TESIS
PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF
PADA BUDGETARY SLACK DENGAN ASIMETRI
INFORMASI, SELF ESTEEM, LOCUS OF CONTROL
DAN KAPASITAS INDIVIDU SEBAGAI VARIABEL
MODERASI (STUDI PADA SKPD KABUPATEN
JEMBRANA, BALI)
PUTU NOVIA HAPSARI ARDIANTI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
TESIS
PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF
PADA BUDGETARY SLACK DENGAN ASIMETRI
INFORMASI, SELF ESTEEM, LOCUS OF CONTROL
DAN KAPASITAS INDIVIDU SEBAGAI VARIABEL
MODERASI (STUDI PADA SKPD KABUPATEN
JEMBRANA, BALI)
PUTU NOVIA HAPSARI ARDIANTI NIM 1291662017
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF
PADA BUDGETARY SLACK DENGAN ASIMETRI
INFORMASI, SELF ESTEEM, LOCUS OF CONTROL
DAN KAPASITAS INDIVIDU SEBAGAI VARIABEL
MODERASI (STUDI PADA SKPD KABUPATEN
JEMBRANA, BALI)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
PUTU NOVIA HAPSARI ARDIANTI NIM 1291662017
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 MARET 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. I Made Sadha Suardikha, SE, MSi., Ak Dr.Drs.I.D.G Dharma Suputra, MSi.,Ak
NIP 19550910 198403 1 001 NIP 19570110 198601 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Dr. Dewa Gede Wirama, SE, MSBA.,Ak Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 19641224 199103 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 11 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No: 0692/UN14.4/HK/2015, Tanggal 4 Maret 2015
Ketua : Dr. I Made Sadha Suardikha, SE, MSi., Ak. Anggota: Dr. Drs. I.D.G Dharma Suputra, MSi.,Ak.
Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, MSi. Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE, MSi. Dr. Ni Ketut Rasmini, SE, MSi., Ak. Dr. A.A.N.B. Dwirandra, SE, Msi.,Ak.
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Putu Novia Hapsari Ardianti
NIM : 1291662017
Program Studi : Magister Akuntansi
Judul Tesis : Pengaruh Penganggaran Partisipatif pada Budgetary Slack dengan Asimetri Informasi, Self Esteem, Locus Of Control dan Kapasitas Individu sebagai Variabel Moderasi (Studi pada SKPD Kabupaten Jembrana).
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas dari plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah Tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 30 Maret 2015
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Penganggaran Partisipatif pada Budgetary Slack dengan Asimetri Informasi, Self Esteem, Locus Of Control dan Kapasitas Individu sebagai Variabel Moderasi (Studi pada SKPD Kabupaten Jembrana)”.
Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. I Made Sadha Suardikha, SE, MSi., Ak. sebagai Dosen Pembimbing Akademis sekaligus Pembimbing I beserta Bapak Dr. Drs. I.D.G Dharma Suputra, Msi., Ak. sebagai Pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktunya dan dengan sabar telah memberikan bimbingan dan masukan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Rektor Universitas Udayana Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Udayana.
3. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.
4. Bapak Prof. Dr. I.G.B. Wiksuana, SE., MS. selaku Dekan Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
5. Bapak Dr. I Gst. Wyn. Murjana Yasa, SE., M.Si. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
6. Bapak Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak., dan Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
7. Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, SE, MSBA., Ak selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh stafyang telah mendidik dan membantu proses penyelesaian tesis ini.
8. Bapak Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE, Msi., Bapak Dr. A.A.N.B. Dwirandra, SE, MSi.,Ak., beserta Ibu Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, MSi., sebagai Penguji yang dengan penuh perhatian memberi kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini kepada penulis.
9. Seluruh pegawai dan staf SKPD Kabupaten Jembrana yang telah bersedia memberikan data sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
10. Orang tua tercinta, Ayah Ir. I Ketut Swijana, MT. dan Ibu Ir. N.L.P Mei Ardiani, serta adik tersayang I Made Joddy Dewangga Putra yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan moral, dan material kepada penulis.
vii
11. Sahabat-sahabat khususnya I Gusti Ayu Pradnya Dewi, Ni Made Rahindayati, Rahayu Damayanti, Laksmi Cintya, Saka Sumarsana, Gede Bagus Brahma Putra, Desak Nyoman Yuliantari, Lusi Adimakayani dan Mas Pramitasari, serta seluruh rekan-rekan MAKSI Angkatan XI dan semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, kritik dan saran dalam penulisan tesis ini.
Denpasar, Maret 2015 Penulis
viii
ABSTRAK
PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF PADA BUDGETARY
SLACK DENGAN ASIMETRI INFORMASI, SELF ESTEEM, LOCUS OF CONTROL DAN KAPASITAS INDIVIDU SEBAGAI VARIABEL
MODERASI
(STUDI PADA SKPD KABUPATEN JEMBRANA, BALI)
Diduga partisipasi penganggaran tidak selalu linear pengaruhnya pada
budgetary slack. Hal ini dikarenakan adanya faktor kontijensi, empat diantanya
adalah asimetri informasi, self esteem, locus of control, dan kapasitas individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah asimetri informasi, self esteem,
locus of control, dan kapasitas individu mampu memoderasi pengaruh
penganggaran partisipatif pada budgetary slack. Budgetary slack adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang dilaporkan oleh agen dengan jumlah estimasi yang terbaik dari perusahaan. Agen cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik dari yang diajukan, sehingga target akan lebih mudah tercapai. Penganggaran partisipatif adalah hal yang sering dihubungkan dengan budgetary
slack. Namun, beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak
konsisten terkait dengan pengaruh partisipasi anggaran terhadap budgetary slack. Perbedaan hasil penelitian tersebut dapat diselesaikan melalui pendekatan kontinjensi (contingency approach). Dalam penelitian ini diajukan variabel asimetri informasi, self esteem, locus of control dan kapasitas individu sebagai variabel pemoderasi hubungan antara penganggaran partisipatif pada budgetary
slack.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik kuesioner. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 110 pejabat eselon SKPD Kabupaten Jembrana yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi moderasi (MRA). Hasil yang diperoleh adalah variabel penganggaran partisipatif berpengaruh positif pada budgetary slack. Variabel self esteem, dan locus of control memperlemah pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack, sedangkan variabel asimetri informasi dan kapasitas individu tidak mampu memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
Kata kunci: budgetary slack, penganggaran partisipatif, self esteem, locus of
viii
ABSTRACT
THE EFFECT OF PARTICIPATORY BUDGETING ON BUDGETARY SLACK WITH ASYMMETRY INFORMATION , SELF ESTEEM , LOCUS
OF CONTROL AND INDIVIDUAL CAPACITY AS MODERATING VARIABLE
( A STUDY ON JEMBRANA LOCAL GOVERMENT SKPD’S,BALI)
Budgetary participation not always has a linear effect on budgetary slack. This is because the contingency factors, four of them are asymmetry information, self-esteem, locus of control, and individual capacity. The research aimed to determine whether asymmetry information, self esteem, locus of control, and individual capacity capability to moderate the effects of participatory budgeting on budgetary slack. Budgetary slack is the difference between the amounts of the budget that was reported by the agents with the best estimate of the number of companies. Agents tend to make the budget by decreasing the revenue and increasing the cost compared with the best estimate of the proposed, so that the target would be easier to achieve. Participatory budgeting is often associated with budgetary slack. However, several previous studies have shown inconsistent results related to the effect of budget participation on budgetary slack. The difference in the results of the study can be completed through a contingency approach. This research uses asymmetry information, self-esteem, locus of control and individual capacity as the moderating variable in the relationship between participatory budgeting on budgetary slack.
The data was collected using questionnaire. The amount of samples in this research were 110 echelon SKPD’s Jembrana selected by purposive sampling method. The analysis technique used regression analysis moderation. The result showed that participatory budgeting had a positive effect on budgetary slack. Self-esteem and locus of control weaken the effect of participatory budgeting on the budgetary slack, while asymmetry information and individual capacities are not be able to moderate the effect of participatory budgeting on budgetary slack.
Keywords: Budgetary Slack, Asymmetry Information, Self Esteem, Locus Of Control, Individual Capacity.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ………... i
PERSYARATAN GELAR ………. ii
LEMBAR PENGESAHAN ……….... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ………. v
UCAPAN TERIMA KASIH ………. vi
ABSTRAK ………. vii
ABSTRACT ………. viii
DAFTAR ISI ……….... ix
DAFTAR TABEL ………...…... xii
DAFTAR GAMBAR ……….... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……….... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah... 7
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan... 10
2.2 Anggaran Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah (APBD).... 15
2.2.1 Prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)... 16
2.3 Pendekatan Teori Kontijensi... 17
2.4 Senjangan Anggaran... 19
2.5 Penganggaran Partisipatif... 20
2.6 Asimetri Informasi... 21
2.7 Self Esteem... 22
2.7.1 Ciri-Ciri Self Esteem... 23
2.8 Locus Of Control... 24
2.9 Kapasitas Individu... 26
2.10 Penelitian Terdahulu... 27
x
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka berpikir... 29
3.2 Konsep penelitian... 31
3.3 Hipotesis penelitian... 32
3.3.1 pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack... 32
3.3.2 Kemampuan asimetri informasi memoderasi pengaruh peng anggaran partisipatif pada budgetary slack... 33
3.3.3 Kemampuan self esteem memoderasi penganggaran partisipatif pada budgetary slack... 34
3.3.4 Kemampuan locus of control memoderasi penganggaran partisipatif pada budgetary slack... 35
3.3.5 Kemampuan kapasitas individu memoderasi penganggaran partisipatif pada budgetary slack... 35
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian... 37
4.2 Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian... 38
4.3 Data Penelitian... 39
4.3.1 Jenis Data... 39
4.3.2 Sumber Data... 39
4.3.3 Metode Penentuan Sampel... 39
4.4 Variabel Penelitian... 43
4.4.1 Identifikasi Variabel... 43
4.4.2 Definisi Operasional Variabel... 44
4.5 Metode Pengumpulan Data... 48
4.6 Instrumen Penelitian... 48
4.6.1 Skala Pengukuran... 48
4.6.2 Uji Reliabilitas dan Validitas... 49
4.7 Teknik Analisis Data... 50
4.7.1 Uji Asumsi Klasik... 50
4.7.1.1 Uji Normalitas... 50
4.7.1.2 Heteroskedastisitas... 51
4.7.2 Analisis Regresi... 51
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Deskripsi Responden………...54
5.2 Karakteristik Responden………..55
5.3 Hasil Analisis Data………... 57
xi
5.3.2 Hasil Uji Instrumen Penelitian………... 58 5.3.3 Hasil Uji Asumsi Klasik………...… 60 5.3.4 Hasil Analisis Regresi dan Pengujian Hipotesis…….... 61
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pengaruh Penganggaran Partisipatif pada Budgetary Slack.. ....66 6.2 Asimetri Informasi Memoderasi Pengaruh Penganggaran
Partisipatif pada Budgetary Slack ………...67 6.3 Self Esteem Memoderasi Pengaruh Penganggaran
Partisipatif pada Budgetary Slack...68 6.4 Locus of Control Memoderasi Pengaruh Penganggaran
Partisipatif pada Budgetary Slack ………...69 6.5 Kapasitas Individu Memoderasi Pengaruh Penganggaran
Partisipatif pada Budgetary Slack……… 70 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan………...71 7.2 Keterbatasan dan Saran Penelitian..………..72
DAFTAR RUJUKAN...73 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah
Kabupaten Jembrana Tahun Anggaran 2007-2013... 3
1.2 Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2013 (dalam jutaan rupiah)... 3
4.2 Nama- Nama SKPD dan Jumlah Jabatan Struktural di Lingkungan SKPD Kabupaten Jembrana... 41
4.3 Jumlah Sampel Penelitian... 42
4.4 Indikator Penilaian Variabel... 47
5.1 Ringkasan penyebaran dan pengembalian kuesioner ... 54
5.2 Karakteristik responden ... 56
5.3 Klasifikasi Rata-Rata Deskripsi Data Penelitian... 57
5.4 Statistik deskriptif ... 57
5.5 Hasil uji reliabilitas instrumen ... 59
5.6 Hasil uji normalitas ... 60
5.7 Hasil uji heteroskedastisitas ... 61
xiii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 3.1 : Kerangka Berpikir ………... 30 3.2 : Konsep Penelitian ……….. 31 4.1 : Rancangan Penelitian ……….... 38
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1. Ringkasan hasil penelitian sebelumnya ... 1
2. Kuesioner ... 8
3. Statistik deskriptif ... 13
4. Hasil uji validitas ... 14
5. Hasil uji reliabilitas ... 20
6. Hasil uji normalitas ... 22
7. Hasil uji heteroskedastisitas ... 23
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anggaran adalah unsur yang sangat penting dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian perusahaan, yang berisikan rencana kegiatan di masa datang dan mengindikasikan kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan (Hansen dan Mowen,1997; Nouri, 1996). Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan suatu proses politik, dimana anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik (Mardiasmo, 2002).
Kabupaten Jembrana telah mengalami reformasi penganggaran sejak diberlakukannya otomoni daerah yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Reformasi penganggaran ini merupakan perubahan dari sistem anggaran tradisional (traditional budget system) ke sistem anggaran berbasis kinerja (performance budget system) (Sandrya, 2013). Sistem anggaran berbasis kinerja disusun untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional dan menggunakan kinerja sebagai tolok ukur (Mahsun, 2007). Penilaian kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran akan mendorong agen melakukan senjangan anggaran (budgetary slack) demi jenjang karir yang lebih b aik di masa mendatang.
Budgetary slack banyak terjadi pada tahap perencanaan dan persiapan
2
kepentingan eksekutif dan legislatif, serta kurang mencerminkan kebutuhan masyarakat (Kartiwa,2004). Dalam hal ini, eksekutif sebagai agen melakukan penyusunan anggaran yang akan disahkan oleh legislatif yang bertindak sebagai prinsipal.
Budgetary slack adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang dilaporkan
oleh agen dengan jumlah estimasi yang terbaik dari perusahaan (Anthony dan Govindaradjan, 2007). Agen cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik dari yang diajukan, sehingga target akan lebih mudah tercapai. Hilton dalam Hermanto (2003) menyatakan ada tiga alasan utama agen melakukan
budgetary slack: (a) orang-orang selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka
akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka mencapai anggarannya; (b)
budgetary slack selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian, jika
tidak ada kejadian yang tidak terduga, maka agen tersebut dapat melampaui/mencapai anggarannya; (c) rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya (Falikhatun, 2007). Hal ini dapat berdampak buruk pada organisasi sektor publik yang menyebabkan bias dalam evaluasi kinerja agen terhadap unit pertanggungjawaban.
Dilihat pada tabel 1.1, kabupaten Jembrana merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dibandingkan dengan Kabupaten lainnya di Propinsi Bali, namun Kabupaten Jembrana selalu bisa mencapai target anggaran pendapatan dan belanja daerahnya (Prasojo et all, 2005).
3
Tabel 1.1
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2013 (dalam jutaan rupiah)
Kabupaten /kota Jumlah pendapatan daerah
(Rp)
Jumlah belanja daerah (Rp) JJembrana 745.334,983 718.538,444 Tabanan 1.253.026,819 1.198.702,307 Badung 2.954.662,971 2.755.459,722 Gianyar 1.248.415,648 1.192.027,629 Klungkung 711.405,235 665.548,503 Bangli 702.229,030 652.343,659 Karangasem 1.041.577,611 1.078.485,761 Buleleng 1.390.657,293 1.413.380,933 Denpasar 1.547.605,213 1.537.883,625
Sumber: Bapeda Provinsi Bali (data diolah 2014) Tabel 1.2
Anggaran dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Dearah Kabupaten Jembrana
Tahun Anggaran 2007-2013 (dalam jutaan rupiah)
Tahun Anggaran Pendapatan Asli Daerah (Rp) Realisasi Pendapatan Daerah (Rp) Persentase pencapaian (%) Anggaran Belanja Daerah (Rp) Realisasi Belanja Daerah (Rp) Persentase pencapaian( %) 2007 14.989,35 16.975,88 113,25% 430.728,50 392.380,64 91,10% 2008 19.523,66 21.235,51 108,77% 500.248,97 445.271,55 89.01% 2009 20.755,68 33.952,88 163,58% 514.245,61 479.134,81 93,17% 2010 32.824,81 41.996,03 127,93% 550.991,34 496.307,78 90,07% 2011 36.247,62 41.330,60 114,02% 615.427,63 546.848,47 88,85% 2012 51,525,70 46.470,11 90,19% 728.713.20 664.723,06 91,21% 2013 63,525,47 68,485,48 107,80% 797.854.89 718.538.44 90,05%
Sumber: Pemerintah Kabupatem Jembrana (data diolah 2013)
Perkembangan anggaran pendapatan asli daerah dan belanja daerah Kabupaten Jembrana tahun anggaran 2007-2013 dapat dilihat pada table 1.2, angka realisasi pendapatan daerah cenderung lebih tinggi dibandingkan angka anggaran pendapatan daerah yang ditetapkan dan angka realisasi belanja daerah yang lebih rendah dibanding dengan anggaran belanja daerah dari tahun ke tahun. Fraud yang ditunjukkan dalam tabel diatas dapat diduga terjadi budgetary slack, dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya sehingga selalu bisa tercapai dan kinerjanya dinilai baik.
4
Proses penggangaran dapat dilakukan dengan metode top down, bottom
up, dan penganggaran partisipatif (Hapsari,2011). Penganggaran partisipatif inilah
yang sering dihubungkan dengan budgetary slack. Hasil penelitian Lowe dan Shaw (1968), Young (1985) dan Lukka (1988) menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran memiliki pengaruh positif dan dapat meningkatkan terjadinya
budgetary slack, karena individu-individu berpartisipasi dalam penyusunan
anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran mencari kemudahan dalam pencapaian anggaran yang ditetapkan dan menginginkan penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut. Namun, beberapa penelitian lain menunjukkan hasil yang tidak konsisten, dimana penelitian yang dilakukan oleh Onsi (1973), Camman (1976), Merchant (1985) dan Dunk(1993) mengungkapkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi budgetary slack, karena agen membantu memberikan informasi kepada prinsipal tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Adanya partisipasi dalam penganggaran ini diharapkan mampu membantu jalannya penganggaran agar mencapai hasil yang baik.
Hasil penelitian yang berlawanan ini mungkin karena ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hubungan antara penganggaran partisipatif dan senjangan anggaran (Latuheru,2005). Perbedaan hasil penelitian tersebut dapat diselesaikan melalui pendekatan kontinjensi (contingency approach). Hal ini dilakukan dengan memasukkan variabel lain yang mungkin mempengaruhi hubungan penganggaran partisipatif dengan budgetary slack (Govindarajan ,1986). Dalam penelitian ini diajukan variabel asimetri informasi, self esteem,
5
locus of control dan kapasitas individu sebagai variabel pemoderasi hubungan
antara penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
Asimetri informasi adalah suatu kondisi apabila prinsipal tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kinerja agen baik itu dalam kinerja aktual, motivasi dan tujuan, sehingga atasan tidak dapat menentukan kontribusi bawahan terhadap hasil aktual perusahaan atau organisasi (Anthony dan Govindaradjan, 2007). Adanya asimetri informasi ini sering kali dimanfaatkan oleh agen dengan tidak memberikan seluruh informasi yang dimilikinya dan membuat anggaran yang lebih mudah dicapai sehingga terciptalah budgetary
slack.
Self Esteem merupakan suatu keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan
evaluasi diri secara keseluruhan. Seseorang dengan Self Esteem yang tinggi dimana mereka melihat dirinya berharga, mampu dan dapat diterima. Orang dengan Self Esteem rendah merasa kurang baik dengan dirinya. Orang yang memiliki Self Esteem tinggi cenderung memandang diri mereka sendiri sebagai seorang yang penting, berharga, berpengaruh dan berarti dalam konteks organisasi yang mempekerjakan mereka (Hapsari,2011). Hasil penelitian Belkoui (1989), Nugrahani dan Sugiri (2004) membuktikan secara empiris bahwa agen yang memiliki self esteem rendah memiliki peluang lebih tinggi dalam membuat
budgetary slack.
Locus of control menurut Mustikawati (1999) dalam Sinaga (2013) didefinisikan sebagai tingkatan keyakinan seseorang terhadap kemampuan mengontrol nasibnya sendiri. Seseorang yang tidak memiliki locus of control yang
6
baik akan gagal menjalankan tugasnya dalam melakukan penyusunan anggaran. Hal ini tentu saja menjadi indikasi gagalnya partisipasi anggaran yang pada gilirannya akan berdampak pada penurunan kinerja dan rendahnya pencapaian sehingga berakibat timbulnya budgetary slack (Sinaga,2013). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang di lakukan oleh Adi dan Mardiasmo (2002)
yang menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh terhadap budgetary slack. Organisasi birokrasi dalam era otonomi daerah perlu mempersiapkan
tenaga kerja atau aparatur yang memiliki kemampuan dalam bekerja, baik dari segi pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, loyalitas kepentingan dan memiliki keterkaitan kepentingan (Sandrya,2013). Dengan disiapkannya kapasitas individu yang baik diharapkan mampu menurunkan terjadinya kesalahan kerja dan kecurangan dalam bekerja yang dilakukan baik sengaja maupun tidak sengaja. Yuhertiana (2004) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa individu yang memiliki cukup pengetahuan akan mampu mengalokasikan sumber daya dengan baik, sehingga dapat menurunkan budgetary slack.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu, penelitian ini fokus pada pengaruh kinerja individu dan karakteristik personal yang berpartisipasi pada penyusunan anggaran sehubungan dengan sistem anggaran berbasis kinerja, dengan menggunakan variabel asimetri informasi, self esteem,
locus of control, dan kapasitas individu, sedangkan pada penelitian sebelumnya
lebih banyak menguji pengaruh peran organisasi dalam partisipasi anggaran pada
budgetary slack, dengan menggunakan variabel komitmen organisasi, budaya
7
Berdasarkan latar belakang diatas yang ditunjang oleh hasil penelitian-penelitian terdahulu dan data APBD dari Kabupaten Jembrana, maka peneliti termotivasi untuk menguji pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary
slack dengan faktor kontijensi yaitu asimetri informasi, self esteem, locus of control, dan kapasitas individu sebagai variabel moderasi pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Jembrana, Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena dan uraian latar belakang masalah, maka terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apakah penganggaran partisipatif berpengaruh pada budgetary slack? 2) Apakah asimetri informasi memoderasi pengaruh penganggaran
partisipatif pada budgetary slack?
3) Apakah self esteem memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada
budgetary slack?
4) Apakah locus of control memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack?
5) Apakah kapasitas individu memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti secara empiris dan untuk mengetahui:
1) Pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
2) Kemampuan asimetri informasi memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
3) Kemampuan self esteem memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
4) Kemampuan locus of control memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
5) Kemampuan kapasitas individu memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi SKPD Kabupaten Jembrana sebagai pertimbangan dalam rangka menurunkan tingkat terjadinya budgetary slack dalam penyusunan anggaran, dimana dengan memahami karakteristik dan kemampuan personal pegawai SKPD Jembrana akan membantu dalam proses pemilihan individu yang akan dilibatkan secara langsung dalam proses penyusunan anggaran.
9
2) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi, wawasan, dan pengetahuan, serta dapat dijadikan refrensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan masalah budgetary slack.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan
Penjelasan mengenai konsep budgetary slack dimulai dari pendekatan
agency theory. Teori keagenan dapat didefinisikan sebagai suatu konsep yang
menjelaskan mengenai kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai principal menunjuk orang lain sebagai agen untuk melakukan jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan (Jensen dan Meckling, 1976).
Praktik budgetary slack dalam perspektif agency theory dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan principal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya.
Arifah (2012) mengutip Eisenhard (1989) menyebutkan ada beberapa asumsi yang muncul terkait teori keagenan antaranya:
1) Asumsi mengenai sifat manusia yang cenderung mengutamakan kepentingan diri sendiri (self interest), keterbatasan rasionalitas 2) atau daya pikir terhadap masa depan, dan cenderung untuk
menghindari risiko.
3) Asumsi mengenai keorganisasian, konflik antar anggota organisasi, efisiensi dan asimetri informasi antara prinsipal dan agen.
11
4) Asumsi mengenai informasi, informasi dianggap sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.
Jika agen yang berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan agen memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu kepentingan perusahaan. Namun, sering keinginan prinsipal tidak sama dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik diantara mereka. Hal ini dapat terjadi misalnya, jika dalam melakukan kebijakan pemberian rewards perusahaan kepada bawahan didasarkan pada pencapaian anggaran. Bawahan cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai dan mendapatkan rewards berdasarkan pencapaian anggaran tersebut (Darlis,2000). Kondisi ini jelas akan menyebabkan terjadinya budgetary slack.
Entitas di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu entitas sektor publik dan non publik/swasta. Anggaran sektor publik berhubungan dengan proses penentuan jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik rakyat, serta bersifat terbuka untuk publik. Sedangkan, anggaran pada sektor swasta bersifat tertutup untuk publik dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Meskipun berbeda, tetapi kedua sektor memiliki kesamaan sifat yakni terbagi dalam dua pihak, yaitu: prinsipal dan agen (Sandrya,2013)
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses anggaran sektor publik meliputi eksekutif, legislatif, dan masyarakat. Hubungan keagenan dalam penganggaran daerah, adalah:
12
1) Hubungan Keagenan antara Masyarakat (Publik atau Voters) dan Legislatif Legislatif adalah lembaga perwakilan rakyat yang keberadaannya telah dipilih oleh rakyat (voters). Rakyat berdasarkan asas demokrasi adalah prinsipal utama dan legislatif berperan sebagai agen yang mewakili rakyat sebagai prinsipal. Rakyat melakukan pengawasan terhadap DPR dengan cara social pressure, yaitu rakyat berperan sebagai parliament
watch, media dan aksi langsung dengan kekuatan massa melalui
demonstrasi (Kencana, 2010). Legislatif berperan penting dalam penganggaran daerah, karena DPRD adalah pengesah APBD dalam tahap ratifikasi. Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999, DPRD dan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan APBD. Sehingga, DPRD perlu untuk mendengarkan aspirasi rakyat melalui berbagai komponen yang mewakili rakyat, yaitu: Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, kuesioner, kotak pos, media massa, dan lain sebagainya (Kencana, 2010).
Masalah keagenan antara legislatif dengan rakyat adalah legislative akan membela kepentingan rakyat atau pemilihnya, tetapi seringkali tidak terjadi karena pendelegasian kewenangan rakyat atau pemilih dengan legislatornya tidak ada kejelasan aturan konsekuensi kontrol keputusan yang disebut abdikasi (abdication). Lupia dan Mc.Cubbins (2000) dalam Halim dan Abdullah (2006) menyatakan bahwa abdikasi terjadi karena pemilih (voters) tidak ingin mempengaruhi legislatif yang mereka pilih, sedangkan legislatif tidak memiliki banyak waktu dan pengetahuan untuk mengetahui semua kebutuhan rakyat. Sehingga, legislatur cenderung
13
melakukan political corruption dalam proses penyusunan anggaran dan menimbulkan administration corruption. Legislatif akan memaksimalkan utilitasnya (self interest) dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan rakyat (Garamvalvi, 1997; Abdullah, 2006).
2) Hubungan Keagenan antara Legislatif dan Eksekutif (Pemerintah Daerah) Hubungan keagenan antara legislatif dan eksekutif berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, terjadi perubahan posisi luasnya kekuasaan antara legislatif sebagai prinsipal terhadap eksekutif sebagai agen. DPRD tidak menjadi satu kesatuan dengan Kepala Daerah beserta perangkatnya. Hubungan keagenan terjadi dalam konteks pembuatan kebijakan, yang mana legislatif memberikan kewenangan kepada agen untuk membuat usulan kebijakan baru dan berakhir setelah usulan tersebut diterima atau ditolak. Fungsi DPRD adalah mengawasi pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanaan keputusan Gubernur/Bupati/Walikota, pelaksanaan APBD, pelaksanaan kebijakan daerah dan pelaksanaan kerjasama internasional di daerah. Sedangkan, kepala daerah memiliki kewajiban dan tanggung jawab atas terselenggaranya pemerintahan, serta meningkatkan kepuasan rakyat. Kinerja kepala daerah dinilai dari keberhasilan berbagai program pemerintahan dan kebijakan pada realisasi APBD dalam laporan pertanggungjawaban kepada DPRD (Kencana, 2010).
Masalah keagenan dalam hubungan legislatif dan eksekutif adalah legislatif cenderung melakukan “kontrak semu” dengan eksekutif, karena
14
memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power) (Kencana, 2010). Legislatif mengutamakan kepentingan pribadi secara jangka panjang demi menjaga kesinambungan dan nama baik politisi atau anggota dewan. Sedangkan, eksekutif cenderung melakukan budgetary slack karena memiliki keunggulan informasi (asimetri informasi) dan untuk mengamankan posisinya di pemerintahan. Eksekutif akan mengusulkan anggaran belanja yang lebih besar dan target anggaran yang lebih rendah, agar lebih mudah dicapai ketika realisasi dilaksanakan.
3) Hubungan Keagenan antara Kepala Daerah (Bupati) dan KepalaDinas/Kantor/Badan
Hubungan keagenan antara Kepala Daerah (Bupati) dan Kepala Dinas/Kantor/Badan adalah Kepala Daerah (Bupati) berperan sebagai prinsipal dan Kepala Dinas/Kantor/Badan sebagai agen. Eksekutif akan menyampaikan dokumen rancangan APBD kepada legislatif untuk diteliti dan disahkan. Kepala daerah berorientasi pada penetapan sistem pengendalian manajemen yang mengatur Dinas/Kantor/Badan, serta mendukung keberhasilan reformasi anggaran, keuangan dan sistem akuntansi daerah. Dinas/Kantor/Badan akan mengajukan daftar usulan kegiatan daerah dan daftar usulan proyek daerah yang akan dibahas oleh panitia anggaran daerah. Perangkat daerah (Dinas/Kantor/Badan) bertanggung jawab dalam pelayanan masyarakat (Kencana, 2010). Kencana (2010) mengutip pernyataan Mardiasmo (2001) bahwa slack yang diciptakan oleh perangkat daerah cenderung merupakan slack yang
15
positif, karena menjaga hubungannya dengan kepala daerah dan mengamankan pekerjaan dan posisi atau jabatan di pemerintahan.
2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrumen hukum untuk mendukung reformasi penganggaran daerah. Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan UU No.32/2004 tentang pemerintah daerah, Permendagri No.13/2006, Peraturan Pemerintah No.58/2005, dan Permendagri No.37/2012 sebagai pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Lembaga-lembaga yang berperan penting dalam perencanaan dan penganggaran daerah berdasarkan UU.No.17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU.No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah Badan Perencanaan Daerah (Bappeda), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Kepala daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan praktek-praktek penyimpangan pengelolaan keuangan Negara. Salah satu penanggulangan yang dilakukan pemerintah pusat adalah memperbaiki sistem keuangan Negara dengan menerapkan sistem penganggaran yang disebut dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan proses penyusunan APBD di organisasi sektor publik untuk tatakelola pemerintahan, yakni proses pembangunan yang efisien dan partisipatif, serta terjadi reformasi anggaran, yaitu penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja (performance budget system) untuk menggantikan sistem anggaran tradisional (traditional budget system). Proses
16
pembangunan ini melibatkan pengambilan kebijakan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan, dan dalam tahap tertentu melibatkan masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik. Salah satu kunci utama penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah penentuan kinerja, adanya ukuran kinerja yang jelas dan dapat diverifikasi terhadap outcome, output maupun kewajaran dana yang dikeluarkan dengan output yang dicapai (Mahsun, dkk.,2007).
2.2.1 Prinsip Penyusunan APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berdasarkan Permendagri No.37/2012 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahun anggaran daerah meliputi masa satu tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Prinsip penyusunan APBD berdasarkan pada Permendagri No.37/2012 adalah:
1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah;
2) APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal; 3) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, yaitu memudahkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi yang seluas-luasnya tentang APBD;
17
4) Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat; 5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan;
6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
2.3.Pendekatan Kontijensi
Pendekatan kontijensi merupakan sebuah aplikasi konsep yang menyatakan bahwa tidak ada suatu sistem kontrol terbaik yang dapat diterapkan untuk semua organisasi dan penerapan sistem yang tepat harus memandang adanya keterlibatan variabel konstektual dimana organisasi tersebut berada. Teori kontinjensi dapat digunakan untuk menganalisis desain dan sistem akuntansi manajemen untuk memberikan informasi yang dapat digunakan perusahaan untuk berbagai macam tujuan dan untuk menghadapi persaingan (Otley, 1980).
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada ketidakkonsistenan hasil penelitian. Hasil penelitian Camman,1976; Dunk, 1993; Merchant, 1985; Onsi,1973 menyatakan bahwa dengan adanya partisipasi agen dalam proses penyusunan anggaran akan mengurangi kecenderungan untuk menciptakan budgetary slack. Hal ini terjadi karena agen membantu memberikan informasi pribadi tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Sedangkan peneliti lain (Lowe dan Shaw, 1968; Lukka, 1988; Young,1985) mendapatkan bukti empiris bahwa partisipasi anggaran justru menyebabkan manajer yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran cenderung untuk melakukan senjangan anggaran.
18
Govindarajan (1986) mengemukakan bahwa untuk menyelesaikan perbedaan dari berbagai hasil temuan tersebut, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontijensi (contingency approach). Beberapa penelitian dalam bidang akuntansi manajemen melalui pendekatan kontinjensi bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel-variabel kontekstual dengan desain sistem akuntansi manajemen dan untuk mengevaluasi keefektifan hubungan antara dua variabel (hubungan antara partisipasi anggaran dengan budgetary slack) dengan menggunakan variabel kontekstual sebagai variable moderating (Latuheru, 2005).
Dalam pendekatan kontinjensi (contingency approach) dianggap bahwa pembuatan dan penggunaan desain sistem pengendalian manajemen (termasuk penganggaran) yang efektif tidaklah berlaku secara universal (Merchant, 1981). Keefektifannya bergantung kepada berbagai faktor kontekstual yang selalu dikenal dengan faktor-faktor kontinjensi, seperti ketidakpastian lingkungan, teknologi yang diadopsi, budaya organisasi, dan karakter personal. Sistem pengendalian manajemen, seperti partisipasi penganggaran perlu digeneralisasi dengan mempertimbangkan faktor perilaku individu (manager) dalam melaksanakan aktivitas apakah melakukan perilaku yang menyimpang (perilaku dysfunctional), sehingga perlu adanya faktor kontijensi karakter personal antara lain adalah self esteem, locus of control, dan kapasitas individu.
Hapsari (2011) menyatakan bahwa self esteem dan kapasitas individu mampu menjadi faktor kontijensi pengaruh penganggaran partisipatif pada
budgetary slack, karena dengan adanya keyakinan diri pada para manajer dimana
19
banyak hal yang dapat dibanggakan untuk kemajuan organisasi secara nyata akan menurunkan budgetary slack yang terjadi saat para manajer diikutsertakan dalam proses penyusunan anggaran. Berdasarkan hal tersebut penting untuk menyiapkan individu yang memiliki self esteem yang tinggi dan kapasitas individu yang baik untuk diikutsertakan dalam penyusunan anggaran.
Penelitian Sinaga (2013) menyatakan hasil bahwa locus of control mampu menjadi faktor kontijensi hubungan penganggaran partisipatif dengan budgetary
slack. Apabila manajer memiliki internal locus of control, dia akan yakin akan
kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan maka penggunaan anggaran partisipatif akan menimbulkan kepuasan kerja manajer dan diharapkan akan meningkatkan kerja manajer, sehingga mampu menurunkan terjadinya budgetary slack.
2.4 Kesenjangan Anggaran (Budgetary Slack)
Kesenjangan Anggaran (budget slack) adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang diajukan oleh bawahan dengan jumlah estimasi yang terbaik dari organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2007). Bawahan melakukan budget slack dengan merendahkan pendapatan atau menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik dari yang diajukan, sehingga target anggaran akan lebih mudah tercapai. Budget slack timbul karena keinginan dari atasan dan bawahan yang tidak sama terutama jika kinerja bawahan dinilai berdasar pencapaian anggaran. Apabila bawahan merasa insentifnya tergantung pada pencapaian sasaran
20
anggaran, maka mereka akan menciptakan budget slack melalui proses partisipasi (Schiff dan Lewin, 1970; Chow dan Waller, 1988)
Budget slack juga didefinisikan sebagai suatu perilaku yang disfungsional
bahkan tidak jujur, karena manajer berusaha untuk memuaskan kepentingannya dan menyebabkan meningkatnya biaya organisasi (Stevens, 1996). Oleh karena itu, manajer secara moral menilai budget slack sebagai sesuatu yang negatif. Hobson dkk (2011) mengeksplorasi argumen ini dan mengungkapkan bahwa skema pembayaran slack-inducing (insentif) dan nilai-nilai personal mendorong manajer menilai budget slack sebagai perilaku tidak etis.
2.5 Penganggaran Partisipatif
Brownell (1982) mengatakan penganggaran partisipatif merupakan suatu proses dimana individu-individu terlibat langsung di dalamnya dan mempunyai pengaruh pada penyusunan target anggaran yang kinerjanya akan dievaluasi dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian target anggaran mereka. (Falikhatun, 2007).
Adapun karakteristik dari pertisipasi dalam penyusunan anggaran dapat dilihat dari beberapa faktor Sumarno (2005:203), yaitu :
a. Pengaruh yang besar dalam partisipasi pengukuran anggaran b. Pengaruh dalam revisi penyusunan anggaran
c. Pengaruh mengenai pendapat/usulan dalam penetapan anggaran d. Keyakinan dalam memutuskan suatu anggaran
e. Pentingnya kontribusi usulan atau pemikiran dalam penyusunan anggaran f. Keikutsertaan dalam kegiatan penyusunan anggaran.
21
Dari beberapa definisi mengenai partisipasi anggaran maka disimpulkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran adalah seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh individu dalam proses penyusunan anggaran. Maka proses anggaran secara partisipasi sangat dibutuhkan. Dengan adanya penyusunan anggaran secara partisipasi dapat terjadi pertukaran informasi baik antara atasan dengan bawahan maupun level manajemen yang sama.
2.6 Asimetri Informasi
Asimetri informasi adalah prinsipal atau pemegang kuasa anggaran mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih daripada agen atau pelaksana anggaran mengenai unit tanggung jawabnya, atau sebaliknya. Bila kemungkinan pertama terjadi, akan muncul tuntutan atau motivasi yang lebih besar dari atasan/pemegang kuasa anggaran kepada pelaksana anggaran mengenai pencapaian target anggaran yang disepakati. Sebaliknya, bila kemungkinan kedua terjadi, pelaksana anggaran akan menyatakan target yang lebih rendah daripada yang dimungkinkan dicapai.
Young (1985) menyatakan bahwa keberadaan asimetri informasi dapat menyebabkan bawahan untuk melebih-lebihkan kebutuhan sumber daya mereka atau mengecilkan kemampuan kerja mereka. Sehingga, interaksi antara anggaran partisipatif dengan asimetri informasi dapat menyebabkan terjadinya budgetary
slack. Secara teoritis, asimetri informasi dapat dikurangi melalui monitoring dan
22
2.7 Self Esteem
Self Esteem adalah suatu keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi
diri secara keseluruhan. Self Esteem diukur dengan pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif pada survey Self Esteem adalah “saya merasa bahwa saya adalah seseorang yang sangat berarti, seperti orang lainnya, sedangkan pernyataan pernyataan yang negatif adalah “saya merasa bahwa saya tidak memiliki banyak hal untuk dibanggakan”. Orang yang sepakat dengan pernyataan positif dan tidak sepakat dengan pernyataan negatif memiliki Self Esteem yang tinggi dimana mereka melihat dirinya berharga, mampu dan dapat diterima. Orang yang dengan
Self Esteem rendah tidak merasa baik dengan dirinya. Para peneliti
mendefinisikan Self Esteem dalam organisasi sebagai nilai yang dimiliki oleh individu atas dirinya sendiri sebagai anggota organisasi yang bertindak dalam konteks organisasi. Orang yang memiliki Self Esteem tinggi cenderung memandang diri mereka sendiri sebagai sebagai orang yang penting, berharga, berpengaruh dan berarti dalam konteks organisasi yang mempekerjakan mereka (Kreitner&Kinicki, 2003). Dengan demikian jika seseorang merasa dirinya begitu penting, berharga dan berpengaruh maka timbul kepercayaan diri atas pekerjaan yang dilakukannya karena apa yang dilakukannya berhasil dan menciptakan hasil yang optimal.
Pernyataan Coopersmith yang dikutip oleh Sulistyaningsih (1995) menyatakan bahwa dengan self esteem individu dapat mengevaluasi dirinya sehingga membuatnya mampu untuk menghargai diri sendiri, hal ini menimbulkan suatu sikap yang disetujui atau dan tidak disetujui dan
23
mengindikasikan perluasan rasa percaya akan kemampuannya, kesuksesannya, dan keberartiannya. Singkatnya, Self Esteem adalah suatu pendapat pribadi yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu yang berpatokan pada dirinya sendiri.
Saifuddin Azwar menyatakan bahwa Self Esteem merupakan dasar pembentukan konsep diri. Dikatakan oleh bechman dan O Malley bahwa konsep diri yang positif akan membuat individu lebih ambisius, lebih antusias, dan meletakkan aspirasinya pada level yang tinggi. Self Esteem bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, namun merupakan faktor yang dipelajari, dan terbentuk sepanjang pengalaman hidup individu dalam relasinya dengan diri sendiri maupun dengan individu yang lain (Sulistyaningsih, 1995).
2.7.1. Ciri-Ciri Self Esteem
Sulistyaningsih (1995) mengutip Coopersmith, bahwa ada tiga tingkatan dalam Self Esteem dan tiap tingkatan punya ciri-ciri yang berbeda. Seseorang dengan Self Esteem tinggi mempunyai ciri-ciri aktif, ekspresif, bebas mengungkapkan pendapat, cenderung sukses dalam bidang akademik maupun bidang sosial, mau menerima kritik dan perbedaaan pendapat, mempunyai perhatian yang cukup terhadap lingkungannya, optimistik dan mempunyai tingkat kecemasan yang relatif rendah.
Pada tingkat menengah, terdapat ciri-ciri yang hampir sama dengan tinggi, tetapi orang yang memiliki Self Esteem tingkat menengah menunjukan kebimbangan dalam menilai dirinya sendiri sehingga dukungan sosial masih sangat dibutuhkan.
24
Pada tingkatan yang rendah Self Esteem menunjukan ciri-ciri rendah diri, takut terhadap pendapat yang bertentangan dengan dirinya, kurang aktif dan ekspresif bahkan cenderung merasa dirinya terisolasi dan tidak dicintai, dalam aktivitas sosial lebih suka sebagai pendengar dan pengikut, kurang dapat menerima kritik, sering melaumun dan mudah tersinggung.
Pernyataan Nuryati Atamimi yang dikutip oleh Sulistyaningsih (1995) juga mencatat pandapat dua ahli yaitu De ViestaF. J. Dan G. T. Thompson bahwa orang-orang dengan Self Esteem yang tinggi cenderung untuk melihat dirinya sebagai orang yang berhasil secara relatif bebas dari kecemasan dan sintom psikomatis, yakni akan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan percaya bahwa usaha-usaha yang dilakukannya akan mendapatkan hasil. Mereka mudah menerima orang lain seperti orang lain menerima dirinya, serta lebih mandiri daripada mereka yang memiliki Self Esteem yang rendah.
2.8 Locus of Control
Rotter (1990) mendefinisikan locus of control sebagai suatu variabel kepribadian tentang keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) dirinya sendiri. Konsep Locus of control didasarkan pada teori pembelajaran sosial (theory social learning) (Reiss dan Mitra, 1998). Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa pilihan dibuat oleh individu dari berbagai macam perilaku potensial yang tersedia untuk mereka (Phares, 1976 dalam Reiss dan Mitra, 1998). Locus of control didefinisikan Mac Donald (1973) dalam Tsui dan Gul (1996) sebagai sejauh mana seseorang merasakan hubungan kontijensi
25
antara tindakan dan hasil yang mereka peroleh. Seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki pengendalian atas takdir mereka disebut internal. Dalam hal ini, mereka mempercayai bahwa pengendalian itu terletak dalam diri mereka sendiri. Dilain pihak, eksternal adalah orang yang percaya bahwa hasil mereka ditentukan oleh agen atau faktor ekstrinsik diluar mereka sendiri. Sebagai contoh, oleh takdir, keberuntungan, kekuatan yang lain atau sesuatu yang tidak dapat diprediksi.
Berdasarkan pada teori locus of control, bahwa perilaku seorang manajer dalam penyusunan anggaran akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control-nya. Ciri pembawaan internal locus of control adalah mereka yang yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam kendalinya dan akan selalu mengambil peran dan tanggung jawab dalam penentuan benar atau salah. Sebaliknya, orang dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada di luar kontrolnya dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya. Penelitian Singer dan Singer (2001) mencoba untuk mengungkapkan eskalasi ko mitmen yang berbeda-beda pada individu yang sensitizer dan repressor dan individu yang
internal locus of control dan external locus of control. Hasil mengungkapkan
bahwa individu yang repressor cenderung mengalami eskalasi lebih besar daripada individu yang sensitizer, demikian juga dengan individu yang cenderung
internal locus of control mengalami eskalasi lebih besar daripada individu yang
26
2.9 Kapasitas Individu
Kapasitas individu terbentuk dari proses pendidikan secara umum baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman seseorang. Pendidikan dan pelatihan merupakan investasi sumberdaya manusia yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja seseorang. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang telah ditempuh seseorang di bangku sekolah atau perguruan tinggi. Kurikulum pendidikan yang baku dan waktu yang relatif lama biasanya dapat membekali seseorang dengan dasar-dasar pengetahuan umum.
Pelatihan merupakan pendidikan yang diperoleh seorang karyawan di instansi terkait dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan atau dunia kerja. Pelatihan biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dengan tujuan untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja. Sedangkan, pengalaman adalah pendidikan yang diperoleh sesorang selama bekerja di instansinya. Pengalaman seorang pegawai berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang yang sudah handal dalam melaksanakan pekerjaan karena pengalamannya dalam beberapa tahun (Simanjuntak, 2011).
Menurut David (1964) yang dikutip oleh Nasution (2011) kinerja seseorang merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Motivasi merupakan perpaduan antara sikap dan kondisi, sedangkan kemampuan merupakan perpaduan antara pengetahuan dan keterampilan seseorang. Kemampuan adalah faktor penting dalam meningkatkan produktifitas kerja dan berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan seseorang. Individu yang
27
memiliki pengetahuan yang cukup adalah individu yang berkualitas dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya.
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai budgetary slack telah dilakukan oleh banyak peneliti dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dijelaskan secara ringkas pada Tabel 2.2 (Lampiran 1).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lowe dan Shaw (1968), Merchant (1981), Young (1985), Andriyani dan Hidayati (2010), Nasution (2010) dan penelitian-penelitian lainnya menunjukkan bahwa anggaran partisipatif yang tinggi dapat menyebabkan budgetary slack. Hasil-hasil tersebut berbeda dengan penelitian Schift dan Lewin (1970), Onsi (1973), Camman (1976), Minan (2005), Utomo (2006), Supanto (2010), Schoute dan Wiersma (2011), dan penelitian-penelitian lainnya yang menyatakan bahwa anggaran partisipatif yang tinggi dapat mengurangi terjadinya budgetary slack. Sebaliknya, jika anggaran partisipatif menurun, maka dapat meningkatkan budgetary slack.
Ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian terdahulu mendorong peneliti untuk menggunakan variabel kontijensi yang memoderasi hubungan antara anggaran partisipatif dan budgetary slack. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh variabel kontijensi dapat memperkuat atau memperlemah hubungan tersebut. Penelitian ini mereplikasi penelitian Sandrya (2013) dengan menggunakan satu variabel kontijensi yang sama yaitu kapasitas individu dan
28
menambahkan variabel kontijensi lainnya yaitu asimetri informasi, self esteem,dan
29
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan hasil dari abstraksi dan sintesis teori dari kajian pustaka yang dikaitkan dengan masalah yang dihadapi. Pembentukan kerangka berpikir bertujuan untuk menjawab dan memecahkan persoalan penelitian, yaitu penyusunan hipotesis penelitian yang merupakan dugaan sementara. Dalam membentuk kelompok teori yang akan dikemukakan pada kerangka berpikir untuk membuat suatu hipotesis harus ditetapkan terlebih dahulu variabel penelitiannya (Sugiono,2010;31). Selanjutnya dilakukan pengujian statistik terhadap variabel tersebut. Dari hasil pengujian statistik akan diketahui apakah penelitian ini mendukung teori dan studi empiris yang telah ada sebelumnya.
Isu budgetary slack telah dibahas oleh beberapa peneliti dengan hasil yang tidak konsisten dan berdasarkan data Anggaran Belanja Asli dan Belanja Daerah Kabupaten Jembrana, sehingga peneliti termotivasi untuk memasukkan variabel pemoderasi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara penganggaran partisipatif dengan budgetary slack. Variabel moderasi yang digunakan adalah asimetri informasi, self esteem, locus of control, dan kapasitas individu yang mungkin mempengaruhi penganggaran partisipatif dan budgetary
30
Berikut ini adalah kerangka berpikir dalam penelitian yang disajikan pada Gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF PADA BUDGETARY SLACK DENGAN ASIMETRI INFORMASI, SELF ESTEEM, LOCUS OF CONTROL DAN
KAPASITAS INDIVIDU SEBAGAI VARIABEL MODERASI (STUDI PADA SKPD KABUPATEN JEMBRANA, BALI)
Kajian Teoretis 1. Teori keagenan (agency theory) sebagai grand theory 2. Pendekatan Teori kontijensi sebagai teori pendukung Kajian Empiris Penelitian terdahulu :
1.Artikel asing: Lowe dan Shaw (1968), Schift dan Lewin (1970), Onsi (1973), Camman (1976), Collin (1978), Baiman (1982), Young (1985), , Lukka (1988), Siegel dan Marconi (1989), Dunk ( 1993), Dunk dan Perera (1997), Douglas dan Wier (2000), Martjin dan Wiersma (2011), Nouri dan Parker (1996),dll
2.Artikel Indonesia (nasional): Wartono (1998), Supomo dan Indriantoro (1998), Yuwono (1999), Latuheru (2005), Hafsah (2005), Minan (2005), Utomo (2006), Sari (2006), Nasution (2011), Hapsari (2011), Sandrya (2013), Sinaga (2013) , dll
Hipotesis:
H1: Penganggaran partisipatif berpengaruh positif pada budgetary slack.
H2: Asimetri informasi memperkuat pengaruh penganggaran partisipatif pada
budgetary slack.
H3: Self esteem memperlemah pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary
slack.
H4: Locus of control memperlemah pengaruh penganggaran partisipatif pada
budgetary slack.
H5: Kapasitas individu memperlemah pengaruh penganggaran partisipatif pada
budgetary slack.
Pengujian Hipotesis
Pengujian H1, H2, H3, H4, dan H5 menggunakan analisis regresi moderasi dengan metode interaksi (Moderated Regression Analysis/MRA)
Uji model: uji statistik F (F-test)
Uji hipotesis: uji statistik t atau uji parsial (t-test) Pembahasan Hasil
31
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan konsep berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian disusun konsep penelitian yang merupakan hubungan logis dari landasan teori dan kajian empiris yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Kerangka konsep menunjukkan semua variabel yang berpengaruh pada penelitian. Konsep penelitian dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.2 sebagai berikut:
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.2 mendeskripsikan pengaruh variabel independen yaitu penganggaran partisipatif pada budgetary slack sebagai variabel dependen dengan asimetri informasi, self esteem, locus of control dan kapasitas individu sebagai variabel moderasi. Penganggar an partisipatif Budgetary Slack Asimetri Informasi Self Esteem Locus of Control Kapasitas Individu
32
3.3 Hipotesis Penelitian
3.3.1 Pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack
Sistem anggaran berbasis kinerja yang kini diberlakukan adalah reformasi dari sistem anggaran berbasis tradisional yang menggunakan kinerja sabagai tolok ukur keberhasilan suatu organisasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Namun, penilaian kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran daerah menimbulkan terjadinya budgetary slack. Agen cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik dari yang diajukan, sehingga target akan lebih mudah tercapai, hal ini juga didorong oleh keinginan untuk mendapatkan penghargaan atas target yang telah dicapai. Selain itu, tahap perencanaan dan persiapan anggaran daerah sering menimbulkan budgetary slack, karena penyusunan anggaran seringkali didominasi oleh kepentingan eksekutif dan legislatif, serta kurang mencerminkan kebutuhan masyarakat (Kartiwa, 2004). Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Lowe dan Shaw (1968), Merchant (1981), Young (1985), Antie dan Eppen (1985), Andriyani dan Hidayati (2010), dan Nasution (2011) dan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa penganggaran partisipatif meningkatkan terjadinya
budgetary slack. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dihipotesiskan:
H1: Penganggaran partisipatif berpengaruh positif pada budgetary slack.
33
3.3.2 Kemampuan asimetri informasi memoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack.
Berdasarkan teori keagenan, manusia akan bertindak opportunistik yaitu mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan organisasi. Agen akan termotivasi untuk meningkatkan kompensasi di masa mendatang guna meningkatkan kinerjanya, sedangkan prinsipal termotivasi untuk meningkatkan utilitas dan profitabilitasnya. Prinsipal tidak dapat memonitor kegiatan agen setiap hari. Sebaliknya, agen mengetahui informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal inilah yang menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen.
Asimetri informasi yang terjadi antara prinsipal dan agen yang berpartisipasi dalam penganggaran dapat menimbulkan budgetary slack. Karena, kinerja yang dinilai dari tingkat pencapaian anggaran menjadi motivasi agen untuk melakukan asimetri informasi untuk memudahkan pencapaian anggaran. Teori ini didukung oleh Young (1985), Utomo (2006), Djasuli dan Fadilah (2011) bahwa interaksi penganggaran partisipatif dan asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan pada
budgetary slack. Menurut Anthony dan Govindarajan (2001) dalam
Falikhatun (2007), eksekutif sebagai agen cenderung melakukan budgetary
slack, karena bertujuan untuk mengamankan posisinya di pemerintahan.
Sedangkan, legislatif sebagai principal cenderung melakukan kontrak semu dengan eksekutif. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dihipotesiskan:
34
H2: Asimetri informasi memperkuat pengaruh penganggaran partisipatif
pada budgetary slack.
3.3.3 Kemampuan self esteem memoderasi penganggaran partisipatif pada
budgetary slack
Penciptaan slack dalam anggaran memiliki dampak negatif bagi perusahaan. Slack diciptakan penyusun anggaran untuk mengamankan jabatan, mendapatkan bonus, ataupun mendapatkan promosi dari atasan, oleh karena itu slack dalam anggaran seharusnya dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalkan oleh perusahaan. Orang yang memiliki Self Esteem tinggi diharapkan mampu untuk mengurangi Budgetary Slack. Mereka cenderung memandang dirinya begitu penting, berharga dan berpengaruh, maka timbul kepercayaan diri atas pekerjaan yang dilakukannya karena ia memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukannya akan berhasil dan menciptakan hasil yang optimal. Pemenuhan tingkat aspirasi mereka lebih pada kinerjanya bukan pada tujuan pribadinya. Hal ini didukung oleh penelitian Belkoui (1989) dalam Nugrahani dan Sugiri (2004) serta penelitian Nugrahani dan Sugiri (2004) sendiri, yang sama-sama memberikan bukti empiris bahwa karyawan yang memiliki Self Esteem rendah cenderung lebih tinggi dalam membuat budgetary slack. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dihipotesiskan:
H3 : Self Esteem memperlemah pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack