• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS NANOPARTIKEL SERAT RAMI DENGAN METODE ULTRASONIKASI DONI KURNIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS NANOPARTIKEL SERAT RAMI DENGAN METODE ULTRASONIKASI DONI KURNIAWAN"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS NANOPARTIKEL SERAT RAMI DENGAN

METODE ULTRASONIKASI

DONI KURNIAWAN

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)

ABSTRAK

DONI KURNIAWAN. Sintesis Nanopartikel Serat Rami dengan Metode

Ultrasonikasi. Dibimbing oleh SITI NIKMATIN dan AKHIRUDDIN

MADDU.

Nanomaterial adalah suatu materi yang memiliki sifat khas dan banyak

diminati karena memiliki ukuran yang sangat kecil (10

-9

m), sehingga luas

permukaannya sangat tinggi. Telah dilakukan sintesis nanopartikel serat rami

dengan metode ultrasonikasi, yaitu pembuatan nanopartikel serat rami dengan

gelombang ultrasonik untuk aplikasi sebagai filler komposit dengan tujuan

meningkatkan sifat fisiknya. Serat rami diultrasonikasi dengan variasi waktu dan

dua variasi surfaktan tween 80 3% 10 sampel dan 0% 3 sampel. Semua sampel diuji

dengan PSA (Particle size analyzer) untuk mengetahui ukurannya. Serat rami

terkecil berukuran 229.04 nanometer didapat dari sonikasi 105 menit dan tween 80

3%. Ukuran serat rami dengan konsentrasi tween 80 3% lebih kecil dari konsentrasi

tween 80 0%. Analisis kerapatan menunjukkan tren penurunan kerapatan seiring

dengan penurunan ukuran partikel. Serat rami dengan ukuran 229.04 nanometer

memiliki kerapatan 1.1727 g cm

-3

lebih kecil dibandingkan serat rami ukuran 7500

nanometer dengan kerapatan 1.7083 g cm

-3

. Hasil XRD (X-ray diffraction), serat

rami ukuran terkecil memperlihatkan serat rami masih berupa selulosa, dicirikan

dengan fase kristal milik selulosa yang berada pada sudut difraksi 22.76 derajat

dengan derajat kristalinitas 21.3727%. Hasil penelitian menunjukkan hipotesis

telah dicapai meskipun ukuran serat rami terkecil yaitu 229.04 nm masih lebih

besar dari 100 nm.

(3)

SINTESIS NANOPARTIKEL SERAT RAMI DENGAN

METODE ULTRASONIKASI

DONI KURNIAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

JudulSkripsi

: Sintesis Nanopartikel Serat Rami dengan Metode

Ultrasonikasi

Nama

: Doni Kurniawan

NIM

: G74080057

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr Siti Nikmatin M. Si

Dr Akhiruddin Maddu M. Si

NIP.19750819200012200

NIP. 196609071998021000

Diketahui,

Ketua Departemen Fisika

Dr Akhiruddin Maddu M. Si

NIP. 196609071998021000

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

begitu banyak nikmat yang tak terhitung sehingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi yang berjudul Sintetis Nanopartikel Serat Rami dengan Metode

Ultrasonikasi. Penelitian dilakukan sebagian besar bertempat di Laboratorium

Departemen Fisika dan beberapa pengujian dilaksanakan di Litbang Kehutanan

Bogor dan Laboraturium Departemen Kimia, dimulai bulan Januari 2011 dan

berakhir pada bulan November 2012.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada :

1. Ibu, Bapak, Nenek dan seluruh keluarga atas doa, bimbingan, nasihat dan kasih

sayangnya.

2. Ibu Siti Nikmatin selaku pembimbing I untuk bimbingan, motivasi, saran,

kritik dan waktu luang yang telah diberikan untuk berdiskusi.

3. Bapak Akhiruddin Maddu selaku pembimbing II untuk bimbingan, motivasi,

saran, kritik dan waktu luang yang telah diberikan untuk berdiskusi.

4. Bapak Faozan Ahmad selaku penguji atas bimbingan, kritik dan saran bagi

penelitian saya.

5. Bapak Hanedi Darmasetiawan selaku editor atas saran dan kritiknya.

6. DIKTI yang telah memberikan hibah dana penelitian melalui program PKM.

7. Hemas Integrani untuk doa, motivasi, dukungan dan perhatiannya.

8. Ahmad Khakim, Zainal Muttaqin, Muhamar Kadapi, Rizki Adistya atas

bantuan dan inspirasinya.

9. Muhammad Afif Faiz yang telah sering berdiskusi bersama penulis.

10. Ridwan Siskandar untuk bimbingan dan motivasinya.

11. Teman-teman Fisika 45 untuk kebersamaannya mengarungi kehidupan di

Departemen Fisika (masa-masa yang takkan terlupakan).

12. Teman-teman OMDA Kuningan atas bantuan dan motivasinya.

13. Teman-teman Fisika 43, 44, 46, 47, 48 atas kebersamaannya.

14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa saya sebutkan satu persatu,

terima kasih banyak atas dukungannya.

Penulis juga menerima saran dan kritik apabila terdapat kekurangan untuk

kemajuan penelitian ini. Semoga dengan itu, penulis bisa lebih baik lagi dan

semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk kita

semua. Amiiiiiin.

Bogor, 7 Februari 2013

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 9 April 1990 di Kabupaten

Kuningan Jawa Barat sebagai anak pertama dari pasangan

Madhari dan N. Eliah. Penulis mengenyam dunia

pendidikan berawal dari Taman Kanak-kanak Gapura Desa

Bojong, SDN 1 Bojong, SMPN 1 Cilimus dan dilanjutkan

ke SMAN 1 Cilimus. Penulis menghabiskan waktu hingga

SMA di Desa Bojong.

Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas dan

diterima di IPB melalui jalur Undangan seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tingkat

kedua mulai memasuki Departemen Fisika FMIPA IPB. Selama menempuh

pendidikan IPB, penulis sempat aktif di organisasi HIMPRO HIMAFI, kepanitiaan

Pesta Sains divisi konsumsi (2009), dan selama satu semester menjadi Asisten

Praktikum Fisika Dasar TPB dan pernah menjadi pengajar privat pada beberapa

lembaga bimbingan belajar di Kota Bogor.

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Rami (Boehmeria nivea (L.) Gaud) ... 2

Surfaktan ... 4

Nanoteknologi ... 4

Ultrasonikasi ... 5

PSA (Particle size analyzer) ... 6

Kerapatan ... 7

XRD (X-ray diffraction) ... 7

METODE PENELITIAN ... 8

Waktu dan Tempat Penelitian ... 8

Bahan dan Alat ... 8

Prosedur Penelitian... 8

a.

Persiapan sampel ... 8

b.

Sintesis dan karakterisasi nanopartikel serat rami ... 8

Diagram Alir Penelitian ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Persiapan dan Sintesis Sampel ... 9

Hasil Analisis PSA ... 10

Hasil Analisis Piknometer ... 11

Hasil Analisis XRD ... 11

KESIMPULAN DAN SARAN ... 13

Kesimpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Komposisi kimia serat alam ... 3

Tabel 2 Sifat mekanik serat alam ... 3

Tabel 3 Spesifikasi surfaktan tween 80 ... 4

Tabel 4 Variasi waktu ultrasonikasi dan penambahan surfaktan ... 9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tanaman rami ... 2

Gambar 2 Serat rami. ... 2

Gambar 3 Penampang melintang kulit rami ... 2

Gambar 4 Penampang batang rami. ... 2

Gambar 5 Molekul surfaktan membentuk misel ... 4

Gambar 6 Proses rapatan dan regangan osilasi kavitasi ... 6

Gambar 7 Piknomerter ... 7

Gambar 8 Penampang melintang tabung sinar-X ... 8

Gambar 9 Difraksi sinar-X. ... 8

Gambar 10 Energi sonikasi. ... 10

Gambar 11 Hubungan waktu sonikasi dan ukuran serat rami... 10

Gambar 12 Hubungan waktu sonikasi dan kerapatan serat rami. ... 11

Gambar 13 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa

bagas tebu ... 12

Gambar 14 Hubungan intensitas (cps) dan sudut difraksi (2θ) pada selulosa corn

stover. ... 12

Gambar 15 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa

whiskers ... 12

Gambar 16 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa

kulit rotan ... 12

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Alat dan bahan yang digunakan untuk sintesis nanopartikel serat

rami. ... 17

Lampiran 2 Tahap pembuatan nanopartikel serat rami. ... 18

Lampiran 3 Hasil PSA serat rami sampel 1. ... 19

Lampiran 4 Hasil PSA serat rami sampel 2. ... 20

Lampiran 5 Hasil PSA serat rami sampel 3. ... 21

Lampiran 6 Hasil PSA serat rami sampel 4. ... 22

Lampiran 7 Hasil PSA serat rami sampel 5. ... 23

Lampiran 8 Hasil PSA serat rami sampel 6. ... 24

Lampiran 9 Hasil PSA serat rami sampel 7. ... 25

Lampiran 10 Hasil PSA serat rami sampel 8. ... 26

Lampiran 11 Hasil PSA serat rami sampel 9. ... 27

Lampiran 12 Hasil PSA serat rami sampel 10. ... 28

Lampiran 13 Hasil PSA serat rami sampel 11. ... 29

Lampiran 14 Hasil PSA serat rami sampel 12. ... 30

Lampiran 15 Hasil PSA serat rami sampel 13. ... 31

Lampiran 16 Hasil pengujian kerapatan. ... 32

Lampiran 17 Data base JCPDS selulosa. ... 33

(10)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bionanokomposit adalah suatu material gabungan dua bahan yang memiliki struktur berbeda dimana salah satu atau kedua bahan tersebut berasal dari bahan alami dan salah satunya memiliki ukuran berskala nanometer (10-9 meter). Teknologi ini berguna untuk

meningkatkan sifat individu bahan dalam hal kekuatan, struktur dan stabilitas sehingga diharapkan material yang baru akan memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari material penyusunnya.

Akhir-akhir ini, tren penelitian komposit banyak menggunakan serat alam dalam

teknologi pembuatan material komposit

sebagai pengganti serat sintetis. Kelebihan dari serat alam antara lain ketersediaan bahan baku yang sangat melimpah, dapat didaur ulang,

dapat diperbaharui, terbiodegradasi di

lingkungan, dan memiliki sifat mekanik yang baik. Kelebihan lainnya dalam hal ekonomi, harga serat alam lebih murah sehingga menurunkan biaya bahan baku pembuatan komposit.

Salah satu tanaman yang menghasilkan serat alam adalah rami (Boehmeria nivea (L.) Gaud). Sejak dahulu, serat dari tanaman rami telah digunakan dalam industri pakaian sebagai alternatif pengganti serat kapas. Serat rami juga mulai dikembangkan oleh para peneliti untuk membuat rompi anti peluru dan bahkan bahan tabung gas karena kekuatan seratnya yang baik. Dengan komposisi selulosa yang tinggi yaitu 80% sampai 85%, rami sangat potensial menggantikan serat sintetis sebagai filler pada komposit.

Potensi pemanfaatan tanaman rami di Indonesia sangat menjanjikan karena didukung oleh bahan baku yang melimpah dan lahan yang luas tersebar di berbagai daerah. Produksi serat rami dimulai dari proses penanaman, perawatan, pemanenan dan pengolahan. Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur 90 hari walaupun belum dapat diambil seratnya karena batangnya masih muda. Meskipun demikian, panen selanjutnya bisa dilakukan tiap 60 hari sekali. Suatu interval waktu yang relatif singkat bila dibandingkan tanaman serat yang lain. Pada tahun 2003 Pemerintah

melalui Kementrian Usaha Kecil dan

Menengah berusaha mengembangkan tanaman rami di berbagai daerah baik di pulau Jawa maupun pulau Sumatera antara lain Lampung 80 ha, Sumatera Selatan 100 ha, Bengkulu 20 ha, Sumatera Utara 20 ha dan Wonosobo 20

ha. Selain itu, rami juga mulai berkembang di daerah Garut dan daerah lainnya di Indonesia.

Saat ini penelitian biokomposit serat sudah banyak dilakukan terutama serat rami sebagai bahan baku pengisi polimer oleh beberapa peneliti diantaranya Soemardia dkk (2009) dengan judul “Karakteristik mekanik komposit serat rami-epoksi sebagai bahan soket prostetis” dengan hasil penelitian karakteristik mekanik komposit lamina serat rami epoksi longitudinal pada fraksi volume serat 40% yaitu tegangan tarik 232 MPa dan modulus elastisitas 9.7 GPa, sedangkan pada fraksi volume serat 50% tegangan tarik 260 MPa dan modulus elastisitas 11.23 GPa. Suwanda dan Rahman (2010) dalam penelitian berjudul “Pengaruh alkali terhadap kekuatan bending komposit serat rami dengan matriks polyester” menghasilkan kesimpulan lama perlakuan alkali akan menurunkan tegangan bending. Tegangan bending tertinggi terjadi pada komposit tanpa perlakuan alkali sebesar 70.39 Mpa. Perlakuan alkali menaikkan sedikit modulus bending (modulus elastisitas bending tertinggi terjadi pada komposit dengan perlakuan alkali 6 jam, yaitu sebesar 4.13 Gpa)

dan menurunkan regangan bendingnya.

Regangan bending tertinggi terjadi pada komposit tanpa perlakuan alkali sebesar 1.85%. Penelitian Wambua dkk (2003) yang menyelidiki sifat mekanis dari komposit polipropilena yang diperkuat oleh serat rami, sisal dan jute dibandingkan dengan propilena dengan berpenguat serat glass menyimpulkan bahwa beberapa serat selulosa pada komposit polimer ternyata mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari serat glass.

Penelitian ini dimaksudkan untuk

mengembangkan potensi serat rami dalam bentuk nanopartikel dari serat rami dengan metode ultrasonikasi yang diharapkan dengan karakteristik nanopartikel serat rami yang dihasilkan, bisa diaplikasikan sebagai filler

untuk pembuatan komposit dan dapat

meningkatkan karakteristik komposit tersebut dibandingkan dengan ukuran bulk.

Tujuan Penelitian

1. Sintesis nanopartikel serat rami dengan

metode ultrasonikasi disertai

penambahan surfaktan tween 80. 2. Analisis karakteristik serat rami hasil

ultrasonikasi meliputi ukuran,

kerapatan dan kristalografi.

Perumusan Masalah

Apakah metode ultrasonikasi dapat

memperkecil ukuran partikel serat rami tanpa merusak karakteristik selulosanya?

(11)

Hipotesis

Dengan metode ultrasonikasi disertai penggunaan surfaktan dapat menimbulkan proses kavitasi sehingga ukuran serat rami menjadi lebih kecil (dalam ukuran nanometer) namun tidak merusak karakteristik selulosa serat rami.

TINJAUAN PUSTAKA Rami (Boehmeria nivea (L.) Gaud)

Tanaman rami (Gambar 1) adalah tanaman semusim berumpun yang mudah tumbuh di kawasan tropis, tahan terhadap hama dan dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan.

Adapun klasifikasi tanaman rami adalah :

- Divisi : Magnoliophyta

- Kelas : Magnoliopsida

- Ordo : Urticales

- Famili : Urticaceae

- Genus : Boehmeria

- Spesies : Nivea L.Gaud

Serat rami (Gambar 2) terdapat dalam sel kulit yang terletak di antara kulit luar yang biasa disebut epidermis dan batang. Serat rami secara alami terikat menjadi satu oleh perekat yang disebut gom (gum).

Pada Gambar 3a, terlihat penampang melintang kulit rami yang belum didekortikasi, bundelan serat rami terletak diantara parenkim dan xilem dan masih terikat oleh gum. Gambar 3b menunjukkan penampang melintang serat rami yang telah didekortikasi. Dekortikasi adalah pemisahan antara kulit rami dengan batangnya untuk mendapatkan serat. Sebagian kulit telah hilang namun serat masih terikat dalam satu bundelan6.

Batang rami (Gambar 4) berbentuk silinder dengan diameter 12 sampai 20 mm. Tinggi batang berkisar 1 sampai 2 m, dan ada pula yang lebih dari 2 m. Batang tidak bercabang, tetapi apabila pucuk tanaman mati atau patah dapat tumbuh cabang yang keluar dari ketiak daun dan hal ini sebaiknya dihindari.

Gambar 1 Tanaman rami1.

Gambar 2 Serat rami.

a) b)

Gambar 3 Penampang melintang kulit rami, sebelum proses dekortikasi2 (a) dan

setelah dekortikasi (b).

a) b)

Gambar 4 Penampang batang rami, membujur (a) dan melintang3 (b).

Serat yang merupakan hasil utama tanaman rami seperti pada Gambar 2, terletak pada kulit batang adalah serat primer yang terbentuk pada kulit kayu. Serat rami panjangnya bervariasi dari 2.5 sampai 50 cm dengan rata-rata 12.5 sampai 15 cm, sedangkan diameter rata-rata 30 sampai 50 µm.

Dalam hal tertentu serat rami mempunyai keunggulan dibanding serat-serat yang lain seperti kekuatan tarik dan kandungan selulosa (Tabel 1 dan Tabel 2), daya serap terhadap air, tahan terhadap kelembaban dan bakteri, tahan terhadap panas, lebih ringan dibanding serat sentetis dan ramah lingkungan4.

Serat tanaman rami seperti kebanyakan serat alam lainnya tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin.

(12)

3

Tabel 1 Sifat mekanik serat alam6

Satuan Katun Flax Yute Kenaf E-glass Rami Sisal

Diameter Mm - 11-33 200 200 5-25 40-80 50-200 Panjang Mm 10-60 10-40 1-5 2-6 - 60-260 1-5 Kekuatan tarik Mpa 330-585 345-1035 393-773 930 1800 400-1050 511-635 Modulus elastisitas Gpa 4.5-12.6 27.6-45.0 26.5 53.0 69.0-73.0 61.5 9.4-15.8 Massa jenis g/cm3 1.5-1.54 1.43-1.52 1.44-1.50 1.5 2.5 1.5-1.6 1.16-1.5 Regangan maksimum % 7.0-8.0 2.7-3.2 1.5-1.8 1.6 2.5-3.0 3.6-3.8 2.0-2.5 Spesifik kekuatan tarik Km 39.2 73.8 52.5 63.2 73.4 71.4 43.2 Spesifik kekakuan Km 0.85 3.21 1.80 3.60 2.98 4.18 1.07

Tabel 2 Komposisi kimia serat alam5

Nama Sel* Hs** Lignin Ket

Abaka 6-8 6-8 5-10 Pisang Coir 43 1 45 Sabut kelapa Kapas 90 6 - Rambut biji Flax 70-72 14 4-5 - Yute 61-63 13 3-13 - Mesta 60 15 10 - Palmirah 40-50 15 42-45 - Nanas 80 - 12 Daun Rami 80-85 3-4 0.5-1 Kulit batang Sisal 60-67 10-15 8-12 Daun Straw 40 28 18 -

Ket : * (selulosa), **(hemiselulosa).

Rumus molekul selulosa adalah

(C6H10O5)n dimana n angka yang dapat

mencapai ribuan. Selulosa dibangun oleh rangkaian glikosa yang tersambung melalui -β-1.4. Selulosa bukan hanya tidak larut dalam air tetapi juga pada pelarut lainnya. Penyebabnya adalah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang saling berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antar-aksi berkurang.

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17.5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :

- Selulosa α (Alpha cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17.5% atau larutan basa kuat dengan DP 600 sampai 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan

atau penentu tingkat kemurnian

selulosa.

- Selulosa β (Betha cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17.5% atau basa kuat dengan DP 15 sampai 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

- Selulosa γ (Gamma cellulose) sama dengan selulosa β, tetapi DP-nya kurang dari 157.

Hemiselulosa merupakan polimer

semihablur, terdiri dari gula pentosa dan

heksosa. Hemiselulosa bersifat

heteropolisakarida sedangkan selulosa bersifat homopolisakarida. Hemiselulosa berhubungan erat dengan selulosa dan sebagai satu komponen struktur dalam tumbuh-tumbuhan. Selulosa dan hemiselulosa mempunyai fungsi yang sama sebagai penyokong dinding sel. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimer sekitar 200 saja, dapat dilarutkan dalam alkali dan mudah dihidrolisis oleh asam7.

Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Karena

kandungan karbon yang relatif tinggi

dibandingkan dengan selulosa dan

hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Lignin merupakan jaringan polimer amorfus tiga dimensi yang dibentuk dari unit-unit fenilpropana serta mempunyai derajat polimer yang tinggi. Lignin berfungsi sebagai bahan yang memberi dukungan terhadap kekuatan mekanik tumbuhan. Lignin bersama-sama holoselulosa (gabungan antara

selulosa dan hemiselulosa) berfungsi

membentuk jaringan tanaman, terutama

memperkuat sel-sel kayu. Polimer lignin memiliki sifat keterlarutan yang rendah7.

(13)

4

Surfaktan

Surfaktan adalah zat-zat yang molekul dan ionnya diabsorpsi pada antar muka yang akan

mengurangi tegangan permukaan atau

tegangan antar muka suatu bahan. Gambar 5 adalah ilustrasi dari bagian kepala dan ekor pada surfaktan. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air) merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak) merupakan bagian non-polar. Bagian kepala dapat berupa anion, kation atau non-ion sedangkan bagian ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon.

Berdasarkan gugus hidrofiliknya, molekul

surfaktan dibedakan menjadi empat kelompok8

antara lain surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Surfaktan non-ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai

muatan positif dan negatif9. Penggunaan

surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fase minyak dan

fase air. Surfaktan dipergunakan baik

berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak10.

Polisorbat 80 (tween 80) memiliki sinonim seperti: Crillet 4, Crillet 50, Montanox 80,

Polyoxyethyene 20 oleate, (Z)-sorbitan

mono-9-octadecenoate, dengan rumus formula C64H124O26. Tween 80 adalah cairan seperti

minyak, jernih, berwarna kuning muda sampai coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol dan etil asetat tapi tidak larut dalam minyak mineral.

a) b)

Gambar 5 Molekul surfaktan membentuk misel (a) Gugus hidrofilik dan hidrofobik surfaktan dan (b) Misel atau agregat surfaktan.

Tween 80 digunakan sebagai agen

pengemulsi (1-15% konsentrasi), agen pelarut

(1-10% konsentrasi), agen wetting,

dispersi/suspensi (0.1-3% konsentrasi) dan sebagai surfaktan non-ionik11. Spesifikasi tween 80 yang lebih lengkap tertera dalam

Tabel 3.

Nanoteknologi

Nanomaterial adalah suatu materi yang memiliki sifat yang khas dan banyak diminati karena memiliki ukuran sangat kecil (10-9 m),

sehingga luas permukaannya sangat tinggi. Di samping itu, dengan ukuran yang sangat halus, sifat-sifat khas unsur tersebut akan muncul dan dapat direkayasa misalnya sifat kemagnetan, optik, kelistrikan, termal, dan lain-lain. Pemanfaatannya pun telah merambah di berbagai bidang kehidupan manusia seperti

kesehatan, elektronik, otomotif, industri

peralatan rumah tangga, energi, dan lain-lain12.

Nanoteknologi adalah teknologi untuk menciptakan, merekayasa dan mengubah material ataupun struktur fungsional ke dalam ukuran nanometer. Perbedaan nanopartikel dengan material sejenis yang lebih besar adalah ukurannya yang kecil sehingga memiliki perbandingan luas permukaan dan

volume yang lebih besar. Ini membuat

nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain. Selain itu, hukum fisika yang berlaku didominasi hukum fisika kuantum13 14 .

Sifat dan karakteristik yang meliputi sifat fisis, kimiawi maupun biologi dari partikel berukuran nano tidak sama dengan sifat dan karakteristik partikel dalam ukuran normal.

Fenomena kuantum sebagai akibat

keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel akan

Tabel 3 Spesifikasi surfaktan tween 80

No Parameter Ciri 1 Rumus molekuler C64H124O26 2 Massa molar 1310 g mol-1

3 Warna Cairan kental berwarna

amber

4 Kerapatan 1.06-1.09 g mL-1,

cairan minyak

5 Titik leleh Tidak ada data

6 Kelarutan Sangat larut dalam air,

larut dalam etanol

7 Viskositas 300-500 centriskotes

(14)

5

berimbas pada perubahan warna yang

dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik,

konduktivitas listrik dan magnetisasi.

Perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia13 14.

Sifat dan karakteristik dari suatu material bergantung pada ukuran, bentuk, kemurnian

permukaan, maupun topologi material.

Perbedaan struktur/susunan atom dapat

mengubah sifat molekul yang dihasilkannya. Jika atom-atom yang sama disusun ulang membentuk stuktur yang berbeda, molekul atau materi akan membentuk sifat yang berbeda pula.

Penyusunan ulang atom-atom dalam

nanoteknologi mencapai tahap penyusunan ulang struktur atom individual, jadi bukan lagi

tumpukan atom, sehingga ketepatannya

semakin baik dan biaya produksi semakin murah. Satu aspek lain yang menarik dari nanoteknologi adalah self replication atau kemampuan untuk menduplikasi diri secara otomatis. Konsep ini memiliki kesamaan dengan kemampuan reproduksi mahluk hidup. Sel-sel dalam tubuh kita memiliki kemampuan memperbanyak diri sehingga sel yang rusak dan mati selalu digantikan dengan sel baru yang sehat15.

Secara umum ada dua metode yang dapat digunakan dalam sintesis nanopartikel, yaitu secara top-down dan bottom-up. Top-down adalah sintesis partikel berukuran nano secara langsung dengan memperkecil material yang besar dengan cara penggerusan, misalnya dengan alat pen disk milling. Bottom-up adalah menyusun atom-atom atau molekul-molekul

hingga membentuk partikel berukuran

nanometer, menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia dan aglomerasi fase gas16.

Bionanokomposit merupakan material

lanjut (advance material) yang salah satu atau semua komponennya terbuat dari bahan hayati21. Makna dari material komposit sendiri

adalah kombinasi antara dua material atau lebih yang secara makroskopis berbeda bentuk, komposisi kimia dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai penguat dan yang lainnya sebagai pengikat, sehingga akan terbentuk material baru yang

lebih baik dari material penyusunnya.

Komponen komposit yang berfungsi sebagai pengikat atau disebut matriks biasanya berupa polimer, logam atau keramik dan komponen komposit yang berfungsi sebagai penguat (filler) biasanya berupa serat, baik serat alam yang berasal dari tumbuhan ataupun serat

sintetis (buatan). Penggunaan partikel nano pada filler untuk komposit dapat meningkatkan karakteristik dan kekuatan komposit itu sendiri. Namun dalam batas tertentu, kekuatan komposit justru berkurang.

Ultrasonikasi

Ultrasonikasi adalah teknik penggunaan gelombang ultrasonik terutama gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari 20 kHz. Gelombang ultrasonik adalah rambat energi dan momentum mekanik sehingga

membutuhkan medium untuk merambat

sebagai interaksi dengan molekul17.

Perambatan gelombang ultrasonik yang

dihasilkan oleh peralatan ultrasonik dalam medium gas, cair, dan tubuh manusia disebabkan oleh getaran bolak-balik partikel melewati titik kesetimbangan searah dengan arah rambat gelombangnya18.

Karakteristik gelombang ultrasonik yang melalui medium mengakibatkan getaran partikel dengan medium amplitudo sejajar dengan arah rambat secara longitudinal sehingga menyebabkan partikel medium membentuk rapatan (strain) dan regangan (stress). Proses kontinu yang menyebabkan terjadinya rapatan dan regangan di dalam medium disebabkan oleh getaran partikel secara periodik selama gelombang ultrasonik melaluinya19.

Aplikasi gelombang ultrasonik yang

terpenting adalah pemanfaatannya dalam menimbulkan efek kavitasi akustik. Efek ini akan digunakan dalam pembuatan bahan berukuran nano dengan metode emulsifikasi20.

Ketika gelombang ultrasonik menjalar pada fluida, terjadi siklus rapatan dan regangan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik gelombang

ultrasonik yang melaui medium

mengakibatkan getaran partikel secara

periodik dengan medium amplitudo sejajar dengan arah rambat secara longitudinal sehingga menyebabkan partikel medium membentuk rapatan dan regangan. Tekanan

negatif yang terjadi ketika regangan

menyebabkan molekul dalam fluida tertarik

dan terbentuk kehampaan, kemudian

membentuk gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang suara sehingga dapat

memuai21. Gelembung berosilasi dalam siklus

rapatan dan regangan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6. Selama osilasi, sejumlah energi berdifusi masuk atau keluar gelembung.

(15)

6

Gambar 6 Proses rapatan dan regangan osilasi kavitasi21.

Energi yang masuk terjadi ketika regangan dan keluar ketika rapatan dimana energi yang keluar lebih kecil daripada energi yang masuk, sehingga gelembung memuai sedikit demi sedikit selama regangan kemudian menyusut selama rapatan. Ukuran kritis gelembung ini disebut ukuran resonan yang tergantung pada fluida dan frekuensi suara. Dalam kondisi ini, gelembung tidak dapat lagi menyerap energi secara efisien. Tanpa energi input, gelembung tidak dapat mempertahankan dirinya, fluida di sekitarnya akan menekannya dan gelembung

akan mengalami ledakan hebat yang

menghasilkan tekanan sangat besar hingga dianalogikan dengan tekanan di dasar lautan dan suhu yang sangat tinggi dianalogikan dengan suhu pada permukaan matahari.

Ledakan gelembung tersebut menaikkan temperatur lokal hingga 5000 K dan tekanan

1000 atm. Kondisi ekstrim tersebut

menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan kimia. Gelembung inilah yang disebut sebagai gelembung kavitasi21.

Fenomena kavitasi ini terjadi pada satu titik dalam fluida. Tekanan dalam kavitasi diubah menjadi panas dengan sangat cepat, sedangkan fluida di sekitar kavitasi memiliki suhu yang jauh lebih rendah. Ketika panas dilepaskan saat kavitasi pecah, fluida di sekitarnya dengan sangat cepat mendingin dalam waktu kurang dari mikrosekon. Pemanasan dan pendinginan dalam waktu yang singkat ini memiliki kecepatan perubahan suhu 109 0C s-1. Aliran

turbulen dan gelombang kejut akibat kavitasi menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel dan pemanasan lokal pada titik tumbukan22.

Bentuk dan ukuran gelembung akan

mempengaruhi bentuk dan ukuran

nanopartikel yang terbentuk. Gelombang kejut dapat memisahkan penggumpalan partikel (agglomeration) dan terjadi dispersi sempurna

dengan penambahan pengemulsi/surfaktan sebagai penstabil.

PSA (Particle size analyzer)

Terdapat pula pengujian dengan metode LAS (Laser diffaction) yang akhir-akhir ini sering digunakan karena dinilai lebih akurat dari metode analisa gambar dan metode ayakan terutama untuk partikel berukuran nano23.

Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah PSA (Particle size analyzer). Alat ini menggunakan prinsip DLS (Dynamic light

scattering). Metode LAS bisa dibagi dalam

dua metode:

- Metode basah, menggunakan media

pendispersi untuk mendispersikan

material uji.

- Metode kering, memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel dan membawanya ke sensing

zone. Metode ini baik digunakan untuk

ukuran yang kasar, dimana hubungan antar partikel lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil23.

Gerak Brown adalah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus

tapi tidak menentu (gerak acak/tidak

beraturan). Jika kita amati koloid di bawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zig-zag. Pergerakan zig-zag ini dinamakan gerak Brown24.

Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas,

pergerakan partikel-partikel akan

menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak

Brown dari partikel-partikel fase

(16)

7

sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat24. Kerapatan

Kerapatan sering didefinisikan dengan perbandingan massa dengan volume dari bahan sampel. Pada material berbentuk serbuk seperti tepung, pasir, kapur, semen, dan sebagainya kurang akurat jika kerapatannya ditentukan dengan menimbang massa dan mengukur

volume yang dibentuknya secara langsung.

Karena kemungkinan ada celah-celah di antara butiran-butirannya yang ditempati udara.

Pengukuran akan lebih akurat jika

menggunakan piknometer.

Piknometer (Gambar 7) adalah suatu alat yang dibuat dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Piknometer digunakan untuk mengukur massa jenis atau kerapatan fluida. Piknometer memiliki tiga

bagian yaitu tutup piknometer untuk

mempertahankan suhu di dalam piknometer, lubang dan gelas atau tabung ukur untuk mengukur volume cairan yang dimasukkan

dalam piknometer. Besar kerapatannya

ditentukan dengan rumus :

(1)

Keterangan :

- m1 = massa piknometer kosong beserta tutupnya.

- m2 = massa piknometer penuh akuades beserta tutupnya.

- m3 = massa piknometer berisi pasir beserta tutupnya.

- m4 = massa piknometer berisi pasir dan

dipenuhi dengan akuades beserta

tutupnya.

XRD (X-ray diffraction)

Sinar X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Aplikasi Sinar X yang paling umum digunakan dalam dunia kedokteran untuk pemeriksaan organ dalam tanpa merusak. Sinar X juga dapat digunakan untuk menghasilkan pola-pola difraksi tertentu yang bisa dipakai untuk menganalisis material baik secara kualitatif atau kuantitatif. Hal ini sangat berguna bagi berbagai macam bidang penelitian yang menyangkut analisis material dan alat yang biasa digunakan dalam aplikasi ini adalah XRD.

Gambar 7 Piknomerter25.

Prinsip kerja XRD terdiri dari empat proses

yaitu produksi, difraksi, deteksi dan

interpretasi. Komponen yang terdapat dalam alat XRD antara lain tabung sinar-X, monokromator, detektor, dan lain-lain.

Pada tahap produksi, elektron yang dihasilkan ketika filamen (katoda) dipanaskan akan dipercepat akibat adanya perbedaan tegangan antara filamen (katoda) dan logam target (anoda) sehingga terjadi tumbukan dengan logam target. Tumbukan antara elektron yang dipercepat dengan logam target akan menghasilkan radiasi sinar-X yang akan keluar dari tabung sinar-X dan akan berinteraksi dengan struktur ktistal dari material yang akan diuji. Pada Gambar 8

diperlihatkan tabung sinar-X yang

memproduksi radiasi sinar-X13.

Pada tahap difraksi, radiasi sinar-X yang telah dihasilkan pada tabung sinar-X akan berinteraksi dengan struktur kristal dari material yang akan diuji. Material yang dianalisis harus berada pada fase padat karena kondisi atom-atomnya berada pada susunan yang sangat teratur sehingga membentuk bidang-bidang kristal. Ketika suatu berkas sinar–X diarahkan pada bidang terutama kristal, maka akan timbul pola-pola difraksi saat sinar-X melewati celah-celah kecil diantara bidang-bidang kristal (kisi antar atom) tersebut. Gambar 9 menunjukkan proses difraksi yang terjadi pada bidang kristal.

Pola-pola difraksi tersebut sebenarnya menyerupai pola gelap-terang. Pola gelap terbentuk ketika terjadi interferensi destruktif, sedangkan pola terang terbentuk ketika terjadi

interferensi konstruktif dari pantulan

gelombang sinar-X yang saling bertemu32.

Interferensi konstruktif mengikuti hukum Bragg sebagai berikut :

(17)

8

Gambar 8 Penampang melintang tabung sinar-X13.

Gambar 9 Difraksi sinar-X26.

θ (2)

Keterangan :

- n = bilangan bulat yang disebut orde pembiasan (1,2,3...)

- λ = panjang gelombang (Angstroms)

- d = jarak antar bidang kristal

(Angstroms) - θ = sudut difraksi

Pada proses deteksi, interferensi

konstruktif radiasi sinar-X hasil difraksi struktur kristal material yang diuji selanjutnya akan dideteksi oleh detektor. Agar detektor dapat mendeteksi interferensi konstruktif radiasi sinar-X hasil difraksi struktur kristal material yang diuji dengan tepat, posisinya harus berada pada tepat pada arah sudut pantul radiasi sinar-X tersebut13.

Pada proses interpretasi, interferensi

konstruktif sinar-X yang telah dideteksi oleh

detektor selanjutnya akan diperkuat

gelombangnya dengan menggunakan

amplifier. Interferensi konstruktif radiasi

sinar-X terbaca secara spektroskopi sebagai puncak-puncak grafik yang ditampilkan oleh sebuah

software komputer. Dengan menganalisis

puncak-puncaknya, dapat diketahui struktur kristal suatu material13.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari - November 2012 di beberapa tempat dan

Laboratorium. Untuk proses milling

dilaksanakan di PAU IPB, proses shaker dan ultrasonikasi dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika FMIPA

IPB, pengujian PSA dilaksanakan di

Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika FMIPA IPB, pengukuran kerapatan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik Departemen kimia FMIPA IPB dan untuk pengujian XRD dilaksanakan di LITBANG Kehutanan Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah serat rami, akuades dan

tween 80. Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah neraca analitik, gelas

kimia, electromagnetic stirrer,

electromagnetic shaker, hotplate, pipet

volumetrik, sudip dan termokopel. Prosedur Penelitian

a. Persiapan sampel

Penelitian ini diawali dengan menggiling serat rami yang telah didekortikasi dengan mesin pen disk milling. Ukuran yang dihasilkan dalam proses milling sekitar 40

mesh. Serat rami diayak (shaker) dengan electromagnetic shaker menghasilkan variasi

ukuran dari yang paling besar hingga yang paling kecil berurut dari ayakan paling atas. Ukuran yang paling kecil (75 μm) digunakan ultrasonikasi untuk menghasilkan nanopartikel serat rami.

b. Sintesis dan karakterisasi nanopartikel serat rami

Serat rami yang telah diayak dengan ukuran 75 µm ditimbang sebanyak 5 g tiap sampel dan dibuat 13 sampel. Serat rami 5 g dicampur dengan akuades 40 ml ke dalam gelas ukur berukuran 100 ml dan dipanaskan 100 0C selama 2 jam dengan hotplate disertai

penggunaan electromagnetic stirrer 400 rpm. Serat rami diultrasonikasi dengan 10 variasi waktu dengan waktu awal 15 menit dan

seterusnya kelipatan 15 menit disertai

penambahan surfaktan tween 80 3%. Tiga

sampel lainnya diultrasonikasi tanpa

penambahan surfaktan dengan variasi waktu mengikuti 3 ukuran terbaik hasil variasi waktu disertai penambahan surfaktan. Variasi waktu sonikasi yang digunakan digambarkan pada Tabel 4.

(18)

9

Tabel 4 Variasi waktu ultrasonikasi dan penambahan surfaktan

Variasi surfaktan Waktu sonikasi (menit)

Surfaktan 3% 0 15 30 45 60 75 90 105 120 150

Surfaktan 0% - - - 75 - 105 - 150

Karakteristik PSA dilakukan untuk

mengetahui sebaran ukuran dari serat rami

yang telah diultrasonikasi. Pengujian

kerapatan dilakukan dengan alat piknometer dilakukan untuk mengukur kerapatan dari sampel serat rami yang telah diultrasonikasi. Karakterisasi kristalografi dan struktur kristal serat rami dilakukan untuk mengetahui apakah sampel serat rami yang telah diultrasonikasi

masih berupa selulosa, mengetahui

kristalinitas dan bentuk kristalnya.

Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Sintesis Sampel

Serat alam, salah satunya rami menjadi komponen penting dalam komposit sebagai

filler pengganti serat sintetis karena selain

ramah lingkungan dan ketersediaan di alam melimpah, potensi lain serat alam juga akan terangkat sehingga nilai ekonominya bisa semakin tinggi. Untuk lebih meningkatkan kekuatannya, dilakukan modifikasi ukuran serat rami mendekati ukuran nanometer. Ukuran partikel filler yang kecil akan meningkatkan kekuatan polimer dibanding ukuran partikel yang besar. Ukuran partikel

mempunyai hubungan langsung dengan

permukaan per gram pengisi. Oleh sebab itu, ukuran partikel filler yang kecil akan memperluas permukaan (filler) sehingga interaksi filler dan matriks polimer meningkat. Interaksi tersebut mampu mereduksi mobilitas polimer sehingga meningkatkan kekuatan mekanik dari komposit. Semakin kecil ukuran partikel, semakin tinggi interaksi antara filler dan matriks27.

Metode yang dipilih untuk memperkecil ukuran serat pada penelitian ini adalah metode

ultrasonikasi. Untuk mencapai ukuran

nanometer dengan ultrasonikasi, serat rami harus mencapai ukuran kurang lebih 75 µm agar ketika diultrasonikasi, partikel rami jadi lebih mudah terpecah dan ukuran yang didapatkan bisa lebih kecil. Untuk sampai pada

ukuran tersebut, serat rami menjalani

serangkaian proses. Serat rami yang

didatangkan langsung dari kabupaten Garut dalam bentuk serat yang telah didekortikasi, digiling menggunakan mesin milling dengan ukuran 60 mesh. Hal ini bertujuan untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran serat. Menurut Gour (2010), pengurangan

ukuran partikel melalui penggilingan

dijelaskan melalui tiga mekanisme kunci yaitu: - Gesekan antar dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel sehingga mengakibatkan patahan (frakturasi).

- Gaya gesek yang dihasilkan

mengakibatkan pecahnya partikel

menjadi beberapa bagian.

Alat dan bahan penelitian

Siap?

Penggilingan menggunakan mesin pen disk milling

Ultrasonikasi tanpa penggunaan surfaktan Ultrasonikasi disertai

penggunaan surfaktan Pemanasan

Karakterisasi ukuran partikel dengan PSA Karakterisasi densitas dengan piknometer Karakterisasi kristalografi dengan XRD

Analisis Tidak Ya Mulai Penyusunan Selesai

Shaker menggunakan electromagnetic shaker

Pemanasan disertai pengadukan menggunakan

electromagnetic stirrer (5 g serat rami, 40 ml

(19)

10

- Deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi.

Karena ukuran serat masih sangat besar,

serat rami diayak kembali dengan

electromagnetic shaker dan ukuran yang

terkecil (75 µm), dipilih untuk dilakukan proses selanjutnya.

Serat rami yang telah melewati proses

penggilingan (milling) dan pengayakan

(shaker), dicampurkan bersama akuades dengan komposisi 5 g serat dan 40 ml akuades

untuk kemudian dipanaskan 100 0C selama dua

jam disertai proses stirring 400 rpm. Tujuan dari proses ini adalah homogenisasi serat rami dan akuades untuk mempermudah proses kavitasi pada saat proses ultrasonikasi.

Metode ultrasonikasi dipilih karena metode ini memiliki kelebihan dimana energi yang

bersumber dari gelombang mekanik

berfrekuensi 20 kHz sangat besar sehingga mampu memecah partikel rami menjadi orde nanometer sedangkan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan gelombang ultrasonik relatif rendah jika dibandingkan dengan metode sintesis nanopartikel melalui proses pemanasan atau reaksi kimia (Gambar 10). Disamping itu, dengan metode ultrasonikasi, waktu yang dibutuhkan untuk memperkecil ukuran partikel serat relatif lebih singkat dibanding metode lainnya seperti HEM (High

energy milling). Hasil Analisis PSA

Serat rami yang telah dihomogenisasi dan

berbentuk cair diultrasonikasi dengan

penambahan surfaktan tween 80 dengan konsentrasi 3% dan 0% dihitung dari volume larutan setelah dipanaskan dan distirring. Hal ini dimaksudkan untuk melihat efektifitas dari

penggunaan surfaktan untuk mencegah

partikel serat rami bergabung kembali menjadi partikel yang lebih besar dalam proses sonikasi serat.

Metode ultrasonikasi dapat menimbulkan efek kavitasi untuk memperkecil ukuran serat rami. Semakin lama waktu sonikasi, ukuran serat rami makin mengecil hingga mencapai waktu optimum sonikasi dimana ikatan antar molekul serat rami yang telah diultrasonikasi melebihi waktu optimumnya, akan berada pada batas elastisitasnya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11. Untuk serat rami dengan penambahan surfaktan, pada Gambar 11 dengan garis berwarna biru, dari waktu sonikasi 15 menit hingga 150 menit, ukuran serat rami relatif mengalami penurunan dari 7500 nm ke 467.26 nm.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10 Energi sonikasi.

Gambar 11 Hubungan waktu sonikasi dan ukuran serat rami.

Hanya pada sonikasi 120 menit, ukuran serat rami kembali mengalami kenaikan. Ukuran serat rami yang terkecil didapat dari waktu sonikasi 105 menit yaitu sebesar 229.04 nm. Menurut Pinjari dan Panjit (2010), besarnya energi sebanding dengan banyaknya intensitas gelembung yang pecah saat kavitasi. Maka dari itu semakin lama material selulosa mengalami sonikasi, semakin besar destruksi yang ditimbulkan akibat besarnya energi yang dilepaskan. Itulah mengapa serat rami menjadi

lebih kecil ukurannya seiring dengan

pertambahan waktu sonikasi.

Untuk serat rami tanpa disertai

penambahan surfaktan, hanya menggunakan tiga sampel dengan variasi waktu ultrasonikasi diambil dari tiga waktu sonikasi yang menghasilkan ukuran serat terkecil disertai penambahan surfaktan. Hal ini sekaligus melihat fungsi surfaktan mempertahankan ukuran serat rami untuk tidak bergabung

kembali menjadi lebih besar. Hasil

ultrasonikasinya dapat dilihat pada Gambar 11 ditandai dengan titik merah.

Ukuran terkecil berada pada waktu sonikasi 75 menit yaitu 294.68 nm sedangkan ukuran

467,26 229,04 467,79 294,68 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 50 100 150 200 ukuran parti kel (nm )

waktu sonikasi (menit) surfaktan non-surfaktan

(20)

11

terbesar berada pada waktu sonikasi 150 menit yaitu 608.89 nm. Ada peningkatan ukuran seiring dengan waktu sonikasi. Ketika dibandingkan dengan serat rami disertai surfaktan, pada waktu sonikasi 75 menit serat rami non-surfaktan mengalami pengecilan ukuran dari 467.26 nm menjadi 294.68 nm.

Waktu sonikasi 105 menit mengalami

kenaikan ukuran dari 229.04 nm menjadi 510.52 nm. Begitu pula pada waktu sonikasi 150 menit, terjadi kenaikan ukuran dari 467.79 nm menjadi 608.89 nm.

Hal ini disebabkan oleh penggunaan surfaktan pada proses ultrasonikasi. Karena ukuran partikel koloid biasanya akan terus bertambah selama masih ada sisa atom prekursor di dalam larutan tersebut, maka perlu dilakukan deaktivasi permukaan koloid yang telah dibuat salah satunya menggunakan surfaktan. Molekul surfaktan akan menempel pada permukaan koloid yang dibuat dan

melindungi permukaan tersebut dari

penambahan atom prekursor meskipun masih ada atom prekursor yang belum terisi. Hal inilah yang menyebabkan serat rami dengan penambahan surfaktan lebih kecil dari serat rami non-surfaktan14.

Penggumpalan menjadi faktor yang sangat

penting dalam proses pengukuran

menggunakan metode PSA. Pada pengukuran PSA, diameter serbuk partikel diukur dalam media cair yang terdispersi dalam dispersan. Kondisi dispersi ini sangatlah mempengaruhi

pembacaan PSA. Selain itu, proses

pengeringan yang kurang sempurna

menjadikan serat rami tidak terdispersi sempurna pada dispersan akuades sehingga

terjadi penggumpalan15. Penggumpalan

menyebabkan ukuran partikel menjadi tidak konsisten dan bisa berakibat partikel terbaca lebih besar pada pengujian PSA.

Hasil Analisis Piknometer

Uji kerapatan dilakukan untuk mengukur kerapatan serat rami. Benda yang memiliki kerapatan lebih rendah akan menempati

volume yang lebih besar dengan jumlah massa

tertentu. Konsekuensinya, komposit yang dihasilkan akan menjadi lebih ringan namun memiliki kekuatan yang lebih baik karena dengan massa yang lebih kecil, bisa menempati volume yang sama besar dengan massa yang lebih besar dengan kerapatan yang

lebih tinggi. Hal ini tentunya lebih

menguntungkan dari segi ekonomi dimana bahan yang dibutuhkan jadi lebih sedikit. Untuk mengukur kerapatan dari suatu zat dalam bentuk serbuk, diperlukan alat khusus

yaitu piknometer. Dengan menimbang

beberapa parameter seperti massa piknometer kosong berserta tutup, massa piknometer diisi

penuh akuades beserta tutup, massa

piknometer berisi sampel beserta tutup dan masa piknometer diisi sampel dan akuades beserta tutup kemudian dihitung menggunakan persamaan 1 pada sub-bab kerapatan, maka diperoleh kerapatan dengan ketepatan yang baik.

Hasil kerapatan yang diperoleh (Gambar 12) menunjukan kecenderungan penurunan kerapatan seiring dengan penurunan ukuran serat rami. Serat rami dengan ukuran terbesar (75 µm) tanpa sonikasi memiliki kerapatan terbesar yaitu 1.7083 g cm-3. Hasil tersebut

berada di atas kerapatan serat rami hasil penelusuran literatur sebesar 1.5 g cm-3.

Semakin kecil ukuran serat rami, semakin kecil pula kerapatannya. Hal ini terlihat dari kerapatan milik serat rami dengan ukuran terkecil 229.04 nm yaitu 1.1727 g cm-3 menjadi

kerapatan yang terkecil dibandingkan

kerapatan milik serat rami dengan ukuran yang lebih besar. Perbedaan cukup besar terlihat antara serat rami disertai surfaktan dan serat rami non-surfaktan. Kerapatan milik serat rami non-surfaktan juga mengalami penurunan kerapatan seiring dengan penurunan ukuran partikel. Serat rami dengan ukuran 294.68 nm memiliki kerapatan yang paling kecil yaitu 1.2455 g cm-3. Serat rami dengan ukuran

terbesar yaitu 608.89 nm memiliki kerapatan terbesar yaitu 1.3341 g cm-3.

Hasil Analisis XRD

Serat rami hasil ultrasonikasi dengan ukuran terkecil yaitu 229.04 nm diuji kembali menggunakan XRD. Analisis XRD digunakan

untuk mengetahui adanya kandungan

Gambar 12 Hubungan waktu sonikasi dan kerapatan serat rami.

1,1727 1,2455 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 0 50 100 150 200 K e rapat an (g /cm 3)

waktu sonikasi (menit)

(21)

12

selulosa pada sampel. Hasil XRD dapat digunakan untuk mendeteksi secara kualitatif senyawa yang terkandung dalam suatu material. Setiap senyawa pasti memiliki sudut difraksi 2θ yang berbeda. Data yang diperoleh dari analisis XRD berupa grafik hubungan antara sudut difraksi sinar-X pada sampel dengan intensitas sinar yang didifraksikan oleh sampel dimana sumbu x adalah 2θ dan sumbu y adalah intensitas.

Berdasarkan hasil XRD selulosa dari penelitian Orchidea Rachmaniah et al. (2009), yang mengambil sampel selulosa bagas tebu (Gambar 13), adanya selulosa ditandai dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ = 22.4 derajat yang berfase kristal sedangkan puncak pertama pada sudut 2θ = 18.7 derajat yang berfase amorf yang dimiliki oleh senyawa lain selain selulosa (hemiselulosa dan lignin)28.

Pada penelitian Li Lui et al. (2009), dengan hasil citra XRD selulosa corn stover pada Gambar 14, menyebutkan bahwa selulosa bersifat kristal sedangkan hemiselulosa dan lignin bersifat amorf. Kandungan zat amorf pada sampel dapat mempengaruhi besar kecilnya kristalinitas. Hemiselulosa dan lignin yang telah dihilangkan, dapat meningkatkan kristalinitas dari sampel tersebut30. Penelitian

Qian Li (2009) memberikan gambaran tentang selulosa whiskers dan CMC, BC, dimana ketiganya memiliki struktur kristal pada sudut difraksi 22 derajat dan hkl 002 (Gambar 15)29.

Siti Nikmatin (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa serat kulit rotan berfasa β-selulosa (Gambar 16)15. Selulosa whiskers

sendiri memiliki fasa yang sama dengan serat kulit rotan (β-selulosa). Kesamaan puncak grafik, hkl serta struktur kristal monoklinik serat kulit rotan dan serat rami, memberi kesimpulan bahwa serat rami memiliki fase

Gambar 13 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa bagas tebu28.

yang sama dengan serat kulit rotan (β-selulosa). Fase α-selulosa sendiri berstruktur triklinik.

Dari grafik difraksi sinar-X dengan panjang gelombang 15.4060 nm (Gambar 17), dapat dilihat terbentuknya dua puncak pada sudut 2θ antara 10 derajat hingga 80 derajat. Satu puncak yang paling tinggi menandakan fase kristal yang dimiliki oleh selulosa pada sudut difraksi 22.76 derajat. Sedangkan puncak pertama di sudut difraksi 15.06 derajat adalah amorf milik hemiselulosa dan lignin.

Gambar 14 Hubungan intensitas (cps) dan sudut difraksi (2θ) pada selulosa

corn stover30.

Gambar 15 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa

whiskers29.

Gambar 16 Hubungan intensitas (cps) dengan sudut difraksi (2θ) pada selulosa kulit rotan15.

(22)

13

Gambar 17 Pola XRD serat rami ukuran 229.04 nm.

Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil XRD dari selulosa bagas tebu pada penelitian Orchidea Rachmaniah et al. (2009). Selain itu, dari hasil pencocokan dengan data JCPDS puncak-puncak yang muncul pada pola difraksi serat rami ukuran 229.04 nm yaitu pada 2θ = 22.76 derajat menunjukan adanya fase kristal milik selulosa. Dari perbandingan tersebut, dapat diklaim bahwa hasil XRD serat rami yang telah dilakukan membuktikan adanya selulosa (Lampiran 17). Nilai derajat kristalinitas yang diperoleh untuk sampel serat rami adalah 21.37% (Lampiran 18). Derajat kristalinitas merupakan tingkat keteraturan struktur suatu material. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan tegangan yang tinggi dan kaku. Derajat kristalinitas yang rendah disebabkan karena sampel masih berupa lignoselulosa dimana masih terkandung lignin dan hemiselulosa yang berfase amorf selain selulosa. Kandungan lignin dan selulosa berpengaruh pada derajat kristalinitas dari serat rami. Seperti diketahui pada penelitian Li Lui et al. (2009), jika kandungan zat amorf dihilangkan dari sampel akan meningkatkan derajat kristalinitasnya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Ultrasonikasi adalah salah satu metode yang terbukti bisa memperkecil ukuran partikel serat rami ke dalam orde nanometer. Hasil PSA menunjukkan ukuran terkecil serat rami didapat pada waktu ultrasonikasi 105 menit dengan penambahan surfaktan tween 80 dengan konsentrasi 3% yaitu 229.04 nm.

Hasil analisis kerapatan menunjukkan penurunan kerapatan serat rami seiring dengan

penurunan ukuran partikel. Serat rami dengan ukuran terkecil 229.04 nm memiliki kerapatan terkecil yaitu 1.1727 g cm-3. Jauh menurun

dibanding kerapatan serat rami sebelum diultrasonikasi yaitu 1.7083 g cm-3.

Hasil XRD memperlihatkan bahwa serat rami yang telah mengalami pengecilan ukuran

dengan proses ultrasonikasi merupakan

selulosa berfase β-selulosa. Hal ini dicirikan oleh fase kristal milik selulosa pada puncak grafik dengan sudut difraksi 22.76 derajatdan fase amorf milik hemiselulosa dan lignin pada puncak grafik dengan sudut difraksi 15.06 derajat dengan derajat kristalinitas 21.3727%.

Saran

Diperlukan penggunaan suhu di atas 100 0C

pada hotplate dan pengadukan yang intensif

saat pengeringan serat rami agar

penggumpalan (aglomerasi) pada serat rami dapat diminimalkan. Pengujian ukuran serat rami dengan PSA dapat diganti dengan TEM guna memperoleh hasil yang lebih akurat karena tidak dipengaruhi penggumpalan.

DAFTAR PUSTAKA

1 Sudjindro. Pemuliaan tanaman rami

(Boehmeria nivea [L.] Gaud). J Balittas 2005; 8.

2 Jarman CG, Canning AJ, Mykoluk S. 1978. Cultivation, extraction, and processing of ramie fibre: a review. Trop Sci 1978; 20(1):91-116.

3 Budi US, et al. Biologi tanaman rami (Boehmeria nivea [L.] Gaud). J Balittas 2005; 8.

4 Kementrian Pertahanan, Badan Penelitian

dan Pengembangan. 2011. Rami

tanaman asli Indonesia untuk

meningkatkan kemandirian Kebutuhan alat pertahanan [terhubung berkala]. http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q =content/rami-tanaman-asli-indonesia- untuk-meningkatkan-kemandirian-kebutuhan-alat-pertahanan. [16 Jun 2012].

5 Kementrian Pertahanan, Badan Penelitian dan Pengembangan. 2011. Pemanfaatan serat rami untuk pembuatan selulosa

[terhubung berkala].

http://www.balitbang.kemhan

.go.id/?q=content/pemanfaatan-serat-rami-untuk-pembuatan-selulosa. [16

Jun 2012].

6 Mueler, Dieter H. New discovery in the properties of composites reinforced

50 100 150 200 250 300 350 10 20 30 40 50 60 70 80 int e ns it as (cps ) 2θ (deg) 22.76;(0 0 2) kristal

(23)

14

with natural fibers. J Industrial Textiles. 2003; 33:2.

7 Daulay, Risnawati L. Adhesi penguat serbuk pulp tandan kosong sawit teresterifikasi dengan matriks komposit polietilena [disertasi]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara; 2009.

8 Rieger M. Surfactans in Cosmetics. Surfactans Science Series, Marcel Dekker, Inc. New York: 1985.

9 Pardede N. Pembuatan lateks polistirena

menggunakan pengemulsi deterjen

komersil [skripsi]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara; 2011.

10 Masyithah Z. Optimasi sintesis surfaktan alkanolamida dari asam laurat dengan dietanolamina dan N-metil glukamina secara enzimatik [disertasi]. Medan:

Sekolah Pascasarjana, Universitas

Sumatera Utara; 2010.

11 Tarirai C. Cross-linked chitosan matrix systems for sustained drug release [tesis]. Tshwane: Faculty of Health

Sciences, Tshwane University of

Technology; 2005.

12 Arryanto, et al. Iptek nano di indonesia.

Kementrian Negara Riset dan

Teknologi, Deputi Bidang Riptek. 2007.

13 Rahman R. Pengaruh proses pengeringan,

anil dan hidrotermal terhadap

kristalinitas nanopartikel TiO2 hasil

proses sol-gel. [skripsi]. Depok:

Fakultas Teknik Departemen Metalurgi dan Material, Universitas Indonesia; 2008.

14 Mikrajuddin A, Virgus Y, Nirmin,

Khairurrijal. Review : Sintesis

nanomaterial. J Nanosains &

Nanoteknologi 2008; 3:2.

15 Nikmatin S. Bionanokomposit filler

nanopartikel serat kulit rotan sebagai material pengganti komposit sintetis

fiber glass pada komponen kendaraan

bermotor. [disertasi]. Bogor: Fakultas

Teknologi Pertanian Departemen

Teknik Pertanian; 2012.

16 Dutta J, Hofmann H. Nanomaterials. E-book. 2003. hlm 37-39.

17 Tipler PA. 2001. Fisika untuk Sains dan

Teknik. Ed ke-3. Vol ke-2. Soegiyono

B, penerjemah; Jakarta: Erlangga; 2001. Terjemahan dari: Physics for

Scientistand Engineers Vol 2 3rd Ed.

18 Yatarif N W. Karakterisasi sinyal akustik

untuk mendeteksi keabnormalan

jaringan tubuh menggunakan ultrasonik [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam

Departemen Fisika, Universitas

Indonesia; 2008.

19 Halliday D, Resnick R. Fisika. Ed ke-5. Silaban Pantur, penerjemah; Jakarta: Erlangga; 1985. Terjemahan dari:

Physics 5th Ed.

20 Nakahira A, Nakamura S, Horimoto M.

Synthesis of modified hydroxyapatite (HAP) substituted with Fe ion for DDS application. Osaka: IEEE Transactions

on Magnetic 43(6); 2007: 2465-2467. 21 Hapsari B W. Sintesis nanosfer berbasis

ferrofluid dan poly lactic acid (PLA) dengan metode sonikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor; 2009.

22 Suslick KS. The Chemistry of Ultrasound

from The Yearbook of Science and The Future. Chicago : Encyclopedia Britannica; 1994: 138-155.

23 [Anonim]. 2011. Cara mengetahui ukuran suatu partikel [terhubung berkala] http://nanotech.co.id/index.php?option =com_content&view=article&id=120 &catid=46&Itemid=67%E2%8C%A9= in. [16 Jun 2012].

24 [Anonim]. 2012. Sistem koloid [terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/ Sistem_koloid. [16 Jun 2012].

25 [Anonim]. 2012. Alat laboratorium

[terhubung berkala].

http://rismaper.wordpress.com/tag/alat-laboratorium. [16 Jun 2012].

26 [Anonim]. 2012. X-ray diffraction

[terhubung berkala]. http://fys.

kuleuven.be/iks/nvsf/experimental- facilities/x-ray-diffraction-2013-bruker-d8-discover. [11 Aug 2012]. 27 Hadiyawarman, et al. Fabrikasi material

nanokomposit superkuat, ringan dan

transparan menggunakan metode

simple mixing. J Nanosains &

Nanoteknologi 2008; 1:1.

28 Rachmaniah O, Febriyanti LS, Lazuardi K. Pengaruh liquid hot water terhadap perubahan struktur sel bagas. Prosiding

Seminar Nasional XIV - FTI-ITS.

Surabaya: 2009.

29 Qian L, Zhou J, Zhang L. 2009. Structure and properties of the nanocomposite films of chitosan reinforced with

(24)

15

cellulose whiskers. J of Polymer

Sciences. 2009; 47:1069-1077.

30 Lui L, et al. Enhanced enzymatic hydrolysis and structural features of corn stover by FeCl3 pretreatment.

Sciencedirect 2009 [terhubung

berkala]. http://www.sciencedirect.com /science/article/pii/S096085240900701 9. [17 Jul 2012].

31 Wahyono, D. Ciri nanopartikel kitosan dan pengaruhnya pada ukuran partikel dan efisiensi penyalutan ketoprofen. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor; 2010.

32 Soemardi T P, Kusumaningsih W, Irawan AP. Karakteristik mekanik komposit lamina serat rami epoksi sebagai bahan alternatif soket prostetis. J Makara

Teknologi 2009; Vol 13-2:96-101.

33 Suwandi T, Rahman MBN. Pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan

bending komposit berpenguat serat

rami dengan matrik polyester. J Ilmiah

Semesta Teknika 2010; Vol

13-2:165-170.

34 Wanmbua P, Ivens J, Verpoest I. Natural fibres : can they replace glass in fibre reinforced plastic?. J Composites

Science and Technology 2003; Vol.63

pp. 1259-1264.

32 Siqueira G, Menezes A J de, Bras J,

Dufresne A. Ramie and Luffa

cylindrica nanowhiskers as reinforced phase in polycaprolactone. Proceedings

of the International Convention of

Society of Wood Science and

Technology and United Nations

Economic Commission for

Europe-Timber Committee. Geneva,

(25)

16

(26)

17

Lampiran 1 Alat dan bahan yang digunakan untuk sintesis nanopartikel serat rami.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)

Keterangan :

(a) Peralatan ultrasonikasi

(e) Serat rami

(b) Hotplate

(f) Akuades

(c) Gelas ukur

(g) Tween 80

(27)

18

Lampiran 2 Tahap pembuatan nanopartikel serat rami.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Keterangan :

(a) Serat rami yang telah diayak dengan ukuran 75 µm.

(b) Serat rami dipanaskan 100

0

C selama dua jam disertai penggunaan

electromagnetic stirrer 400 rpm.

(c) Serat rami diultrasonikasi dengan variasi waktu sonikasi dan konsentrasi

surfaktan.

(d) Serat rami yang telah diultrasonikasi dengan konsentrasi tween 80 3%.

(e) Serat rami yang telah diultrasonikasi dengan tanpa penggunaan tween 80.

(28)

19

(29)

20

(30)

21

(31)

22

(32)

23

(33)

24

(34)

25

(35)

26

(36)

27

(37)

28

(38)

29

(39)

30

(40)

31

Gambar

Gambar 1 Tanaman rami 1 .
Tabel 1  Sifat mekanik serat alam 6
Gambar 7 Piknomerter 25 .
Tabel 4 Variasi waktu ultrasonikasi dan penambahan surfaktan  Variasi surfaktan  Waktu sonikasi (menit)
+4

Referensi

Dokumen terkait

 Dari 5 (lima) sub sektor pertanian komponen penyusun NTP, semua sub sektor mengalami penurunan indeks yaitu: NTP sub sektor Peternakan turun 2,59 persen, NTP sub

Nyeri kram disebabkan karena kontraksi berlebihan dari otot-otot rahim akibat pelepasan berlebihan zat-zat, yang dikenal sebagai prostaglandin.Kesehatan reproduksi adalah

Tujuan dari penulisan ini adalah mengkaji tentang keterkaitan antara matematika dan budaya khususnya rumah adat Palembang yaitu rumah Limas dimana

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

Berdasarkan informasi, fenomena, dan permasalahan yang terjadi penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, ” Pengaruh Iklan dan Atribut Produk

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Baja amutit ukuran penampang 17 mm x 17 mm dengan panjang ± 120 mm dibentuk menggunakan mesin potong, mesin milling dan mesin surface grinding menjadi menjadi balok

b) Pencegahan HIV/AIDS, kegiatannya dengan melakukan pencegahan penularan ibu ke anak, memberikan layanan kesehatan kepada para remaja, pemeriksaan dan pengobatan