• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Prediksi Tinggi Badan Pralansia dan Lansia Berdasarkan Panjang Ulna dan Demi Span (Studi di Kecamatan Bojongsari Kota Depok Tahun 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Prediksi Tinggi Badan Pralansia dan Lansia Berdasarkan Panjang Ulna dan Demi Span (Studi di Kecamatan Bojongsari Kota Depok Tahun 2013)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Model Prediksi Tinggi Badan Pralansia dan Lansia Berdasarkan Panjang

Ulna dan Demi Span (Studi di Kecamatan Bojongsari Kota Depok Tahun

2013)

Mairanti Prastika Putri1 dan Triyanti2

1 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

E-mail: adibah.azka@yahoo.com, triyanti@ui.ac.id

Abstrak

Pengukuran tinggi badan merupakan pengukuran yang penting dalam penilaian status gizi. Namun, pengukuran tinggi badan pada lansia biasa menemui beberapa kesulitan. Model prediksi tinggi badan menggunakan bagian tubuh pengganti yang mudah diukur seperti panjang ulna dan demi span telah dikembangkan pada ras Kaukasia namun hanya sedikit studi yang dikembangkan dari populasi Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model prediksi tinggi badan berdasakan panjang ulna dan demi span yang sesuai untuk populasi Indonesia. Sebanyak 202 pralansia dan lansia (usia ≥ 45 tahun) dengan tubuh sehat (90 laki-laki dan 112 perempuan) dari 30 Posbindu di Kecamatan Bojongsari dilibatkan dalam studi potong lintang ini. Tinggi badan, panjang ulna dan demi span diukur menggunakan microtoise staturemeter dan pita ukur nonelastis menggunakan prosedur standar. Analisis statistik menunjukkan hubungan yang lebih kuat terhadap tinggi badan pada variabel demi span (r=0,933) dibandingkan panjang ulna (r=0,888). Model prediksi tinggi badan yang dihasilkan adalah: tinggi badan(cm) = 65,451 + (3,854 x panjang ulna) –(5,722 x jenis kelamin) – (0,089 x usia) dan tinggi badan(cm) = 49,961 + (1,479 x demi span) – (2,970 x jenis kelamin) – (0,049 x usia) (jenis kelamin: laki-laki=0; perempuan=1). Tinggi badan prediksi berdasarkan panjang ulna dan demi span menggunakan model prediksi dari studi sebelumnya di negara lain tidak menunjukkan kesesuaian yang baik (over estimate) dengan tinggi badan aktual subjek.

Kata kunci: demi span, lansia, model prediksi tinggi badan, panjang ulna, pralansia,

Abstract

Height is an important clinical indicator to assess nutritional status. However, measurements in elderly may impose some difficulties. Height prediction models using surrogate measurement that are easily measured such as ulna length and demi span has been developed for the Caucasian race, but only a few studies were developed from the Indonesian population. The purpose of this study was to develop height prediction model from ulna length and demi span inIndonesian population. A total of 202 healthy pre-elderly and elderly (age ≥ 45 years) which consist of 90 men and 102 women from 30 “Posbindu Lansia” (integrated coaching post for elderly) in Bojongsari subdistrict were included in this cross-sectional study. Height, ulna length and demi span was measured using microtoise staturemeter and nonelastic measuring tape using standard procedures. Statistical analysis showed a stronger correlation to height in demi span (r = 0.933) than ulna length (r = 0.888). Height prediction models derived from this study are: height (cm) = 65.451 + (3.854 x ulna lenght) - (5.722 x gender) - (0.089 x age) and height (cm) = 49.961 + (1.479 x demi span) - (2.970 x gender) -

(2)

(0.049 x age) (gender: male = 0; female = 1). Height prediction models of this study still require further validation in other pre-elderly and elderly populations in Indonesia. Height prediction from ulna length and demi span using prediction models from previous study in others country failed to show good agreement with measured heights of this study.

Keywords: demi spa, elderly, height prediction model, pre-elderly, ulna length

Pendahuluan

Pengukuran tinggi badan merupakan salah satu pengukuran dimensi tubuh yang penting untuk berbagai tujuan. Pada proses asuhan gizi terstandar, data tinggi badan sangat berperan dalam tahapan pengkajian gizi di antaranya dalam penentuan indeks massa tubuh (IMT) dan perhitungan kebutuhan energi menggunakan beberapa formula seperti Mifflin, et al., (1990), Swinamer, et al., (1990) dan Harris & Benedict (1919).1 Namun, kesulitan pengukuran tinggi badan pada posisi berdiri sering dijumpai pada lansia akibat perubahan fisiologis pada tinggi badan dan komposisi tubuh serta berbagai kondisi yang menyebabakan lansia tidak mampu berdiri tegak dan harus berada di kursi roda atau terbaring di tempat tidur (Fatmah, 2008).2

Data tinggi badan yang tidak sesuai akan berdampak pada kesalahan interpretasi dalam berbagai penilaian yang melibatkan data tinggi badan, salah satunya pada penilaian status gizi. Kesalahan sebesar 2,54 cm pada tinggi badan telah cukup berarti mempengaruhi interpretasi indeks massa tubuh.3 Kesalahan pada pengukuran tinggi badan akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap penilaian indeks massa tubuh dibandingkan kesalahan pada pengukuran berat badan.4

Metode alternatif untuk memperoleh data tinggi badan jika pengukuran tinggi badan secara tegak tidak dapat dilakukan di antaranya adalah metode pengukuran bagian tubuh pengganti (surrogate measurement). Namun, pada beberapa kondisi, penentuan tinggi badan melalui surrogate measurement, khususnya untuk bagian tubuh yang telah banyak diteliti seperti panjang depa dan tinggi lutut masih menemui beberapa kendala. Beberapa bagian tubuh tetap sulit diukur pada pasien yang harus berbaring di tempat tidur, duduk di kursi roda, atau memiliki postur yang tidak biasa. Pada pasien yang harus berada pada posisi berbaring dan sulit merentangkan tangan, pengukuran panjang depa akan sulit dilakukan. Pengukuran tinggi lutut juga akan menemui kendalanya saat tidak tersedia peralatan yang memadai atau tidak dilakukan pada posisi yang tepat karena keterbatasan gerak pada pasien. 5

Berbeda dengan bagian tubuh lainnya, panjang ulna yang merupakan jarak antara titik utama pada bagian olecranon hingga titik utama pada bagian styloid dapat diukur dengan mudah dan cepat, baik pada pasien yang terikat dengan kursi roda maupun pasien yang terikat

(3)

dengan tempat tidur.6 British Association of Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) pada tahun 2003 telah mengeluarkan nomogram tinggi badan berdasarkan panjang ulna dan demi span sebagai alternatif penentuan tinggi badan pada instrumen penapisan risiko malnutrisi Malnutrition Universal Screening Tools (MUST).7

Selain panjang ulna, demi span yang merupakan jarak antara titik tengah sternal notch dengan pangkal jari tengah juga menjadi pilihan yang sering digunakan untuk memprediksi tinggi badan pada lansia.8-11 Demi span juga telah digunakan pada berbagai studi longitudinal tingkat nasional.12,13Demi span juga digunakan sebagai pengukuran pengganti untuk tinggi badan pada Health Survey for England (HSE) dan Scottish Health Survey (SHS) karena dapat dengan mudah diukur tanpa menyebabkan ketidaknyamanan.14

Di Indonesia sendiri penelitian prediksi tinggi badan menggunakan panjang ulna dan demi span pada lansia belum dilakukan dan model prediksi yang telah ada masih perlu diuji kesesuaiannya untuk populasi Indonesia. Hal ini dikarenakan terdapat banyak faktor nonpatologis yang mempengarui distribusi karakteristik antopometri seperti usia, jenis kelamin dan area geografis sehingga harus disertakan dalam perhitungan.15 Rumus prediksi tinggi badan menggunakan bagian tubuh pengganti seperti panjang ulna, demi span, dan bagian tubuh lainnya hanya berlaku pada populasi yang spesifik baik dari segi ras, usia, dan jenis kelamin.16 Hal tersebut semakin mengarahkan bahwa penelitian mengenai panjang ulna dan demi span sebagai prediktor tinggi badan yang sesuai untuk karakteristik populasi Indonesia pada kelompok pralansia dan lansia perlu dilakukan karena terdapat berbagai keunggulan yang ditawarkan dua bagian tubuh ini di samping kebutuhan akan solusi alternatif untuk mengatasi berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh model prediksi tinggi badan sebelumnya.

Tinjauan Teoritis

Pralansia (prasenilis) didefinisikan sebagai penduduk yang berusia 45-59 tahun, sementara lansia didefinisikan sebagai penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. 17 Postur tubuh lansia biasanya dipengaruhi oleh osteoporosis yang dapat meningkatkan risiko retak dan patah tulang, tubuh bungkuk, kehilangan tinggi badan, dan sakit punggung.18 Wanita menopause secara alami memiliki risiko untuk menderita osteoporosis karena pengurangan massa tulang telah terjadi sejak lima tahun sebelum menopause. Menopause umumnya terjadi pada wanita pada beberapa tahun setelah memasuki usia pralansia. Semakin dini terjadinya menopause maka semakin dini terjadinya penurunan massa tulang pada wanita yang dapat berpengaruh pada tinggi badannya.19  

(4)

Tinggi badan merupakan jarak antara puncak kepala (vertex) sampai telapak kaki dalam posisi berdiri tegak pada lantai yang rata, tidak menggunakan alas kaki, kepala sejajar dataran Frankfurt, kaki menyatu, lutut lurus, tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding. Tinggi badan biasa diukur secara akurat menggunakan stadiometer.20 Metode alternatif yang banyak diteliti dan dikembangkan untuk memperoleh data tinggi badan jika tidak dapat diukur pada posisi tegak adalah metode prediksi tinggi badan melalui pengukuran pengganti pada bagian tubuh lain (surrogate measurements). Prediksi tinggi badan menggunakan bagian tubuh pengganti biasanya memanfaatkan hubungan tulang panjang pada tungkai atas dan bawah dengan tinggi badan. Tulang-tulang panjang pada tungkai atas secara umum memiliki hubungan isometri yang sangat dekat dengan tinggi badan. Hal ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan tulang-tulang panjang tungkai atas memiliki proporsi yang konstan terhadap tinggi badan manusia. Rasio antara berbagai tulang tubuh bergantung pada umur, jenis kelamin dan ras. Prediksi tinggi badan menggunakan tulang-tulang panjang harus mempertimbangkan variasi-variasi tersebut.21

Ulna merupakan salah satu tulang panjang pada anggota gerak atas yang diketahui memiliki rasio tertentu dengan tinggi badan dan tumbuh dengan proporsi yang konstan terhadap tinggi badan. 21 Panjang ulna merupakan jarak dari titik utama pada bagian siku (olecranon) hingga titik utama pada bagian tulang yang menonjol pada pergelangan tangan (styloid).7 Pada studi yang dilakukan di India dan Inggris ditemukan bahwa panjang ulna berhubungan erat dengan tinggi badan. 22, 5 Demi span merupakan jarak antara titik tengah tulang sternum dengan pangkal jari tengah. 7 Berbagai studi di antaranya pada Ras Kaukasia dan Malaysia juga membuktikan hubungan yang kuat antara demi span dengan tinggi badan. 23-26

Metode Penelitian

Pada studi ini diteliti hubungan variabel independen jenis kelamin, usia, panjang ulna, dan demi span terhadap variabel dependen tinggi badan. Studi potong lintang ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 di 30 wilayah posbindu yang dipilih secara acak dari 64 wilayah posbindu di Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Pada setiap posbindu terpilih diambil 5-7 orang responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek yang dilibatkan pada studi ini adalah pralansia (45-59 tahun) dan lansia (≥ 60 tahun) yang masih dapat berdiri tegak, berjalan serta tidak terikat pada kursi roda atau tempat tidur. Subjek dieksklusi jika memiliki kondisi yang dapat mempengaruhi pengukuran tinggi badan, panjang ulna, dan demi span seperti tubuh bungkuk, kekakuan pada sendi, tulang tangan bengkok, dan riwayat patah tulang pada bagian tangan. Perhitungan sampel minimal menggunakan rumus untuk uji koefisien

(5)

korelasi Pearson diperoleh sampel minimal sebanyak 174 orang. Namun, pada akhir penelitian diperoleh sebanyak 202 subjek yang terdiri dari 101 pralansia dan 101 lansia.

Data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran langsung menggunakan microtoise staturemeter dari puncak kepala sampai telapak kaki dengan posisi berdiri tegak pada lantai yang rata, tidak menggunakan alas kaki, kepala sejajar dataran Frankfurt, lutut lurus, kaki menyatu, serta tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding.20 Panjang ulna diukur menggunakan pitameter nonelastis dari titik utama pada olecranon process hingga titik utama pada styloid process pada posisi siku kiri ditekuk dan tangan diletakkan pada sisi bahu yang berlawanan. Demi span diukur dengan merentangkan pitameter nonelastis dari pangkal jari tengah (finger roots) hingga cekungan bawah leher (sternal notch) pada posisi tangan kanan direntangkan lurus ke samping.7 Pengukuran dilakukan oleh tiga orang mahasiswa Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Semua pengukuran dilakukan dengan ketelitian hingga 0,1 cm dan dilakukan sebanyak tiga kali lalu dicari rata-rata dari dua hasil pengukuran terdekat untuk mengurangi potensi kesalahan intra observer.

Analisis statistik dilakukan menggunakan program pengolah data. Statistik deskriptif yang meliputi mean, standar deviasi, nilai minimum, nilai maksimum dan distribusi frekuensi digunakan untuk menggambarkan variabel yang diteliti. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan arah hubungan antara usia, panjang ulna, demi span dengan tinggi badan. Uji beda dua mean dilakukan untuk mengetahui kemaknaan perbedaan antara rata-rata tinggi badan kelompok laki-laki dan perempuan. Analisis multivariat untuk mendapatkan dua model yaitu tinggi badan berdasarkan panjang ulna, jenis kelamin dan usia serta tinggi badan berdasarkan demi span, jenis kelamin, dan usia dilakukan secara terpisah menggunakan regresi linear ganda. Pengujian asumsi yang meliputi uji eksistensi, independensi, linearitas, homokedasitas, normalitas, dan multikolinearitas dilakukan untuk memastikan kevalidan kedua model akhir yang dihasilkan.

Perhitungan adjusted R2 menggunakan Formula Stein digunakan sebagai metode validasi silang.8 Formula Stein digunakan untuk menghitung penyusutan kekuatan prediksi pada model. Pengurangan kekuatan prediksi ini dihitung dari selisih adjusted R2 dari Formula Stein dengan nilai R2 model pada output program pengolah data. Selisih yang kecil menunjukkan bahwa model memiliki validitas silang yang baik.27

Perhitungan tinggi badan prediksi menggunakan enam model yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya dilakukan menggunakan program microsoft excel. Data tinggi badan prediksi tersebut kemudian dianalisis kembali menggunakan program pengolah data untuk dikomparasikan dengan tinggi badan aktual subjek.

(6)

Hasil Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 202 orang yang terdiri dari 101 orang (50 %) pralansia (45-59 tahun), 61 orang (30,2 %) lansia muda (60-69), 34 orang (16,7 %) lansia menengah (70-79 tahun), dan 6 orang (3 %) lansia tua (≥80 tahun). Rata-rata usia subjek adalah 59,88 ± 9,63 tahun. Subjek laki-laki berjumlah 90 orang (44,6 %) dan subjek perempuan berjumlah 112 orang (55,4 %).

Rata-rata tinggi badan subjek adalah 153,35±7,99 cm. Rata-rata tinggi badan laki-laki adalah 160,29±5,46 cm dan rata-rata tinggi badan perempuan adalah 147,77±4,61 cm. Rata-rata panjang ulna subjek adalah 25,01±1,32 cm. Rata-Rata-rata panjang ulna kelompok laki-laki adalah 25,99±1,19 cm dan rata-rata panjang ulna kelompok perempuan adalah 24,23±0,79 cm. Rata-rata demi span subjek adalah 73,03±4,23 cm. Rata-rata demi span kelompok laki-laki adalah 76,61±2,86 cm dan rata-rata demi span perempuan adalah 70,15±2,66 cm.

Hasil uji beda dua mean menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rata-rata tinggi badan pada kelompok laki-laki dan perempuan (p<0,05). Dari uji korelasi Pearson diperoleh informasi mengenai hubungan antara usia, panjang ulna, demi span dengan tinggi badan. Semua variabel memiliki hubungan yang bermakna dengan tinggi badan (p<0,05). Usia dan tinggi badan memiliki hubungan negatif dengan kekuatan hubungan lemah pada kelompok gabungan (r=-0,189) dan laki-laki (r=-0,238) serta kekuatan hubungan sedang pada kelompok perempuan (r=-0,370). Panjang ulna dan tinggi badan memiliki hubungan positif dengan kekuatan hubungan sangat kuat (r=0,815 pada kelompok laki-laki; r=0,764 pada kelompok perempuan; r=0,888 pada kelompok gabungan). Demi span dan tinggi badan memiliki hubungan positif dengan kekuatan hubungan sangat kuat (r=0,863 pada kelompok laki-laki; r=0,812 pada kelompok perempuan; dan r=0,933 pada kelompok gabungan). Seluruh variabel independen lulus uji bivariat (p<0,25) sehingga memenuhi syarat untuk disertakan dalam analisis multivariat.

Tabel 1 Pemodelan Tinggi Badan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Panjang Ulna

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta

(Constant) 65,451 6,024 10,866 0,001*

Jenis Kelamin -5,722 0,569 -0,357 -10,057 0,001*

Usia -0,089 0,022 -0,107 -4,019 0,001*

Panjang Ulna 3,854 0,217 0,636 17,77 0,001* Variabel dependen: tinggi badan

*signifikan pada α ≤ 0,05

(7)

Tabel 2 Pemodelan Tinggi Badan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Demi Span Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) 49,961 5,998 8,329 0,001*

Jenis Kelamin -2,970 0,606 -0,185 -4,900 0,001*

Usia -0,49 0,021 -0,060 -2,396 0,018*

Panjang Demi Span 1,479 0,072 0,782 20,412 0,001*

Variabel dependen: tinggi badan *signifikan pada α ≤ 0,05

R = 0,941; R2 = 0,886; Adjusted R2 = 0,884

Pada tahapan analisis multivariat dilakukan dua pemodelan secara terpisah untuk memperoleh dua model berdasarkan dua bagian tubuh yang berbeda yaitu panjang ulna dan demi span. Statistik pemodelan ditampilkan pada tabel 1 dan 2. Nilai signifikansi pada tabel 1 dan 2 menginformasikan bahwa semua variabel dapat dipertahankan di dalam model (p<0,05). Setelah memenuhi uji keenam uji asumsi diperoleh dua model akhir sebagai berikut:

TB Model I= 65,451 – 5,722 (JK) – 0,089 (U) + 3,854 (PU) TB Model II= 49,961 – 2,970 (JK) – 0,049 (U) + 1,479 (DS) Keterangan:

TB = Tinggi Badan (dalam centimeter)

JK = Jenis Kelamin (0 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan) U = Usia (dalam tahun)

PU = Panjang Ulna (dalam centimeter) DS = Demi Span

Validitas kedua model prediksi kemudian diuji menggunakan formula Stein. Adjusted R2 pada setiap model kemudian dihitung dengan mengganti n dengan jumlah sampel (202), k dengan jumlah prediktor (3) dan R2 dengan 0,864 untuk model I dan 0,886 untuk model II. Adjusted R2 berdasarkan formula Stein pada model I dan II adalah 0,859 dan 0,882. Penyusutan kekuatan prediksi pada model I (0,864 - 0,859 = 0,005 atau 0,5 %) dan model II (0,886 – 0,882 = 0,004 atau 0,4 %) yang sangat kecil menunjukkan bahwa validitas silang dari kedua model ini sangat baik. Penyusutan yang sangat kecil ini tidak memberi banyak pengaruh pada kekuatan prediksi dari model. Hal ini mengindikasikan bahwa model dapat digeneralisasi dan valid untuk memprediksi tinggi badan pada pralansia dan lansia.

(8)

Tabel 3 Perbandingan Tinggi Badan Aktual Subjek dengan Tinggi Badan Prediksi

No Tinggi Badan (cm) Prediktor

Laki-Laki Perempuan Rata-Rata Tinggi Badan (cm) Rata-Rata Selisih dengan Tinggi Badan Aktual (cm) Rata-Rata Tinggi Badan (cm) Rata-Rata Selisih dengan Tinggi Badan Aktual (cm) 1 Aktual - 160,29 ± 5,46 - 147,77 ± 4,61 -

2 Putri (2013) Demi Span 160,33 ± 4,35 0,04 147,77 ± 4,09 0,00

3 Bassey (1986) Demi Span 165,05 ± 3,99 5,04 154,80 ± 3,59 7,03

4 Hirani et al.

(2010) Demi Span 167,69 ± 4,11 7,4 150,01 ± 4,12 2,24

5 Shahar & Pooy (2003) Demi Span 161,44 ± 3,80 1,15 155,90 ± 3,48 8,13 6

Ngoh, Sakinah & Amylia (2012)

Demi Span 163,28 ± 4,08 2,99 150,82 ± 3,94 3,05

7 Putri (2013) Panjang Ulna 160,29 ± 4,74 0,00 147,78 ± 3,34 0,01 8 Barbosa, et al

(2012) Panjang Ulna 167,89 ± 3,80 7,6 158,45 ± 2,60 10,68

9 Ilayperuma

(2010) Panjang Ulna 166,00 ± 3,13 5,71 154,44 ± 2,79 6,67

Tabel 3 menampilkan rata-rata tinggi badan prediksi menggunakan panjang ulna dan demi span dari penelitian sebelumnya dan rata-rata tinggi badan aktual subjek. Tinggi badan Putri (2013) menunjukkan kesesuaian yang paling baik dengan tinggi badan aktual dengan rata-rata selisih < 0,1 cm. Hal ini wajar terjadi karena persamaan diturunkan dari populasi yang sama dengan populasi uji. Persamaan lainnya cenderung over estimate dalam memprediksi tinggi badan subjek penelitian. Secara umum, tinggi badan dari persamaan populasi Malaysia adalah yang paling mendekati tinggi badan actual subjek.Tinggi badan prediksi menggunakan persamaan Barbosa et al. (2012) diketahui memiliki selisih paling besar dengan tinggi badan aktual, baik pada kelompok laki-laki maupun perempuan.

Pembahasan

Rata-rata tinggi badan responden pada penelitian ini adalah 153,35±7,99 cm. Temuan pada studi ini hanya 0,45 cm lebih tinggi dari rata-rata tinggi badan lansia Jakarta (rata-rata usia 64,3 tahun) yaitu 152,9 ±7,2 cm. 28 Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata tinggi badan lansia Malaysia (> 60 tahun) yaitu 155,78±9,55 cm. 29 Rata-rata tinggi badan lansia pada studi ini juga lebih rendah dibandingkan temuan pada lansia di Hongkong yaitu 163,3 ±5,6 c m pada laki-laki dan 150,9 ±5,3 cm pada perempuan 30. Temuan ini juga jauh lebih rendah dari rata-rata tinggi badan lansia di Inggris yaitu 171,5± 6,9 pada laki-laki dan 157,7±6,1 pada perempuan hirani. Pada semua studi ditemukan pola yang sejalan yaitu rata-rata tinggi badan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.

(9)

Rata-rata panjang ulna subjek pada penelitian ini adalah 25,01±1,32 cm. Rata-rata panjang ulna kelompok laki-laki adalah 25,99±1,19 cm dan perempuan berada pada kisaran 24,23±0,79 cm. Di Indonesia, data yang tersedia mengenai panjang ulna masih sangat terbatas. Namun, rata-rata panjang ulna pada studi ini memiliki selisih yang bervariasi jika dibandingkan dengan temuan beberapa studi serupa yang dilakukan di Asia. Temuan pada studi ini lebih tinggi dibandingkan temuan pada studi terhadap lansia di Hongkong di mana rata-rata panjang ulna lansia adalah 24,5±1,4 cm pada laki-laki dan 23,1±1,3 cm pada perempuan. 30 Namun, temuan pada studi ini cenderung lebih rendah dibandingkan temuan pada studi yang dilakukan di India dan Sri Lanka. Pada studi yang dilakukan terhadap subjek di India dengan rentang usia 18-28 tahun ditemukan bahwa rata-rata panjang ulna adalah 26,86±1,34 cm pada laki-laki dan 21,68±0,87 cm pada perempuan.31 Pada studi terhadap subjek di Sri Lanka dengan rentang usia 20-23 tahun ditemukan bahwa rata-rata panjang ulna adalah 27,56±1,30 cm pada laki-laki dan 25,11±1,24 cm pada perempuan.22 Jika dikomparasikan dengan panjang ulna lansia Eropa, temuan pada studi ini sedikit lebih tinggi. Rata-rata panjang ulna lansia Inggris dan Portugis (> 65 tahun) adalah 25,9±1,3 cm dan 24,8±1,7 cm pada lansia Inggris dan Portugis laki-laki, serta 23,4±1,5 cm dan 22,2±1,1 cm pada lansia Inggris dan Portugis perempuan. 5 Secara umum, pada semua studi ditemukan pola yang sejalan yaitu rata-rata panjang ulna pada kelompok laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Rata-rata demi span subjek penelitian adalah 73,03±4,23 cm. Rata-rata demi span kelompok laki-laki adalah 76,61±2,86 cm. Angka ini terpaut cukup jauh dengan rata-rata demi span kelompok perempuan yang berada pada angka 70,15±2,66 cm. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan temuan pada studi terhadap demi span lansia Malaysia yaitu 75,0 ±3,8 cm pada laki-laki dan 68,5±4,3 cm pada perempuan ngoh.26 Namun, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata demi span lansia di Inggris yaitu, 81,4±3,8 cm pada laki-laki dan 74,0±3,4 cm pada perempuan.25 Temuan pada studi ini belum dapat dikomparasikan dengan temuan lainnya di Indonesia karena masih terbatasnya literatur terkait studi serupa.

Hubungan usia dan tinggi badan digambarakan oleh koefisien korelasi (r) sebesar -0,189 pada kelompok gabungan, sebesar -0,238 pada kelompok laki-laki, dan sebesar -0,370 pada kelompok perempuan. Hasil uji tersebut menginformasikan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara usia dengan tinggi badan dengan kekuatan hubungan lemah pada kelompok gabungan dan laki-laki, kekuatan hubungan sedang pada kelompok perempuan serta bentuk hubungan negatif. Koefisien korelasi (r) usia dengan tinggi badan pada studi ini hanya sedikit

(10)

berbeda dengan temuan di Malaysia yaitu sebesar 0,192 pada kelompok gabungan, sebesar -0,244 pada kelompok laki-laki, dan sebesar -0,268 pada kelompok perempuan.26

Hubungan negatif pada kedua studi menunjukkan pola yang berlawanan antara pertambahan usia dengan tinggi badan yang dapat diartikan bahwa semakin bertambah usia seseorang maka semakin menurun tinggi badannya. Selain itu dapat disimpulkan bahwa tinggi badan lebih berhubungan dengan usia pada kelompok perempuan dibandingkan laki-laki yang dibuktikan dengan koefisien korelasi yang bernilai lebih besar pada perempuan yaitu - 0,370 pada studi ini dan -0,268 pada studi di Malaysia. 26

Pada uji korelasi panjang ulna dan tinggi badan diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,815 untuk kelompok laki-laki, 0,764 untuk kelompok perempuan, dan 0,888 untuk kelompok laki-laki dan perempuan. Hasil uji tersebut menginformasikan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara panjang ulna dengan tinggi badan dengan kekuatan hubungan sangat kuat dan bentuk hubungan posistif. Hubungan sangat kuat dan berbentuk positif ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi seseorang maka semakin panjang ulnanya. Korelasi panjang ulna dan tinggi badan pada studi ini sedikit berbeda dengan studi di Inggris di mana hubungan panjang ulna dan tinggi badan lebih erat pada perempuan dibandingkan laki-laki. Pada studi terhadap lansia tersebut ditemukan koefisien korelasi (r) sebesar 0,692 pada laki-laki dan 0,766 pada perempuan.5 Pada studi di India juga ditemukan hubungan yang lebih erat pada perempuan yaitu 0,68 sedangkan pada laki-laki sebesar 0,65.31 Penyebab perbedaan ini dimungkinkan akibat perbedaan etnis dan wilayah geografis.

Korelasi demi span dan tinggi badan adalah sebesar 0,863 untuk kelompok laki-laki, 0,812 untuk kelompok perempuan, dan 0,933 untuk kelompok laki-laki dan perempuan. Nilai tersebut menginformasikan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara panjang demi span dengan tinggi badan dengan kekuatan hubungan sangat kuat dan bentuk hubungan posistif. Hubungan sangat kuat dan berbentuk positif ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi seseorang maka semakin panjang demi spannya. Hasil studi ini sejalan dengan studi sebelumnya yang dilakukan pada lansia di Malaysia yang menemukan koefisien korelasi (r) demi span dan tinggi badan sebesar 0,76 pada laki-laki dan 0,7 pada perempuan.24 Pada kedua studi ditemukan bahwa hubungan demi span dengan tinggi badan lebih erat pada laki-laki. Namun, pada studi Ngoh, Sakinah, dan Amylia (2012) ditemukan hal yang berkebalikan. Pada studi tersebut ditemukan hubungan demi span dengan tinggi badan yang lebih erat pada perempuan. Yaitu koefisien korelasi (r) sebesar 0,759 pada laki-laki dan 0,803 pada perempuan. 26 Penyebab perbedaan ini belum dapat dijelaskan secara pasti.

(11)

Pada tahapan analisis multivariat dihasilkan dua model prediksi tinggi badan. Kedua model prediksi ini dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi badan pralansia dan lansia dengan mengetahui ukuran demispan atau ulna serta usia dan jenis kelamin. Berdasarkan nilai R square, kedua model prediksi ini dapat dikatakan baik digunakan untuk memprediksi tinggi badan karena dapat menjelaskan tinggi badan sebesar 88,6 % dengan model prediksi menggunakan demi span dan sebesar 86,4 % dengan model prediksi menggunakan panjang ulna.

Variabel yang paling berhubungan dengan tinggi badan pada model pertama secara berturut-turut adalah panjang ulna, jenis kelamin dan usia, sedangkan pada model prediksi kedua secara berturut-turut adalah demi span, jenis kelamin, dan usia. Meskipun kedua model baik dalam menjelaskan tinggi badan, model prediksi kedua yang menggunakan prediktor utama demi span lebih dapat menjelaskan tinggi badan lansia dan pralansia dibandingkan model prediksi pertama yang menggunakan prediktor utama panjang ulna. Hal ini dibuktikan dengan nilai R square yang lebih besar pada demi span.

Pada pengujian validitas menggunakan formula Stein, penyusutan R square yang terjadi sangat kecil yaitu 0,005 pada model Ulna dan 0,004 pada model demi span. Hal ini menunjukkan bahwa validitas silang dari kedua model ini sangat baik. Penyusutan yang sangat kecil ini tidak memberi banyak pengaruh pada kekuatan prediksi dari model. Hal ini mengindikasikan bahwa model dapat digeneralisasi dan valid untuk memprediksi tinggi badan pada pralansia dan lansia.

Pada penelitian ini dievaluasi pengaplikasian beberapa model prediksi tinggi badan dari studi sebelumnya di negara lain pada populasi Indonesia dengan menganalisis perbedaan antara rata-rata tinggi badan dari beberapa model prediksi dengan rata-rata tinggi badan aktual responden. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa seluruh model cenderung over-estimate untuk memprediksi tinggi badan dan tidak cocok digunakan untuk populasi Indonesia. Secara umum, tinggi badan prediksi menggunakan persamaan dari Populasi Malaysia adalah yang paling mendekati tinggi badan aktual subjek. Hal ini dimungkinkan karena kedua populasi masih berada pada populasi ras yang sama. Sementara itu, tinggi badan prediksi menggunakan persamaan Barbosa et al., (2012) adalah yang paling besar rata-rata selisihnya dengan tinggi badan aktual subjek yaitu sebesar 7,6 cm pada laki-laki dan 10,68 cm pada perempuan. Besarnya perbedaan ini dapat terjadi karena persamaan tersebut diturunkan dari populasi yang jauh berbeda yaitu pupulasi kulit putih di Eropa. Hal ini semakin menunjukkan bahwa rumus prediksi tinggi badan menggunakan pengukuran pengganti (surrogate measurements) seperti

(12)

panjang ulna, demi span, dan bagian tubuh lainnya hanya berlaku pada populasi yang spesifik baik dari segi etnis, usia, dan jenis kelamin. 16

Hasil evaluasi tersebut semakin menguatkan bahwa penelitian mengenai panjang ulna dan demi span sebagai prediktor tinggi badan yang sesuai untuk karakteristik populasi lansia Indonesia memang perlu dilakukan untuk mengatasi berbagai kekurangan yang dimiliki oleh model prediksi tinggi badan sebelumnya. Dua model prediksi tinggi badan yang dihasilkan pada penelitian ini telah mencoba menjawab tantangan tersebut. Validitas internal yang baik dari model ini menunjukkan bahwa persamaan ini dapat diperhitungkan sebagai pilihan untuk memprediksi tinggi badan pralansia dan lansia Indonesia. Namun, penggunaan model prediksi tinggi badan ini secara luas di Indonesia masih membutuhkan studi validasi di luar populasi karena sangat mungkin untuk terjadi pergeseran nilai yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik penduduk di setiap daerah, disamping karena jumlah dan cakupan wilayah sampel yang kecil pada penelitian ini.

Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan yang bermakna antara rata-rata tinggi badan kelompok laki-laki dan perempuan. Tinggi badan diketahui paling berkorelasi dengan usia pada kelompok perempuan. Terdapat pola hubungan positif yang bermakna dan sangat kuat antara panjang ulna dan demi span dengan tinggi badan. Hubungan antara panjang ulna dan demi span dengan tinggi badan yang lebih kuat ditemukan pada kelompok laki-laki. 2. Pada studi ini diperkenalkan model prediksi tinggi badan untuk pralansia dan lansia

berdasarkan bagian tubuh panjang ulna. Panjang ulna bersama-sama dengan variabel jenis kelamin dan usia dapat menjelaskan variabel tinggi badan sebesar 86,4 %,

TB = 65,451 – 5,722 (JK) – 0,089 (U) + 3,854 (PU) Keterangan:

TB = Tinggi Badan (dalam centimeter)

JK = Jenis Kelamin (0 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan) U = Usia (dalam tahun)

PU = Panjang Ulna (dalam centimeter)

3. Pada studi ini diperkenalkan model prediksi tinggi badan untuk pralansia dan lansia berdasarkan demi span. Demi span bersama-sama dengan variabel jenis kelamin dan usia dapat menjelaskan variabel tinggi badan sebesar 88,6 %.

(13)

Keterangan:

TB = Tinggi Badan (dalam centimeter)

JK = Jenis Kelamin (0 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan) U = Usia (dalam tahun)

D = Demi span (dalam centimeter)

4. Bersama variabel usia dan jenis kelamin, demi span lebih dapat menjelaskan tinggi badan dibandingkan panjang ulna. Namun begitu, kedua model dapat saling melengkapi dalam praktik di lapangan.

Saran

1 Model prediksi tinggi badan yang diperoleh dari studi ini diharapkan dapat disosialisasikan ke instansi yang terkait dengan pelayanan lansia seperti rumah sakit, puskesmas, dan posyandu lansia untuk memberikan kemudahan pada pelayanan gizi dan kesehatan lansia di wilayah Jawa Barat.

2 Model prediksi ini dapat dijadikan sebagai metode pengukuran tinggi badan alternatif bagi pralansia dan lansia yang terikat dengan kursi roda dan tempat tidur, atau yang berada pada perawatan di Intensive Care Unit (ICU).

3 Pengaplikasian model prdiksi tinggi badan yang berasal dari ras dan kelompok usia lain pada pralansia dan lansia Indonesia sebaiknya memperhatikan potensi under estimate dan over estimate yang cukup besar yang telah dibuktikan melaui penelitian ini

4 Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan pengembangan model prediksi tinggi badan dengan prediktor panjang ulna dan demi span pada berbagai wilayah dan etnis di Indonesia untuk menemukan model yang representatif untuk populasi pralansia dan lansia di Indonesia disamping untuk memvalidasi temuan pada penelitian ini.

5 Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan studi komparasi antara penggunaan prediktor demi span dan panjang ulna dengan prediktor lain yang pernah diteliti di Indonesia (tinggi lutut, panjang depa, dan tinggi duduk) agar diperoleh informasi mengenai prediktor yang paling praktis dan akurat untuk memperkirakan tinggi badan pralansia dan lansia pada populasi Indonesia

6 Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan studi komparasi IMT yang diturunkan dari berbagai prediktor tinggi badan agar diperoleh informasi mengenai prediktor yang paling sensitif dan spesifik untuk penilaian status gizi pralansia dan lansia pada populasi Indonesia.

(14)

Daftar Referensi

1. Charney, Pamela & Malone, Ainsley. ADA pocket guide to nutrition assessment (Second edition). Chicago: American Dietetic Association.

2.Fatmah. (2008). Model prediksi lansia etnis Jawa berdasarkan tinggi lutut, panjang depa dan tinggi duduk. Disertasi. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

3.Hendershot, K.M., Robinson, L., Roland, J., Khashayar, V., Rizzo, A.G., Fakhry, S.M. (2006). Estimated height, weight and body mass index: Implications for research and patient safety. J. American College of Surgeons 203 (6): 887-893

4.Clarkson DM (2012) Patient weighing: standardization and measurement. Nursing Standart, 26 (29): 33-37

5.Barbosa, VM, Stratton, RJ, Lafuente E, & Elia M. Ulna length to predict height in English and Portuguese patient population. European Journal of Clinical Nutrition. 66: 209-215 6.Elia, M (Chairman and Editor). (2003). The ‘MUST’ report. Nutritio al screening for adults:

a multidisciplinary responsibility. Development and use of the ‘Malnutrition Universal Screening Tool’ (MUST) for adults. A report by the Malnutrition Advisory Group of The British Association for Parenteral and Enteral Nutrition.

7.Todorovic, vera, Chrictine Russell and Marinos Elia. (2011). The Malnutrition Universal Screening Tool (MUST) explanatory booklet: A guide to the Malnutrition Universal Screening Tool (MUST) for adults. Redditch: British Association for Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN).

8.Hughes J, Smithers G, Gay C, Clarke P, Smith P, Lowe C, Prentice A, Bates C, Whitelaw M & Bingham S. (1995). The British National Diet and Nutrition Survey of people aged 65 years or over: protocol and feasibility study. Proc Nut Soc 54(3): 631-644

9.Chan M, Lim, Y, Ernest A & Tan T. (2010). Height prediction formula for middle-aged (30-55 y). Caucasians Nutrition 26: 1075-1081.

10.Nishiwaki Y, Michikawa T, Eto N & Takebayashi T. (2011). Body mass index misclasifcation due to kyphotic posture in Japanese community-dwelling adults aged 65 years and older. J Gerontol A Biol Med Sci 66 (3): 326-331

11.Lorefalt B, Anderson A, Wirehn A & Wilhelmsson S (2011). Nutritional status and health care costs for the elderly living in municipal residential homes-An intervention study. Journal of Nutrition Health Ageing 15 (2): 92-97

(15)

12.Morgan K .(1998). The Nottingham Longitudinal Study of Activity and Ageing: a methodological overview. Age Ageing 27: 5-11

13.Gray L. Batty GD, Craig P, Stewart C, Whyte B, Finlayson A & Leyland AH. (2010). The Scottish Health Surveys Cohort: lingkage of study participants to routinely collected records for mortality, hospital discharge, cancer and offspring birth characteristics in three nation wide studies. International Journal of Epidemiology 39(2): 345-350

14.Bromley C, Sporston K, Shelton N (2005). The Scottish health survey 2003: volume 2: adults. http://www.scotland.goc.uk/Resource/Doc/76169/0019729.pdf. [15 Maret 2013] 15.Perissinotto E., Pisent, C., Sergi, G., Grigoletto, F., Enzi, G. 2002. Antropometric

measurements in the elderly: age and gender differences. British Journal of Nutrition 87: 177-186

16.Duyar, Izzet and Can Pelin. (2010). Estimating body height from ulna length: need of a population-specific formula. Eurasian Journal of Anthropology, 1 (1), 11-17.

17.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan 2011-2014. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

18.Takao. 2001. Risk factors for osteoporosis in Asia. Journal of Bone and Mineral Metabolism. 19: 133-141

19.Mulyati, Sri, Agus Triwinarto, & Basuki Budiman(2006). Konsumsi Isoflavon berhubungan dengan usia menopause. Universa Medicina, Vol. 25 (4): 148-154

20.Gibsond, Rosalind S. (2005). Principle of nutritional assessment (second edition). New York: Oxford University Press.

21.Meadows, Lee and R.L. Jantz. (1995). Allometric secular change in the long bones from the 1800’s to the present. Journal of Forensic Science, 40 (5), 762-767.

22.Ilayperuma, Isurani, G. Nanayakkara and N. Palahepitiya. (2010). A model for the estimation of personal stature from the length of forearm. Journal of Department of Anatomy Faculty of Medicine University of Ruhuna,Vol 28 (4): 1081-1086.

23.Bassey, EJ. (1986). Demi span as a measure of skeletal size. Ann Hum Biol 13: 499-502 24.Shahar, Suzana and Ng See Pooy. (2003). Predictive equation for estimation of stature in

(16)

25.Hirani, V. Tabassum, F., Aresu, M. & Mindell, J. (2010). Development of new demi-span equations from nationally representative sampel of adults to estimate maximal adult height. Journal of Nutrition 140 (8): 1475-1480

26.Ngoh, H.J., H. Sakinah & M.S. Harsa Amylia. (2012). Development of demi-span equation for predicting height among the Malaysian elderly. Malaysian Journal of Nutrition 18 (2) : 149-159

27.Stevens J (2009). Applied multivariate statistics for the social sciences (5 th ed). Taylor & Francis Group

28.Fatmah. (2010). Diagnostic test of predicted height model in Indonesian elderly: a study in an urban area. Medical Journal Indonesia. 19 (3): 199-204.

29.Rosnah, MY, Mohd. Rizal H & Sharifah Norazizan. (2009). Anthropometry dimensions of older Malaysians: Comparison of Age, Gender and Ethnicity. Asian Social Science 6: 133-140

30.Ayeung, T.W.,Lee JS, Kwok T. Leung J, Leung PC, Woo J (2009). Estimation of stature by measuring fibula and ulna bone length in 2443 older adult. Journal of Nutrition Health and Aging 13 (10): 931-936

31.Prasad, Anjali, et al. (2012). Estimation of human stature from length of ulna in Marathwada Region of Maharashtra. International Journal of Biological and Medical Research. Vol 3 (4): 2337-2341

Gambar

Tabel 1 Pemodelan Tinggi Badan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Panjang Ulna
Tabel 2 Pemodelan Tinggi Badan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Demi Span  Model  Unstandardized  Coefficients  Standardized Coefficients  t  Sig
Tabel 3 Perbandingan Tinggi Badan Aktual Subjek dengan Tinggi Badan  Prediksi  No  Tinggi Badan  (cm)  Prediktor  Laki-Laki  Perempuan Rata-Rata  Tinggi Badan  (cm)  Rata-Rata  Selisih dengan Tinggi Badan  Aktual (cm)  Rata-Rata Tinggi Badan (cm)  Rata-Rat

Referensi

Dokumen terkait

Analisis pada tulisan ini selanjutnya dilakukan dengan mendasarkan pada konsep ruang ( space ) dan medan ( field ) terutama untuk mencermati seberapa jauh kiai

Faktor internal yang mempengaruhi penyaluran KUR yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Return On Assets (ROA), sehingga penelitian ini

Pada tugas akhir ini, Sensor MPX5500D menjadi tujuan penelitian sebagai alat pembaca tekanan udara pada ban kendaraan, dengan membaca tekanan udara pada ban kendaraan yang

perlokusi berbentuk manyatakan, 1 kalimat perlokusi asertif berbentuk menuntut dan 2 kalimat perlokusi berbentuk kalimat memberitahukan atau memberi

Simpulan berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini sebagai berikut. Wujud tindak tutur asertif Raden Rauf dalam stori instagram ditemukan tiga jenis wujud

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Selaku Pengguna Anggaran. SETYO EDY, SH,

[r]

[r]