• Tidak ada hasil yang ditemukan

JST Kesehatan Januari 2014, Vol.4 No.1 : 8 16 ISSN HUBUNGAN KADAR IG E TOTAL SERUM DENGAN HASIL UJI TUSUK KULIT PADA DERMATITIS ATOPIK ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JST Kesehatan Januari 2014, Vol.4 No.1 : 8 16 ISSN HUBUNGAN KADAR IG E TOTAL SERUM DENGAN HASIL UJI TUSUK KULIT PADA DERMATITIS ATOPIK ANAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR IG E TOTAL SERUM DENGAN HASIL UJI TUSUK KULIT PADA DERMATITIS ATOPIK ANAK

Related Content Ig E Total Serum with Skin Prick Test Result on Child Atopic Dermatitis

Farida Tabri

Departement of Dermatovenereology, Fakulty of Medicine, Hasanuddin University, Makassar

ABSTRAK

Sebagian besar pasien Dermatitis Atopi (DA) memiliki peningkatan kadar IgE total disertai uji tusuk kulit yang reaktif terhadap alergen makanan dan hirup. Metode penelitian adalah analisis cross sectional pada DA anak usia 4-14 tahun. Tujuan penelitian ini untuk menilai hubungan kadar IgE total serum dengan hasil uji tusuk kulit pada anak penderita DA tipe ekstrinsik (DAE) dan DA tipe intrinsik (DAI). Hasil yang diperoleh yaitu kadar IgE total serum pada kelompok DAE dan DAI tidak terdapat perbedaan yang bermakna, begitu pula dengan kadar IgE total serum pada kelompok DA dan non DA. Disimpulkan bahwa udang merupakan jenis alergen makanan terbanyak yang menyebabkan hipersensitifitas tes tusuk kulit positif sedangkan alergen hirup terbanyak adalah kecoa.

Kata kunci: Dermatitis Atopi, Ig E total serum, Uji Tusuk Kulit

ABSTRACT

Most patients with atopic dermatitis (AD) have elevated levels of total IgE with reactive skin prick test related to food allergens and inhalants. The research method was cross-sectional analysis of DA children aged 4-14 years. The purpose was to assess the relationship of total serum IgE levels with skin prick test in children with extrinsic type DA (DAE) and intrinsic type DA (DAI). The results showed no significant differences of total serum IgE levels in group DAI and DAE as well as total serum IgE levels in DA and non-DA. It was concluded shrimp was the most types of food allergens and cockroach was the most types of inhalant allergens that caused hypersensitivity positive skin prick test.

Keywords: Atopy dermatitis, total serum IgE, Test Plugs Coolie

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kronis yang disertai gatal dan kelainan kulit lain seperti xerosis, ekskoriasi, dan likenifikasi. Kebanyakan terjadi pada masa bayi dan anak, sering dihubungkan dengan peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE) dan adanya riwayat atopi pada diri sendiri atau keluarga seperti rinitis alergi atau asma. (Ong dan Leung, 2002, Leung et al., 2008, Soeberyo, 2004).

Dermatitis Atopik (DA) dibagi menjadi 2 tipe : 1) bentuk murni tidak disertai keterlibatan saluran napas, dan 2) bentuk campuran disertai gejala pada saluran napas. Bentuk murni dibagi atas 2 tipe, yaitu : a) tipe intrinsik : tidak terdapat peningkatan IgE total serum, dan b) tipe ekstrinsik : terdapat peningkatan IgE total serum, peningkatan profil sitokin yaitu IL-4 dan IL-13, adanya sensititasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit (Wutrich

(2)

dan Grendelmeier, 2002, Soeberyo, 2004) Sebanyak 80% penderita DA menunjukkan peningkatan kadar IgE serum, tetapi penderita DA juga dapat menunjukkan kadar IgE yang normal.

Diagnosis DA dibuat berdasarkan kumpulan gejala klinis karena tidak ada satu petanda yang patognomonik. Untuk menunjang diagnosis diperlukan pemeriksan laboratorium kadar IgE maupun uji kulit. Uji Tusuk Kulit (UTK) adalah tes yang dilakukan terhadap kulit penderita yang diduga alergi terhadap satu atau beberapa alergen tertentu (Bos, 2006, Krafchik et al., 2003).

Uji Tusuk Kulit merupakan suatu metode uji alergi yang banyak digunakan di poliklinik dengan prinsip uji untuk mendeteksi alergen yang melibatkan reaksi hipesensitivitas tipe I pada kulit. Pada reaksi hipersensitivitas tipe I alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE. (Daniel, 2000, Lachapelle dan Maibach, 2003 )

Hasil UTK yang positif terhadap alergen makanan harus dikonfirmasi dengan double blind placebo controlled food challenge test (uji DBPCFC), yang merupakan baku emas pada alergi makanan. Pada usia < 2 tahun sensitisasi alergen makanan lebih sering, sedangkan alergen hirup dan makanan pada usia 2-10 tahun, dan pada usia > 2-10 tahun lebih sering oleh alergen hirup (Siregar, 2004)

Sebagian besar pasien DA memiliki peningkatan kadar IgE total disertai UTK yang reaktif terhadap alergen makanan dan hirup (Ong dan Leung, 2002, Dewi dan Sukanto, 2001, Leung et al., 2008). Grunther dan Sampson melaporkan terjadi peninggian kadar IgE total serum pada alergen makanan telur, susu, kacang dan ikan pada DA anak. (Grunther dan Sampson, 2002) Penelitian di Jerman pada anak usia 5-14 tahun dilaporkan hubungan bermakna antara konsentrasi IgE total serum pada alergen hirup tungau debu rumah dan serpihan bulu kucing. (Effendi, 2004 ) Haatela dan

kadar IgE total serum pada alergen hirup serpihan bulu kucing dan anjing pada DA anak. (Elizabeth et al., 2002)

Berdasarkan hal diatas dilakukan penelitian untuk mencari adakah hubungan antara kadar IgE total serum dengan hasil UTK pada DA anak, dimana dari hasil penelusuran kepustakaan dan publikasi nasional dan internasional tidak ditemukan laporan penelitian tentang hubungan kadar IgE total serum dengan jumlah alergen yang positif berdasarkan UTK pada DA anak usia 4 – 10 tahun di makassar

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross sectional yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Prodia di Jakarta dan pelaksanakan dimulai Maret 2009. Populasi penelitian adalah penderita DA anak usia 4-14 tahun yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin subdivisi Pediatri RSUP dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis statistik dikerjakan dengan menggunakan program SPSS 15,0 for Windows. Untuk memperoleh data rerata pengelompokan IgE serum total DAE dan DAI digunakan tabulasi frequencies dan kemudian diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney. Uji statistik yang digunakan untuk mencari hubungan kadar Ig E total dengan hasil UTK uji korelasi Pearson. Uji stastik dianggap bermakna jika nilai p<0,05.

HASIL

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 70 anak berumur 4 – 12 tahun terdiri dari 30 laki-laki (42,9%) dan 40 perempuan (57,1%). Empatpuluh lima sampel penderita DA terdiri dari 21 laki-laki (47%) dan 24 perempuan (53%).

(3)

terdiri dari 10 laki-laki (40%) dan 15 perempuan (60%).

Sampel dikelompokkan menjadi 4 kelompok sampel (Tabel 1), yaitu kelompok 1 terdiri dari penderita DA dengan hasil UTK positif, kelompok 2 DA dengan hasil UTK negatif, kelompok 3 non DA dengan hasil UTK positif, dan kelompok 4 non DA hasil UTK negatif.

Rerata kadar IgE total kelompok 1 dibandingkan kelompok 2 dengan uji statistik Mann-Whitney terdapat perbedaan yang tidak bermakna dengan nilai P= 0,238 (P>0,05), sedangkan kelompok 1 dibandingkan kelompok 3 terdapat perbedaan tidak bermakna dengan nilai P = 0,867 (P>0,05),

kelompok 1 dibandingkan kelompok 4 terdapat perbedaan tidak bermakna dengan nilai P = 0,579 (P>0,05), sedangkan kelompok 2 dibandingkan kelompok 3 terdapat perbedaan tidak bermakna dengan nilai P= 0,306 (P>0,05). Rerata kadar IgE total kelompok 2 dengan kelompok 4 terdapat perbedaan tidak bermakna dengan nilai P = 0,695 (P>0,05), sedangkan kelompok 3 dengan kelompok 4 terdapat perbedaan tidak bermakna dengan nilai P = 0,786 (P>0,05). Kelompok DA (1 dan 2) dengan kelompok non DA (3 dan 4) mempunyai perbedaan yang tidak bermakna dengan nilai P = 0,855 (P>0,05).

Tabel 1. Rerata kadar IgE total dalam satuan IU /mL pada 4 kelompok sampel Kelompok

Sampel N Rata-rata Std. Deviasi

1 30 756.64 935.48

2 15 567.77 896.18

3 12 690.95 670.46

4 13 673.61 678.91

Tabel 2. Distribusi jumlah hasil UTK dengan kadar IgE total pada penderita DA Jumlah hasil UTK

positif N Rata-rata Std. Deviasi

0 15 567.77 896.18 1 8 196.44 178.25 2 7 1076.88 1263.92 3 3 1144.00 1690.05 4 3 1225.00 781.97 5 0 - -6 3 485.33 255.06 7 3 534.87 408.17 8 1 267.00 -9 2 1577.50 1371.08 Total 45

(4)

Tabel 2, yang merupakan kelompok DA, kadar IgE total paling rendah terdapat pada sampel dengan hasil UTK positif 1 alergen. Kadar IgE total paling tinggi pada sampel dengan hasil UTK positif 9. Uji statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara hasil UTK dengan kadar IgE total adalah uji korelasi Pearson dan tidak didapatkan hubungan, dengan nilai P = 0,308 (P > 0,05).

Tabel 3 merupakan kelompok non DA, kadar IgE total paling rendah terdapat pada sampel dengan hasil UTK positif 2 alergen. Kadar IgE total paling tinggi pada sampel dengan hasil UTK

positif 3 alergen. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara hasil UTK dengan kadar IgE total dengan nilai P = 0,764 (P > 0,05).

Tabel 4 yang merupakan

keseluruhan sampel yang terdiri dari kelompok DA dan non DA, kadar IgE total paling rendah terdapat pada sampel dengan hasil UTK positif 8 alergen. Kadar IgE total paling tinggi pada sampel dengan hasil UTK positif 9 alergen. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara hasil UTK dengan kadar IgE total adalah uji korelasi Pearson dan tidak didapatkan hubungan, dengan nilai P = 0,314 (P > 0,05).

Tabel 3. Distribusi jumlah hasil UTK dengan kadar IgE total pada sampel non DA Jumlah hasil UTK

positif N Rata-rata Std. Deviasi

0 13 588.11 678.91 1 5 1000.48 900.74 2 3 304.03 260.84 3 1 1167.00 -4 3 403.30 283.06 5 0 - -6 0 - -7 0 - -8 0 - -9 0 - -Total 25

Tabel 4. Distribusi jumlah hasil UTK dengan kadar IgE total pada semua sampel Jumlah hasil UTK

positif N Rata-rata Std. Deviasi

0 28 577.21 788.29 1 13 505.68 674.35 2 10 845.03 1104.30 3 4 1149.75 1379.97 4 6 814.15 692.25 5 0 - -6 3 485.33 255.06 7 3 534.87 408.17 8 1 267.00 -9 2 1577.50 1371.08 Total 70

(5)

Tabel 5. Distribusi sampel berdasarkan hasil UTK

N0 Alergen Makanan Alergen Hirup

Jenis Alergen Jumlah sampel Jenis Alergen Jumlah sampel

1 Putih telur 1 House dust 2

2 Kuning telur 3 Mite 11

3 Kacang tanah 6 Grasspollen 2

4 Kacang mete 1 Maizepollen 6

5 Kedele 4 Ricepollen 5

6 Gandum 2 Human dander 8

7 Susu sapi 1 Dog dander 4

8 Tomat 2 Cat dander 4

9 Wortel - Horse dander 2

10 Nanas 1 Kecoa 20

11 Teh 8 Chicken feather 3

12 Coklat 5 Mixed fungi 3

13 Ayam 1 14 Kakap -15 Cumi 2 16 Udang 9 17 Kepiting 6 18 Kerang 3 19 Cakalang 1 20 Bandeng 1

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan alergen makanan yang paling banyak adalah udang sebanyak 9 sampel, diikuti teh 8 sampel, kepiting dan kacang tanah masing-masing sebanyak 6 sampel. Jenis alergen hirup yang paling banyak adalah kecoa sebanyak 20 sampel, diikuti oleh mite sebanyak 11 sampel dan human dander 8 sampel (tabel 5).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian didapatkan kasus DA lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Studi epidemiologi dari berbagai kepustakaan menunjukkan bahwa DA dapat mengenai semua jenis kelamin, pada anak perempuan sedikit lebih banyak dibanding laki-laki. (Charman and Williams, 2002, Abramovits, 2005, Kapoor et al, 2008)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna kadar IgE total antara kelompok DAE (kelompok1) dengan kelompok DAI (kelompok 2). Kelompok

kontrol merupakan anak yang tidak menderita dermatitis atopik (kelompok 3 dan 4). Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar antara IgE total kelompok DA dan nonDA. Meningkatnya kadar IgE total dalam serum disebabkan oleh beberapa keadaan seperti infeksi parasit, penderita penyakit alergi dan penyakit atopik. Penderita DA disertai sindrom atopik, peningkatan kadar IgE total biasanya lebih tinggi dari penderita DA saja (Baratawidjaja, 2004, Wutrich dan Grendelmeier, 2002)

Hasil penelitian ini kelompok DA (1 dan2) menunjukkan kadar IgE total serum penderita dermatitis atopik tidak berhubungan dengan jumlah hasil positif UTK. Kenaikan kadar IgE total tidak sesuai dengan kenaikan jumlah hasil positif UTK. Kadar IgE total terendah terdapat pada kelompok dengan 1 jenis alergen positif yaitu 196.44 IU/ml, dan kadar tertinggi pada kelompok dengan 9 jenis alergen positif yaitu 1577.50 IU/ml. Kelompok hasil UTK positif 1 sampai 4

(6)

menunjukkan kecenderungan meningkat kadar IgE total sesuai kenaikan hasil UTK, tetapi pada kelompok lain tingginya kadar IgE total tidak sesuai dengan banyaknya hasil UTK positif, seperti pada kelompok jumlah UTK positf 8 alergen kadar IgE total hanya 267.00 IU/ml menempati urutan kedua terendah. Hasil uji statistik juga menunjukkan pada kelompok DA tidak terdapat hubungan antara kadar IgE total serum dengan jumlah hasil UTK. Kelompok kontrol dan gabungan seluruh sampel juga menunjukkan hasil yang sama tidak terdapat hubungan antara kadar IgE total dengan hasil jumlah UTK. Hal ini menunjukkan adanya variasi kadar IgE total serum sebagai antibodi yang terdeteksi secara kuantitatif. Kemungkinan lain adalah adanya faktor lain yang mempengaruhi sel mas dalam pelepasan histamin. Pelepasan mediator sel mas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik imunologis maupun non imunologis. Faktor imunologis antara lain antigen/alergen yang akan terikat pada IgE pada reaksi hipersensitivitas tipe I, antigen spesifik terkait sel T pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, anafilatoksin, leukocyte-derived factor, dan juga mikroorganisme patogen. Faktor nonimunologis yaitu proses fisik seperti pajanan cahaya, panas, dingin, trauma, dan tekanan, proses fisiologis seperti hipoksia, dan perubahan tekanan osmotik. (Kraan et al, 1994, Rendra et al, 2005)

Kekambuhan DA sulit dicegah karena banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, antara lain berbagai macam alergen yang banyak ditemukan di lingkungan hidup. Debu rumah mengandung berbagai bahan alergen seperti tungau debu rumah (TDR). Salah satu alergen penting dan banyak ditemukan di negara dengan dengan iklim tropis dengan kelembaban tinggi seperti Indonesia adalah TDR, serpihan kulit manusia dan hewan piaraan, jamur,

dan tanaman. Peran TDR pada patogenesis DA sampai searang masih kontroversi, namun berbagai penelitian menunjukkan bukti adanya hubungan TDR dangan kekambuhan DA (Soebaryo, 2004, Wheatly dan Platts-Mills, 2000). Aplikasi ekstrak alergen hirup sebagai alergen epikutan dapat menyebabkan terjadinya dermatitis atau lesi eksamatosa.

Pada segolongan orang, makanan tertentu meskipun dalam jumlah sedikit dapat menimbulkan reaksi alergi ringan sampai berat dan membahayakan. Reaksi tersebut dapat terjadi pada setiap golongan umur. Reaksi alergi dapat ditimbulkan satu jenis makanan atau lebih (Soesatyo, 2003, Sampson, 1999). Keadaan ini menunjukan pentingnya peran alergen hirup dan makanan pada kejadian DA, dan atas dasar itu maka penggunaan alergen hirup dan makanan dalam penelitian ini sangat beralasan.

Pada penelitian ini didapatkan alergen jenis makanan yang paling banyak memberian hasil positif adalah alergen udang sebanyak 9 sampel, diikuti teh 8 sampel, kepiting dan kacang tanah masing-masing sebanyak 6 sampel. Jenis alergen hirup yang paling banyak adalah kecoa sebanyak 20 sampel, diikuti oleh mite sebanyak 11 sampel dan human dander 8 sampel. Brdasarkan kepustakaan didapatkan data yang bervariasi untuk jenis alergen makanan yang tersering pada DA (Prawirohartono, 2003 , Anderson, 2007 , Motala, 2003, Sampson, 1999). Penelitian di Bandung didapatkan jenis alergen makanan teh yang terbanyak disusul alergen kepiting (Citra et al., 2008). Jenis alergen hirup dari data kepustakaan yang tersering adalah kecoa, dimana dalam penelitian ini di dapatkan bahwa jenis alergen hirup yang terbanyak adalah kecoa. (Wutrich dan Grendelmeier, 2002, Citra et al., 2008, Wheatly dan Platts-Mills, 2000).

Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian terdahulu dapat disebabkan pola makan yang berbeda di

(7)

Makassar lebih banyak makan makanan laut antara lain udang dan kepiting. Perbedaan hasil penelitian hasil UTK alergen hirup dengan hasil berbagai penelitian di daerah lain dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tinggal sampel penelitian, kemungkinan sebagian besar sampel sering terpapar bulu atau bahan dari kecoa. Alergen kecoa banyak memberikan hasil positif pada penderita DA yang tinggal di daerah perkotaan yang padat.

KESIMPULAN

Kadar IgE total serum pada kelompok DAE dan DAI terdapat perbedaan yang tidak bermakna.

Kadar IgE total serum pada kelompok DA dan non DA terdapat perbedaan yang tidak bermakna.

Jenis alergen makanan terbanyak menyebabkan hypersensitifitas tes tusuk kulit positif adalah udang sedangkan alergen hirup adalah kecoa.

SARAN

Penting untuk melakukan pencegahan terhadap alergen untuk mengurangi resiko terjadinya dermatitis atopik pada anak dengan cara mengenali dan menghindari pajanan alergen yang positif.

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui reaktifitas hasil UTK dengan pemeriksaan kadar IgE spesifik .

DAFTAR PUSTAKA

Abramovits, W. 2005 Atopic dermatitis. J Am Acad Dermatol. 53: S86-93. Anonim-1 2005 Laporan morbiditas sub

bagian dermatologi anak di beberapa rumah sakit di Indonesia.

Anonim-2. 2000 Data jumlah kunjungan baru dan lama pasien kulit anak di 7 rumah sakit di Indonesia.

Arshad, S. 2002 Allergy an illustrated colour text, Edinburgh, Churchill livingstone.

Baratawidjaja, k. G. 2004 Antigen dan Antibodi, Jakarta, Balai Penerbit FK-UI.

Beltrani, V. & Boguneiwicz, M. 2004 Atopic Dermatitis. Dermatology Online Journal. 9: 1-28.

Blaylock, W. K. 1985 Atopic dermatitis, St. Louis, MOsby.

Boediarja, S. 1999 Diagnosis Dermatitis Atopi pada Bayi dan Anak. Simposium Mini dan Lokakarya Dermatitis Atopi pada Bayi dan Anak. 1: 681-700.

Bos, J. D. 2006 Immunology of atopic dermatitis, London, Blackwell. Citra, C., Komalasari, S. M. & Suwarsa,

O. 2008 Hubungan antara Diagnosis Penyakit dan Riwayat AtopiI dengan Hasil Pemeriksaan Uji Tusuk di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS dr. HASAN SADIKIN BANDUNG. Konas XII Perdoski Palembang.

Daniel, P. S. 2000 Mechanisms of hypersensitivity, San Francisco Prentice-Hall International incorporation.

Effendi, E. 2004 Peran uji kulit pada dermatitis atopik, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

EichenfieldI, L., Chair, M., Hanifin, J., Luger, T., Stevens, S. & Pride, H. 2003 Concensus conference on pediatric atopic dermatitis. J Am Acad Dermatol. 49: 1088-95. Elizabeth, Erwin, Thomas & Platts-Mills,

E. 2002 Aeroallergens New York, Marcel Dekker.

Friedmann, P. & Holden, C. 2004 Atopic dermatitis, Oxford, Blackwell science.

Grunther, L. E. & Sampson, H. A. 2002 Atopic Dermatitis and Foods, New York Marcel Dekker.

Habif, T. P. 2004 Clinical Dermatology, Philadelphia, Mosby.

Holgate, S. T. 1993 IgE Structure, Synthesis and Interaction with Receptors, Boston, Mosby.

(8)

Kagi, M., Wutrich, B. E. E. M., Barandun, J. K. K. B. & Walker, C. 1994 Differential cytokine profiles in peripheral blood supernatans and skin biopsies from patients with different forms of atopic dermatitis, psoriasis and normal individuals. Int Arch Allergy Immunol 103: 332-40. Krafchik, B. R., Halbert, A., Yamamoto,

K. & Sasaki, R. 2003 Ezcematous Dermatitis, London, Mosby.

Kunz, B. & Ring, J. 2000 Clinical features and diagnostic criteria of atopic dermatitis, London, Blackwell publishing

Lachapelle, J. & Maibach, H. 2003 The methodology of prick testing and its variants, Berlin, Springer.

Laughter, J. A., Tofte, S. & Hanifin, J. 2000 The prevalence of atopic dermatitis in Oregon school children. J Am Acad Dermatol 43: 649-655.

Leung, D. Y. M. 2000 Atopic dermatitis:new insights and opportunities for therapeutic intervention. J Allergy Clin Immunol. 105: 860-876.

Leung, D. Y. M., Eichenfield, L. F. & Boguniewicz, M. 2008 Atopic Dermatitis, New York, McGraw-Hill Book.

Leung, D. Y. M. & Soter, N. 2001 Cellular and immunologic mechanisms in atopic dermatitis. J Am Acad Dermatol. 44: 1-12. Lewis-Jones, M. & Charman, C. 2005

Atopic dermatitis: scoring severity and quality of life assessment, London, Blackwell.

Motala, C. 2003 Atopic dermatitis and food hypersensitivity. Current Allergy & Clinical Immunology. 16 (3): 89-95.

Munasir, Z. 2002 Alergi Makanan Pada Bayi dan Anak, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

Olden, C. A. & Parish, W. E. 1992 Atopic Dermatitis, Oxford, Blackwell

Ong, P. & Leung, D. Y. M. 2002 Atopic Dermatitis. dalam Grammar, L. & Greenberger, P. (Eds.) Patterson’s allergic diseases. Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins. Paller, A. & Mancini, A. 2006 Hurwitz

clinical pediatric dermatology a textbook of skin disorders of childhood and adolescence, New York, Elseveir Saunder.

Prawirohartono, E. P. 2003 Makanan sebagai penyebab alergi, Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Rosmelia, Suswardhana, Rusfianti, M. & Waskito, F. 2005 Variabilitas Modifikasi Jarum 26-G dengan Stopper pada Tes Tusuk Histamin. MDVI. 32S: 14-18.

Sampson, H. A. 1999 Food alergy. Allergy Clin Immunol. 103: 717-28. Siregar, S. P. 2004 Peran Alergen

Makanan dan Alergen Hirup pada Dermatitis Atopik, Jakarta, Balai Penerbit FK UI.

Soebaryo, R. W. 2004 Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Atopik, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Soeberyo, R. W. 2004 Etiologi dan

Patogenesis Dermatitis Atopik. dalam BOEDIARDJA, S. A., SUGITO, T. L. & RIHATMADJA, R. (Eds.) Dermatitis pada Bayi dan Anak. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soesatyo, M. H. 2003 Imunopatogenesis Alergi Makanan, Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Spergel, J. M. & Schneider, L. C. 1999 Atopic Dermatitis. Journal of Asthma, Allergy and Immunology. 1: 7-14.

Sudigdo, A. 2000 Dermatitis Atopik paradigma baru patogenesis DA dengan menggunakan data lokal, Bandung, Bag / SMF kulit dan kelamin - RSUP dr. Hasan Sadikin. Tay, Y. K., Khoo, L. & Giam, Y. 2002

(9)

epidemiology of atopic dermatitis in Singapura school children. Br J Dermatol. 146: 101-106.

Vonmutius, E. 2002 Risk factor of atopic dermatitis, New York, Marcel Dekker.

Wahab, A. S. 2002 Penyakit Imun, Jakarta, Widya Medika.

Wheatly, L. & Platts-Mills, T. 2000a The role of inhalant allergens in atopic dermatitis, New York, , Marcel Dekker.

Williams, H. C. 2000 Epidemiology of atopic dermatitis. Clin Exp Dermatol. 25: 522-529.

Wollenberg, A. & Bieber, T. 2000 Atopic dermatitis: from the genes to skin lesions. Allergy 55: 205-213.

Wuthrich, B. & Grendelmeier, P. S. 2002 Definition and Diagnosis of Intrinsic Versus Extrinsic Atopic Dermatitis, New York, Marcel Dekker.

Wutrich, B. & Grendelmeier, P. 2002 Definition and diagnosis of intrinsic versus extrinsic atopic dermatitis, New York, Marcel Dekker.

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah sel terhitung biasanya lebih kecil dari sebenarnya (kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal lebih dari

20 In contrast to medieval mysticism, in which a mystical fusion could take place in visions and in raptus฀mysticus , the Lutheran conception of mysticism was fundamentally

Beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta sudah membangun aplikasi digital library masing- masing.Setiap digital library memiliki ragam dan kualitas layanan yang berbeda.Untuk

[r]

Pengamatan terhadap aktivitas siswa dilakukan oleh dua pengamat menggunakan instrumen lembar aktivitas siswa yang telah tersedia. Berdasarkan hasil analisis diperoleh

mulai dari tahap requirements planning, yaitu dengan melakukan pengumpulan data, analisis kebutuhan baik perangkat lunak maupun perangkat keras yang dibutuhkan

Antara lain:siswa belum mempunyai pemahaman akan diri dan karirnya, siswa belum mempunyai keyakinan dalam menempuh bidang karir,siswa belum mempunyai pilihan karir