1 REFERAT
PENATALAKSANAAN
KATARAK KONGENITAL
Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh: Fadli Robby Amsriza
NIM. 20040310084 Diajukan kepada: dr. Agustini PA, Sp.M. SMF ILMU PENYAKIT MATA
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2 LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PENATALAKSANAAN KATARAK KONGENITAL
Disusun oleh: Fadli Robby Amsriza
NIM. 20040310084
Telah dipresentasikan : November 2009
Mengetahui, Dosen Pembimbing
3 DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Daftar Isi ... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penulisan ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi ... 2
B. Prevalensi ... 2
C. Anatomi ………. 2
D. Etiologi ……….. 3
E. Patofisiologi……….. .. 3
F. Tanda dan Gejala ... 4
G. Diferensial Diagnosis ... 5
H. Diagnosis ... 6
I. Therapi ... 6
J. Prognosis ... 8
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... 9
B. Saran ... 10
4 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akubat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya (Ilyas, 2005).
Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO), sebagaimana dipublikasikan melalui situs www.who.int, katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di dunia (Widyaningtyas, 2009).
Menurut WHO Di negara berkembang 1 - 3 % penduduk mengalami kebutaan dan 50 % penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju sekitar 1,2 % penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei depkes RI tahun 1982 pada 8 propinsi, Prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2 % dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1 % dari seluruh penduduk (Ilham, 2009).
5 Tujuan dilakukan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir stase Ilmu Penyakit Mata di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan untuk mengetahui etiologi, cara diagnosis dan terapi katarak kongenital, sehingga diharapkan dapat mencegah komplikasi yang mungkin terjadi di kemudian hari.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland, katarak adalah kekeruhan pada lensa kristalin mata atau kapsulnya (Dorland, 1998)
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun (Ilyas, 2005). B. Prevalensi
Katarak congenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup. Dan
2
/3 kasusnya adalah katarak bilateral (Kanski, 2003).
7 Gambar 1. Anatomi mata
(Mathur, 2005)
Lensa adalah suatu bangunan bikonveks, avaskuler, jernih seperti seperti cakram. Tersusun dari struktur yang sangat transparan dengan diameter 9mm, tebal 4mm dengan lengkung dipermukaan belakang lebih kuat. Terbungkus dalam kapsul semipermeabel tetapi permeabel terhadap air dan elektrolit. Terletak di bagian depan corpus vitreum, di fossa patelaris dan di belakang iris dan pupil (Ghozie, 2002).
D. Etiologi
Penyebab katarak kongenital bisa bermacam-macam. Sebagian katarak bersifat idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan kelainan kromosom, misalnya sindrom down, sindrom lowe, dan sindrom marfanpersisten hyperplastic primary vitreous (PHPV) unilateral juga dikatakan sebagai etiologinya. Penyebab lainnya adalah infeksi, misalnya infeksi toxoplasma dan rubella kelainan metabolik seperti galaktosemia, hipoglikemia, dan kondisi anoreksia juga dapat menimbulkan katarak (Gunawan, 2007).
E. Patofisiologi
Lensa terbentuk saat invaginasi permukaan ektoderm mata. Nukleus embrionik berkembang pada bulan ke enam kehamilan. Sekitar nukleus embrionik terdapat nukleus fetus. Saat kelahiran, nukleus fetal dan nukleus embrionik membentuk hampir sebagian lensa. Setelah kelahiran, serat kortikal lensa terletak pada peralihan epithelium lensa anterior dengan serat kortikal lensa. Sutura Y merupakan tanda penting karena dapat mengidentifikasi besarnya nukleus fetus. Bagian lensa mulai dari perifer ke sutura Y merupakan korteks lensa, dimana bahan lensa yang ada di sutura Y adalah
8 nuklear. Pada pemeriksaan dengan slit lamp, posisi sutura Y anterior tegak, sedangkan sutura Y posterior terbalik. Beberapa kelainan seperti infeksi, trauma, kelainan metabolik pada serat nuklear ataupun serat lentikular dapat menyebabkan kekeruhan media lentikular yang awalnya jernih. Lokasi dan pola kekeruhan dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya kelainan serta etiologi (Bashour,2009 ).
Pada infeksi, seperti pada infeksi toksoplasma dan rubella, virus dapat menembus kapsul lensa pada usia 6 minggu kehamilan. Terdapat opasitas saat lahir tapi berkembang setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan kehamilan. Seluruh lensa bisa menjadi opaq. Virus bisa tetap ada dalam lensa hingga usia 3 tahun (Gunawan, 2007).
F. Tanda dan Gejala
Bentuk dan macam katarak kongenital adalah: 1. Katarak Polaris Anterior.
Kekeruhan terdapat pada bagian depan lensa persis di tengah-tengah, katarak ini terjadi karena tidak sempurnanya pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya seperti pyramid dengan tepi yang jernih, sehingga apabila pupilnya midriasis maka visus akan lebih baik. Tipe ini umumnya tidak progresif.
2. Katarak Polaris Posterior.
Karena selubung vaskuler tak teresorbsi dengan sempurna, maka akan timbul kekeruhan di bagian belakang lensa. Keadaan ini diturunkan secara autosomal dominan, tidak progresif, dan visus membaik dengan penetesan midriatika.
9 Kekeruhan terdapat pada zona tertentu. Kekeruhan pada nukleus disebut katarak nuklearis. Pada umumnya visus buruk. Katarak ini diduga diturunkan secara autosomal atau resesif atau mungkin terangkai
gonosom. Kekeruhan yang terdapat pada lamela yang mengelilingi area
calon nukleus yang masih jernih disebut katarak lamelaris, gambarannya seperti cakram dengan jari-jari radial. Penyebabnya diduga faktor herediter, dengan sifat pewarisan autosomal dominan. Namun mungkin juga terkait dengan infeksi rubella, hipoglikemia, hipokalsemia, dan arena paparan radiasi. Sedangkan katarak yang terdapat pada sutura Y disebut dengan katarak stelata.
4. Katarak membranasea.
Lensa yang keruh menjadi sangat tipis seperti membran, dan sering berisi jaringan ikat. Pada umumnya disertai bermacam kelainan lain.
5. Katarak totalis.
Seluruh lensa menjadi keruh, hal ini sering terdapat pada galaktosemia. (Gunawan, 2007). Gejala dari katarak kongenital antara lain:
1. Hilangnya pengelihatan tanpa rasa nyeri. 2. Rasa silau.
3. Kelainan refraksi.
(James, 2006).
G. Diferensial Diagnosis 1. Retinoblastoma
10 Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata yang peka terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5 tahun, 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma. Gejalanya berupa pupil berwarna putih, mata juling (strabismus). Mata merah dan nyeri gangguan penglihatan Iris pada kedua mata memiliki warna yang berlainan, dapat terjadi kebutaan. Pemeriksaan mata dalam keadaan pupil melebar. Dapat di diagnosis dengan CT scan kepala, USG mata, Pemeriksaan cairan serebrospinal, Pemeriksaan sumsum tulang (Medicastore, 2009).
2. Lentikonus
Lentikonus adalah suatu kelainan lensa dimana pada permukaan anterior atau posterior lensa terdapat deformasi berbentuk konus. Lentikonus posterior lebih sering dijumpai daripada lentikonus anterior. Pada lentikonus posterior terdapat pengembungan di posterior lensa. Kejadian unilateral dan biasanya sporadik, namun bisa juga bilateral pada keadaan familial dan sindrom lowe. Pada lentikonus anterior penggembungannya di anterior. Terdapat hubungan dengan sindrom alport (Suhardjo, 2007).
H. Diagnosis
Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus (gerakan mata yang cepat dan tidak biasa). Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan mata lengkap. Pemeriksaan lensa dilakukan dengan pemeriksaan dengan lampu biasa, penyinaran fokal, slitlamp, oftalmoskop pada pupil yang dilebarkan dahulu. Untuk mencari
11 kemungkinan penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksan darah dan rontgen (Santoso, 2005).
I. Terapi.
Pada katarak kongenital banyak ahli-ahli seperti Falls, Owens, Hughes, Cordes dll. berpendapat bahwa sebaiknya operasi dilakukan sesudah bayi sekurang-kurangnya berusia 2 tahun. Dengan menunggu sampai usia 2 tahun, diharapkan operasi akan lebih mudah karena ukuran bola mata lebih besar dan manipulasi operasi yang lebih mudah. Sebaliknya Stallard berpendapat bahwa pada katarak kongenital yang total sebaiknya operasi dilakukan pada waktu bayi berusia 7 bulan sebab operasi pada usia yang lebih tua akan menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan atau ambliopia (Akmam, Azhar, 1981).
Penanganan katarak kongenital meliputi konservatif operatif dan perawatan paska bedah. Penanganan konservatifnya dengan memberi midriatikum, selain itu dapat dilakukan tindakan iridektomi optis yang sekarang sudah banyak ditinggalkan. Keberhasilan operasi katarak kongenital tergantung dari beberapa factor antara lain persiapan pre operasinya, manipulasi saat operasi saat operasi, komplikasi saat operasi, komplikasi awal paska operasi dan komplikasi lambat paska operasi. Berdasarkan jaringan yang terkena komplikasi dibedakan atas komplikasi pada kornea, iris, posisi lensa, media, retina dan komplikasi lain (Gunawan, 1996).
Korteks dan nukleus lensa mata bayi mempunyai konsistensi yang cair, bila kekeruhan lensa sudah demikian berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat pada funduskopi maka untuk mencegah ambliopia dilakukan pembedahan secepatnya. Katarak kongenital sudah dapat dilakukan pembedahan pada usia 2 bulan pada satu mata. Paling lambat mata yang lainnya sudah dilakukan pembedahan bila bayi berusia 2 tahun (Ilyas, 2002).
12 Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak kongenital dilakukan bila reflek fundus tidak tampak, biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan (Ilyas, 2005).
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada:
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya, segera setelah terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera sebelum terjadi juling, bila terlalu muda akan memudahkan terjadi amblioplia bila tidak dilakukan tindakan segera, perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.
3. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat dicoba dengan kaca mata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
(Ilyas, 2005) Komplikasi pembedahan katarak
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrus melalui insisi bedah pada periode paska operasi dini. Pupil mengalami distorsi.
3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi(< 0.3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan (hipopion).
13 4. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
(James, 2006) J. Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat (Vaughan, 2000).
Dari hasil penelitian Gunawan dan Heru di rumah sakit dokter Sardjito tahun 1996 menghasilkan kesimpulan bahwa metode EKEK dibarengi dengan pemasangan IOL mengalami kemajuan tajam penglihatan. Sedangkan komplikasi yang ditimbulkan tidak terlalu banyak sehingga metode ini masih sesuai digunakan untuk menangani katarak kongenital.
14 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun, Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO), sebagaimana dipublikasikan melalui situs www.who.int, katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di dunia, Katarak kongenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup. Dan 2/3 kasusnya adalah katarak bilateral.
Penyebab katarak kongenital bisa bermacam-macam. Sebagian katarak bersifat idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan kelainan kromosom, misalnya sindrom down, sindrom lowe, dan sindrom marfanpersisten hyperplastic primary vitreous (PHPV) unilateral juga dikatakan sebagai etiologinya. Penyebab lainnya adalah infeksi, misalnya infeksi toxoplasma dan rubella kelainan metabolik seperti galaktosemia, hipoglikemia, dan kondisi anoreksia juga dapat menimbulkan katarak.
Katarak kongenital terdiri dari beberapa jenis yaitu; katarak polaris anterior, katarak polaris posterior, katarak zonularis, katarak membranasea, katarak totalis. Hilangnya pengelihatan tanpa rasa nyeri, rasa silau, kelainan refraksi, merupakan gejala-gejala katarak yang sering kali timbul. Diagnosis banding dari katarak kongenital adalah lentikonus dan Retinoblastoma Dapat
15 didiagnosis dengan CT scan kepala, USG mata, Pemeriksaan cairan
serebrospinal, Pemeriksaan sumsum tulang.
Terapi pada katarak kongenital sudah dapat dilakukan pembedahan pada usia 2 bulan pada satu mata. Paling lambat mata yang lainnya sudah dilakukan pembedahan bila bayi berusia 2 tahun, pada katarak total sebaiknya operasi dilakukan pada waktu bayi berusia 7 bulan sebab operasi pada usia yang lebih tua akan menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan atau ambliopia.
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.
B. Saran
1. Untuk mencegah komplikasi sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya jika sudah memenuhi syarat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk teknik-teknik operasi katarak kongenital yang baru guna meminimalisir angka komplikasi post operasi.
16 DAFTAR PUSTAKA
Akmam. S, Azhar. Z, Katarak dan Perkembangan Operasinya. Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 21, 1981: hal 26-27.
Bashour. M, Cataract Congenital. Emedicine (versi digital). 2009. Quebec City. Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland ed. 25. Alih bahasa: Kumala. P. 1998.
Jakarta. EGC
Ghozie. M. Handbook of Ophtalmology A Guide to Medical Examination. 2002. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta:1,2,68.
Gunawan. W, Heru. DS. Tinjauan extraksi katarak ekstrakapsuler dan pemasangan lensa intraokuler bilik belakang pada katarak congenital di RSUP dr. Sardjito. Ophtalmologica Indonesia, 1996, 16(3):139-142.
Gunawan. W, Oftalmologi Pediatri dalam ilmu kesehatan mata ed: Suharjo. SU, Hartono, 2007; Yogyakarta. Bagian ilmu penyakit mata fakultas kedokteran universitas gajah mada; 273-276
Ilham. 2009. Epidemiologi Katarak, di akses dari
http://www.scribd.com/doc/20283414/EPIDEMIOLOGI-KATARAK. tanggal 15 november 2009.
Ilyas. S, Malingkay. H, Taim. H, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran, ed. 2. 2002. Jakarta. CV. Sagung Seto:146-147
Ilyas. S. ilmu Penyakit Mata. 2005, Jakarta; Balai penerbit FKUI:201-203.
James. B, Chew. C, Bron. A, Lecture Notes Ophtalmologi.(terjemah: Rahmawati D.A); 2006, Jakarta. Erlangga:79-82.
Kanski. JJ, Clinicak ophtalmologi ed. 5th. 2003, china; butter worth heinmann:183. Mathur. A. Scanning Electron Microscopy of the Human Cornea. 2005. University of
Rochester.
Medicastore. Kanker mata anak : Retinoblastoma diakses dari
http://medicastore.com/penyakit/1052/Retinoblastoma.html 27 november
2009.
Santoso. J, Opthalmology Paper (versi digital). 2005. yogyakarta
Shock. JP, Harper. RA. 2002. Lensa. Dalam Vaughan DG, Asbury T. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika. Hal. 178-179.
Suhardjo. SU, Sasongko. BM, Anugrahsari, S, Lensa Mata dan Katarak, Ilmu kesehatan mata ed: Suharjo. SU, Hartono, 2007; Yogyakarta. Bagian ilmu penyakit mata fakultas kedokteran universitas gajah mada; 85
Widyaningtyas. E, Operasi Katarak Tak Lagi Menakutkan. Solo Pos edisi 07 November 2009: hal 7.