Oleh :
ROUSHAN FIKRI
110100221
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
ROUSHAN FIKRI
110100221
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Karakteristik Tumor Ganas Paru Berdasarkan Pemeriksaan Sitologi Bronkus di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2011-2013
Nama : Roushan Fikri
NIM : 110100221
Pembimbing Penguji I
(dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA) (dr. Indra W. Tanjung, Sp.A
NIP. 195503291983032002 NIP. 400057913
)
Penguji II
(dr. Yunita Sari Pane, M.Si NIP. 197106202002122001
)
Medan, 12 Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 195402201980111001
ABSTRAK
Kanker paru merupakan penyebab kematian yang utama karena kanker. Di tahun 2012, diperkirakan ada 1,8 juta kasus kanker baru di dunia. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kanker paru hingga 85-95 %. Hal ini disebabkan oleh setidaknya 40 macam zat karsinogenik yang terkandung dalam satu batang rokok. Untuk menegakkan diagnosis kanker paru secara pasti, diperlukan pemeriksaan histopatologi. Namun pada praktiknya, ditemukan kesulitan dalam mengambil spesimen untuk pemeriksaan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan karakteristik tumor ganas paru yang didiagnosis menggunakan pemeriksaan sitologi sikatan bronkus. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pemeriksaan sitologi untuk menegakkan keganasan paru di RSUP Haji Adam Malik. Sampel penelitian ini berjumlah 252 keganasan yang diambil dengan metode total sampling.
Berdasarkan data ditemukan jenis keganasan Adenocarcinoma berjumlah 61 keganasan (28.1%). Squamous Cell Carcinoma berjumlah 48 keganasan (22.1%). Small Cell Carcinoma berjumlah 7 keganasan (3.2%) dan Large Cell Carcinoma berjumlah 6 keganasan (2.8%). Unidentified berjumlah 95 keganasan (43.8%).
Dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan sitologi sikatan bronkus untuk diagnosis keganasan paru masih memiliki kekurangan dalam kemampuan menentukan jenis keganasan yang terjadi dan diperlukan pemeriksaan imunositokimia sebagai penunjang diagnosis yang lebih akurat.
ABSTRACT
Lung cancer is the most common cause of death in malignancy case. Approximately 1,8 million new malignancy cases occured in 2012. About 85-95% of lung cancer are related with smoking as 40 kinds of carcinogen are contained in a cigarette. Histopatology examination is the golden standard to diagnose malignancies of lung. But, lot of difficulties are found during the speciment withdrawal to do the examination.
The goal of this research is to know the charactheristic of lung malignant tumors which are diagnosed using the bronchial brushing cytologic examination with descriptive design and cross sectional approach. The population was any cytologic examination which is performed to diagnosed the malingnancy of lung in RSUP Haji Adam Malik. There were 252 malignancies taken by total sampling method.
Based on the data, 61 malignancies (28.1%) are Adenocarcinoma, 48 malignancies (22.1%) are Squamous Cell Carcinoma, 7 malignancies (3.2%) are Small Cell Carcinoma, 6 malignancies (2.8%) are Large Cell Carcinoma, and 95 malignancies (43.8%) are Unidentified.
In conclution, cytologic examination using bronchial brushing speciment is inadequate to give clear presentation to determine the type of the malignancies of lung. It is necessary to undergo the Immunocytochemistry examination in diagnosing malignancies of lung as it has more accuracy in determining the type.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan hidayah yang terus dilimpahkan-Nya sehingga penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan sebagai tugas akhir untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Salawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW, para sahabat, serta
keluarganya.
Dalam menyelesaikan penelitian yang berjudul “Karakteristik Tumor
Ganas Paru Berdasarkan Pemeriksaan Sitologi Bronkus di RSUP Haji Adam
Malik Tahun 2011-2013” ini penulis mengalami beragam hambatan dan
tantangan. Namun alhamdulillah begitu banyak Allah karuniakan pertolongan
melalui hamba-hambanya yang lain sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Untuk itu secara tulus saya sampaikan rasa terima kasih serta penghargaan
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), selaku
rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD.KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA yang begitu sabar dalam membimbing
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
4. dr. Yunita Sari Pane, M.Si dan dr. Indra Wahyudi Tanjung, Sp.A yang
ikhlas menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan kritik dan
saran yang membangun.
5. Seluruh staf pengajar FK USU.
6. Ayahanda M. Rusdi Bahrum dan Ibunda Masni Yulidar, kedua orang tua
penulis yang terus mencurahkan cinta, kasih, serta dukungan sehingga
penulis bisa terus melanjutkan pendidikan hingga saat ini. Tidak lupa pula
kepada kakak Cindykia Fithri dan abang M. Fadhli Rusdi, yang terus
7. Kepada Fikri Bariz, Hafiz Syaiullah Siregar, Hendro Gunawan, Nindi
Lizen, Auladi Halim Umar Lubis, Andry Maival, Iqbal Muhammad,
Muhammad Ibnu Khaldun, Mukhsin Daulay, Rico Rasaki, Wynne
Putradana, Josua Sitorus, dan seluruh teman yang telah membantu proses
penelitian ini baik secara moril maupun materiil.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun terhadap penelitian
ini agar dapat disempurnakan dikemudian hari.
Medan, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 24
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 24
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 27
4.5. Metode Analisis Data... 27
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28
5.1. Hasil Penelitian ... 28
5.1.1. Deskripsi Tempat Penelitian ... 28
5.1.2. Deskripsi Data Penelitian ... 28
5.1.3. Distribusi Jenis Keganasan berdasarkan Kelompok Usia Penderita ... 29
5.1.4. Distribusi Jenis Keganasan berdasarkan Jenis Kelamin Penderita ... 30
5.1.5. Distribusi Jenis Keganasan berdasarkan Tahun ... 31
5.2. Pembahasan ... 32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 35
6.1. Kesimpulan ... 35
6.2. Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA....………... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Tabel Tumor Epitel Paru Berdasarkan Klasifikasi WHO... 14
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Penelitian... 24
Tabel 5.1 Tabel Frekuensi Keganasan Paru Berdasarkan Pemeriksaan
Sitologi Sikatan Bronkus di RSUP Haji Adam Malik
Tahun 2011-2013... 29
Tabel 5.2 Tabel Distribusi Jenis Keganasan Paru secara Sitologi Sikatan
Bronkus Berdasarkan Rentang Usia Penderita di RSUP
Haji Adam Malik Tahun 2011-2013... 29
Tabel 5.3 Tabel Distribusi Jenis Keganasan Paru Berdasarkan Jenis
Kelamin Penderita Dengan Pemeriksaan Sitologi Sikatan
Bronkus di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2011-2013... 30
Tabel 5.4 Tabel Distribusi Jenis Keganasan Paru Berdasarkan Tahun
Dengan Pemeriksaan Sitologi Sikatan Bronkus di RSUP
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Gambar skematis trakea dan organ sisi anterior... ... 5
Gambar 2.2 Gambar skematis trakea dan percabangan utama bronkus... 5
Gambar 2.3 Gambar skematis paru-paru penampang lateral ... ... 6
Gambar 2.4 Gambar skematis paru-paru penampang anterior... ... 6
Gambar 2.5 Gambar perkiraan kanker berdasarkan jenis kelamin ... 8
Gambar 2.6 Gambar paru yang terkena adenocarcinoma... ... 11
Gambar 2.7 Gambar sitologi adenocarcinoma paru... ... 11
Gambar 2.8 Gambar paru yang terkena squamous cell carcinoma ... 12
Gambar 2.9 Gambar sitologi squa mous cell carcinoma... ... 12
Gambar 2.10 Gambar paru yang terkena small cell carcinoma... ... 13
Gambar 2.11 Gambar sitologi small cell carcinoma... ... 13
Gambar 2.12 Gambar sitologi dari large cell carcinoma... ... 14
Gambar 2.13 Gambar pewarnaan hemotoksilin dan eosin... ... 22
Gambar 2.14 Gambar pewarnaan imunoperoksidase... ... 22
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 2 Ethical Clearance
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Kanker paru merupakan penyebab kematian yang utama karena kanker. Di tahun 2012, diperkirakan ada 1,8 juta kasus kanker baru di dunia. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kanker paru hingga 85-95 %. Hal ini disebabkan oleh setidaknya 40 macam zat karsinogenik yang terkandung dalam satu batang rokok. Untuk menegakkan diagnosis kanker paru secara pasti, diperlukan pemeriksaan histopatologi. Namun pada praktiknya, ditemukan kesulitan dalam mengambil spesimen untuk pemeriksaan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan karakteristik tumor ganas paru yang didiagnosis menggunakan pemeriksaan sitologi sikatan bronkus. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pemeriksaan sitologi untuk menegakkan keganasan paru di RSUP Haji Adam Malik. Sampel penelitian ini berjumlah 252 keganasan yang diambil dengan metode total sampling.
Berdasarkan data ditemukan jenis keganasan Adenocarcinoma berjumlah 61 keganasan (28.1%). Squamous Cell Carcinoma berjumlah 48 keganasan (22.1%). Small Cell Carcinoma berjumlah 7 keganasan (3.2%) dan Large Cell Carcinoma berjumlah 6 keganasan (2.8%). Unidentified berjumlah 95 keganasan (43.8%).
Dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan sitologi sikatan bronkus untuk diagnosis keganasan paru masih memiliki kekurangan dalam kemampuan menentukan jenis keganasan yang terjadi dan diperlukan pemeriksaan imunositokimia sebagai penunjang diagnosis yang lebih akurat.
ABSTRACT
Lung cancer is the most common cause of death in malignancy case. Approximately 1,8 million new malignancy cases occured in 2012. About 85-95% of lung cancer are related with smoking as 40 kinds of carcinogen are contained in a cigarette. Histopatology examination is the golden standard to diagnose malignancies of lung. But, lot of difficulties are found during the speciment withdrawal to do the examination.
The goal of this research is to know the charactheristic of lung malignant tumors which are diagnosed using the bronchial brushing cytologic examination with descriptive design and cross sectional approach. The population was any cytologic examination which is performed to diagnosed the malingnancy of lung in RSUP Haji Adam Malik. There were 252 malignancies taken by total sampling method.
Based on the data, 61 malignancies (28.1%) are Adenocarcinoma, 48 malignancies (22.1%) are Squamous Cell Carcinoma, 7 malignancies (3.2%) are Small Cell Carcinoma, 6 malignancies (2.8%) are Large Cell Carcinoma, and 95 malignancies (43.8%) are Unidentified.
In conclution, cytologic examination using bronchial brushing speciment is inadequate to give clear presentation to determine the type of the malignancies of lung. It is necessary to undergo the Immunocytochemistry examination in diagnosing malignancies of lung as it has more accuracy in determining the type.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak
terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati). Di Indonesia,
prevalensi kanker adalah 1,4 per mil dengan tertinggi terdapat di DI Yogyakarta
(4,1 per mil), diikuti Jawa Tengah (2,1 per mil), Bali (2 per mil), Bengkulu, dan
DKI Jakarta masing-masing 1,9 per mil. Di Sumatera Utara prevalensi kanker
adalah 1 per mil. Prevalensi kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia
dengan tertinggi pada umur diatas 75 tahun (5 per mil). Prevalensi penyakit
kanker lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki dan pada masyarakat yang
tinggal di kota dibanding masyarakat yang tinggal di desa (RISKESDAS, 2013).
Kanker paru merupakan penyebab kematian yang utama karena kanker. Di
tahun 2012, diperkirakan ada 1,8 juta kasus baru di dunia. Kanker paru masih
menjadi kanker yang diderita pria dengan 1,2 juta kasus (kejadian tertinggi di
Eropa Timur dengan 53,5/100.000 penduduk dan Asia Timur 50,4/100.000
penduduk). Kanker paru pada wanita terbanyak terjadi di Amerika Utara dengan
33,8/100.00 penduduk dan Eropa Utara dengan 23,7/100.000 penduduk. WHO
South-East Asia region memperkirakan terdapat 116 ribu kasus kanker paru pada
pria dengan 104 ribu kematian. Sedangkan pada wanita terjadi 46 ribu kasus
kanker paru dengan 42 ribu kematian (IARC, 2012).
Kebiasaan merokok berhubungan dengan kanker paru hingga 85-95 %.
Hal ini disebabkan oleh setidaknya 40 macam zat karsinogenik yang terkandung
dalam satu batang rokok. Para penderita biasanya datang ke pelayanan kesehatan
dalam stadium lanjut. Usia dan lama merokok menjadi beberapa faktor resiko
seseorang terkena kanker paru (Dharmais, 2014).
Terdapat berbagai pemeriksaan khusus untuk diagnosis kanker paru.
Bronkoskopi, biopsi aspirasi jarum, aspirasi jarum transbronkial, biopsi paru
histopatologi. Namun pada praktiknya, ditemukan kesulitan dalam mengambil
spesimen untuk pemeriksaan tersebut (PDPI, 2003).
Resiko bronkoskopi terutama berhubungan dengan prosedur biopsi jarum
yang dilakukan menggunakan bronkoskop dimana dapat terjadi perdarahan pada
paru atau pembentukan bocoran udara. Jika pasien muntah saat prosedur dan
muntahan masuk melalui bronkoskop dapat menyebabkan iritasi pada paru dan
menyebabkan pneumonia aspirasi. Beberapa pasien mengalami suara serak dan
sakit tenggorokan selama satu sampai dua hari setelah dilakukan bronkoskopi
(Harvard, 2015).
Pengambilan spesimen dengan operasi masih jarang dilakukan.
Pemeriksaan sitologi adalah pemeriksaan spesimen yang memiliki sensitivitas
cukup baik dalam menegakkan diagnosis keganasan paru dan sitologi sputum
merupakan tindakan diagnostik paling mudah dan murah (PDPI, 2003).
Penelitian ini semula ditujukan untuk menganalisis hubungan faktor risiko
kanker paru terhadap jenis keganasan paru yang ditemukan. Namun karena
minimnya data yang dibutuhkan terkait faktor risiko tersebut maka dilakukan
penelitian untuk mengetahui sejauh mana diagnosis sitologi dapat membantu
menentukan karakteristik tumor ganas paru di Instalasi Patologi Anatomi RSUP
H. Adam Malik Tahun 2011-2013 karena sulitnya menegakkan diagnosis
keganasan paru secara histopatologi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah karakteristik sitologi bronkus tumor ganas paru di RSUP H.
Adam Malik tahun 2011-2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui profil sitologi bronkus tumor ganas paru di RSUP H. Adam
Malik.
1. Mengetahui jumlah kasus tumor ganas paru yang ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan sitologi di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013.
2. Mengetahui karakteristik tumor ganas paru yang ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan sitologi sikatan bronkus di RSUP H. Adam Malik tahun
2011-2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi mengenai diagnosis tumor ganas paru menggunakan
pemeriksaan sitologi sikatan bronkus di RSUP H. Adam Malik tahun
2011-2013.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Saluran Napas Bawah dan Paru-Paru
Trakea berukuran panjang sekitar 11,5cm dengan diameter 2,5cm, mulai
dari batas bawah kartilago krikoid (C6) dan berakhir dengan percabangan dua
setinggi sternal angle of Louis (T4/5) dan membentuk bronkus kanan dan kiri.
Trakea terletak pada bagian leher dan dada. Pada leher, bagian anterior trakea
terdapatisthmus kelenjar tiroid, vena tiroid inferior, otot-otot sternohyoid dan
sternothyroid. Bagian lateral trakea terdapat lobus kelenjar tiroid dan arteri
karotid komunis. Pada bagian posterior trakea terdapat esofagus dengan
n.laryngeal pada lekuk antara esofagus dan trakea (Ellis, 2006).
Patensi trakea dipertahankan oleh rangkaian 15-20 tulang rawan berbentuk
huruf U. Di bagian posterior, trakea mendatar karena kurangnya tulang rawan dan
dindingnya dilengkapi oleh jaringan berserabut dan otot polos. Di bagian dalam,
trakea dilapisi epitel kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet (Ellis, 2006).
Bronkus kanan lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada
bronkus kiri. Panjangnya sekitar 2,5cm dan langsung menuju paru pada setinggi
T5. Sebelum masuk ke paru-paru, bronkus kanan membentuk cabang menuju
lobus atas, dan dari bawah arteri pulmoner memasuki hilum paru-paru (Ellis,
2006).
Bronkus kiri memiliki panjang hampir 5 cm dan berlalu ke belakang
bawah melewati lengkung aorta, didepan esofagus dan aorta desendens. Tidak
seperti bronkus kanan, bronkus kiri tidak bercabang hingga masuk ke hilum
paru-paru yang mencapai setinggi T6.Arteri pulmoner melingkari bagian depan dan
Gambar 2.1 Gambar skematis trakea dan organ sisi anterior.
Sumber : Ellis, H., 2006. Clinical Anatomy Arevision and applied anatomy for clinical students.11th ed. Blackwell publishing.
Gambar 2.2 Gambar skematis trakea dan percabangan utama bronkus. Sumber : Ellis, H., 2006. Clinical Anatomy Arevision and applied anatomy for clinical students.11th ed. Blackwell publishing.
Paru-paru berbentuk kerucut, bagian apeks tumpul pada ujung sternum
setinggi rusukpertama, dan bagian dasar yang mengikuti lekuk diafragma.
Permukaan kostovertebra luas mencetak untuk membentuk dinding dada dan
permukaan mediastinum yang cekung untuk menopang perikadium. Paru-paru
kanan berukuran sedikit lebih besar dariyang kiri dan terbagi menjadi tiga lobus –
atas, tengah, dan bawah, oleh fisura oblique dan horizontal. Pada paru-paru kiri
Gambar 2.3 Gambar skematis paru-paru penampang lateral. Sumber : Ellis, H., 2006. Clinical Anatomy Arevision and applied anatomy for clinical students.11th ed. Blackwell publishing.
Gambar 2.4 Gambar skematis paru-paru penampang anterior. Sumber : Ellis, H., 2006. Clinical Anatomy Arevision and applied anatomy for clinical students.11th ed. Blackwell publishing.
Darah vena masuk kembali ke paru-paru melalui arteri pulmoner. Saluran
napas dipendarahi oleh arteri bronkial yang merupakan percabangan kecil dari
aorta desendens. Arteri bronkial mengatur pasokan darah ke parenkim paru
setelah emboli paru, sehingga ketika pasien pulih, funsi paru kembali normal.
Vena pulmoner superior dan inferior mengembalikan darah teroksigenasi ke
atrium kiri, sementara saluran vena bronkial kembali ke sistem azigos (Ellis,
2006).
Aliran limfa paru sentripetal dari pleura menuju hilum. Dari node limfa
bronkopulmoner di hilum, kanal limfa eferen menuju node tracheobronchial di
percabangan dua dari trakea, kemudian menuju node paratrakeal dan truncus
limfa mediastinal biasanya langsung menuju vena brachiocephalica atau jarang
paru-paru berasal dari truncus vagus dan simpatis, dengan eferen ke otot bronkus dan
aferen dari membran mukus dari bronkiolus dan alveolus (Ellis, 2006).
2.2 Tumor Ganas Paru 2.2.1 Definisi
Istilah kanker paru digunakan untuk tumor-tumor yang berasal dari epitel
pernapasan (bronkus, bronkiolus, dan alveolus). Mesotelioma, limfoma, dan
tumor stroma (sarkoma) berbeda dengan kanker paru epitel. Menurut WHO, ada
empat tipe sel mayor yang mencapai 88% dari seluruh neoplasma paru primer,
yaitu squamous epidermoid carcinoma, small cell (disebut juga oat cell)
carcinoma, adenocarcinoma (termasuk bronchoalveolar), dan large cell (disebut
juga large cell anaplastic) carcinoma. Sisanya termasuk undifferentiated
carcinomas, carcinoids, bronchialgland tumors (termasuk adenoid cystic
carcinomas dan mucoepidermoid tumors), dan tipe tumor yang langka.
Diperlukan diagnosis secara histologi yang tepat untuk menentukan jenis
keganasan yang terjadi karena akan berpengaruh terhadap respon terapi yang
diberikan (Minna, 2005).
2.2.2 Epidemiologi
Berdasarkan insidensi dan angka kematian, kanker paru telah menjadi
yang terbanyak di dunia sejak tahun 1985. Secara global, kanker paru adalah
kanker yang paling banyak angka kejadian baru dengan 1,35 juta kasus dan 12,4%
dari seluruh kejadian baru kanker dan angka kematian 1,18 juta kasus dan 17,6%
Gambar 2.5 Gambar perkiraan kanker berdasarkan jenis kelamin. Sumber : Dela Cruz, C. S., Tanoue, L. T., Matthay, R. A., 2011. Lung Cancer : Epidemiology, Etiology, and Prevention. Elsevier Inc.
2.2.3 Faktor Resiko a. Merokok
Sekitar 90% dari penderita kanker paru merupakan perokok. Usia
anak-anak dan dewasa muda lebih mudah mengalami kerusakan DNA akibat paparan
asap rokok daripada orang dewasa. Resiko terkena kanker paru setelah berhenti
merokok tergantung pada tingkat konsumsi rokok. Seseorang yang mengonsumsi
1-20 batang rokok setiap hari beresiko 1,6 kali terkena kanker paru setelah
berhenti merokok selama 16 tahun. Seseorang dengan konsumsi rokok lebih dari
21 batang setiap hari beresiko 4 kali lipat terkena kanker paru setelah 16 tahun
berhenti merokok dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok
Berdasarkan U.S. Environmental Protection Agency (EPA), kira-kira 3.000
orang dewasa yang tidak merokok meninggal dunia akibat kanker paru setiap
tahunnya karena menghirup asap rokok orang lain. Resiko kematian akibat kanker
paru 30% lebih besar bagi orang yang tidak merokok yang tinggal bersama
perokok dibandingkan yang tidak tinggal bersama perokok (Abraham, 2005).
b. Pekerjaan
Paparan terhadap zat seperti arsenik, asbestos, berilium, clorometileter,
krom, hidrokarbon, gas mustard, nikel, dan radiasi (termasuk radon) dikaitkan
dengan perkembangan kanker paru. Paparan asbestos pada perokok dihubungkan
dengan resiko sinergis perkembangan karsinoma bronkogenik. Paparan radon
pada tambang bawah tanah dengan ventilasi yang buruk juga dikaitkan dengan
meningkatnya resiko kanker paru (Abraham, 2005).
Faktor resiko pekerjaan yang paling banyak ialah paparan asbestos.
Penelitian menunjukkan paparan radon berhubungan 10% dari seluruh kasus
kanker paru, sementara polusi udara luar ruangan berhubungan 1-2% (Tan, 2014).
2.2.4 Patofisiologi a. Paparan Karsinogen
Tembakau rokok mengandung lebih dari 300 zat berbahaya dengan
sedikitnya 40 karsinogen poten. Polyaromatic hydrocarbons dan nicotine-derived
nitrosamine ketone (NNK) menyebabkan kerusakan DNA pada model hewan.
Benzo-A-pyrine juga memicu sinyal molekuler seperti AKT, dan mutasi p53 dan
tumor suppressor genes lainnya (Tan, 2014).
Penelitian yang dilakukan Ito mengenai pergeseran tipe histologi kanker
paru di Jepang dan Amerika Serikat menunjukkan perubahan tipe kanker paru
yang paling sering SCC menjadi Adenocarcinoma berhubungan dengan
protein pada permukaan membran sel dengan aktivitas GTPase dan terlibat dalam
transduksi informasi. Mutasi gen ras ini terjadi pada Adenocarcinoma dan
ditemukan pada 30% kasus. Mutasi ini tidak ditemukan pada Adenocarcinoma
yang terjadi pada orang yang tidak merokok (Tan, 2014).
Kelainan genetik lain yang ditemukan pada Non Small Cell Lung Cancer
adalah mutasi onkogen c-myc dan c-raf dan pada gen penekan tumor
retinoblastoma (Rb) dan p53 (Tan, 2014).
2.2.5 Klasifikasi
Klasifikasi tumor penting untuk menentukan pengobatan pasien dan untuk
dasar penelitian epidemiologis dan biologis. Klasifikasi yang paling sering
digunakan adalah klasifikasi WHO yang mengelompokkan berdasarkan gambaran
histologi. Terdapat banyak gambaran histologi yang ditemukan, namun perbedaan
klinis masih belum dapat ditentukan. Secara garis besar tumor paru
dikelompokkan menjadi (Husain, 2010):
1. Adenocarcinoma (37% laki-laki, 47% perempuan)
2. Squamous cell carcinoma (32% laki-laki, 25% perempuan)
3. Small cell carcinoma (14% laki-laki, 18% perempuan)
4. Large cell carcinoma (18% laki-laki, 10% perempuan)
Adenocarcinoma adalah tumor ganas epitel dengan diferensiasi glandular
atau produksi mucin dari sel-sel tumor, tumbuh dengan berbagai pola, termasuk
asinar, papillary, bronchoalveolar, dan solid dengan pembentukan mucin. Tumor
ini paling sering terjadi pada perempuan dan orang yang tidak merokok.
Dibanding dengan kanker squamous cell, lesi biasanya terletak lebih perifer dan
berukuran lebih kecil. Adenocarcinoma tumbuh lebih lambat dari pada squamous
Gambar 2.6 Gambar paru yang terkena adenocarcinoma. Terdapat nodul berwarna putih dibagian perifer.
Sumber : Kemp, W. L., Burns, D. K., Brown, T.G., 2008. The Big Picture Pathology.The McGraw-Hill Companies, Inc.
Gambar 2.7 Gambar sitologi adenocarcinoma paru. Sel saling tumpang tindih dengan sitoplasma yang sedikit dan pucat, inti sel relatif besar.
Sumber : Koss, L. G., Melamed, M. R., 2006. Koss’ Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. 5th ed. Lippincott William & Wilkins.
Squamous cell carcinoma adalah yang paling banyak ditemukan pada
laki-laki dan erat kaitannya dengan kebiasaan merokok. Secara histologi terdapat
keratinisasi dan/atau sambungan interseluler. Keratinisasi dapat berbentuk
squamous atau sel dengan sitoplasma eosinofilik. Dulu, kebanyakan squamous
Gambar 2.8 Gambar paru yang terkena squamous cell carcinoma. Terdapat massa putih pada hilum.
Sumber : Kemp, W. L., Burns, D. K., Brown, T.G., 2008. The Big Picture Pathology.The McGraw-Hill Companies, Inc.
Gambar 2.9 Gambar sitologi squamous cell carcinoma dengan inti ganda. Sumber : Koss, L. G., Melamed, M. R., 2006. Koss’ Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. 5th ed. Lippincott William & Wilkins.
Small cell carcinoma adalah tumor ganas yang memiliki tipe sel yang
khusus. Sel epitelnya cenderung kecil dengan sitoplasma sedikit, pinggiran sel
pucat, kromatin inti bergranul sempurna, tidak terlihat nukleolus. Sel ada yang
berbentuk bulat, oval, atau gelendong dengan tingkat mitosis yang tinggi. Tidak
ada ukuran pasti untuk sel tumor, tapi umumnya lebih kecil daripada tiga limfosit.
Hanya 1% penderita small cell carcinoma yang tidak merokok. Tumor ganas
paru, dan metastasis secara luas, tidak dapat sembuh dengan operasi (Husain,
2010).
Gambar 2.10 Gambar paru yang terkena small cell carcinoma. Tanda panah menunjukkan lumen bronkus yang ditumbuhi small cell carcinoma.
Sumber : Kemp, W. L., Burns, D. K., Brown, T.G., 2008. The Big Picture Pathology.The McGraw-Hill Companies, Inc.
Gambar 2.11 Gambar sitologi small cell carcinoma. Terlihat kelompok sel saling berlengketan dengan bebas.
Sumber : Koss, L. G., Melamed, M. R., 2006. Koss’ Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. 5th ed. Lippincott William & Wilkins.
Large cell carcinoma adalah tumor ganas epitel yang tidak memiliki profil
sitologi small cell carcinoma. Sel memiliki inti besar, nukleolus mencolok, jumlah
Gambar 2.12 Gambar sitologi dari large cell carcinoma. inti hiperkromatik dengan tekstur kromatin kasar pada sitoplasma yang pucat.
Sumber : Koss, L. G., Melamed, M. R., 2006. Koss’ Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. 5th ed. Lippincott William & Wilkins.
Tabel 2.1 Tabel Tumor Epitel Paru Berdasarkan Klasifikasi WHO
PREINVASIVE LESIONS
Squamous dysplasia/carcinoma in situ
Atypical adenomatous hyperplasia
Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine cell hyperplasia
INVASIVE MALIGNANT LESIONS Squamous cell carcinoma
Variants
Papillary
Clear cell
Small cell
Basaloid
Small cell carcinoma Variant
Combined small cell carcinoma
Adenocarcinoma Acinar
Papillary
Bronchioloalveolar carcinoma
Mucinous (goblet cell) type
Mixed mucinous and nonmucinous (Clara cell/type II pneumocyte and
goblet cell) type, or indeterminate cell type
Solid adenocarcinoma with mucin formation
Adenocarcinoma with mixed subtypes
Variants
Large cell neuroendocrine carcinoma
Combined large cell neuroendocrine carcinoma
Basaloid carcinoma
Lymphoepitheliomalike carcinoma
Clear cell carcinoma
Large cell carcinoma with rhabdoid phenotype
Adenosquamous carcinoma
Carcinomas with pleomorphic, sarcomatoid, or sarcomatous elements Carcinomas with spindle or giant cells
Carcinomas of salivary gland type Mucoepidermoid carcinoma
Adenoid cystic carcinoma
Others
Unclassified
Sumber : DeVita, V. T., Lawrence, T. S., Rosenberg, S.A., 2008. Devita, Hellman & Rosenberg’s Cancer : Principles & Practice of Oncology. 8th ed. Lippincott William & Wilkins.
2.2.6 Diagnosis
Gambaran klinik keganasan paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis dapat
ditemukan keluhan utama berupa batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih,
dapat juga purulen), sesak nafas, suara serak, sakit dada, sulit/sakit menelan,
benjolan di pangkal leher, sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai
sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat (PDPI, 2003).
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Tumor
paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan jasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat menjadi
sumber informasi untuk menentukan stage penyakit, seperti pembesaran KGB
atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan
perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan
intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang (PDPI,
2003).
1. Gambaran radiologis
a. Foto toraks : pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila
masa tumor berukuran lebih dari 1cm. Tanda yang mendukung keganasan
adalah tepi ireguler disertai identasi pleura, tumor satelit, dll. Pada foto tumor
juga dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikardium,
b. CT-Scan toraks : dapat mendeteksi tumor dengan ukuran < 1cm secara lebih
tepat daripada foto toraks. Tanda keganasan tergambar lebih baik meski tanpa
gejala. CT-scan mampu mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening untuk
menentukan stage keganasan paru.
c. Pemeriksaan radiologi lainnya : dilakukan karena foto toraks dan CT-scan
toraks tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Misalnya
Crain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak.
2. Gambaran Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap sputum, sekret bronkus, dan aspirat
memiliki dua tujuan (Rubin, 2009) :
a. Untuk menentukan adanya tumor
b. Untuk mengelompokkan tumor secara akurat sesuai dengan tipe histologinya.
Identifikasi small cell carcinoma dan non-small cell carcinoma sangat penting
karena dapat mempengaruhi cara penanganan kasus.
Bila dilakukan dengan tepat, pemeriksaan sitologi dapat mengarahkan
diagnosis yang tepat, cepat, dengan akurasi yang yang sama atau bahkan lebih
baik daripada teknik lainnya. Kelebihan dari pemeriksaan sitologi adalah dapat
memberi pilihan rencana penanganan tanpa harus dilakukan biopsi terbuka.
Namun interpretasi dari pemeriksaan sitologi harus selalu disesuaikan dengan
manifestasi klinis, karena sering tumor jinak dapat memicu perubahan seluler
yang menyerupai proses keganasan(Koss, 2006).
Penetapan yang optimal dari berbagai jenis keganasan paru dengan
pemeriksaan sitologi diperoleh dengan memeriksa hapusan yang difiksasi
menggunaan pewarnaan Papanicolaou. Tetapi, pengeringan di udara, hapusan
yang difiksasi metanol, pewarnaan dengan Diff-Quik atau pewarnaan hematologi
lain banyak digunakan terutama untuk sitologi aspirasi percutaneous (Koss,
b. Trauma yang terjadi pada pengambilan sampel untuk pemeriksaan sitologi
lebih sedikit dibandingkan biopsi.
c. Permukaan lokasi pengambilan sampel pemeriksaan sitologi lebih luas
dibandingkan biopsi yang terbatas pada daerah yang kecil dimana terlihat
jelas adanya kelainan.
d. Dengan pemeriksaan sitologi dapat diperoleh sampel dari tumor-tumor yang
sulit diperoleh dengan biopsi. Sampel peripheral carcinoma paru-paru dapat
diperoleh dengan fine-needle aspiration.
e. Dibandingkan dengan biopsi, pengambilan sampel pemeriksaan sitologi lebih
nyaman bagi pasien.
f. Biaya deteksi kanker menggunakan pemeriksaan sitologi jauh lebih murah
dan tidak diperlukan tes, prosedur, dan pembedahan.
Ketepatan diagnosis menggunakan pemeriksaan sitologi bergantung pada
beberapa faktor, termasuk pengalaman pengambil sampel, metode pengambilan
sampel, kecukupan jumlah sampel, organ target pemeriksaan, dan keahlian
pemeriksa sitologi. Diagnosis false-positive akan jarang terjadi pada ahli
sitopatologi yang berpengalaman, sehingga spesifisitas diagnosis keganasan
mendekati 100%. Sensitivitas tes berada pada rentang 80% hingga 90% untuk
hampir seluruh tipe spesimen. Sel ganas yang tidak terlihat pada pemeriksaan
sitologi tidak menghilangkan kemungkinan adanya keganasan. (Rubin, 2009)
Beberapa kekurangan dari pemeriksaan sitologi (Rubin, 2009) :
a. Sampel yang tidak memadai menyebabkan diagnosis false-negative pada
pemeriksaan sitologi.
b. Klasifikasi tipe tumor lebih sulit dengan sampel sitologi dibandingkan dengan
spesimen biopsi. Hal ini dikarenakan sample sitologi berukuran kecil dan
tidak terlihat pola jaringan.
c. Pemeriksaan sitologi tidak dapat mengetahui luas dan dalam dari invasi
keganasan.
Berikut adalah beberapa jenis pemeriksaan sitologi (Cibas, 2009) :
Sputum terdiri dari campuran unsur seluler dan non-seluler yang
dibersihkan oleh aparatus mukosilier. Pemeriksaan ini mudah dilakukan dan
hanya menimbulkan sedikit ketidaknyamanan. Namun skrining yang dilakukan
pada perokok tanpa gejala tidak mampu menurunkan angka kematian akibat
kanker paru. Kini pemeriksaan sitologi sputum dilakukan kepada individu dengan
gejala penyakit paru. Pengumpulan spesimen yang multipel dalam beberapa hari
akan meningkatkan sensitivitas pemeriksaan. Lebih baik bila spesimen diperoleh
dari batuk dalam di pagi hari. Bila sputum yang dikeluarkan tidak cukup, dapat
diinduksi dengan menghirup air atau salin yang di nebul. Induksi sputum dapat
meningkatkan deteksi kanker paru. Bila preparat sputum tidak dapat disiapkan
dengan cepat, pasien dapat meludah ke larutan etanol 70%.
Metode sederhana dalam preparasi sputum dikenal dengan teknik “pick
and smear”, dimana sputum segar diperiksa adanya kepingan jaringan, darah, atau
keduanya. Pulasan disiapkan dari area yang mengandung unsur ini dan segera
difiksasi dengan etanol 95%. Modifikasi metode ini disebut metode Saccomanno,
dimana sputum dikumpulkan dengan etanol 50% dan carbowax 2%. Spesimen
dihomogenkan dengan blender dan dikonsentrasikan dengan sentrifugasi.
Penggunaan dithiothreitol (DTT) pada homogenisasi dapat meningkatkan
sensitivitas. Pulasan dibuat dari materi seluler yang sudah terkonsentrasi dan
digunakan pewarnaan Papanicolau.
Sensitivitas sitologi sputum untuk diagnosis keganasan meningkat dengan
jumlah spesimen yang diperiksa, dari 42% untuk spesimen tunggal menjadi 91%
untuk lima spesimen. Spesifisitas pemeriksaan sputum berkisar 96% hingga 99%
dan positive dan negative predictive value berurutan adalah 100% dan 15%. Hasil
negatif pemeriksan sputum tidak menjamin tidak adanya keganasan pada paru.
Sensitifitas pemeriksaan sitologi sputum tergantung pada lokasi tumor ganas :
46% sampai 77% untuk kanker paru sentral namun hhanya 31% hingga 47%
setiap bagian saluran pernapasan dapat diambil menggunakan alat ini. Komplikasi
bronkoskopi jarang terjadi, dapat berupa laringospasme, bronkospasme, gangguan
konduksi jantung, kejang, hipoksia, dan sepsis.
3. Bronchial Aspirations and Washings
Sekret bronkus dapat diaspirasi langsung dari saluran napas bawah
menggunakan bronkoskopi, tapi metode yang lebih sering digunakan adalah
mencuci mukosa dengan memasukkan 3 sampai 10 mL salin dan mengaspirasi
cairan cuci. Cairan kemudian disentrifuge dan konsentrat digunakan untuk
membuat sapuan preparat yang tipis.
4. Bronchial Brushings
Bronkoskopi serat optik memberikan gambaran langsung dan sampling
dari cabang tracheobronchial. Pada permukaan lesi endobronkial dilakukan
sikatan dan sel yang didapat dihapuskan ke kaca preparat. Hapusan segera
difiksasi dengan etanol 95%.
5. Brochoalveolar Lavage (BAL)
Pada BAL, bronkoskopi dimasukkan sedalam mungkin dan saluran nafas
bagian distal dibilas dengan normal saline beberapa kali. Bilasan pertama lebih
mewakilkan materi seluler dari saluran udara yang lebih besar.
BAL bermanfaat untuk diagnosis infeksi oportunistik pada pasien dengan
penurunan imunitas, hasil diagnosis untuk patogen infeksius 39% dengan
sensitivitas 82% dan spesifisitas 53%. Pada pasien AIDS sensitivitas BAL
mencapai 86%.
BAL juga bermanfaat untuk diagnosis keganasan dengan sensitivitas
beragam dari 35% sampai 70% dan lebih tinggi untuk tumor mutifokal atau difus
seperti bronchioalveolar carcinoma.
6. Transbronchial Fine-Needle Aspiration
Transbronchial FNA berguna untuk diagnosis lesi paru primer yang
terletak dipermukaan bronchial dan untuk staging kanker paru dengan sample
limfa node mediastinum. Sensitivitas pemeriksaan ini 56% namun bila
dikombinasikan dengan bronchial brush, wash, dan biopsi menjadi 72%, serta
dari kanker paru non-small cell. Akurasi staging mediastinum meningkat bila
dipandu dengan ultrasound.
7. Transesophageal Fine-Needle Aspiration
Dengan melewatkan jarum melewati esophagus, sampling limfa node
mediastinum dapat dilakukan. Dengan panduan ultrasound, akurasi sampling akan
lebih baik. Endoscopic FNA lebih hemat biaya dan tidak diperlukan thoracotomy.
Akurasi diagnosis endoscopic transesophageal FNA 70% hingga 80%. Bila
dikombinasi dengan transbronchial FNA, hasil diagnosis untuk staging
mediastinum mendekati 100%.
8. Percutaneous Fine-Needle Aspiration
Diagnosis cepat dan mobiditas minimal membuat percutaneous FNA
menjadi alternatif bagi biopsi operasi untuk evaluasi pasien dengan massa di paru.
Namun terdapat beberapa kontraindikasi seperti COPD, emphysema, batuk tidak
terkontrol, pasien yang tidak kooperatif, penyakit jantung, severe pulmonary
hypertension, arteriovenous malformation. Komplikasi paling sering dari
percutaneous FNA adalah pneumothorax (21% - 34% pasien). Percutaneous FNA
memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 96%. Pada hapusan yang difiksasi
menggunakan metanol dan dikeringkan di udara, digunakan pewarnaan Diff-Quik.
Kategori diagnosis untuk spesimen sitologi (Papanicolau Society, 1999) :
1. Nondiagnostic Specimens (C1)
Bila pada spesimen tidak ditemukan materi seluler, materi bercampur
darah, pengawetan buruk, clinicopathologic tidak bisa didiagnosisi secara
spesifik.
2. Specific Benign Lesions (C2)
Semua neoplasma jinak, proses peradangan, hapusan yang terdapat infeksi
(jamur, mikobakteri, bakteri).
3. Atypical Cells Present, Probably Benign (C3)
5. Malignancy Present (C5)
Semua specimen yang dapat ditegakkan diagnosis pasti keganasan.
2.2.7 Imunositokimia
Imunositokimia sering digunakan sebagai tambahan dalam diagnosis
morfologi tumor-tumor paru. Pemeriksaan ini sering digunakan untuk
membedakan antara tumor primer dengan tumor metastasis dan antara small cell
dengan non-small cell carcinoma. Tumor paru primer, termasuk small cell cancer
dan adenocarcinoma, menunjukkan faktor transkripsi tiroid (TTF-1) dan
cytokeratin-7. TTF-1 juga dapat terlihat pada tumor tiroid primer.
Carcinoembryonic antigen (CEA) terlihat pada adenocarcinoma paru. Namun
dapat juga terlihat pada adenocarcinoma pankreas, kolon, payudara, dan
organ-organ lainnya. Pada tumor-tumor paru neuroendokrin baik ganas maupun jinak
terlihat marker neuroendokrin, chromgranin-A, synaptophysin, neuron-spesific
enolase, dan CD 56, juga cytokeratin-7 dan TTF-1. (Gupta, 2008)
Gambar 2.14 Gambar pewarnaan imunoperoksidase untuk thyroid transcription factor-1 (TTF-1) pada pewarnaan inti cell block
BAB 3
sedikit, pinggir sel pucat, kromatin inti bergranul
sempurna, tidak terlihat nukleolus
7 Large cell
carcinoma
Tumor ganas epitel dengan nukleus besar, inti sel mencolok, dan jumlah sitoplasma sedang
Rekam medis
Diagnosis
Patologi Anatomi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional (potong
lintang) untuk menggambarkan dan menganalisis karakteristik tumor ganas paru
menggunakan pemeriksaan sitologi sikatan bronkus.
4.2Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Penilitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik dengan rekam medis
sebagai data penelitian.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan April 2014 sampai bulan Desember 2014
4.3Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini seluruh pemeriksaan sitologi paru yang dilakukan
di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik dari bulan Januari tahun
2011 sampai bulan Desember tahun 2 013.
4.3.2 Sampel
Yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Adapun kriteria
inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Kriteria inklusi
1. Seluruh pemeriksaan sitologi sikatan bronkus dari bulan Januari tahun 2011
sampai bulan Desember tahun 2013 yang menunjukkan keganasan (C5)
b. Kriteria eksklusi
1. Data rekam medis yang tidak lengkap
2. Pemeriksaan berulang seorang pasien dengan diagnosis jenis keganasan yang
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, seluruh populasi yang
memenuhi kriteria akan menjadi objek penelitian (total sampling).
4.4Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didapat dari rekam medis meliputi diagnosis tumor ganas paru melalui
pemeriksaan sitologi bronkus.
4.5Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari rekam medis ditabulasi untuk diolah
menggunakan program Statistic Product and Service Solutions (SPSS). Hasil
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1Hasil Penelitian
6.1.1 Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam
Malik Medan yang memiliki pelayanan spesialis penunjang klinis patologi
anatomi sebagai kriteria rumah sakit tipe A sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang
klasifikasi rumah sakit dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor
502/MENKES/SK/IX/1991 yang menjelaskan RSUP Haji Adam Malik sebagai
Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,
Aceh, Sumatera Barat, dan Riau, sehingga diharapkan dapat ditemukan lebih
banyak kasus keganasan.
6.1.2 Deskripsi Data Penelitian
Pada penelitian ini digunakan data sekunder berupa rekam medis yang
diperoleh dari Departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pendidikan
Haji Adam Malik, Medan dengan mengambil data mengenai pemeriksaan sitologi
sikatan bronkus yang dilakukan untuk diagnosis keganasan paru. Dari tahun 2011
sampai 2013 diperoleh 217 diagnosis keganasan dengan klasifikasi WHO yaitu
Non-Small Cell Carcinoma (Adenocarcinoma, Large Cell Carcinoma, Squamous
Cell Carcinoma) dan Small Cell Carcinoma. Namun juga terdapat kelompok
Unidentified, dimana ditemukan keganasan dengan kriteria sitologi C5, namun
tidak dapat ditentukan jenis keganasan yang terjadi. Gambaran jenis keganasan
Tabel 5.1 Tabel Frekuensi Keganasan Paru Berdasarkan Pemeriksaan Sitologi Sikatan Bronkus di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2011-2013
Diagnosis Jumlah (N) Persentase (%)
Adenocarcinoma 61 28.1
Squamous Cell Carcinoma 48 22.1
Small Cell Carcinoma 7 3.2
Large Cell Carcinoma 6 2.8
Unidentified 95 43.8
Total 217 100.0
Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 217 keganasan yang ditemukan,
Adenocarcinoma merupakan jenis keganasan terbanyak yang ditemukan dengan
61 keganasan (28.1%). Squamous Cell Carcinoma berjumlah 48 keganasan
(22.1%). Small Cell Carcinoma berjumlah 7 keganasan (3.2%) dan Large Cell
Carcinoma berjumlah 6 keganasan (2.8%). Unidentified berjumlah 95 keganasan
(43.8%).
6.1.3 Distribusi Jenis Keganasan berdasarkan Kelompok Usia Penderita Distribusi jenis keganasan berdasarkan kelompok usia dari penderita
tumor ganas paru berdasarkan pemeriksaan sitologi sikatan bronkus di Rumah
Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik pada tahun 2011-2013 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 5.2 Tabel Distribusi Jenis Keganasan Paru secara Sitologi Sikatan Bronkus Berdasarkan Rentang Usia Penderita di RSUP Haji Adam Malik Tahun
2011-2013
60-69 tahun dengan 15 keganasan (6.9%). Large Cell Carcinoma paling banyak
ditemukan pada kelompok usia 60-69 tahun dengan 4 keganasan (1.8%). Small
Cell Carcinoma ditemukan paling banyak pada kelompok usia 40-49 tahun
dengan 3 keganasan (1.4%). Kelompok usia 50-59 tahun adalah kelompok dengan
diagnosis keganasan paling banyak, dengan 84 keganasan (38.7%), namun 59
keganasan (27.2%) adalah Unidentified.
Berdasarkan seluruh keganasan yang ditemukan, terdapat 2 keganasan
(0.9%) pada pasien dengan rentang usia 20-29 tahun, 11 keganasan (5.1%) pada
rentang usia 30-39 tahun, 38 keganasan (17.5%) pada rentang usia 40-49 tahun,
84 keganasan (38.7%) pada rentang usia 50-59 tahun, 55 keganasan (25.3%) pada
rentang usia 60-69 tahun, 24 keganasan (11.1%) pada rentang usia 70-79 tahun,
dan 3 keganasan (1.4%) pada usia diatas 80 tahun.
6.1.4 Distribusi Jenis Keganasan berdasarkan Jenis Kelamin Penderita Distribusi jenis keganasan berdasarkan jenis kelamin dari penderita tumor
ganas paru berdasarkan pemeriksaan sitologi sikatan bronkus di Rumah Sakit
Umum Pendidikan Haji Adam Malik pada tahun 2011-2013 dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 5.3 Tabel Distribusi Jenis Keganasan Paru Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita Dengan Pemeriksaan Sitologi Sikatan Bronkus di RSUP Haji Adam
Malik Tahun 2011-2013
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa Adenocarcinoma didiagnosis pada 61
kasus (28.1%), dengan 453 kasus (19.8%) pada laki-laki dan 18 kasus (8.3%)
pada perempuan. Large Cell Carcinoma didiagnosis pada 6 kasus (2.8%), dengan
5 kasus (2.3%) pada laki-laki dan 1 kasus (0.5%) pada perempuan. Squamous Cell
Carcinoma didiagnosis pada 48 kasus (22.1%), dengan 36 kasus (16.6%) pada
pada 7 kasus (3.6%), dengan 4 keganasan (1.8%) pada laki-laki dan 3 kasus
(1.4%) pada perempuan.
6.1.5 Distribusi Jenis Keganasan berdasarkan Tahun
Distribusi jenis keganasan berdasarkan tahun dari penderita tumor ganas
paru berdasarkan pemeriksaan sitologi sikatan bronkus di Rumah Sakit Umum
Pendidikan Haji Adam Malik pada tahun 2011-2013 dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 5.4 Tabel Distribusi Jenis Keganasan Paru Berdasarkan Tahun Dengan Pemeriksaan Sitologi Sikatan Bronkus di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2011
-2013
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 terdapat 119
diagnosis keganasan dimana 42 keganasan (19.4%) didiagnosis Adenocarcinoma,
3 keganasan (1.4%) didiagnosis Large Cell Carcinoma, 34 keganasan (15.7%)
didiagnosis Squamous Cell Carcinoma, 7 keganasan (3.2%) didiagnosis Small
Cell Carcinoma. Sebanyak 33 keganasan (15.2%) tidak diklasifikasikan jenisnya.
Pada tahun 2012 terdapat 47 diagnosis keganasan dimana 16 keganasan (7.4%)
didiagnosis Adenocarcinoma, 3 keganasan (1.4%) didiagnosis Large Cell
Carcinoma, 12 keganasan (5.5%) dengan kesan Squamous Cell Carcinoma, dan
tidak diperoleh diagnosis Small Cell Carcinoma. Sebanyak 16 keganasan (7.4%)
tidak diklasifikasikan jenisnya.
Pada tahun 2013 terdapat 47 diagnosis keganasan dimana 3 keganasan (1.4%)
didiagnosis Adenocarcinoma, 2 keganasan (0.9%) didiagnosis Squamous Cell
6.2Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis Patologi Anatomi
Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik terdapat 217 diagnosis
keganasan paru menggunakan pemeriksaan sitologi sikatan bronkus. Kelompok
usia 50-59 tahun adalah kelompok usia yang paling banyak didiagnosis keganasan
paru dengan 84 keganasan (38.7%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Titis
et al. (2009) di Jakarta yang menyebutkan bahwa kelompok usia yang paling
banyak terkena keganasan paru adalah dengan rentang usia 60-69 tahun.Hal ini
sejalan dengan penelitian Metha et al. (2014) menyebutkan bahwa 85,2%
penderita karsinoma paru berusia lebih dari 40 tahun. Terdapat kecenderungan
peningkatan jumlah penderita keganasan paru seiring penambahan usia.
Terdapat penurunan jumlah diagnosis keganasan paru berdasarkan
pemeriksaan sitologi sikatan bronkus dari tahun 2011 sejumlah 119 keganasan,
menjadi 47 keganasan pada tahun 2012, dan 51 keganasan pada tahun 2013. Hal
ini menunjukkan kesan penurunan prevalensi keganasan paru. Hasil penelitian
Cancer Research UK (2014) menunjukkan terdapat hubungan antara prevalensi
kanker paru dengan jumlah perokok aktif. Namun berdasarkan RISKESDAS
tahun 2013, perilaku merokok penduduk usia 15 tahun keatas cenderung
meningkat dari 34.2% tahun 2007 menjadi 36.3% tahun 2013. 64.9% laki-laki dan
2.1% perempuan merupakan perokok aktif. Namun menurut CDC, risiko kejadian
kanker paru dipengaruhi oleh lama merokok dan jumlah rokok yang dihisap setiap
harinya sehingga belum dapat dipastikan penyebab penurunan diagnosis kanker
paru di RSUP Haji Adam Malik akibat kurangnya data penelitian mengenai hal
tersebut.
Adenocarcinoma merupakan jenis keganasan yang paling banyak
didiagnosis, dengan 61 keganasan (28.1%) dari 217 diagnosis keganasan, dengan
43 keganasan (19.8%) pada laki-laki dan 18 keganasan (8.3%) pada perempuan.
Hal ini serupa dengan hasil penelitian Titis, et al. (2009) yang menyatakan bahwa
Adenocarcinoma merupakan kesan diagnosis terbanyak dengan 17 (42,5%) dari
40 pasien dari pasien di RS Persahabatan, Jakarta. Penelitian yang dilakukan Ito
menunjukkan perubahan tipe kanker paru yang paling sering SCC menjadi
Adenocarcinoma berhubungan dengan peningkatan penggunaan rokok berfilter.
Diagnosis keganasan paru yang tidak ditentukan jenis keganasannya
(Unidentified) yaitu sebanyak 95 keganasan (43.8%) dari seluruh diagnosis
keganasan yang dilakukan. Salah satu hal yang dapat mengakibatkan kesalahan
diagnosis adalah kemiripan mikroskopis dari spesimen pemeriksaan sitologi
seperti pada gambar berikut.
Gambar 5.1 Gambar mikroskopik spesimen sitologi.
Sumber : Idowu, M. O., Powers, C. N., 2010. Lung Cancer Cytology: Potential Pitfalls and Mimics- a Review. Department of Pathology, Virgina Commonwealth University Medical Center. USA.
Berdasarkan studi yang dilakukan Thivolet-Behui, diperkirakan terdapat
1% hasil positif palsu yang dialami bahkan oleh ahli sitopatologi yang
berpengalaman. Sangat penting untuk mengetahui kemungkinan dan kemiripan
dalam sitopatologi pernafasan karena diagnosis positif palsu mungkin dapat
sangat berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas, sedangkan diagnosis
Squamous Cell Carcinoma Squamous Cell Carcinoma Squamous Cell Carcinoma
efektif untuk penegakan diagnosis keganasan. Pada artikel The Biomedical
Scientist (2011) dituliskan bahwa pemeriksaan imunositokimia dari spesimen
sikatan atau bilasan bronkus dapat meningkatkan akurasi dari diagnosis keganasan
BAB 6
Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
1. Kejadian keganasan paru terkesan mengalami penurunan sedangkan dari hasil
RISKESDAS 2013 menunjukkan peningkatan jumlah perokok aktif usia lebih
dari 15 tahun. Namun belum dapat ditentukan penyebab turunnya diagnosis
tersebut dikarenakan kurangnya data mengenai lama merokok dan jumah
rokok yang dikonsumsi sebagai salah satu faktor resiko terjadinya keganasan
paru.
2. Pemeriksaan sitologi sikatan bronkus mampu menegakkan diagnosis
keganasan paru sebagai alternatif oleh karena kesulitan biopsi jaringan paru.
Namun gambaran yang ditemukan sering tidak spesifik untuk satu jenis
keganasan paru tertentu. Jam terbang pemeriksa yang tinggi sangat
menentukan akurasi diagnosis.
3. Perbandingan jumlah penderita tumor ganas paru laki-laki dan perempuan
adalah 3:1, dengan Adenocarcinoma merupakan jenis keganasan paru
terbanyak dari tahun 2011 sampai tahun 2013.
4. Banyaknya keganasan yang tidak dikelompokkan jenisnya menunjukkan
diperlukannya metode diagnosis yang lebih baik terhadap keganasan paru.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan pemeriksaan imunositokimia dan pemeriksaan khusus lainnya
(biomolekuler) dalam penegakan diagnosis keganasan paru secara sitologi
sehingga peranan pemeriksaan sitologi dapat ditingkatkan akurasinya.
2. Perlu data lengkap mengenai faktor risiko pada setiap keganasan karena
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, J., Gulley, J.L., Allegra, C.J., 2005. Non-Small Cell Lung Cancer. In: Bethesda Handbook of Clinical Oncology Basic of Disease. 2nd ed. USA: Lippincot William & Wilkins.
Ammanagi, A.S., Dombale, V.D., Miskin, A.T., Dandagi, G.L., Sangolli, S.S., 2012. Sputum Cytology in Suspected Cases of Carcinoma of Lung (Sputum Cytology A Poor Man’s Bronchoscopy!). Available from:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Basyar, M., Hulma, M.A., Mulyani, H., 2014. Hubungan Karakteristik Penderita dengan Gambaran Sitopatologi pada Kasus Karsinoma Paru yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id [Downloaded 09 Desember 2014]
CDC, 2014. What Are the Risk Factors for Lung Cancer?. Centers for Disease Control and Prevention. Available from
http://www.cdc.gov/cancer/lung/basic_info/risk_factors.htm [Accessed 10 Januari 2015]
Cancer Research UK, 2014. Types of Lung Cancer. Available from:
http://www.cancerresearchuk.org/about-cancer/type/lung-cancer/about/types-of-lung-cancer. [Accessed 13 Desember 2014]
Cibas, E.S., Ducatman, D.S., 2009. Cytology:Diagnostic Principles and Clinical Correlates. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Inc., 67-70
Cruz, C.S.D., Tanoue, L.T., Matthay, R.A., 2011. Epidemiology, Etiology, and Prevention. Philadelphia: Elsevier Inc., 602
DeVita, V.T., Lawrence, T.S., Rosenberg, S.A., 2008. DeVita, Hellman & Rosberg’s Cancer: Principles & Practice of Oncology. 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins
Ellis, H., 2006. Clinical Anatomy a revision and applied anatomy for clinical students. 11th ed. Australia: Blackwell Publishing Ltd., 19-28.
Gupta, P.K., Baloch, Z.W., 2008. Pulmonary Cytopathology. In: Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders Volume One & Two. 4th ed. McGraw-Hill Harvard Medical School, 2015. Bronchoscopy. Available from
http://www.health.harvard.edu/diagnostic-tests/bronchoscopy.htm. [Accessed 09 Januari 2015]
Hidayat, H., Rogayah, R., Swidarmoko, B., Wahyuni, T.D., 2011. The Positive Result of Cytology Brushing at Flexible Fiberoptic Bronchoscopy Compared with Transthoracic Needle Aspiration in Central Lung Tumor. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Husain, A.N., 2010. The Lung Tumors. In: Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
Idowu, M.O., Powers, C.N., 2010. Lung Cancer Cytology: Potential Pitfalls and Mimics – A Review. Available from
www.ijcep.com /IJCEP1003005. [Accessed 27 November 2014]
International Agency for Research on Cancer, 2012. Globocan 2012: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. World Health Organization. Available from
[Accessed 24 June 2014]
Kemp, W.L., Burns, D.K., Brown, T.G., 2008. Pulmonary Pathology. In: The Big Picture Pathology.McGraw-Hill
Koss, L.G., Melamed, M.R., 2006. Koss’ Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. 5th ed. Lippincott William & Wilkins
McKean, M., Wright, J., 2011. Lung Cancer: The Value of ICC on Bronchial Cytology Cell Blocks. The Biomedical Scientist
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Minna, J.D., 2005. Neoplasms of The Lung. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. McGraw-Hill
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Rumah Sakit Dharmais Pusat Kanker Nasional, 2009. Rokok dan Kanker Paru. Rumah Sakit Dharmais Pusat Kanker Nasional. Available from
2014]
Rubin, E., Reisner, H.M., 2009. Essentials of Rubin’s Pathology. 5th ed. Lippincott William & Wilkins
Tan, W. W., 2014. Non-Small Cell Lung Cancer. Available from http://emedicine.medscape.com/article/279960-overview#aw2aab6b2b2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Roushan Fikri
Tempat, Tanggal Lahir : Duri, 20 Juli 1993
Alamat : Jl. Abadi Komplek Abadi Palace No.E8 Medan
No Telepon/ Email : 08974704274/roushanfikri@gmail.com
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki- laki
RiwayatPendidikan :
1. Taman Kanak-Kanak Al-Ittihad Rumbai Tahun 1998-1999
2. Sekolah Dasar Cendana Rumbai Tahun 1999-2005
3. Sekolah Menengah Pertama Cendana Rumbai Tahun 2005-2008
4. Sekolah Menengah Atas Cendana Pekanbaru Tahun 2008-2011
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Program Studi Pendidikan
Dokter Tahun 2011-2015
Riwayat Organisasi :
1. Sekretaris Harian Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara 2012-2013
2. Ketua Departemen Kaderisasi Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM)
3. Ketua Divisi Kenaziran Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara 2013-2014
4. Ketua Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) Rabbani Dewan Pimpinan
diagnosis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Adenocarcinoma 61 28.1 28.1 28.1
Large Cell Carcinoma 6 2.8 2.8 30.9
Small Cell Carcinoma 7 3.2 3.2 34.1
Squamous Cell Carcinoma 48 22.1 22.1 56.2
unidentified 95 43.8 43.8 100.0
Total 217 100.0 100.0
tahun * diagnosis Crosstabulation
diagnosis
Total Adenocarcinoma
Large Cell
Carcinoma
Small Cell
Carcinoma
Squamous Cell
Carcinoma unidentified
tahun 2011 Count 42 3 7 34 33 119
% of Total 19.4% 1.4% 3.2% 15.7% 15.2% 54.8%
2012 Count 16 3 0 12 16 47
% of Total 7.4% 1.4% .0% 5.5% 7.4% 21.7%
2013 Count 3 0 0 2 46 51
% of Total 1.4% .0% .0% .9% 21.2% 23.5%
kelamin * diagnosis Crosstabulation
a. 3 cells (30,0%) have expected count less than 5. The minimum
% of Total 6.9% .0% 1.4% 5.5% 3.7% 17.5%
50-59 Count 13 1 1 10 59 84
% of Total 6.0% .5% .5% 4.6% 27.2% 38.7%
60-69 Count 15 4 2 15 19 55
% of Total 6.9% 1.8% .9% 6.9% 8.8% 25.3%
70-79 Count 8 1 1 8 6 24
% of Total 3.7% .5% .5% 3.7% 2.8% 11.1%
>80 Count 1 0 0 1 1 3
% of Total .5% .0% .0% .5% .5% 1.4%
Total Count 61 6 7 48 95 217
% of Total 28.1% 2.8% 3.2% 22.1% 43.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 58.396a 24 .000
Likelihood Ratio 58.381 24 .000
N of Valid Cases 217
a. 23 cells (65,7%) have expected count less than 5. The minimum