• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya dan Kendala Penyediaan Benih Padi dari Pemerintah dan Petani Penangkar Mendukung Kedaulatan Pangan di Propinsi Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Upaya dan Kendala Penyediaan Benih Padi dari Pemerintah dan Petani Penangkar Mendukung Kedaulatan Pangan di Propinsi Bali"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Upaya dan Kendala Penyediaan Benih Padi dari Pemerintah

dan Petani Penangkar Mendukung Kedaulatan Pangan di Propinsi Bali

Ni Putu Sutami, I Made Londra dan IBK Suastika Balai pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali

E-mail :tamiasih@yahoo.co.id

Abstrak

Benih merupakan salah satu input dalam proses produksi tanaman. Kualitas benih sangat berpengaruh terhadap penampilan dan hasil tanaman. Benih bermutu akan dirasakan manfaatnya oleh petani atau konsumen jika tersedia dalam jumlah yang cukup dengan harga yang sesuai. Kesadaran akan pentingnya penggunaan benih yang bermutu (berlabel), mendorong tumbuh berkembangnya usaha penangkaran. Petani/penangkar atau produsen benih yang melakukan penangkaran akan diawasi oleh lembaga pemerintah dalam hal ini Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSB TPH). Dalam rangka mengurangi ketergantungan pada BPSB, petani diberikan peluang baik secara perorangan maupun berkelompok untuk menjadi penangkar dan produsen benih padi yang dapat memperoleh sertifikat BPSB. Tujuan dari kajian ini untuk mengidentifikasi kebijakan dan program yang tepat dalam penyediaan benih berkualitas di Provinsi Bali dan melakukan identifikasi kebutuhan benih serta realisasi benih sehingga dapat dilihat potensi, kinerja dan permasalaan dalam penyediaan benih secara berkelanjutan. Kajian ini digali secara eksploratif untuk mencapai tujuan kajian dengan pengumpulan data secara desk research, survey, wawancara mendalam dan observasi di lapangan. Kajian dilakukan selama 3 bulan dengan analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kebijakan dan program pengembangan perbenihan melibatkan multi-pihak, mulai dari produsen penangkar (BBU, BBI, BUMN/PT Pertani, petani/kelompok tani dalah wadah subak, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) sampai ke petani pengguna. Identifikasi antara kebutuhan dan realisasi benih menunjukkan masih belum bisa terpenuhinya kebutuhan benih berkualitas di Provinsi Bali oleh produsen/penangkar benih. Salah satu penyebabnya jenis varietas yang memenuhi preferensi petani pengguna masih menjadi ganjalan untuk memadukan keinginan petani pengguna/konsumen dan ketersediaan benih.

Kata Kunci : Kedaulatan Pangan, Kerjasama Petani dan Penangkar, Penyediaan Benih Padi. Pendahuluan

Penyediaan benih berkualitas melalui program revitalisasi perbenihan diharapkan mampu menunjang pencapaian empat sukses pembangunan pertanian seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintah.Program perbenihan tidak saja menyangkut penerapan teknologi dalam kegiatan perbanyakannya, namun juga meliputi jaminan kualitas, ketersediaan dan sistem distribusinya. Andri (2010) menyatakan bahwa keberhasilan penyediaan benih berkualitas tidak terlepas dari empat subsistem perbenihan yaitu: i) penelitian, pemuliaan dan pelepasan varietas; ii) produksi dan distribusi; iii) pengawasan mutu dan sertifikasi benih; dan iv) sarana dan prasarana penunjang berupa kelembagaan dan infrastruktur.

Usaha perbenihan padi di Provinsi Bali pada umumnya ditangkarkan oleh petani/penangkar atau produsen benih dalam bentuk perorangan atau badan hukum dan instansi pemerintah yang diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSB TPH). Peran BPSB TPH antara lain menyiapkan benih bermutu varietas unggul melakukan pengujian varietas, dan melaksanakan sertifikasi dan pengawasanmutu benih. Selain menghasilkan benih bermutu, BPSB TPH berkontribusibagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui kegiatan sertifikasi benih.

(2)

Untuk menjamin kelangsungan ketersediaan benih padi agar kontinyu, berbagai cara dilakukan oleh pemerintah dengan mengembangkan dan meningkatkan kemampuan lembaga perbenihan dari tingkat hulu sampai hilir, mengalihkan secara bertahap usaha pengadaan dan penyaluran benih komersal dari lembaga pemerintah kepada swasta, membimbing, membina dan mengawasi pengadaan benih yang bermutu dengan pertimbangan sertifikasi benih tetap ditangani pemerintah, serta mengusahakan agar pengadaan dan penyaluran benih berkualitas berkembang di masyarakat (khususnya bagi petani) yakni dengan tumbuh dan berkembangnya penangkar benih berbasis komunitas di sentra-sentra produksi, sebagaimana yang diharapkan pemerintah. Agar kegiatan perbenihan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan sasaran yang diinginkan, pemerintah memberikan kesempatan secara luas kepada masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan perbenihan, baik kegiatan pemuliaan, produksi, maupun peredaran benih supaya pembinaan mutu benih jangan sampai tertinggal oleh permintaan petani maju. Peranan kelembagaan perbenihan dipandang penting dalam akselerasi pembangunan pertanian karena di dalamnya tercermin kebijakan pemerintah dan program yang mendukung organisasi petani.Untuk menghasilkan inovasi pertanian spesifik lokasi yang lebih mendekat pada kebutuhan petani dan berbasis pada keunggulan sumberdaya lokal, maka dipandang perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait baik antara pemerintah, swasta dan petani guna memecahkan persoalan penyediaan benih berkualitas.Peran kelembagaan perbenihan seperti Balai Benih Unggul (BBU) dan kelembagaan lokal yang ada di tingkat lapangan dalam penyediaan benih berkualitas diharapkan menjadi sistem perbenihan yang tangguh (produktif, efisien, berdaya saing dan berkelanjutan) dalam upaya penyediaan benih berkualitas dan peningkatan produksi (Kementerian Pertanian, 2010). Hal ini hanya mungkin terlaksana jika kebijakan pemerintah sepenuhnya mendukung sistem perbenihan padi berkualitas.

Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan dan program yang tepat dalam penyediaan benih berkualitas di Provinsi Bali dan melakukan identifikasi kebutuhan benih serta realisasi benih sehingga dapat dilihat potensi, kinerja dan permasalahan dalam penyediaan benih secara berkelanjutan.

Metodologi

Pengkajian ini bersifat studi eksploratif yaitu mendata potensi lembaga penyediaan benih berkualitas di Provinsi Bali, Kajian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Maret sampai dengan Bulan Juni 2013. Rancangan kajian meliputi :Desk research, yaitu pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari literature, publikasi dan laporan yang berkaitan dengan sistem dan kebijakan perbenihan di tingkat nasional dan Provinsi Bali. Melalui desk research dapat diketahui informasi tentang kebutuhan benih, dan lembaga yang terkait dengan kebijakan perbenihan.Survey dan wawancara mendalam (in-depth interview) dilakukan kepada penangkar benih baik perusahaan swasta, instansi pemerintah maupun petani penangkar dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya (kuesioner).Wawancara mendalam dilakukan pada informan kunci/pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan pengembangan dan ketersediaan benih di Provinsi Bali.Observasi ke lapangan untuk mengetahui kondisi produksi dan distribusi perbenihan di penangkar. Penentuan sampel dilakukan secara purposive yaitu dengan sengaja mencari informasi yang terkait dengan penyediaan benih bermutu.Data yang terkumpul ditabulasi untuk memudahkan dalam analisis data.Data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif untuk memberikan informasi tentang upaya danpermasalahan yang dihadapi dalam penyediaan benih berkualitas di Provinsi Bali.

(3)

Hasil dan Pembahasan

Kebijakan dan Upaya Pengembangan Perbenihan Oleh Lembaga Pemerintah

Salah satu masalah utama dalam pengembangan perbenihan padi adalah kebijakan penyediaan sarana produksi terutama benih.Pada saat ini distribusi benih masih didominasi oleh PT Sang Hyang Seri (SHS) dan PT Pertani dan hanya sebagian kecil benih yang diproduksi oleh penangkar lokal. Besarnya permintaan akan benih bermutu membuka peluang bagi petani baik secara perorangan maupun berkelompok untuk menjadi penangkar dan produsen benih padi dengan pembinaan dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Untuk menjadi seorang produsen benih persyaratan yang harus dimiliki adalah penguasaan tentang pengetahuan tentang mutu benih, lahan, unit pengolahan benih (pengeringan, pembersihan dan pengepakan), tempat penyimpanan dan merk dagang atau logo.

Kebijakan dan program pengembangan perbenihan di Provinsi Bali mengikutii struktur kelembagaan perbenihan formal seperti yang telah diatur di tingkat nasional.Alur distribusi benih tersaji pada Gambar 1. Kebijakan pengembangan perbenihan padi di Provinsi Bali dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan melalui Pergub No. 95 tahun 2011 yang menyebutkan bahwa UPT di lingkungan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, terdiri atas: UPT Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, UPT Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura dan UPT Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan Hortikultura.

---Gambar 1. Sistem Distribusi Perbenihan di Provinsi Bali

Tugas pokok dan fungsi UPT Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBITPH) antara lain untuk merumuskan kebijakan teknis perbanyakan dan penyaluran benih sumber tanaman pangan dan hortikultura sesuai dengan kewenangan yang ada dan kondisi obyektif dilapangan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas, melaksanakan pelayanan benih sumber tanaman pangan dan hortikultura, mengevaluasi pelaksanaan program kegiatan pada tahun berjalan berdasarkan rencana dan realisasi sebagai bahan dalam penyusunan program tahun berikutnya, melaksanakan sistem pengendalian intern,melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya

Disperta Prov Bali

BPTP Bali

UPT BBITPH

BBU

Penangkar (swasta,

subak. Perorangan)

Penyalur Benih

Petani/Pengguna

FS/SS

SS

ES

ES

FS/SS

(4)

yang diberikan oleh atasan, danmelaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas. Dalam hal penyediaan benih padi, upaya yang sudah dilakukan oleh UPT BBITPH dalam hal perbanyakan dan penyaluran benih padi adalah membuat perencanaan program kegiatannya berdasarkan luas lahan yang tersedia (potensi lahan 7,5 hektar) dan dana yang dialokasikan oleh Dinas Pertanian Provinsi. Disamping memperbanyak dan memasarkan benih VUB, lembaga pemerintah ini juga melaksanakan bimbingan dan pelatihan teknis bersama dengan BPSP kepada penangkar benih. Selain itu di kebun benih milik lembaga pemerintah ini juga memberikan informasi tentang ketersediaan benih hasil produksi. Di kebun benih juga melaksanakan prossesing hasil benih, seleksi benih bermut dan berkualitas, pengantongan benih yang memenuhi sayrat sesuai dengan ketentuan dan standar yang ditetapkan. Sedangkan untuk pengujian hasil benih dan pengawasan internal mutu benih dilakukan BPSP dan untuk pengawasan eksternal mutu benih dilakukan oleh petugas kebun benih dan penangkar.

Untuk mempertajam tugas pokok dan fungsi BPTP Bali melalui Permentan No.301/Kpts/OT. 140/7/2005, maka BPTP Bali di tingkat provinsi berperan dalam menjembatani pengelolaan potensi sumberdaya lokal dengan basis penerapan teknologi lokal spesifik. Dalam mengelola sumberdaya pertanian, teknologi sangat berperan dan memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan produksi, efisiensi dan pendapatan petani. Oleh karena itu tugas BPTP Bali dalam penyediaan benih adalah melaksanakan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan (kelompok tani dan petani) akan inovasi teknologi perbenihan khususnya. Balai Benih Utama (BBU), UPTD dan Balai Benih Pembantu yang berada di tingkat kabupaten memiliki kewenangan melakukan perbanyakan benih dari benih pokok (BP) untuk menghasilkan benih sebar (BR) yang selanjutnya disebar ke petani pengguna.

Upaya yang dilakukan lembaga pemerintah untuk program perbenihan diarahkan pada ketersediaan benih, pengawasan mutu dan sertifikasi benih serta memberdayakan penangkar. Dalam pengembangan perbenihan Dinas Pertanian Provinsi Bali yang dibantu oleh BPSP, BBI selalu melakukan koordinasi dengan kabupaten untuk melakukan salah satu tugas yaitu memantapkan penyediaan benih varietas unggul bermutu dan melaksanakan perbanyakan benih sumber BD dan BP.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali yang juga memproduksi benih sumber berkewajiban melakukan koordinasi dan dengan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten, BPSB, BBI, dan institusi perbenihan lain yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan produksi benih sumber. Koordinasi juga dilakukan dengan para produsen benih sebar, sehingga penyaluran benih sumber dapat berjalan dengan lancar.

Kebutuhan Benih di Provinsi Bali

Provinsi Bali memiliki luas 5.636,66 km2yang terdiri atas 9 kabupaten/kota. Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar yaitu 24,23% dari luas Provinsi Bali. Tiga kabupaten lainnya: Jembrana, Tabanan dan Karangasem memiliki luas masing-masing sekitar 15% dan Kota Denpasar merupakan wilayah paling sempit yaitu sebesar 2,27% dari luas Provinsi Bali. Kebutuhan benih tidak saja ditentukan oleh luas wilayah namun lebih ditentukan oleh luas sawah, luas tanam dan indeks pertanaman (IP) di masing-masing wilayah. Kebutuhan benih padi bermutu di Bali mencapai 3.775 ton per tahun dengan potensi luas tanam 151.000 hektar(BPTP, 2013). Kebutuhan benih padi untuk BLBU setiap tahun tidak tetap, seperti Tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 sebesar 15.25% seperti terlihat pada Tabel 1. Banyak factor yang

(5)

menyebabkan antara lain pengaruh kekeringan sehingga terjadi penundaan tanam atau terjadi pergeseran waktuu tanam sehingga tidak sesuai dengan jadwal pengajuan tersebut termasuk untuk kegiatan SLPTT dan BLBU (BPTP, 2013). Berdasarkan data potensi luas tanam, tampak bahwa sebagian besar benih berkualitas dibutuhkan di luar BLBU (70 persen), hal ini perlu mendapat perhatian bagi pemangku kepentingan dalam penyediaan benih. Penyebaran varietas padi diperkirakan sudah sebanyak 26 jenis yang mencapai 126.006,73 ha dimana permintaan varietas Ciherang paling dominan (57,47%) diikuti oleh Cigeulis (21,84%), Inpari 6 (5,43%). IR 64 masih tetap diminati namun jumlahnya hanya mencapai sekitar 2% dari total luas sebaran benih secara keseluruhan di Provinsi Bali (BPTP Bali, 2012).

Tabel 1. Kebutuhan benih berdasar CPCL dan BLBU di Provinsi Bali Tahun 2011 dan 2012

No Kabupaten/Kota Luas areal (Ha) Kebutuhan Benih (Kg)

2011 2012 2011 2012 1 Buleleng 5.000 3.950 125.000 98.750 2 Jembrana 3.500 3.000 87.500 75.000 3 Tabanan 11.600 9.450 290.000 236.250 4 Badung 5.000 4.500 125.000 112.500 5 Denpasar 1.000 - 25.000 -6 Gianyar 6.300 5.000 157.500 125.000 7 Klungkung 2.500 2.500 62.500 62.500 8 Bangli 2.000 2.850 50.000 71.250 9 Karangasem 3.100 2.650 77.500 66.250 Bali 40.000 33900 1.000.000 847.500

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2013) Realisasi Benih Bermutu

Uji mutu benih sudah selayaknya dilakukan untuk memperoleh kualitas benih yang baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pada kelas benih. BPSBTH memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengujian mutu benih sesuai dengan kelas benih. Data yang dieroleh dari BPSBTPH Bali bila ditinjau dari jumlah produksi benih lulus uji dan yang diajukan menunjukkan hampir semua lulus uji, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Hal ini memberikan indikasi bahwa kualitas benih yang diajukan untuk diuji sudah baik.

Tabel 2. Realisasi Benih di Provinsi Bali Tahun 2012

No Kabupaten/Kota Luas areal (Ha) Produksi (ton)

Diajukan Lulus lapangan Diujikan Lulus Uji

1 Buleleng 71.95 68.75 30.59 30.59 2 Jembrana 372.01 330.12 392.183 392.183 3 Tabanan 712.66 556.99 655.05 655.05 4 Badung 213.41 175.5 145.542 140.042 5 Denpasar 198.6 133.55 331.21 331.21 6 Gianyar 168.05 145.05 50.25 50.25 7 Klungkung 54.5 54.5 39.026 39.026 8 Bangli - - - -9 Karangasem - - - -Bali 1,791.18 1,464.46 1,643.866 1,638.366

(6)

Di Provinsi Bali terdapat tujuh kabupaten yang melaksanakan kegiatan penangkaran benih padi, sedangkan dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Bangli dan Karangasem tidak ada penangkar. Provinsi Bali memiliki potensi penyediaan benih berkualitas mulai dari Benih Dasar/BD sampai Benih Sebar/BR. Kabupaten Tabanan memiliki potensi penyediaan benih kelas BD paling tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hal ini didukung adanya BBITPH di wilayah tersebut yang memiliki Kebun Benih Induk Padi di Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan yang memproduksi benih kelas BD sesuai dengan kewenangannya. Selain itu, Koperasi KUAT Subak Guama memiliki tiga subak/kelompok tani binaan mempunyai wewenang dalam memproduksi benih kelas BD. Namun dari kebutuhan benih sebanyak 3.775 ton per tahun, sertifikasi benih di Provinsi Bali Tahun 2012 sesuai data BPSBTPH Bali baru mencapai 43.55%. Hal ini berarti bahwa sebanyak 56,45% kebutuhn benih di Provinsi Bali belum bisa dipenuhi oleh penangkar yang ada di Bali. Hal ini memberikan gambaran bahwa masih ada peluang bagi penangkar untuk mengembangkan usahataninya.

Upaya Pengembangan Perbenihan Oleh Penangkar Perorangan atau Kelompok Tani

Penangkar benih di Provinsi Bali dapat dikelompokkan menjadi tiga, yang berasal dari perusahaan swasta dalam bentuk CV atau UD, instansi pemerintah/BUMN oleh PT Pertani di tingkat kabupaten dan petani/kelompok tani. Pada umumnya, kelompok tani yang terdiri dari petani-petani penangkar benih padi memproduksi benih padi kelas Benih Sebar (BR), sedangkan produsen benih padi dengan kelas yang lebih tinggi (Benih Dasar dan Benih Pokok) adalah instansi pemerintah dalam hal ini adalah Balai Benih lnduk (BBI) Kabupaten Tabanan. Sedangkan Balai Benih Umum (BBU), Balai Benih Pembantu (BBP) dan UPTD di kabupaten memproduksi kelas benih BP dan/atau BR. Terdapat 44 penangkar dari berbagai kelas benihtermasuk diantaranya BBI, BBU, BBP, UPTD, perusahaan swasta, BUMN (PT Pertani), kelompok tani/subak dan petani perorangan. Jumlah penangkar terbanyak terdapat di Kabupaten Tabanan. Hal ini sejalan dengan

kondisi wilayah Tabanan yang dikenal sebagai ‘lumbung padi’ Provinsi Bali bahwa ketersediaan

agro-input benih berdekatan dengan petani pengguna. Jumlah penangkar benih di Kabupaten Buleleng dan Jembrana cukup banyak setelah Kabupaten Tabanan. Di wilayah lainnya di Bali tampak peran PT Pertani sebagai penangkar yang biasanya bekerja sama dengan petani perorangan atau kelompok tani dalam kegiatan penangkaran baik kelas BP maupun BR. Jumlah penangkar saja tidak cukup untuk menjamin ketersediaan benih, karena ada faktor lain yang perlu diperhatikan seperti kelas benih, varietas dan kemampuan produksi.

Hal spesifik yang dijumpai di lapangan adalah penyediaan benih melalui kelompok-kelompok tani di Provinsi Bali adalah berbasis subak karena tidak satupun kegiatan pengadaan tanaman pangan, khususnya padi, tanpa melibatkan subak. Organisasi petani dalam wadah subak telah dikenal solid dalam menyepakati pengaturan air, jadwal tanam dan varietas yang diinginkan anggota subak. Semua itu dilaksanakan berdasarkan musyawarah mufakat. Oleh karena itu peran kepala subak, disebut dengan pekaseh, sangat penting. Perusahaan swasta dan BUMN yang bekerja sama dengan kelompok tani dalam pengadaan benih selalu melakukan pendekatan dengan pekaseh terlebih dahulu agar lebih mudah mencari anggota petani yang mau melakukan penangkaran.

(7)

Kendala dalam Penyediaan Benih

Berdasarkan klasifikasi produsen/penangkar, penangkar benih padi perorangan atau kelompok tani di Provinsi Bali tergolong ke dalam kategori pemula dan madya. Pembagian klasifikasi ini didasarkan pada pengalaman memproduksi benih, kemampuan teknis memprodiuksi benih, luas lahan yang diusahakan, kontinuitas produksi, sarana dan prasarana untuk memproduksi benih/permodalan dan lamanya berusaha. Kemandirian perbenihan merupakan salah satu komponen dan kunci utama dalam pencapaian target pembangunan pertanian. Jika pemerintah tidak mampu melindungi dan menciptakan iklim yang kondusif bagi perdagangan dan bisnis perbenihan, maka kemandirian industri benih akan sangat sulit diwujudkan. Pemerintah diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, bisa berupa pemberian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi para breeder atau pemulia, serta kemampuan mengendalikan pemalsuan benih dan peredaran benih ilegal.

Kendala dalam penangkaran dan distribusi benih yang dijumpai di lapangan adalah pengadaan sumber benih tidak sesuai dengan permintaan petani pengguna. Hal ini karena terkait dengan sistem penjualan gabah yang diminati oleh penebas (pembeli padi di lapangan). Peneba padi menginginkan gabah dari varietas Ciherang dan mau membeli dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan varietas lannya. Keadaan ini akan berlanjut kepada keinginan petani untuk tetap menggunakan varietas yang disenangi oleh pembeli. Fenomena seperti ini perlu dijembatani oleh pemerintah/pemangku kepentinganuntuk memberikan pembinaan kepada penebas, seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan sikap petani terhadap benh berkualitas. Pembinaan perlu dilakukan secara berkelanjutan sehingga terjadi kesesuaian antara kebutuhan dan penyedia benih.

Permasalahan lain terdapat pada kelembagaan produksi benih seperti Balai Benih Induk (BBI) dan Balai Benih Unggul (BBU) yang selama ini kurang berfungsi optimal sehingga lembaga tersebut belum dapat diharapkan sebagai penyedia benih sumber. Secara umum, lembaga perbenihan baik pada tingkat BBI dan BBU menghadapi permasalahan yang sama yakni keterbatasan sarana dan prasarana (peralatan dan bangunan sarana produksi benih), SDM (kurang keterampilan dan pelatihan), infrastruktur jaringan irigasi, dan anggaran.

Untuk meningkatkan kemampuan potensi penyediaan benih berkualitas diperlukan adanya penataan penguatan kelembagaan serta meningkatkan jejaring keemitraan baik dengan perusahaan swasta, subak maupun penangkar individu yang sudah berpengalaman. Harapannya terjadi penumbuhan/penguatan kelembagaan kelompok tani penangkar sebagai produsen benih. Sistem pengadaan dan distrbusi benih yang kuat memerlukan berbagai upaya peningkatan dan pengembangan secara berkelanjutan dari seluruh aspek mulai dari pengembangan dan pelepasan varietas, produksi, pengolahan dan diistribusi benih, pengawasan mutu dan sertifikasi benih, serta penguatan kelembagaan mulai dari pemerintah, BUMN, swasta, dan kelompok-kelompok tani yang berakar pada kondisi social budaya masyarakatnya.

Untuk memperoleh keseimbangan antara keinginan petani sebagai pengguna benih dan BBI/BBU, swasta dan kelompok tani serta perseorangan sebagai penangkar benih perlu kajian lebih lanjut untuk melihat prilaku daan persepsi pengguna terhadap ketersediaan benih dan kesesuaian dengan kebutuhannya.

(8)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian tentang upaya dan kendala dalam penyediaan benih berkualitas di Provinsi Bali maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Kebijakan dan upaya pengembangan perbenihan sudah melibatkan berbagaikomponen, mulai dari produsen penangkar (BBU, BBI, BUMN/PT Pertani, petani/kelompok tani dalah wadah subak, BPTP) sampai ke petani pengguna tetapi belum mampu untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran benih berkualitas.

2. Kebutuhan benih berkualitas di Provinsi Bali oleh produsen/penangkar benih belum bisa terpenuhi. Selain kuantitas yang sangat dipengaruhi oleh luas tanam dan permodalan, jenis varietas yang memenuhi preferensi petani pengguna masih menjadi ganjalan karena sulit memadukan keinginan petani pengguna/konsumen dengan ketersediaan benih.

3. Kelembagaan benih pemerintah seperti Balai Benih Induk (BBI) dan Balai Benih Unggul (BBU) belum berfungsi optimal sehingga lembaga tersebut belum dapat diharapkan sebagai penyedia benih sumber. Lembaga ini menghadapi permasalahan keterbatasan sarana dan prasarana seperti peralatan dan bangunan sarana produksi benih, SDM (kurang keterampilan dan pelatihan), infrastruktur jaringan irigasi, dan anggaran.

Daftar Pustaka

Andri, Kuntoro Boga. 2010. Pengkajian Sistim Penyediaan (>90%) Kebutuhan Benih Unggul Bermutu (Padi, Jagung, Kedelai) yang Lebih Murah (>20%) secara Berkelanjutan untuk Mendukung Program Strategis Peningkatan Produksi Padi (>10%), Jagung (>20%), dan Kedelai (>20%) di Wilayah Jawa Timur. Laporan Akhir. BPTP Jawa Timur. Malang.

Bänziger, M., P.S. Setimela, and M. Mwala, 2004. Designing a Community-Based Seed Production Scheme. In P.S. Setimela, E. Monyo and M. Bänziger (eds.), Successful Community-Based Seed Production Strategies. Mexico, D.F.: CIMMYT.Diunduh dari http://www.knowledablebank.irri.orgtanggal 20 Juni 2013.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Direktori Padi Indonesia 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subang.

BPSBTPH Bali. 2011. Realisasi Sertifikasi Benih Padi Non Hibrida Tahun 2011. BPSBTPH Bali. Denpasar

BPSBTPH Bali. 2012. Realisasi Sertifikasi Benih Padi Non Hibrida Tahun 2011. BPSBTPH Bali. Denpasar

BPSBTPH Bali. 2013. Inventarisasi Data Produsen Benih Padi Berdasarkan Skala Usaha dan Pembina/Mitra Kerja. BPSBTPH Bali. Denpasar.

BPTP Bali. 2012. Laporan Akhir Tahun Perbenihan 2012. BPTP Bali. Denpasar.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2011. Surat Keputusan Penerima Bantuan Langsung Benih Unggul dari Berbagai Kabupaten di Bali Tahun 2011.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2012. Surat Keputusan Penerima Bantuan Langsung Benih Unggul dari Berbagai Kabupaten di Bali Tahun 2012

Kamaruddin, N.St. 2011. “Membangun jejaring agribisnis perbenihan padi dan palawija

(9)

http://sulsel.litbang.deptan.go.idtanggal 25 Juni 2013.

Kaplinsky, R. and M. Morris. 2001. A Handbook for Value Chain Research. Canada: IDRC.

Nugraha, U.S. 2004. Legalisasi, Kebijakan, dan Kelembagaan Pembangunan Perbenihan. Perkembangan Teknologi TRO. 26 (1). RPKK. 2005. Revitalisasi Pertanian.

Sejati,Wahyuning K; R. Kustiari; R.S. Rivai; AK. Zakaria dan T. Nurasa. 2009. Laporan Hasil Penelitian. Kebijakan lnsentif Usahatani Kedelai untuk Mendorong Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani. PSEIKP. Bogor.

Suastika, I.B.K, I. B. Aribawa, dan A.A.N.B. Kamandalu. 2011. “Kajian Demplot Perbenihan Padi

dalam Upaya Memenuhi Kebutuhan Benih Unggul secara Berkelanjutan Mendukung Kegiatan SL-PTT di Bali”. Prosiding Seminar 2011, BPTP Yogyakarta. Diunduh dari http://yogya.litbang.deptan.go.idtanggal 25 Juni 2013.

Suprihatno, B., dkk. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subang. Diunduh dari http://lampung.litbang.deptan.go.idtanggal 25 Juni 2013.

Gambar

Gambar 1. Sistem Distribusi Perbenihan di Provinsi Bali
Tabel 1. Kebutuhan benih berdasar CPCL dan BLBU di Provinsi Bali Tahun 2011 dan 2012

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah transplantasi dengan judul Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan

Hal ini sebabkan karena pada metode ini bunga yang dibebankan dihitung dari saldo awal pokok pinjaman setelah dikurangi dengan uang muka, sehingga jumlah pembayaran yang

1. Pelayanan konseling gizi dari calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan balita bermasalah.. Deteksi dini balita lahir stunting, melalui pengukuran tinggi badan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi bahan pengisi (filler) dari tepung sereal yang terbaik pada pembuatan sosis ikan tengiri ditinjau dari kualitas dan

Bahagian Pembangunan, Jabatan Perdana Menteri Aras 2, Blok B8, Kompleks Jabatan Perdana Menteri Pusat Pentadbiran Kerajaan Persekutuan.

(c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian minuman berkarbonasi Big Cola rasa stroberi selama 14 hari dengan dosis tunggal 0,6 ml/ 29 g BB sampai tiga kali sehari tidak

mengenai pemanfaatan multimedia bahwa hasil dari pembahasan tersebut menyatakan bahwa pemanfaatan media audio-visual dapat meningkatkan kemampuan membaca anak