbagai Keajaiban Pada Air. Jakarta: Serambi.

(28)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Ganong, WF, 2005. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Gfeller and Thaut.1999. Music Therapy.

http://www.peacfulmind.com/ music-therapy.htm Tanggal Akses : 10-7-2009.

Grace, 2009. Musik dan Dampak Bagi Kehidupan.WYKN. http://www.in Christ.net. Tanggal Akses 18 februari 2009.

Gusmian, 2005. Ruqyah Terapi Religi Sesuai Sunnah Rasulullah SWT. Jakarta: Pustaka Marwa.

Hadi, A, 2008. Seni dan Religiusitas Spiritualitas Islam.http://bayt-al-hikmah.com Tanggal akses: 12-7-2009.

Hawari, D, 2002. Dimensi Religi dalam Praktik Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Balai Penerbit UI.

Kate and Mucci, 2002. The Healing Sound of Musik penerjemah Prakoso. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Khrisna, A, 2001. Masnawi, Bersama Jalaluddin Rumi Menggapai Langit Biru Tak Berbingkai. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.. Long, B, 2008. Foundation In

Nursing Theory and Practice. http://books.google.co.id. Tanggal akses 10-6-2009. MacGregor, S, 2001. Piece of Mind

Menggunakan Kekuatan Pikiran Bawah Sadar untuk Mencapai Tujuan. Jakarta: Gramedia.

Mansjoer, A dkk, 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:

Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Massion, W, 1999. Pengertian Kecemasan.

http://wangmuba.com Tanggal Akses: 2009/02/13.

Merritt, S, 2003. Simfoni Otak: Aktifitas Musik yang Merangsang IQ, EQ, SQ, untuk Membangkitkan Kreatifitas dan Imajinas, penerjemah Dharma. KAIFA. Bandung. Mindlin, 2009. Brain Music. http:

//www.editinternational.com Tanggal Akses: 13-7-2009. Mukhdam, 2008. Pengaruh Al-Quran

terhadap Organ Tubuh. http.//www.mukhdam.com. Tanggal akses: 14-02-2009. Nancy, E, 2006. Introductory

Medical Surgical Nursing. Edisi 9. E, Lippincott.

Notoatmojo, S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penenlitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Medika Salemba Oriordan, RNL (1a). 2002. Seni

Penyembuhan Alami Seni Penyembuhan Menggunakan Energi Jiwa penerjemah Aristyawati. Bekasi: Gugus Press.

_______, RNL (1b). 2002. Seni Penyembuhan Sufi dengan Pendekatan Kepada Tuhan penerjemah Aristyawati. Bekasi: Gugus Press.

Psycho reseach team, 2008. Pengaruh pembacaan Al-Quran Terhadap Pembentukan Auto-Sugestif.

http://psychologyupdate.com. Tanggal Akses: 12-7-2009.

(29)

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Qadiy, A, 1984. Pengaruh Terapi

Murotal Terhadap Organ Tubuh. http://www.mail-archive.com. Tanggal akses: 28-8-2009.

Remolda, P, 2009. Pengaruh Al-Quran pada Manusia dalam Perspektif Fisiologi dan Psikologi. http://www.the edc.com . Tanggal akses: 14-7-2009.

Setyonegoro, K, 2009 ( adaptet 1982). Pusat Penelitian dan Pengembangan Kalbe Farma. Jakarta: Cermin dunia kedokteran.

Smeltzer, S, 2001. Fraktur Tibia Fibula

http://Wilkipedia.Org/Wiki/Fra ktur. Tanggal Akses:9 Maret 2009.

_________, 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Stuart, Gail, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC, Jakarta.

Sugiono, 2007. Statistika untuk Penelitian. ALVABETA. Bandung.

Sujudi, A, 2008. Berita Kejadian Kecelakaan di Jalan. http:// Pusdiknakes.or.id. Tanggal Akses: 23 Agustus 2009.

Syamsyuhidayat, R.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. EGC. Jakarta.

Tomy, L, 2007. Terapi Musik dalam perspektif otak. http:// www.liveconnector.com. Tanggal Akses :14-7-2009. Tubalawoniy, F, 2007. Pengaruh

Pemberian Terapi Musik terhadap Penurunan Tingkat Nyeri pada Pasien Post

Operasi di Ambon. Skripsi, Semarang. UNDIP.

Wijanarko, Nugroho, 2007. Evektivitas Pemberian Terapi Musik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan di ruang ICU-ICCU Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Skripsi,

Gambar

Tabel  2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Anak Sesudah  Terapi  Bermain Hospital Story Di Ruang Anak RSUD Kraton Pekalongan   No  Tingkat Kecemasan  Frekuensi  Persentase
Gambar 2. Tingkat Kecemasan  Pasien Sebelum dan sesudah  Mendapatkan Terapi Musik  2.  Tingkat  Kecemasan  Pasien
Tabel 1. Tabel Hasil Uji  Kolmogorof Sminorv
Tabel 1. Nilai hasil pre tes dan post  tes dengan metode PBL siklus I
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan kinerja terminal Hamid Rusdi Malang pada tahap awal dapat dilihat dan dievaluasi melalui 12 faktor kinerja Green Terminal yang merupakan hasil penggalian

- PEMBEDAAN ANTARA SATU SALURAN DENGAN SALURAN YANG LAIN DILAKUKAN DENGAN PEMBEDAAN FREKWENSI. • TDMA ( TIME DIVISION

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder laporan keuangan tahunan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dari periode 2011-2015.. Hasil dari penelitian

Kebutuhan ini memberikan dorongan kepada setiap remaja untuk mengembangkan / mewujudkan seluruh potensinya. Dorongan ini merupakan dasar perjuangan setiap individu

Kesimpulan dari penelitian diatas adalah Diskominfo terkait dengan Bidang Penyelenggaraan E-Gov dan Bidang informasi dan Komunikasi publik sudah melakukan aktifitas

Siapkan tekanan negatif di dalam tabung AVM dengan: Menutup klep atau pengatur katup ke depan bawah,tarik tangkai plunger hingga ganjal kiri dan kanan keluar dari

3. Hambatan Komunikasi Interpersonal Dosen Penasehat Akademik dengan Mahasiswa...92.. masukan dan arahan agar mahasiswa memeperoleh prestasi belajar yang memuaskan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan daya dukung dan penurunan pondasi menerus pada lereng tanah pasir tanpa perkuatan dan lereng