SINTESIS NANOPARTIKEL SERAT RAMI DENGAN
METODE ULTRASONIKASI
DONI KURNIAWAN
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ABSTRAK
DONI KURNIAWAN. Sintesis Nanopartikel Serat Rami dengan Metode
Ultrasonikasi. Dibimbing oleh SITI NIKMATIN dan AKHIRUDDIN
MADDU.
Nanomaterial adalah suatu materi yang memiliki sifat khas dan banyak
diminati karena memiliki ukuran yang sangat kecil (10
-9m), sehingga luas
permukaannya sangat tinggi. Telah dilakukan sintesis nanopartikel serat rami
dengan metode ultrasonikasi, yaitu pembuatan nanopartikel serat rami dengan
gelombang ultrasonik untuk aplikasi sebagai filler komposit dengan tujuan
meningkatkan sifat fisiknya. Serat rami diultrasonikasi dengan variasi waktu dan
dua variasi surfaktan tween 80 3% 10 sampel dan 0% 3 sampel. Semua sampel diuji
dengan PSA (Particle size analyzer) untuk mengetahui ukurannya. Serat rami
terkecil berukuran 229.04 nanometer didapat dari sonikasi 105 menit dan tween 80
3%. Ukuran serat rami dengan konsentrasi tween 80 3% lebih kecil dari konsentrasi
tween 80 0%. Analisis kerapatan menunjukkan tren penurunan kerapatan seiring
dengan penurunan ukuran partikel. Serat rami dengan ukuran 229.04 nanometer
memiliki kerapatan 1.1727 g cm
-3lebih kecil dibandingkan serat rami ukuran 7500
nanometer dengan kerapatan 1.7083 g cm
-3. Hasil XRD (X-ray diffraction), serat
rami ukuran terkecil memperlihatkan serat rami masih berupa selulosa, dicirikan
dengan fase kristal milik selulosa yang berada pada sudut difraksi 22.76 derajat
dengan derajat kristalinitas 21.3727%. Hasil penelitian menunjukkan hipotesis
telah dicapai meskipun ukuran serat rami terkecil yaitu 229.04 nm masih lebih
besar dari 100 nm.
SINTESIS NANOPARTIKEL SERAT RAMI DENGAN
METODE ULTRASONIKASI
DONI KURNIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
JudulSkripsi
: Sintesis Nanopartikel Serat Rami dengan Metode
Ultrasonikasi
Nama
: Doni Kurniawan
NIM
: G74080057
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr Siti Nikmatin M. Si
Dr Akhiruddin Maddu M. Si
NIP.19750819200012200
NIP. 196609071998021000
Diketahui,
Ketua Departemen Fisika
Dr Akhiruddin Maddu M. Si
NIP. 196609071998021000
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
begitu banyak nikmat yang tak terhitung sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi yang berjudul Sintetis Nanopartikel Serat Rami dengan Metode
Ultrasonikasi. Penelitian dilakukan sebagian besar bertempat di Laboratorium
Departemen Fisika dan beberapa pengujian dilaksanakan di Litbang Kehutanan
Bogor dan Laboraturium Departemen Kimia, dimulai bulan Januari 2011 dan
berakhir pada bulan November 2012.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada :
1. Ibu, Bapak, Nenek dan seluruh keluarga atas doa, bimbingan, nasihat dan kasih
sayangnya.
2. Ibu Siti Nikmatin selaku pembimbing I untuk bimbingan, motivasi, saran,
kritik dan waktu luang yang telah diberikan untuk berdiskusi.
3. Bapak Akhiruddin Maddu selaku pembimbing II untuk bimbingan, motivasi,
saran, kritik dan waktu luang yang telah diberikan untuk berdiskusi.
4. Bapak Faozan Ahmad selaku penguji atas bimbingan, kritik dan saran bagi
penelitian saya.
5. Bapak Hanedi Darmasetiawan selaku editor atas saran dan kritiknya.
6. DIKTI yang telah memberikan hibah dana penelitian melalui program PKM.
7. Hemas Integrani untuk doa, motivasi, dukungan dan perhatiannya.
8. Ahmad Khakim, Zainal Muttaqin, Muhamar Kadapi, Rizki Adistya atas
bantuan dan inspirasinya.
9. Muhammad Afif Faiz yang telah sering berdiskusi bersama penulis.
10. Ridwan Siskandar untuk bimbingan dan motivasinya.
11. Teman-teman Fisika 45 untuk kebersamaannya mengarungi kehidupan di
Departemen Fisika (masa-masa yang takkan terlupakan).
12. Teman-teman OMDA Kuningan atas bantuan dan motivasinya.
13. Teman-teman Fisika 43, 44, 46, 47, 48 atas kebersamaannya.
14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
terima kasih banyak atas dukungannya.
Penulis juga menerima saran dan kritik apabila terdapat kekurangan untuk
kemajuan penelitian ini. Semoga dengan itu, penulis bisa lebih baik lagi dan
semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk kita
semua. Amiiiiiin.
Bogor, 7 Februari 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 9 April 1990 di Kabupaten
Kuningan Jawa Barat sebagai anak pertama dari pasangan
Madhari dan N. Eliah. Penulis mengenyam dunia
pendidikan berawal dari Taman Kanak-kanak Gapura Desa
Bojong, SDN 1 Bojong, SMPN 1 Cilimus dan dilanjutkan
ke SMAN 1 Cilimus. Penulis menghabiskan waktu hingga
SMA di Desa Bojong.
Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas dan
diterima di IPB melalui jalur Undangan seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tingkat
kedua mulai memasuki Departemen Fisika FMIPA IPB. Selama menempuh
pendidikan IPB, penulis sempat aktif di organisasi HIMPRO HIMAFI, kepanitiaan
Pesta Sains divisi konsumsi (2009), dan selama satu semester menjadi Asisten
Praktikum Fisika Dasar TPB dan pernah menjadi pengajar privat pada beberapa
lembaga bimbingan belajar di Kota Bogor.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 1
Perumusan Masalah ... 1
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 2
Rami (Boehmeria nivea (L.) Gaud) ... 2
Surfaktan ... 4
Nanoteknologi ... 4
Ultrasonikasi ... 5
PSA (Particle size analyzer) ... 6
Kerapatan ... 7
XRD (X-ray diffraction) ... 7
METODE PENELITIAN ... 8
Waktu dan Tempat Penelitian ... 8
Bahan dan Alat ... 8
Prosedur Penelitian... 8
a.
Persiapan sampel ... 8
b.
Sintesis dan karakterisasi nanopartikel serat rami ... 8
Diagram Alir Penelitian ... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9
Persiapan dan Sintesis Sampel ... 9
Hasil Analisis PSA ... 10
Hasil Analisis Piknometer ... 11
Hasil Analisis XRD ... 11
KESIMPULAN DAN SARAN ... 13
Kesimpulan ... 13
Saran ... 13
DAFTAR PUSTAKA ... 13
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Komposisi kimia serat alam ... 3
Tabel 2 Sifat mekanik serat alam ... 3
Tabel 3 Spesifikasi surfaktan tween 80 ... 4
Tabel 4 Variasi waktu ultrasonikasi dan penambahan surfaktan ... 9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tanaman rami ... 2
Gambar 2 Serat rami. ... 2
Gambar 3 Penampang melintang kulit rami ... 2
Gambar 4 Penampang batang rami. ... 2
Gambar 5 Molekul surfaktan membentuk misel ... 4
Gambar 6 Proses rapatan dan regangan osilasi kavitasi ... 6
Gambar 7 Piknomerter ... 7
Gambar 8 Penampang melintang tabung sinar-X ... 8
Gambar 9 Difraksi sinar-X. ... 8
Gambar 10 Energi sonikasi. ... 10
Gambar 11 Hubungan waktu sonikasi dan ukuran serat rami... 10
Gambar 12 Hubungan waktu sonikasi dan kerapatan serat rami. ... 11
Gambar 13 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa
bagas tebu ... 12
Gambar 14 Hubungan intensitas (cps) dan sudut difraksi (2θ) pada selulosa corn
stover. ... 12
Gambar 15 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa
whiskers ... 12
Gambar 16 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa
kulit rotan ... 12
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Alat dan bahan yang digunakan untuk sintesis nanopartikel serat
rami. ... 17
Lampiran 2 Tahap pembuatan nanopartikel serat rami. ... 18
Lampiran 3 Hasil PSA serat rami sampel 1. ... 19
Lampiran 4 Hasil PSA serat rami sampel 2. ... 20
Lampiran 5 Hasil PSA serat rami sampel 3. ... 21
Lampiran 6 Hasil PSA serat rami sampel 4. ... 22
Lampiran 7 Hasil PSA serat rami sampel 5. ... 23
Lampiran 8 Hasil PSA serat rami sampel 6. ... 24
Lampiran 9 Hasil PSA serat rami sampel 7. ... 25
Lampiran 10 Hasil PSA serat rami sampel 8. ... 26
Lampiran 11 Hasil PSA serat rami sampel 9. ... 27
Lampiran 12 Hasil PSA serat rami sampel 10. ... 28
Lampiran 13 Hasil PSA serat rami sampel 11. ... 29
Lampiran 14 Hasil PSA serat rami sampel 12. ... 30
Lampiran 15 Hasil PSA serat rami sampel 13. ... 31
Lampiran 16 Hasil pengujian kerapatan. ... 32
Lampiran 17 Data base JCPDS selulosa. ... 33
PENDAHULUAN Latar Belakang
Bionanokomposit adalah suatu material gabungan dua bahan yang memiliki struktur berbeda dimana salah satu atau kedua bahan tersebut berasal dari bahan alami dan salah satunya memiliki ukuran berskala nanometer (10-9 meter). Teknologi ini berguna untuk
meningkatkan sifat individu bahan dalam hal kekuatan, struktur dan stabilitas sehingga diharapkan material yang baru akan memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari material penyusunnya.
Akhir-akhir ini, tren penelitian komposit banyak menggunakan serat alam dalam
teknologi pembuatan material komposit
sebagai pengganti serat sintetis. Kelebihan dari serat alam antara lain ketersediaan bahan baku yang sangat melimpah, dapat didaur ulang,
dapat diperbaharui, terbiodegradasi di
lingkungan, dan memiliki sifat mekanik yang baik. Kelebihan lainnya dalam hal ekonomi, harga serat alam lebih murah sehingga menurunkan biaya bahan baku pembuatan komposit.
Salah satu tanaman yang menghasilkan serat alam adalah rami (Boehmeria nivea (L.) Gaud). Sejak dahulu, serat dari tanaman rami telah digunakan dalam industri pakaian sebagai alternatif pengganti serat kapas. Serat rami juga mulai dikembangkan oleh para peneliti untuk membuat rompi anti peluru dan bahkan bahan tabung gas karena kekuatan seratnya yang baik. Dengan komposisi selulosa yang tinggi yaitu 80% sampai 85%, rami sangat potensial menggantikan serat sintetis sebagai filler pada komposit.
Potensi pemanfaatan tanaman rami di Indonesia sangat menjanjikan karena didukung oleh bahan baku yang melimpah dan lahan yang luas tersebar di berbagai daerah. Produksi serat rami dimulai dari proses penanaman, perawatan, pemanenan dan pengolahan. Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur 90 hari walaupun belum dapat diambil seratnya karena batangnya masih muda. Meskipun demikian, panen selanjutnya bisa dilakukan tiap 60 hari sekali. Suatu interval waktu yang relatif singkat bila dibandingkan tanaman serat yang lain. Pada tahun 2003 Pemerintah
melalui Kementrian Usaha Kecil dan
Menengah berusaha mengembangkan tanaman rami di berbagai daerah baik di pulau Jawa maupun pulau Sumatera antara lain Lampung 80 ha, Sumatera Selatan 100 ha, Bengkulu 20 ha, Sumatera Utara 20 ha dan Wonosobo 20
ha. Selain itu, rami juga mulai berkembang di daerah Garut dan daerah lainnya di Indonesia.
Saat ini penelitian biokomposit serat sudah banyak dilakukan terutama serat rami sebagai bahan baku pengisi polimer oleh beberapa peneliti diantaranya Soemardia dkk (2009) dengan judul “Karakteristik mekanik komposit serat rami-epoksi sebagai bahan soket prostetis” dengan hasil penelitian karakteristik mekanik komposit lamina serat rami epoksi longitudinal pada fraksi volume serat 40% yaitu tegangan tarik 232 MPa dan modulus elastisitas 9.7 GPa, sedangkan pada fraksi volume serat 50% tegangan tarik 260 MPa dan modulus elastisitas 11.23 GPa. Suwanda dan Rahman (2010) dalam penelitian berjudul “Pengaruh alkali terhadap kekuatan bending komposit serat rami dengan matriks polyester” menghasilkan kesimpulan lama perlakuan alkali akan menurunkan tegangan bending. Tegangan bending tertinggi terjadi pada komposit tanpa perlakuan alkali sebesar 70.39 Mpa. Perlakuan alkali menaikkan sedikit modulus bending (modulus elastisitas bending tertinggi terjadi pada komposit dengan perlakuan alkali 6 jam, yaitu sebesar 4.13 Gpa)
dan menurunkan regangan bendingnya.
Regangan bending tertinggi terjadi pada komposit tanpa perlakuan alkali sebesar 1.85%. Penelitian Wambua dkk (2003) yang menyelidiki sifat mekanis dari komposit polipropilena yang diperkuat oleh serat rami, sisal dan jute dibandingkan dengan propilena dengan berpenguat serat glass menyimpulkan bahwa beberapa serat selulosa pada komposit polimer ternyata mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari serat glass.
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengembangkan potensi serat rami dalam bentuk nanopartikel dari serat rami dengan metode ultrasonikasi yang diharapkan dengan karakteristik nanopartikel serat rami yang dihasilkan, bisa diaplikasikan sebagai filler
untuk pembuatan komposit dan dapat
meningkatkan karakteristik komposit tersebut dibandingkan dengan ukuran bulk.
Tujuan Penelitian
1. Sintesis nanopartikel serat rami dengan
metode ultrasonikasi disertai
penambahan surfaktan tween 80. 2. Analisis karakteristik serat rami hasil
ultrasonikasi meliputi ukuran,
kerapatan dan kristalografi.
Perumusan Masalah
Apakah metode ultrasonikasi dapat
memperkecil ukuran partikel serat rami tanpa merusak karakteristik selulosanya?
Hipotesis
Dengan metode ultrasonikasi disertai penggunaan surfaktan dapat menimbulkan proses kavitasi sehingga ukuran serat rami menjadi lebih kecil (dalam ukuran nanometer) namun tidak merusak karakteristik selulosa serat rami.
TINJAUAN PUSTAKA Rami (Boehmeria nivea (L.) Gaud)
Tanaman rami (Gambar 1) adalah tanaman semusim berumpun yang mudah tumbuh di kawasan tropis, tahan terhadap hama dan dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan.
Adapun klasifikasi tanaman rami adalah :
- Divisi : Magnoliophyta
- Kelas : Magnoliopsida
- Ordo : Urticales
- Famili : Urticaceae
- Genus : Boehmeria
- Spesies : Nivea L.Gaud
Serat rami (Gambar 2) terdapat dalam sel kulit yang terletak di antara kulit luar yang biasa disebut epidermis dan batang. Serat rami secara alami terikat menjadi satu oleh perekat yang disebut gom (gum).
Pada Gambar 3a, terlihat penampang melintang kulit rami yang belum didekortikasi, bundelan serat rami terletak diantara parenkim dan xilem dan masih terikat oleh gum. Gambar 3b menunjukkan penampang melintang serat rami yang telah didekortikasi. Dekortikasi adalah pemisahan antara kulit rami dengan batangnya untuk mendapatkan serat. Sebagian kulit telah hilang namun serat masih terikat dalam satu bundelan6.
Batang rami (Gambar 4) berbentuk silinder dengan diameter 12 sampai 20 mm. Tinggi batang berkisar 1 sampai 2 m, dan ada pula yang lebih dari 2 m. Batang tidak bercabang, tetapi apabila pucuk tanaman mati atau patah dapat tumbuh cabang yang keluar dari ketiak daun dan hal ini sebaiknya dihindari.
Gambar 1 Tanaman rami1.
Gambar 2 Serat rami.
a) b)
Gambar 3 Penampang melintang kulit rami, sebelum proses dekortikasi2 (a) dan
setelah dekortikasi (b).
a) b)
Gambar 4 Penampang batang rami, membujur (a) dan melintang3 (b).
Serat yang merupakan hasil utama tanaman rami seperti pada Gambar 2, terletak pada kulit batang adalah serat primer yang terbentuk pada kulit kayu. Serat rami panjangnya bervariasi dari 2.5 sampai 50 cm dengan rata-rata 12.5 sampai 15 cm, sedangkan diameter rata-rata 30 sampai 50 µm.
Dalam hal tertentu serat rami mempunyai keunggulan dibanding serat-serat yang lain seperti kekuatan tarik dan kandungan selulosa (Tabel 1 dan Tabel 2), daya serap terhadap air, tahan terhadap kelembaban dan bakteri, tahan terhadap panas, lebih ringan dibanding serat sentetis dan ramah lingkungan4.
Serat tanaman rami seperti kebanyakan serat alam lainnya tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin.
3
Tabel 1 Sifat mekanik serat alam6
Satuan Katun Flax Yute Kenaf E-glass Rami Sisal
Diameter Mm - 11-33 200 200 5-25 40-80 50-200 Panjang Mm 10-60 10-40 1-5 2-6 - 60-260 1-5 Kekuatan tarik Mpa 330-585 345-1035 393-773 930 1800 400-1050 511-635 Modulus elastisitas Gpa 4.5-12.6 27.6-45.0 26.5 53.0 69.0-73.0 61.5 9.4-15.8 Massa jenis g/cm3 1.5-1.54 1.43-1.52 1.44-1.50 1.5 2.5 1.5-1.6 1.16-1.5 Regangan maksimum % 7.0-8.0 2.7-3.2 1.5-1.8 1.6 2.5-3.0 3.6-3.8 2.0-2.5 Spesifik kekuatan tarik Km 39.2 73.8 52.5 63.2 73.4 71.4 43.2 Spesifik kekakuan Km 0.85 3.21 1.80 3.60 2.98 4.18 1.07
Tabel 2 Komposisi kimia serat alam5
Nama Sel* Hs** Lignin Ket
Abaka 6-8 6-8 5-10 Pisang Coir 43 1 45 Sabut kelapa Kapas 90 6 - Rambut biji Flax 70-72 14 4-5 - Yute 61-63 13 3-13 - Mesta 60 15 10 - Palmirah 40-50 15 42-45 - Nanas 80 - 12 Daun Rami 80-85 3-4 0.5-1 Kulit batang Sisal 60-67 10-15 8-12 Daun Straw 40 28 18 -
Ket : * (selulosa), **(hemiselulosa).
Rumus molekul selulosa adalah
(C6H10O5)n dimana n angka yang dapat
mencapai ribuan. Selulosa dibangun oleh rangkaian glikosa yang tersambung melalui -β-1.4. Selulosa bukan hanya tidak larut dalam air tetapi juga pada pelarut lainnya. Penyebabnya adalah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang saling berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antar-aksi berkurang.
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17.5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
- Selulosa α (Alpha cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17.5% atau larutan basa kuat dengan DP 600 sampai 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan
atau penentu tingkat kemurnian
selulosa.
- Selulosa β (Betha cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17.5% atau basa kuat dengan DP 15 sampai 90, dapat mengendap bila dinetralkan.
- Selulosa γ (Gamma cellulose) sama dengan selulosa β, tetapi DP-nya kurang dari 157.
Hemiselulosa merupakan polimer
semihablur, terdiri dari gula pentosa dan
heksosa. Hemiselulosa bersifat
heteropolisakarida sedangkan selulosa bersifat homopolisakarida. Hemiselulosa berhubungan erat dengan selulosa dan sebagai satu komponen struktur dalam tumbuh-tumbuhan. Selulosa dan hemiselulosa mempunyai fungsi yang sama sebagai penyokong dinding sel. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimer sekitar 200 saja, dapat dilarutkan dalam alkali dan mudah dihidrolisis oleh asam7.
Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Karena
kandungan karbon yang relatif tinggi
dibandingkan dengan selulosa dan
hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Lignin merupakan jaringan polimer amorfus tiga dimensi yang dibentuk dari unit-unit fenilpropana serta mempunyai derajat polimer yang tinggi. Lignin berfungsi sebagai bahan yang memberi dukungan terhadap kekuatan mekanik tumbuhan. Lignin bersama-sama holoselulosa (gabungan antara
selulosa dan hemiselulosa) berfungsi
membentuk jaringan tanaman, terutama
memperkuat sel-sel kayu. Polimer lignin memiliki sifat keterlarutan yang rendah7.
4
Surfaktan
Surfaktan adalah zat-zat yang molekul dan ionnya diabsorpsi pada antar muka yang akan
mengurangi tegangan permukaan atau
tegangan antar muka suatu bahan. Gambar 5 adalah ilustrasi dari bagian kepala dan ekor pada surfaktan. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air) merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak) merupakan bagian non-polar. Bagian kepala dapat berupa anion, kation atau non-ion sedangkan bagian ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon.
Berdasarkan gugus hidrofiliknya, molekul
surfaktan dibedakan menjadi empat kelompok8
antara lain surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Surfaktan non-ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai
muatan positif dan negatif9. Penggunaan
surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fase minyak dan
fase air. Surfaktan dipergunakan baik
berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak10.
Polisorbat 80 (tween 80) memiliki sinonim seperti: Crillet 4, Crillet 50, Montanox 80,
Polyoxyethyene 20 oleate, (Z)-sorbitan
mono-9-octadecenoate, dengan rumus formula C64H124O26. Tween 80 adalah cairan seperti
minyak, jernih, berwarna kuning muda sampai coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol dan etil asetat tapi tidak larut dalam minyak mineral.
a) b)
Gambar 5 Molekul surfaktan membentuk misel (a) Gugus hidrofilik dan hidrofobik surfaktan dan (b) Misel atau agregat surfaktan.
Tween 80 digunakan sebagai agen
pengemulsi (1-15% konsentrasi), agen pelarut
(1-10% konsentrasi), agen wetting,
dispersi/suspensi (0.1-3% konsentrasi) dan sebagai surfaktan non-ionik11. Spesifikasi tween 80 yang lebih lengkap tertera dalam
Tabel 3.
Nanoteknologi
Nanomaterial adalah suatu materi yang memiliki sifat yang khas dan banyak diminati karena memiliki ukuran sangat kecil (10-9 m),
sehingga luas permukaannya sangat tinggi. Di samping itu, dengan ukuran yang sangat halus, sifat-sifat khas unsur tersebut akan muncul dan dapat direkayasa misalnya sifat kemagnetan, optik, kelistrikan, termal, dan lain-lain. Pemanfaatannya pun telah merambah di berbagai bidang kehidupan manusia seperti
kesehatan, elektronik, otomotif, industri
peralatan rumah tangga, energi, dan lain-lain12.
Nanoteknologi adalah teknologi untuk menciptakan, merekayasa dan mengubah material ataupun struktur fungsional ke dalam ukuran nanometer. Perbedaan nanopartikel dengan material sejenis yang lebih besar adalah ukurannya yang kecil sehingga memiliki perbandingan luas permukaan dan
volume yang lebih besar. Ini membuat
nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain. Selain itu, hukum fisika yang berlaku didominasi hukum fisika kuantum13 14 .
Sifat dan karakteristik yang meliputi sifat fisis, kimiawi maupun biologi dari partikel berukuran nano tidak sama dengan sifat dan karakteristik partikel dalam ukuran normal.
Fenomena kuantum sebagai akibat
keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel akan
Tabel 3 Spesifikasi surfaktan tween 80
No Parameter Ciri 1 Rumus molekuler C64H124O26 2 Massa molar 1310 g mol-1
3 Warna Cairan kental berwarna
amber
4 Kerapatan 1.06-1.09 g mL-1,
cairan minyak
5 Titik leleh Tidak ada data
6 Kelarutan Sangat larut dalam air,
larut dalam etanol
7 Viskositas 300-500 centriskotes
5
berimbas pada perubahan warna yang
dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik,
konduktivitas listrik dan magnetisasi.
Perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia13 14.
Sifat dan karakteristik dari suatu material bergantung pada ukuran, bentuk, kemurnian
permukaan, maupun topologi material.
Perbedaan struktur/susunan atom dapat
mengubah sifat molekul yang dihasilkannya. Jika atom-atom yang sama disusun ulang membentuk stuktur yang berbeda, molekul atau materi akan membentuk sifat yang berbeda pula.
Penyusunan ulang atom-atom dalam
nanoteknologi mencapai tahap penyusunan ulang struktur atom individual, jadi bukan lagi
tumpukan atom, sehingga ketepatannya
semakin baik dan biaya produksi semakin murah. Satu aspek lain yang menarik dari nanoteknologi adalah self replication atau kemampuan untuk menduplikasi diri secara otomatis. Konsep ini memiliki kesamaan dengan kemampuan reproduksi mahluk hidup. Sel-sel dalam tubuh kita memiliki kemampuan memperbanyak diri sehingga sel yang rusak dan mati selalu digantikan dengan sel baru yang sehat15.
Secara umum ada dua metode yang dapat digunakan dalam sintesis nanopartikel, yaitu secara top-down dan bottom-up. Top-down adalah sintesis partikel berukuran nano secara langsung dengan memperkecil material yang besar dengan cara penggerusan, misalnya dengan alat pen disk milling. Bottom-up adalah menyusun atom-atom atau molekul-molekul
hingga membentuk partikel berukuran
nanometer, menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia dan aglomerasi fase gas16.
Bionanokomposit merupakan material
lanjut (advance material) yang salah satu atau semua komponennya terbuat dari bahan hayati21. Makna dari material komposit sendiri
adalah kombinasi antara dua material atau lebih yang secara makroskopis berbeda bentuk, komposisi kimia dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai penguat dan yang lainnya sebagai pengikat, sehingga akan terbentuk material baru yang
lebih baik dari material penyusunnya.
Komponen komposit yang berfungsi sebagai pengikat atau disebut matriks biasanya berupa polimer, logam atau keramik dan komponen komposit yang berfungsi sebagai penguat (filler) biasanya berupa serat, baik serat alam yang berasal dari tumbuhan ataupun serat
sintetis (buatan). Penggunaan partikel nano pada filler untuk komposit dapat meningkatkan karakteristik dan kekuatan komposit itu sendiri. Namun dalam batas tertentu, kekuatan komposit justru berkurang.
Ultrasonikasi
Ultrasonikasi adalah teknik penggunaan gelombang ultrasonik terutama gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari 20 kHz. Gelombang ultrasonik adalah rambat energi dan momentum mekanik sehingga
membutuhkan medium untuk merambat
sebagai interaksi dengan molekul17.
Perambatan gelombang ultrasonik yang
dihasilkan oleh peralatan ultrasonik dalam medium gas, cair, dan tubuh manusia disebabkan oleh getaran bolak-balik partikel melewati titik kesetimbangan searah dengan arah rambat gelombangnya18.
Karakteristik gelombang ultrasonik yang melalui medium mengakibatkan getaran partikel dengan medium amplitudo sejajar dengan arah rambat secara longitudinal sehingga menyebabkan partikel medium membentuk rapatan (strain) dan regangan (stress). Proses kontinu yang menyebabkan terjadinya rapatan dan regangan di dalam medium disebabkan oleh getaran partikel secara periodik selama gelombang ultrasonik melaluinya19.
Aplikasi gelombang ultrasonik yang
terpenting adalah pemanfaatannya dalam menimbulkan efek kavitasi akustik. Efek ini akan digunakan dalam pembuatan bahan berukuran nano dengan metode emulsifikasi20.
Ketika gelombang ultrasonik menjalar pada fluida, terjadi siklus rapatan dan regangan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik gelombang
ultrasonik yang melaui medium
mengakibatkan getaran partikel secara
periodik dengan medium amplitudo sejajar dengan arah rambat secara longitudinal sehingga menyebabkan partikel medium membentuk rapatan dan regangan. Tekanan
negatif yang terjadi ketika regangan
menyebabkan molekul dalam fluida tertarik
dan terbentuk kehampaan, kemudian
membentuk gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang suara sehingga dapat
memuai21. Gelembung berosilasi dalam siklus
rapatan dan regangan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6. Selama osilasi, sejumlah energi berdifusi masuk atau keluar gelembung.
6
Gambar 6 Proses rapatan dan regangan osilasi kavitasi21.
Energi yang masuk terjadi ketika regangan dan keluar ketika rapatan dimana energi yang keluar lebih kecil daripada energi yang masuk, sehingga gelembung memuai sedikit demi sedikit selama regangan kemudian menyusut selama rapatan. Ukuran kritis gelembung ini disebut ukuran resonan yang tergantung pada fluida dan frekuensi suara. Dalam kondisi ini, gelembung tidak dapat lagi menyerap energi secara efisien. Tanpa energi input, gelembung tidak dapat mempertahankan dirinya, fluida di sekitarnya akan menekannya dan gelembung
akan mengalami ledakan hebat yang
menghasilkan tekanan sangat besar hingga dianalogikan dengan tekanan di dasar lautan dan suhu yang sangat tinggi dianalogikan dengan suhu pada permukaan matahari.
Ledakan gelembung tersebut menaikkan temperatur lokal hingga 5000 K dan tekanan
1000 atm. Kondisi ekstrim tersebut
menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan kimia. Gelembung inilah yang disebut sebagai gelembung kavitasi21.
Fenomena kavitasi ini terjadi pada satu titik dalam fluida. Tekanan dalam kavitasi diubah menjadi panas dengan sangat cepat, sedangkan fluida di sekitar kavitasi memiliki suhu yang jauh lebih rendah. Ketika panas dilepaskan saat kavitasi pecah, fluida di sekitarnya dengan sangat cepat mendingin dalam waktu kurang dari mikrosekon. Pemanasan dan pendinginan dalam waktu yang singkat ini memiliki kecepatan perubahan suhu 109 0C s-1. Aliran
turbulen dan gelombang kejut akibat kavitasi menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel dan pemanasan lokal pada titik tumbukan22.
Bentuk dan ukuran gelembung akan
mempengaruhi bentuk dan ukuran
nanopartikel yang terbentuk. Gelombang kejut dapat memisahkan penggumpalan partikel (agglomeration) dan terjadi dispersi sempurna
dengan penambahan pengemulsi/surfaktan sebagai penstabil.
PSA (Particle size analyzer)
Terdapat pula pengujian dengan metode LAS (Laser diffaction) yang akhir-akhir ini sering digunakan karena dinilai lebih akurat dari metode analisa gambar dan metode ayakan terutama untuk partikel berukuran nano23.
Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah PSA (Particle size analyzer). Alat ini menggunakan prinsip DLS (Dynamic light
scattering). Metode LAS bisa dibagi dalam
dua metode:
- Metode basah, menggunakan media
pendispersi untuk mendispersikan
material uji.
- Metode kering, memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel dan membawanya ke sensing
zone. Metode ini baik digunakan untuk
ukuran yang kasar, dimana hubungan antar partikel lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil23.
Gerak Brown adalah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus
tapi tidak menentu (gerak acak/tidak
beraturan). Jika kita amati koloid di bawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zig-zag. Pergerakan zig-zag ini dinamakan gerak Brown24.
Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas,
pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak
Brown dari partikel-partikel fase
7
sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat24. Kerapatan
Kerapatan sering didefinisikan dengan perbandingan massa dengan volume dari bahan sampel. Pada material berbentuk serbuk seperti tepung, pasir, kapur, semen, dan sebagainya kurang akurat jika kerapatannya ditentukan dengan menimbang massa dan mengukur
volume yang dibentuknya secara langsung.
Karena kemungkinan ada celah-celah di antara butiran-butirannya yang ditempati udara.
Pengukuran akan lebih akurat jika
menggunakan piknometer.
Piknometer (Gambar 7) adalah suatu alat yang dibuat dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Piknometer digunakan untuk mengukur massa jenis atau kerapatan fluida. Piknometer memiliki tiga
bagian yaitu tutup piknometer untuk
mempertahankan suhu di dalam piknometer, lubang dan gelas atau tabung ukur untuk mengukur volume cairan yang dimasukkan
dalam piknometer. Besar kerapatannya
ditentukan dengan rumus :
(1)
Keterangan :
- m1 = massa piknometer kosong beserta tutupnya.
- m2 = massa piknometer penuh akuades beserta tutupnya.
- m3 = massa piknometer berisi pasir beserta tutupnya.
- m4 = massa piknometer berisi pasir dan
dipenuhi dengan akuades beserta
tutupnya.
XRD (X-ray diffraction)
Sinar X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Aplikasi Sinar X yang paling umum digunakan dalam dunia kedokteran untuk pemeriksaan organ dalam tanpa merusak. Sinar X juga dapat digunakan untuk menghasilkan pola-pola difraksi tertentu yang bisa dipakai untuk menganalisis material baik secara kualitatif atau kuantitatif. Hal ini sangat berguna bagi berbagai macam bidang penelitian yang menyangkut analisis material dan alat yang biasa digunakan dalam aplikasi ini adalah XRD.
Gambar 7 Piknomerter25.
Prinsip kerja XRD terdiri dari empat proses
yaitu produksi, difraksi, deteksi dan
interpretasi. Komponen yang terdapat dalam alat XRD antara lain tabung sinar-X, monokromator, detektor, dan lain-lain.
Pada tahap produksi, elektron yang dihasilkan ketika filamen (katoda) dipanaskan akan dipercepat akibat adanya perbedaan tegangan antara filamen (katoda) dan logam target (anoda) sehingga terjadi tumbukan dengan logam target. Tumbukan antara elektron yang dipercepat dengan logam target akan menghasilkan radiasi sinar-X yang akan keluar dari tabung sinar-X dan akan berinteraksi dengan struktur ktistal dari material yang akan diuji. Pada Gambar 8
diperlihatkan tabung sinar-X yang
memproduksi radiasi sinar-X13.
Pada tahap difraksi, radiasi sinar-X yang telah dihasilkan pada tabung sinar-X akan berinteraksi dengan struktur kristal dari material yang akan diuji. Material yang dianalisis harus berada pada fase padat karena kondisi atom-atomnya berada pada susunan yang sangat teratur sehingga membentuk bidang-bidang kristal. Ketika suatu berkas sinar–X diarahkan pada bidang terutama kristal, maka akan timbul pola-pola difraksi saat sinar-X melewati celah-celah kecil diantara bidang-bidang kristal (kisi antar atom) tersebut. Gambar 9 menunjukkan proses difraksi yang terjadi pada bidang kristal.
Pola-pola difraksi tersebut sebenarnya menyerupai pola gelap-terang. Pola gelap terbentuk ketika terjadi interferensi destruktif, sedangkan pola terang terbentuk ketika terjadi
interferensi konstruktif dari pantulan
gelombang sinar-X yang saling bertemu32.
Interferensi konstruktif mengikuti hukum Bragg sebagai berikut :
8
Gambar 8 Penampang melintang tabung sinar-X13.
Gambar 9 Difraksi sinar-X26.
θ (2)
Keterangan :
- n = bilangan bulat yang disebut orde pembiasan (1,2,3...)
- λ = panjang gelombang (Angstroms)
- d = jarak antar bidang kristal
(Angstroms) - θ = sudut difraksi
Pada proses deteksi, interferensi
konstruktif radiasi sinar-X hasil difraksi struktur kristal material yang diuji selanjutnya akan dideteksi oleh detektor. Agar detektor dapat mendeteksi interferensi konstruktif radiasi sinar-X hasil difraksi struktur kristal material yang diuji dengan tepat, posisinya harus berada pada tepat pada arah sudut pantul radiasi sinar-X tersebut13.
Pada proses interpretasi, interferensi
konstruktif sinar-X yang telah dideteksi oleh
detektor selanjutnya akan diperkuat
gelombangnya dengan menggunakan
amplifier. Interferensi konstruktif radiasi
sinar-X terbaca secara spektroskopi sebagai puncak-puncak grafik yang ditampilkan oleh sebuah
software komputer. Dengan menganalisis
puncak-puncaknya, dapat diketahui struktur kristal suatu material13.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari - November 2012 di beberapa tempat dan
Laboratorium. Untuk proses milling
dilaksanakan di PAU IPB, proses shaker dan ultrasonikasi dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika FMIPA
IPB, pengujian PSA dilaksanakan di
Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika FMIPA IPB, pengukuran kerapatan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik Departemen kimia FMIPA IPB dan untuk pengujian XRD dilaksanakan di LITBANG Kehutanan Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah serat rami, akuades dan
tween 80. Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah neraca analitik, gelas
kimia, electromagnetic stirrer,
electromagnetic shaker, hotplate, pipet
volumetrik, sudip dan termokopel. Prosedur Penelitian
a. Persiapan sampel
Penelitian ini diawali dengan menggiling serat rami yang telah didekortikasi dengan mesin pen disk milling. Ukuran yang dihasilkan dalam proses milling sekitar 40
mesh. Serat rami diayak (shaker) dengan electromagnetic shaker menghasilkan variasi
ukuran dari yang paling besar hingga yang paling kecil berurut dari ayakan paling atas. Ukuran yang paling kecil (75 μm) digunakan ultrasonikasi untuk menghasilkan nanopartikel serat rami.
b. Sintesis dan karakterisasi nanopartikel serat rami
Serat rami yang telah diayak dengan ukuran 75 µm ditimbang sebanyak 5 g tiap sampel dan dibuat 13 sampel. Serat rami 5 g dicampur dengan akuades 40 ml ke dalam gelas ukur berukuran 100 ml dan dipanaskan 100 0C selama 2 jam dengan hotplate disertai
penggunaan electromagnetic stirrer 400 rpm. Serat rami diultrasonikasi dengan 10 variasi waktu dengan waktu awal 15 menit dan
seterusnya kelipatan 15 menit disertai
penambahan surfaktan tween 80 3%. Tiga
sampel lainnya diultrasonikasi tanpa
penambahan surfaktan dengan variasi waktu mengikuti 3 ukuran terbaik hasil variasi waktu disertai penambahan surfaktan. Variasi waktu sonikasi yang digunakan digambarkan pada Tabel 4.
9
Tabel 4 Variasi waktu ultrasonikasi dan penambahan surfaktan
Variasi surfaktan Waktu sonikasi (menit)
Surfaktan 3% 0 15 30 45 60 75 90 105 120 150
Surfaktan 0% - - - 75 - 105 - 150
Karakteristik PSA dilakukan untuk
mengetahui sebaran ukuran dari serat rami
yang telah diultrasonikasi. Pengujian
kerapatan dilakukan dengan alat piknometer dilakukan untuk mengukur kerapatan dari sampel serat rami yang telah diultrasonikasi. Karakterisasi kristalografi dan struktur kristal serat rami dilakukan untuk mengetahui apakah sampel serat rami yang telah diultrasonikasi
masih berupa selulosa, mengetahui
kristalinitas dan bentuk kristalnya.
Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Sintesis Sampel
Serat alam, salah satunya rami menjadi komponen penting dalam komposit sebagai
filler pengganti serat sintetis karena selain
ramah lingkungan dan ketersediaan di alam melimpah, potensi lain serat alam juga akan terangkat sehingga nilai ekonominya bisa semakin tinggi. Untuk lebih meningkatkan kekuatannya, dilakukan modifikasi ukuran serat rami mendekati ukuran nanometer. Ukuran partikel filler yang kecil akan meningkatkan kekuatan polimer dibanding ukuran partikel yang besar. Ukuran partikel
mempunyai hubungan langsung dengan
permukaan per gram pengisi. Oleh sebab itu, ukuran partikel filler yang kecil akan memperluas permukaan (filler) sehingga interaksi filler dan matriks polimer meningkat. Interaksi tersebut mampu mereduksi mobilitas polimer sehingga meningkatkan kekuatan mekanik dari komposit. Semakin kecil ukuran partikel, semakin tinggi interaksi antara filler dan matriks27.
Metode yang dipilih untuk memperkecil ukuran serat pada penelitian ini adalah metode
ultrasonikasi. Untuk mencapai ukuran
nanometer dengan ultrasonikasi, serat rami harus mencapai ukuran kurang lebih 75 µm agar ketika diultrasonikasi, partikel rami jadi lebih mudah terpecah dan ukuran yang didapatkan bisa lebih kecil. Untuk sampai pada
ukuran tersebut, serat rami menjalani
serangkaian proses. Serat rami yang
didatangkan langsung dari kabupaten Garut dalam bentuk serat yang telah didekortikasi, digiling menggunakan mesin milling dengan ukuran 60 mesh. Hal ini bertujuan untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran serat. Menurut Gour (2010), pengurangan
ukuran partikel melalui penggilingan
dijelaskan melalui tiga mekanisme kunci yaitu: - Gesekan antar dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel sehingga mengakibatkan patahan (frakturasi).
- Gaya gesek yang dihasilkan
mengakibatkan pecahnya partikel
menjadi beberapa bagian.
Alat dan bahan penelitian
Siap?
Penggilingan menggunakan mesin pen disk milling
Ultrasonikasi tanpa penggunaan surfaktan Ultrasonikasi disertai
penggunaan surfaktan Pemanasan
Karakterisasi ukuran partikel dengan PSA Karakterisasi densitas dengan piknometer Karakterisasi kristalografi dengan XRD
Analisis Tidak Ya Mulai Penyusunan Selesai
Shaker menggunakan electromagnetic shaker
Pemanasan disertai pengadukan menggunakan
electromagnetic stirrer (5 g serat rami, 40 ml
10
- Deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi.
Karena ukuran serat masih sangat besar,
serat rami diayak kembali dengan
electromagnetic shaker dan ukuran yang
terkecil (75 µm), dipilih untuk dilakukan proses selanjutnya.
Serat rami yang telah melewati proses
penggilingan (milling) dan pengayakan
(shaker), dicampurkan bersama akuades dengan komposisi 5 g serat dan 40 ml akuades
untuk kemudian dipanaskan 100 0C selama dua
jam disertai proses stirring 400 rpm. Tujuan dari proses ini adalah homogenisasi serat rami dan akuades untuk mempermudah proses kavitasi pada saat proses ultrasonikasi.
Metode ultrasonikasi dipilih karena metode ini memiliki kelebihan dimana energi yang
bersumber dari gelombang mekanik
berfrekuensi 20 kHz sangat besar sehingga mampu memecah partikel rami menjadi orde nanometer sedangkan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan gelombang ultrasonik relatif rendah jika dibandingkan dengan metode sintesis nanopartikel melalui proses pemanasan atau reaksi kimia (Gambar 10). Disamping itu, dengan metode ultrasonikasi, waktu yang dibutuhkan untuk memperkecil ukuran partikel serat relatif lebih singkat dibanding metode lainnya seperti HEM (High
energy milling). Hasil Analisis PSA
Serat rami yang telah dihomogenisasi dan
berbentuk cair diultrasonikasi dengan
penambahan surfaktan tween 80 dengan konsentrasi 3% dan 0% dihitung dari volume larutan setelah dipanaskan dan distirring. Hal ini dimaksudkan untuk melihat efektifitas dari
penggunaan surfaktan untuk mencegah
partikel serat rami bergabung kembali menjadi partikel yang lebih besar dalam proses sonikasi serat.
Metode ultrasonikasi dapat menimbulkan efek kavitasi untuk memperkecil ukuran serat rami. Semakin lama waktu sonikasi, ukuran serat rami makin mengecil hingga mencapai waktu optimum sonikasi dimana ikatan antar molekul serat rami yang telah diultrasonikasi melebihi waktu optimumnya, akan berada pada batas elastisitasnya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11. Untuk serat rami dengan penambahan surfaktan, pada Gambar 11 dengan garis berwarna biru, dari waktu sonikasi 15 menit hingga 150 menit, ukuran serat rami relatif mengalami penurunan dari 7500 nm ke 467.26 nm.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 10 Energi sonikasi.
Gambar 11 Hubungan waktu sonikasi dan ukuran serat rami.
Hanya pada sonikasi 120 menit, ukuran serat rami kembali mengalami kenaikan. Ukuran serat rami yang terkecil didapat dari waktu sonikasi 105 menit yaitu sebesar 229.04 nm. Menurut Pinjari dan Panjit (2010), besarnya energi sebanding dengan banyaknya intensitas gelembung yang pecah saat kavitasi. Maka dari itu semakin lama material selulosa mengalami sonikasi, semakin besar destruksi yang ditimbulkan akibat besarnya energi yang dilepaskan. Itulah mengapa serat rami menjadi
lebih kecil ukurannya seiring dengan
pertambahan waktu sonikasi.
Untuk serat rami tanpa disertai
penambahan surfaktan, hanya menggunakan tiga sampel dengan variasi waktu ultrasonikasi diambil dari tiga waktu sonikasi yang menghasilkan ukuran serat terkecil disertai penambahan surfaktan. Hal ini sekaligus melihat fungsi surfaktan mempertahankan ukuran serat rami untuk tidak bergabung
kembali menjadi lebih besar. Hasil
ultrasonikasinya dapat dilihat pada Gambar 11 ditandai dengan titik merah.
Ukuran terkecil berada pada waktu sonikasi 75 menit yaitu 294.68 nm sedangkan ukuran
467,26 229,04 467,79 294,68 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 50 100 150 200 ukuran parti kel (nm )
waktu sonikasi (menit) surfaktan non-surfaktan
11
terbesar berada pada waktu sonikasi 150 menit yaitu 608.89 nm. Ada peningkatan ukuran seiring dengan waktu sonikasi. Ketika dibandingkan dengan serat rami disertai surfaktan, pada waktu sonikasi 75 menit serat rami non-surfaktan mengalami pengecilan ukuran dari 467.26 nm menjadi 294.68 nm.
Waktu sonikasi 105 menit mengalami
kenaikan ukuran dari 229.04 nm menjadi 510.52 nm. Begitu pula pada waktu sonikasi 150 menit, terjadi kenaikan ukuran dari 467.79 nm menjadi 608.89 nm.
Hal ini disebabkan oleh penggunaan surfaktan pada proses ultrasonikasi. Karena ukuran partikel koloid biasanya akan terus bertambah selama masih ada sisa atom prekursor di dalam larutan tersebut, maka perlu dilakukan deaktivasi permukaan koloid yang telah dibuat salah satunya menggunakan surfaktan. Molekul surfaktan akan menempel pada permukaan koloid yang dibuat dan
melindungi permukaan tersebut dari
penambahan atom prekursor meskipun masih ada atom prekursor yang belum terisi. Hal inilah yang menyebabkan serat rami dengan penambahan surfaktan lebih kecil dari serat rami non-surfaktan14.
Penggumpalan menjadi faktor yang sangat
penting dalam proses pengukuran
menggunakan metode PSA. Pada pengukuran PSA, diameter serbuk partikel diukur dalam media cair yang terdispersi dalam dispersan. Kondisi dispersi ini sangatlah mempengaruhi
pembacaan PSA. Selain itu, proses
pengeringan yang kurang sempurna
menjadikan serat rami tidak terdispersi sempurna pada dispersan akuades sehingga
terjadi penggumpalan15. Penggumpalan
menyebabkan ukuran partikel menjadi tidak konsisten dan bisa berakibat partikel terbaca lebih besar pada pengujian PSA.
Hasil Analisis Piknometer
Uji kerapatan dilakukan untuk mengukur kerapatan serat rami. Benda yang memiliki kerapatan lebih rendah akan menempati
volume yang lebih besar dengan jumlah massa
tertentu. Konsekuensinya, komposit yang dihasilkan akan menjadi lebih ringan namun memiliki kekuatan yang lebih baik karena dengan massa yang lebih kecil, bisa menempati volume yang sama besar dengan massa yang lebih besar dengan kerapatan yang
lebih tinggi. Hal ini tentunya lebih
menguntungkan dari segi ekonomi dimana bahan yang dibutuhkan jadi lebih sedikit. Untuk mengukur kerapatan dari suatu zat dalam bentuk serbuk, diperlukan alat khusus
yaitu piknometer. Dengan menimbang
beberapa parameter seperti massa piknometer kosong berserta tutup, massa piknometer diisi
penuh akuades beserta tutup, massa
piknometer berisi sampel beserta tutup dan masa piknometer diisi sampel dan akuades beserta tutup kemudian dihitung menggunakan persamaan 1 pada sub-bab kerapatan, maka diperoleh kerapatan dengan ketepatan yang baik.
Hasil kerapatan yang diperoleh (Gambar 12) menunjukan kecenderungan penurunan kerapatan seiring dengan penurunan ukuran serat rami. Serat rami dengan ukuran terbesar (75 µm) tanpa sonikasi memiliki kerapatan terbesar yaitu 1.7083 g cm-3. Hasil tersebut
berada di atas kerapatan serat rami hasil penelusuran literatur sebesar 1.5 g cm-3.
Semakin kecil ukuran serat rami, semakin kecil pula kerapatannya. Hal ini terlihat dari kerapatan milik serat rami dengan ukuran terkecil 229.04 nm yaitu 1.1727 g cm-3 menjadi
kerapatan yang terkecil dibandingkan
kerapatan milik serat rami dengan ukuran yang lebih besar. Perbedaan cukup besar terlihat antara serat rami disertai surfaktan dan serat rami non-surfaktan. Kerapatan milik serat rami non-surfaktan juga mengalami penurunan kerapatan seiring dengan penurunan ukuran partikel. Serat rami dengan ukuran 294.68 nm memiliki kerapatan yang paling kecil yaitu 1.2455 g cm-3. Serat rami dengan ukuran
terbesar yaitu 608.89 nm memiliki kerapatan terbesar yaitu 1.3341 g cm-3.
Hasil Analisis XRD
Serat rami hasil ultrasonikasi dengan ukuran terkecil yaitu 229.04 nm diuji kembali menggunakan XRD. Analisis XRD digunakan
untuk mengetahui adanya kandungan
Gambar 12 Hubungan waktu sonikasi dan kerapatan serat rami.
1,1727 1,2455 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 0 50 100 150 200 K e rapat an (g /cm 3)
waktu sonikasi (menit)
12
selulosa pada sampel. Hasil XRD dapat digunakan untuk mendeteksi secara kualitatif senyawa yang terkandung dalam suatu material. Setiap senyawa pasti memiliki sudut difraksi 2θ yang berbeda. Data yang diperoleh dari analisis XRD berupa grafik hubungan antara sudut difraksi sinar-X pada sampel dengan intensitas sinar yang didifraksikan oleh sampel dimana sumbu x adalah 2θ dan sumbu y adalah intensitas.
Berdasarkan hasil XRD selulosa dari penelitian Orchidea Rachmaniah et al. (2009), yang mengambil sampel selulosa bagas tebu (Gambar 13), adanya selulosa ditandai dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ = 22.4 derajat yang berfase kristal sedangkan puncak pertama pada sudut 2θ = 18.7 derajat yang berfase amorf yang dimiliki oleh senyawa lain selain selulosa (hemiselulosa dan lignin)28.
Pada penelitian Li Lui et al. (2009), dengan hasil citra XRD selulosa corn stover pada Gambar 14, menyebutkan bahwa selulosa bersifat kristal sedangkan hemiselulosa dan lignin bersifat amorf. Kandungan zat amorf pada sampel dapat mempengaruhi besar kecilnya kristalinitas. Hemiselulosa dan lignin yang telah dihilangkan, dapat meningkatkan kristalinitas dari sampel tersebut30. Penelitian
Qian Li (2009) memberikan gambaran tentang selulosa whiskers dan CMC, BC, dimana ketiganya memiliki struktur kristal pada sudut difraksi 22 derajat dan hkl 002 (Gambar 15)29.
Siti Nikmatin (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa serat kulit rotan berfasa β-selulosa (Gambar 16)15. Selulosa whiskers
sendiri memiliki fasa yang sama dengan serat kulit rotan (β-selulosa). Kesamaan puncak grafik, hkl serta struktur kristal monoklinik serat kulit rotan dan serat rami, memberi kesimpulan bahwa serat rami memiliki fase
Gambar 13 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa bagas tebu28.
yang sama dengan serat kulit rotan (β-selulosa). Fase α-selulosa sendiri berstruktur triklinik.
Dari grafik difraksi sinar-X dengan panjang gelombang 15.4060 nm (Gambar 17), dapat dilihat terbentuknya dua puncak pada sudut 2θ antara 10 derajat hingga 80 derajat. Satu puncak yang paling tinggi menandakan fase kristal yang dimiliki oleh selulosa pada sudut difraksi 22.76 derajat. Sedangkan puncak pertama di sudut difraksi 15.06 derajat adalah amorf milik hemiselulosa dan lignin.
Gambar 14 Hubungan intensitas (cps) dan sudut difraksi (2θ) pada selulosa
corn stover30.
Gambar 15 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa
whiskers29.
Gambar 16 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa kulit rotan15.
13
Gambar 17 Pola XRD serat rami ukuran 229.04 nm.
Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil XRD dari selulosa bagas tebu pada penelitian Orchidea Rachmaniah et al. (2009). Selain itu, dari hasil pencocokan dengan data JCPDS puncak-puncak yang muncul pada pola difraksi serat rami ukuran 229.04 nm yaitu pada 2θ = 22.76 derajat menunjukan adanya fase kristal milik selulosa. Dari perbandingan tersebut, dapat diklaim bahwa hasil XRD serat rami yang telah dilakukan membuktikan adanya selulosa (Lampiran 17). Nilai derajat kristalinitas yang diperoleh untuk sampel serat rami adalah 21.37% (Lampiran 18). Derajat kristalinitas merupakan tingkat keteraturan struktur suatu material. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan tegangan yang tinggi dan kaku. Derajat kristalinitas yang rendah disebabkan karena sampel masih berupa lignoselulosa dimana masih terkandung lignin dan hemiselulosa yang berfase amorf selain selulosa. Kandungan lignin dan selulosa berpengaruh pada derajat kristalinitas dari serat rami. Seperti diketahui pada penelitian Li Lui et al. (2009), jika kandungan zat amorf dihilangkan dari sampel akan meningkatkan derajat kristalinitasnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Ultrasonikasi adalah salah satu metode yang terbukti bisa memperkecil ukuran partikel serat rami ke dalam orde nanometer. Hasil PSA menunjukkan ukuran terkecil serat rami didapat pada waktu ultrasonikasi 105 menit dengan penambahan surfaktan tween 80 dengan konsentrasi 3% yaitu 229.04 nm.
Hasil analisis kerapatan menunjukkan penurunan kerapatan serat rami seiring dengan
penurunan ukuran partikel. Serat rami dengan ukuran terkecil 229.04 nm memiliki kerapatan terkecil yaitu 1.1727 g cm-3. Jauh menurun
dibanding kerapatan serat rami sebelum diultrasonikasi yaitu 1.7083 g cm-3.
Hasil XRD memperlihatkan bahwa serat rami yang telah mengalami pengecilan ukuran
dengan proses ultrasonikasi merupakan
selulosa berfase β-selulosa. Hal ini dicirikan oleh fase kristal milik selulosa pada puncak grafik dengan sudut difraksi 22.76 derajatdan fase amorf milik hemiselulosa dan lignin pada puncak grafik dengan sudut difraksi 15.06 derajat dengan derajat kristalinitas 21.3727%.
Saran
Diperlukan penggunaan suhu di atas 100 0C
pada hotplate dan pengadukan yang intensif
saat pengeringan serat rami agar
penggumpalan (aglomerasi) pada serat rami dapat diminimalkan. Pengujian ukuran serat rami dengan PSA dapat diganti dengan TEM guna memperoleh hasil yang lebih akurat karena tidak dipengaruhi penggumpalan.
DAFTAR PUSTAKA
1 Sudjindro. Pemuliaan tanaman rami
(Boehmeria nivea [L.] Gaud). J Balittas 2005; 8.
2 Jarman CG, Canning AJ, Mykoluk S. 1978. Cultivation, extraction, and processing of ramie fibre: a review. Trop Sci 1978; 20(1):91-116.
3 Budi US, et al. Biologi tanaman rami (Boehmeria nivea [L.] Gaud). J Balittas 2005; 8.
4 Kementrian Pertahanan, Badan Penelitian
dan Pengembangan. 2011. Rami
tanaman asli Indonesia untuk
meningkatkan kemandirian Kebutuhan alat pertahanan [terhubung berkala]. http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q =content/rami-tanaman-asli-indonesia- untuk-meningkatkan-kemandirian-kebutuhan-alat-pertahanan. [16 Jun 2012].
5 Kementrian Pertahanan, Badan Penelitian dan Pengembangan. 2011. Pemanfaatan serat rami untuk pembuatan selulosa
[terhubung berkala].
http://www.balitbang.kemhan
.go.id/?q=content/pemanfaatan-serat-rami-untuk-pembuatan-selulosa. [16
Jun 2012].
6 Mueler, Dieter H. New discovery in the properties of composites reinforced
50 100 150 200 250 300 350 10 20 30 40 50 60 70 80 int e ns it as (cps ) 2θ (deg) 22.76;(0 0 2) kristal
14
with natural fibers. J Industrial Textiles. 2003; 33:2.
7 Daulay, Risnawati L. Adhesi penguat serbuk pulp tandan kosong sawit teresterifikasi dengan matriks komposit polietilena [disertasi]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara; 2009.
8 Rieger M. Surfactans in Cosmetics. Surfactans Science Series, Marcel Dekker, Inc. New York: 1985.
9 Pardede N. Pembuatan lateks polistirena
menggunakan pengemulsi deterjen
komersil [skripsi]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara; 2011.
10 Masyithah Z. Optimasi sintesis surfaktan alkanolamida dari asam laurat dengan dietanolamina dan N-metil glukamina secara enzimatik [disertasi]. Medan:
Sekolah Pascasarjana, Universitas
Sumatera Utara; 2010.
11 Tarirai C. Cross-linked chitosan matrix systems for sustained drug release [tesis]. Tshwane: Faculty of Health
Sciences, Tshwane University of
Technology; 2005.
12 Arryanto, et al. Iptek nano di indonesia.
Kementrian Negara Riset dan
Teknologi, Deputi Bidang Riptek. 2007.
13 Rahman R. Pengaruh proses pengeringan,
anil dan hidrotermal terhadap
kristalinitas nanopartikel TiO2 hasil
proses sol-gel. [skripsi]. Depok:
Fakultas Teknik Departemen Metalurgi dan Material, Universitas Indonesia; 2008.
14 Mikrajuddin A, Virgus Y, Nirmin,
Khairurrijal. Review : Sintesis
nanomaterial. J Nanosains &
Nanoteknologi 2008; 3:2.
15 Nikmatin S. Bionanokomposit filler
nanopartikel serat kulit rotan sebagai material pengganti komposit sintetis
fiber glass pada komponen kendaraan
bermotor. [disertasi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian Departemen
Teknik Pertanian; 2012.
16 Dutta J, Hofmann H. Nanomaterials. E-book. 2003. hlm 37-39.
17 Tipler PA. 2001. Fisika untuk Sains dan
Teknik. Ed ke-3. Vol ke-2. Soegiyono
B, penerjemah; Jakarta: Erlangga; 2001. Terjemahan dari: Physics for
Scientistand Engineers Vol 2 3rd Ed.
18 Yatarif N W. Karakterisasi sinyal akustik
untuk mendeteksi keabnormalan
jaringan tubuh menggunakan ultrasonik [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam
Departemen Fisika, Universitas
Indonesia; 2008.
19 Halliday D, Resnick R. Fisika. Ed ke-5. Silaban Pantur, penerjemah; Jakarta: Erlangga; 1985. Terjemahan dari:
Physics 5th Ed.
20 Nakahira A, Nakamura S, Horimoto M.
Synthesis of modified hydroxyapatite (HAP) substituted with Fe ion for DDS application. Osaka: IEEE Transactions
on Magnetic 43(6); 2007: 2465-2467. 21 Hapsari B W. Sintesis nanosfer berbasis
ferrofluid dan poly lactic acid (PLA) dengan metode sonikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor; 2009.
22 Suslick KS. The Chemistry of Ultrasound
from The Yearbook of Science and The Future. Chicago : Encyclopedia Britannica; 1994: 138-155.
23 [Anonim]. 2011. Cara mengetahui ukuran suatu partikel [terhubung berkala] http://nanotech.co.id/index.php?option =com_content&view=article&id=120 &catid=46&Itemid=67%E2%8C%A9= in. [16 Jun 2012].
24 [Anonim]. 2012. Sistem koloid [terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/ Sistem_koloid. [16 Jun 2012].
25 [Anonim]. 2012. Alat laboratorium
[terhubung berkala].
http://rismaper.wordpress.com/tag/alat-laboratorium. [16 Jun 2012].
26 [Anonim]. 2012. X-ray diffraction
[terhubung berkala]. http://fys.
kuleuven.be/iks/nvsf/experimental- facilities/x-ray-diffraction-2013-bruker-d8-discover. [11 Aug 2012]. 27 Hadiyawarman, et al. Fabrikasi material
nanokomposit superkuat, ringan dan
transparan menggunakan metode
simple mixing. J Nanosains &
Nanoteknologi 2008; 1:1.
28 Rachmaniah O, Febriyanti LS, Lazuardi K. Pengaruh liquid hot water terhadap perubahan struktur sel bagas. Prosiding
Seminar Nasional XIV - FTI-ITS.
Surabaya: 2009.
29 Qian L, Zhou J, Zhang L. 2009. Structure and properties of the nanocomposite films of chitosan reinforced with
15
cellulose whiskers. J of Polymer
Sciences. 2009; 47:1069-1077.
30 Lui L, et al. Enhanced enzymatic hydrolysis and structural features of corn stover by FeCl3 pretreatment.
Sciencedirect 2009 [terhubung
berkala]. http://www.sciencedirect.com /science/article/pii/S096085240900701 9. [17 Jul 2012].
31 Wahyono, D. Ciri nanopartikel kitosan dan pengaruhnya pada ukuran partikel dan efisiensi penyalutan ketoprofen. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor; 2010.
32 Soemardi T P, Kusumaningsih W, Irawan AP. Karakteristik mekanik komposit lamina serat rami epoksi sebagai bahan alternatif soket prostetis. J Makara
Teknologi 2009; Vol 13-2:96-101.
33 Suwandi T, Rahman MBN. Pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan
bending komposit berpenguat serat
rami dengan matrik polyester. J Ilmiah
Semesta Teknika 2010; Vol
13-2:165-170.
34 Wanmbua P, Ivens J, Verpoest I. Natural fibres : can they replace glass in fibre reinforced plastic?. J Composites
Science and Technology 2003; Vol.63
pp. 1259-1264.
32 Siqueira G, Menezes A J de, Bras J,
Dufresne A. Ramie and Luffa
cylindrica nanowhiskers as reinforced phase in polycaprolactone. Proceedings
of the International Convention of
Society of Wood Science and
Technology and United Nations
Economic Commission for
Europe-Timber Committee. Geneva,