• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Airlangga, 2) Tropical Disease Center Universitas Airlangga,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Universitas Airlangga, 2) Tropical Disease Center Universitas Airlangga,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Konfirmasi Potensi Imunokontraseptif Antibodi Zona Pelusida-3 Kambing (anti gZP3) dengan Teknik Binding Assay pada Oosit

Mencit (Mus musculus) sebagai Model

Confirmation of Immunocontraceptive Potential of Antibody Against to Goat Zona Pellucida-3 (gZP3) Using Binding Assay Technique

on Oocyte of Mice As A Model

Imam Mustofa1), Laba Mahaputra1), Yoes Prijatna Dachlan2), Suwarno3), dan

Widjiati4)

1)Bagian Reproduksi Veteriner, 3) Bagian Virologi dan Imunologi Veteriner, 4)Bagian Anatomi (Embriologi) Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga,

2)Tropical Disease Center Universitas Airlangga,

Kampus C Unair, Jl. Mulyorejo, Surabaya-60115 Tel. +62-031-5992377, Fax. +62-031-5993015,

e-mail : imammustofa2002@yahoo.com.au Abstract

The researches of immunocontraception have done in ZP3 of several species, but have not been done in ZP3 of goat. In preliminary study antibody of gZP3 protein was effective prohibited of fertilization of mice oocyte in vitro. The aim of this study was to prove the potency of gZP3 antibody to prohibit attachment of sperm to oocyte of mice in binding assay technique. Antibody against to gZP3 produced on mice (Mus musculus). Immunized mice serum was analyzed using Elisa and dot blotting technique. Serum of immunized mice supplemented into M-16 media for oocyte incubation. The result showed that value of optical density of immunized mice was higher (p<0.05) compared to the value of optical density of serum before immunization. Dot blotting analysis showed that antibody of the immunized mice could recognize gZP3 protein. Serum of immunized mice, which was supplemented in media of mice oocyte, resulted in decreasing (p<0.05) the binding rate between mice sperm and mice oocyte compared to the control group. It was concluded that gZP3 protein was effective as immunocontraceptive on mice (Mus musculus) as a model.

Key word (s) : goat zona pellucida-3, binding assay.

Pendahuluan

Penelitian imunokontrasepsi dilakukan untuk mendapatkan bahan antifertilitas yang langsung bekerja pada gamet. Bahan yang potensial untuk

(2)

tujuan tersebut adalah zona pelusida-3 (ZP3), sebab ZP3 merupakan protein reseptor pengenalan oosit oleh spermatozoa (Sumitro and Aulanni’am, 2001). Pada wanita oosit diovulasikan satu kali dalam satu siklus menstruasi, sehingga apabila satu oosit tersebut telah diblok reseptornya, maka fertilisasi tidak terjadi dan kehamilan dapat ditunda.

Protein ZP3 beberapa spesies telah diteliti, namun sampai saat ini belum ada hasil akhir yang siap diterapkan pada masyarakat, karena ditemukannya efek samping pada saat dilakukan pengujian menggunakan hewan coba. Paterson et al. (2002) melaporkan terjadinya gangguan folikulogenesis dan penekanan terhadap primordial follicle pool. Secara fisiologis, patologi ovarium tersebut menyebabkan perubahan profil hormon estrogen maupun progesteron, perubahan siklus birahi, bahkan pengosongan folikel primordial yang bersifat irreversibel. Pada wanita, hal terakhir tersebut menyebabkan menopause dini. Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi reseptor fertilisasi (ZP3) pada berbagai spesies untuk mendapatkan bahan imunokontrasepsi yang ideal. Penelitian imunokontraseptif ZP3 kambing (goat zona pellucida-3, gZP3) sampai saat ini belum ada fihak lain yang melakukan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa imunisasi gZP3 pada hewan coba mencit (Mus musculus) tidak menimbulkan perubahan siklus birahi (Mulyati et al., 2003), efektif mencegah kebuntingan (Mustofa et al., 2004b), mencegah fertilisasi secara in vitro (Mustofa, 2006) dan tidak menyebabkan perubahan histologis ovarium (Mustofa, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk

(3)

menguji potensi imunokontraseptif antibodi gZP3 menggunakan teknik binding assay pada oosit mencit sebagai model.

Binding assay merupakan bioassay fungsi ikatan spermatozoa dengan zona pelusida, yaitu ikatan antara glikoprotein ZP3 sebagai sperm receptor terhadap egg binding protein pada membran plasma spermatozoa. (Franken et al., 1991). Binding assay dapat digunakan untuk menguji bahan antifertilitas pada pengembangan metode kontrasepsi (Franken et al., 1993), khususnya untuk menguji antibodi dalam penelitian imunokontrasepsi menggunakan bahan berbasis ZP3 (Hasegawa et al., 2002).

Bahan dan Metode 1. Isolasi gZP3

Folikel-folikel pada ovarium kambing diaspirasi menggunakan disposable syringe berisi phosphate buffered saline (PBS). Zona pelusida yang telah dibebaskan dari sel-sel kumulus dipecah untuk mengeluarkan vitelusnya menggunakan dua jarum tuberkulin dalam pengamatan mikroskop disecting. Zona pelusida dicuci tiga kali dalam PBS untuk menghilangkan debris, kemudian difraksinasi dengan Ultrasonic Homogenizer. Elektroforesis dengan sodium dodecil sulphuric acid – polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) 12 % dengan pewarnaan silver stain. Isolasi protein gZP3 dilakukan dengan memasukkan potongan band gZP3 pada gel hasil SDS-PAGE tanpa pewarnaan ke dalam kantong selofan sepanjang kurang lebih 10 cm. Bagian bawah dan atas selofan diikat dengan benang, kemudian dimasukkan alat elektroforesis horisontal (Bio-Rad). Alat

(4)

elektroforesis Bio-Rad diisi dengan E buffer sebanyak 500 ml dalam posisi buffer melebihi kawat. Running elektroelusi dilakukan pada kondisi 150 Volt, 40 mA selama 2 jam. Cairan hasil elektroelusi ditampung dalam tabung Eppendorf, disimpan pada suhu – 70 0 C. Konfirmasi hasil isolasi protein gZP3 dilakukan

dengan running ulang isolat dengan SDS-PAGE dan analisis densitometri terhadap gel hasil SDS-PAGE (Mustofa et al., 2004a).

2. Pembuatan Antibodi Poliklonal gZP3 dan Analisis Dot Blot

Sepuluh ekor mencit betina diimunisasi secara subkutan dengan 40 g protein gZP3 dalam Freund adjuvant (1:1 v/v) dengan dua kali booster interval 14 hari. Pada penyuntikan pertama digunakan Complete Freund adjuvant (CFA), sedangkan pada penyuntikan dua kali booster (penyuntikan kedua dan ketiga) digunakan Incomplete Freund adjuvant (IFA). Contoh darah diambil dari arteri orbitalis sebelum imunisasi dan tujuh hari setelah booster terakhir. Analisis titer antibodi serum dilakukan dengan Elisa.

Dot blotting dilakukan dengan metode De Maio (1994). Protein gZP3 dibuat dengan konsentrasi 150, 120, 90, dan 60 g / 2 l, sedangkan antibodi primer (serum mencit setelah imunisasi) diencerkan 1/25 dan 1/50. Antibodi sekunder menggunakan conjugate anti mouse IgG terlabel alkaline posphatase dengan pewarnaan western blue.

3. Binding Assay 3.1. Superovulasi

Sepuluh ekor mencit betina disuperovulasi dengan penyuntikan secara subkutan pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) 5 IU, dan human chorionic

(5)

gonadotropin (hCG) 5 IU 48 jam kemudian. Selanjutnya mencit betina dikumpulkan dengan mencit pejantan yang telah divasektomi selama satu malam (single mating) untuk menggertak ovulasi. Pengumpulan oosit dari kantung sel telur pada oviduk dilakukan 17 jam setelah penyuntikan hCG (Rankin et al., 2001).

3.2. Teknis Binding Assay

Oosit dari kantung sel telur diinkubasi beberapa detik dalam media M16 yang mengandung 1 % hyaluronidase sambil digoyang sampai semua sel-sel kumulus lepas. Selanjutnya oosit dicuci lima kali dalam media M16. Dua puluh buah oosit dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (kontrol) diinkubasi dalam media M16 yang mengandung 10 % serum mencit sebelum imunisasi, sedangkan kelompok kedua (perlakuan) diinkubasi dalam media M16 yang mengandung 10 % serum mencit setelah imunisasi. Inkubasi dilakukan dalam inkubator dengan 5 % CO2 dan kelembaban 95 % pada suhu 37 o Cselama satu jam. Selesai inkubasi, oosit dibilas lima kali dalam media M16

tanpa suplementasi serum.

Spermatozoa diperoleh dengan cara pembilasan kauda epididimis mencit pejantan fertil. Konsentrasi spermatozoa dibuat menjadi 2 x 106 sel / ml dalam

tetes 50 μl media M16. Kapasitasi dilakukan pada inkubator 5 % CO2, suhu 37 oC selama satu jam.

Oosit dari masing-masing kelompok dimasukkan ke dalam tetes spermatozoa, ditutup minyak parafin kemudian diinkubasi pada inkubator 5 % CO2, suhu 37 oC selama satu jam. Selanjutnya oosit dicuci dengan media M16

(6)

sebanyak tiga kali untuk melepaskan spermatozoa yang tidak terikat kuat pada zona pelusida. Pemeriksaan jumlah spermatozoa yang terikat pada zona pelusida dihitung dengan mikroskop binokuler pada pembesaran 400 kali.

Binding index dihitung berdasarkan rumus jumlah sel spermatozoa yang terikat pada zona pelusida oosit kelompok perlakuan dibagi dengan jumlah sel spermatozoa yang terikat pada zona pelusida oosit kelompok kontrol dikalikan 100 (WHO, 1999). Secara matematis rumus Binding index dapat ditulis :

Binding index =

Jumlah sel sperma terikat oosit perlakuan

X 100 Jumlah sel sperma terikat oosit

kontrol

4. Analisis Statistik

Data titer poliklonal antibodi (IgG) serum sebelum dan sesudah imunisasi, serta data jumlah spermatozoa yang melekat pada oosit dianalisis dengan uji t pada tingkat kepercayaan 5 %, sedangkan binding index disajikan secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dengan pemodelan, penerapan bahan imunokontrasepsi gZP3. Identifikasi, isolasi dan pemurnian protein gZP3 dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya, diperoleh konsentrasi protein gZP3 290,547 μg / ml (Mustofa et al., 2004a). Isolat protein gZP3 diimunisasikan pada mencit (Mus musculus), selanjutnya antibodi poliklonal gZP3 yang dihasilkan diuji dengan teknik binding assay juga pada oosit mencit (Mus musculus).

(7)

1. Antibodi poliklonal gZP3 dan Dot Blot

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) nilai optical density serum sebelum imunisasi dan setelah imunisasi pada pengenceran antara 40 - 640 (Tabel 1 dan Gambar 1). Hal tersebut mengindikasikan terbentuknya antibodi setelah imunisasi hewan coba dengan protein gZP3. Respon imun yang terjadi apabila hewan coba telah diimunisasi secara berulang menghasilkan antibodi dengan afinitas dan aviditas yang tinggi, serta dengan spesifisitas yang beragam. Dalam keadaan spesifisitas yang beragam atau spesifisitas terhadap tiap satuan epitop yang tidak sama, menghasilkan sensitivitas yang tinggi. Populasi antibodi yang memiliki keragaman tinggi menunjukkan adanya beberapa klon antibodi dengan afinitas yang berbeda-beda. Klon antibodi dengan afinitas yang tinggi cenderung mendominasi klon antibodi dengan afinitas rendah, sehingga dapat mendominasi spesifisitas (Smith, 1995).

Analisis Dot blot dimaksudkan untuk memastikan bahwa antibodi yang ada pada serum mencit setelah imunisasi dengan protein gZP3 adalah spesifik antibodi gZP3 (Gambar 2). Pengenalan antigen – antibodi ditandai dengan noda berwarna abu-abu keunguan (warna Western blue). Serum mencit setelah imunisasi dengan protein gZP3 sebagai perlakuan (sub kolom P) dapat mengenali protein gZP3. Pada kontrol (sub kolom K) tidak menunjukkan adanya pengenalan antigen – antibodi. Gradasi warna pada noda dipengaruhi oleh variasi konsentrasi antigen protein gZP3 dan serum yang mengandung antibodi hasil induksinya.

(8)

Hasil tersebut menunjukkan bahwa antibodi yang terbentuk pada serum mencit hasil imunisasi dengan protein reseptor gZP3 adalah antibodi poliklonal gZP3. Menurut Abbas et al. (2003) antibodi poliklonal yang mempunyai afinitas, aviditas dan spesifisitas yang tinggi terhadap antigen, menghasilkan warna noda yang tajam pada Dot blot.

2. Binding Assay

Jumlah spermatozoa yang terikat pada zona pelusida kelompok perlakuan jauh lebih kecil (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol (Tabel 2, Gambar 3). Oosit kelompok kontrol (diinkubasi dengan 10 % serum sebelum imunisasi) menghasilkan rerata jumlah sel spermatozoa terikat sebesar 35,1  3,35 dengan rentangan antara 33 – 43. Angka ini lebih besar dari laporan Rankin et al. (1998) bahwa pada kelompok kontrol zona pelusida mencit dapat mengikat 17,7  2,5, namun sedikit lebih kecil dibandingkan laporan Naz dan Zhu (1998) yang menghasilkan jumlah spermatozoa terikat sebanyak 42 per satuan oosit. Pada oosit kelompok perlakuan (diinkubasi dengan 10 % serum hewan coba setelah imunisasi), jumlah sel spermatozoa yang terikat antara 0 – 4 dengan rerata 1,90  1,25. Berdasarkan data tersebut binding index (skala 0 – 100) hasil penelitian ini sangat rendah, yaitu 5,45  3,88 dengan rentangan antara 0 – 11,76.

Hasil di atas menunjukkan bahwa antibodi gZP3 dapat menutup secara sterik ZP3 mencit (mice zona pellucida-3, mZP3), sehingga menurunkan peluang terikatnya spermatozoa pada zona pelusida. Paterson et al. (2002) melaporkan

(9)

bahwa antibodi ZP3 homolog (se spesies) maupun heterolog (tidak se spesies) dapat menurunkan human sperm – egg binding lebih dari 60 %. Hasegawa et al. (2002) juga menunjukkan bahwa peptida anti-human dan anti-rabbit menyebabkan jumlah spermatozoa yang terikat pada oosit lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Pada penelitian ini, antibodi gZP3 yang terbentuk adalah antibodi poliklonal anti gZP3. Protein gZP3 di masa depan diharapkan dapat diterapkan sebagai bahan kontrasepsi pada wanita. Apabila protein gZP3 tersebut secara keseluruhan dipakai sebagai imunogen pada wanita, antibodi poliklonal yang terbentuk dikhawatirkan menyebabkan efek samping pada folikulogenesis. Agar mempunyai spesifisitas yang tinggi, maka perlu dilakukan penelitian untuk menemukan peptida epitop protein gZP3 yang homolog dengan susunan asam amino ZP3 manusia. Penggunaan peptida epitop spesifik tunggal tersebut sebagai imunogen pada wanita diharapkan menghasilkan antibodi yang secara spesifik hanya berikatan dengan ZP3 pada zona pelusida ovum wanita, sehingga fertilisasi dapat dicegah. Berdasarkan peptida tersebut juga dapat dibuat antibodi monoklonal untuk imunisasi pasif intra ovarium dipandu ultra sono grafi (USG), untuk mencegah fertilisasi.

Kegagalan fertilisasi akibat pemakaian imunokontrasepsi berbasis protein ZP3 adalah karena tertutupnya secara sterik reseptor fertilisasi oleh antibodi ZP3. Antibodi ZP3 terikat pada back bone serine / threonine atau pada glikan Gal – β(1,3) – GalNAc pada ZP3, sehingga menghalangi terikatnya spermatozoa (Hasegawa et al., 2000). Kalaupun terjadi pengenalan yang dilanjutkan terikatnya beberapa sel spermatozoa pada zona pelusida, belum tentu akan

(10)

menghasilkan fertilisasi. Dengan adanya antibodi gZP3 yang terlebih dahulu terikat secara sterik pada mZP3, menyebabkan ikatan antara β1,4 – galactosyltransferase (Galtase), sebagai ligan pada sel spermatozoa dengan glikan Gal – β(1,3) – GalNAc, reseptor ovum pada ZP3 (Bazer et al., 2000) menjadi lemah. Ikatan yang lemah tersebut tidak mampu menginduksi serangkaian proses reaksi akrosom pada spermatozoa yang mutlak dibutuhkan untuk berlangsungnya fertilisasi secara paripurna (Miller et al., 2002).

Hasil penelitian ini memberikan konfirmasi terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Uji secara in vivo menunjukkan bahwa protein gZP3 efektif mencegah kebuntingan mencit sebagai hewan coba model (Mustofa et al., 2004b). Uji fertilisasi in vitro antara oosit dan spermatozoa mencit membuktikan bahwa antibodi gZP3 efektif mencegah fertilisasi (Mustofa, 2006) Kesimpulan

1. Protein gZP3 imunogenik pada mencit betina, menghasilkan antibodi (Ab anti gZP3) spesifik yang dapat dikenali oleh protein gZP3 pada analisis Dot blot.

2. Antibodi gZP3 asal mencit betina dapat berikatan dengan ZP3 oosit mencit, sehingga menghambat pengenalan spermatozoa terhadap oosit mencit sehingga binding index sangat rendah.

S a r a n :

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan susunan asam amino gZP3 yang homolog dengan susunan asam amino ZP3 manusia dan

(11)

mengujinya dengan teknik Human sperm-oocyte binding assay atau Human Hemi zona assay.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hibah Bersaing XI tahun 2003 – 2005. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ditbinlitabmas Ditjen Dikti, Depdiknas yang telah membiayai penelitian ini.

Daftar Pustaka

Abbas AK, Lichtman AH and Pober JS. 2003. Cellular and Molecular Immunology 5th Ed. WB Saunders.

Bazer FW, Geisert RD and Zavy MT. 2000. Fertilization, cleavage and implantation. In : Hafez, E.S.E. (Ed). Reproduction in Farm Animals. 7th

Ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

De Maio A. 1994. Protein Blotting and Immunoblotting Using Mitrocellulose Membrane, In : Dunbar BS (Ed), Protein Blotting, A Prctical Approach. Oxford University Press, Pp : 11-29.

Franken DR, Windt ML, Kruger TK, Oehninger S and Hodgen GD. 1991. Comparison of Sperm Binding Potential of Uninseminated, Inseminated-unfertilized, and Fertilzed-Noncleaved Human Oocyte Under Hemizona Assay Conditions. Mol Reprod and Development 30 : 56-61.

Franken DR, Kruger TK, Oehninger S, Coddington CC, Lombart C, Smith K and Hodgen GD. 1993. The ability of the hemizona assay to predict human fertilization in different and consecutive in-vitro fertilization cycles. Hum Reprod 8(8) : 1240-1244.

Hasegawa A, Tsubamoto H, Hamada Y and Koyama K. 2000. Blocking effect of antisera to recombinant zona pellucida proteins (r-ZPA) on in vitro fertilization. Am J Reprod Immunol 44(1):59-64.

Hasegawa A, Hamada Y, Shigeta M and Koyama K. 2002. Contraceptive potential of synthetic peptides of zona pellucida protein (ZPA). J Reprod Immunol 53 : 91-98.

(12)

Miller DJ, Shi X and Burkin H. 2002. Molecular basis of mammalian gamete binding. RPHR 57 : 37-73.

Mulyati S, Mustofa I dan Utama S. 2003. Pengaruh Zona Pelusida-3 (ZP3) Kambing sebagai Bahan Antifertilitas terhadap Siklus Birahi Mencit (Mus musculus). Media Kedokteran Hewan 19(1) : 17-20.

Mustofa I, Mahapura L, Rantam FA dan Restiadi TI. 2004a. Isolasi Zona Pelusida-3 Kambing dan Identifikasi Karakter Reseptor Fertilisasi dengan Uji Imunofluoresen. Media Kedokteran Hewan 20 (3) : 116 - 120.

Mustofa I, Mulyati S dan Mahaputra L. 2004b. Pengaruh Imunisasi dengan Zona Pelusida-3 Kambing terhadap Angka Kebuntingan dan Jumlah Anak pada Mencit (Mus musculus). Media Kedokteran Hewan 20 (1) : 22 – 25.

Mustofa I. 2005. Identifikasi Efek Samping Imunokontrasepsi Zona Pelusida-3 Kambing pada Histologi Ovarium Mencit (Mus musculus) sebagai Model. Media Kedokteran Hewan 21 (1) : 19 - 22.

Mustofa I. 2006. Potensi Protein Reseptor Fertilisasi Kambing (gZP3) sebagai Bahan Imunokontrasepsi. Seminar Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia. Surabaya, 23 Januari 2006.

Naz RK and Zhu X. 1998. Recombinant fertilization antigen-1 causes a contraceptive effect in actively immunized mice. Biol Reprod 59 : 1095– 1100.

Paterson M, Wilson MR, Jennings ZA and Aitken RJ. 2002. The contraceptive potential of ZP3 and ZP3 peptides in a primate model. J Reprod Immunol 53 : 99–107.

Rankin TL, Tong Z, Castle PE, Lee E, Gore-Langton R, Nelson LM and Dean J. 1998. Human ZP3 restores fertility in Zp3null mice without affecting order-specific sperm binding. Development (125) : 2415-2424

Rankin TL, O’Brien M, Lee E, Wigglesworth K, Eppig J and Dean J. 2001. Defective zonae pellucidae in Zp2-null mice disrupt folliculogenesis, fertility and development. Development 128 : 1119-1126

Smith 1995. Produksi Serum Hiperimun, dalam : Burgess GW (Ed). Teknologi Elisa Dalam Diagnosis Dan Penelitian. Penerjemah : Wayan T. Artama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(13)

Sumitro SB and Aulanni’am. 2001. Zona pellucida 3 (ZP3) has proper biochemical properties to be considered as candidate antigen for immunocontraceptive vaccine. Reprotech 1(1) 51-53.

Wassarman PM, Jovine L and Litscher ES. 2001. A profile of fertilization in mammals. Nature Cell Biol. 3 (2) : 59-64.

World Health Organisation (WHO). 1999. Laboratory manual for the examination of human semen and sperm-cervical mucus interaction. 4th

(14)

Tabel 1. Nilai optical density serum mencit (Mus musculus) sebelum dan setelah imunisasi dengan protein zona pelusida-3 kambing (gZP3). Waktu Pengenceran 40 80 160 320 640 Sebelum Imunisasi 0,49 a) 0,37 a) 0,26 a) 0,17 a) 0,10 a) Setelah Imunisasi 1,35 b) 1,02 b) 0,70 b) 0,47 b) 0,28 b) Keterangan : Anga yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama (a dan b) dalam satu kolom, berbeda nyata (p<0,05).

Gambar 1. Nilai optical density serum mencit (Mus musculus) sebelum dan setelah imunisasi dengan protein zona pelusida-3 kambing (gZP3) pada beberapa pengenceran.

0.49 0.37 0.26 0.17 0.10 1.35 1.02 0.70 0.47 0.28 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 40 80 160 320 640 O p ti c a l D e n s it y Pengenceran Serum Sebelum Imunisasi Setelah Imunisasi

(15)

Gambar 2. Hasil analisis dot blot antibodi gZP3 (AbgZP3) asal mencit (Mus musculus) terhadap protein gZP3. Keterangan : K : Kontrol, P : Perlakuan

Tabel 2. Hasil binding assay oosit mencit (Mus musculus) dengan perlakuan inkubasi dalam media mengandung 10 % serum sebelum dan setelah imunisasi dengan protein zona pelusida-3 kambing (gZP3).

Perlakuan N

Jumlah Spermatozoa Terikat Rentangan Rerata  Simpangan Baku Serum sebelum imunisasi 10 33 – 43 35,1  3,35 Serum setelah imunisasi 10 0 – 4 1,90  1,25 Binding Index 10 0,00 – 11,76 5,45  3,88

(16)

Gambar 3. Gambaran binding assay oosit mencit (Mus musculus) :

(a) oosit sebelum perlakuan (pembesaran 40x), (b) oosit kontrol, tanda panah : gambaran spermatozoa (pembesaran 100x), (c) oosit kelompok perlakuan. Gambar (d) binding spermatozoa dengan zona pelusida (Wassarman et al, 2001).

Gambar

Tabel 1.   Nilai  optical  density  serum  mencit  (Mus  musculus)  sebelum  dan  setelah  imunisasi  dengan  protein  zona  pelusida-3  kambing  (gZP3)
Gambar  2. Hasil  analisis  dot  blot  antibodi  gZP3  (AbgZP3)  asal  mencit  (Mus  musculus)  terhadap  protein  gZP3
Gambar  3.  Gambaran binding assay  oosit mencit (Mus musculus) :

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah beberapa cadangan yang patut dipertimbangkan untuk kajian-kajian pada masa akan datang: (1) Menjalankan eksperimen terhadap pelajar-pelajar universiti

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran tentang manajemen pembelajaran yang berupa perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dengan

DOKUMEN TIDAK TERKAWAL KAEDAH 2: Beri kelulusan penggunaan produk/perkhidmatan dengan kebenaran pihak yang berkuasa dan/atau pelanggan (jika

Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murgijanto (2017) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan kebutuhan

• Sesuai • Cukup sesuai • Kurang sesuai • Tidak sesuai Hal-hal di dalam diri yang mendukung saya untuk mendapatkan nilai ulangan. yang baik

Penelitian yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Cagar Budaya di Laut Atas Klaim Kepemilikan Pribadi bertujuan pertama agar pembaca tulisan ini senantiasa melestarikan,

Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa Customization berpengaruh signifikan terhadap interdependensi kemudian pengujian variabel interdependensiterhadap

Bertambahnya beban yang bersifat induktif membutuhkan daya reaktif yang besar sehingga sumber (pembangkit listrik) harus mensuplai daya yang lebih besar. Keadaan seperti