ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN MN 1,3% DAN PROSES QUENCHING PADA BESI COR KELABU TERHADAP KEKERASAN
DAN STRUKTUR MIKRO
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Progam Studi Teknik Mesin
Disusun Oleh :
GERADUS SEPTI HANTORO NIM : 175214050
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ANALYSIS OF THE EFFECT IN ADDING 1.3% MN AND QUENCHING PROCESS ON GRAY CAST IRON ON HARDNESS AND
MICROSTRUCTURE FINAL PROJECT
Presented As Partial Fulfillment of the Requirement To Obtain the Engineering Degree
In Mechanical Engineering
Arranged by :
GERADUS SEPTI HANTORO Student Number : 175214050
DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
vii
ABSTRAK
Besi cor kelabu merupakan salah satu material yang paling sering digunakan karena mudah dibentuk dalam bentuk rumit, proses pembuatan yang mudah, mudah dalam proses pemesinan, dan harganya yang relatif murah. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan unsur mangan dan proses quenching terhadap nilai kekerasan dan perubahan struktur mikro yang terbentuk. Karakteristik dari besi cor kelabu ditentukan oleh kadar karbon yang terdapat di dalam struktur pembentuknya. Untuk meningkatkan sifat mekanis, besi cor kelabu dapat ditambahkan unsur paduan lain yang sesuai, salah satunya adalah unsur mangan. Unsur mangan dapat meningkatkan kekerasan besi cor kelabu. Selain penambahan unsur paduan lain, untuk meningkatkan sifat mekanis besi cor kelabu dapat dilakukan dengan proses perlakuan panas quenching. Penambahan unsur mangan sebesar 1,3% ini dilakukan ketika proses pengecoran besi cor kelabu dilakukan dengan metode open ladle. Mangan disebut sebagai unsur penstabil austenite penggalak pearlite Unsur mangan dapat menurunkan temperatur eutectoid yang mengakibatkan kisaran austenite meningkat, sehingga fase yang dominan terbentuk adalah pearlite. Besi cor kelabu terbentuk akibat pendinginan lambat ketika proses pengecoran, sehingga laju pendinginan lambat ini mengakibatkan fase austenite cenderung berubah membentuk pearlite.. Proses quenching dilakukan untuk melihat adanya perubahan fase yang terjadi. Pemanasan pada suhu 9000C mengakibatkan karbon terdifusi untuk membentuk struktur lain ketika dipanaskan, selanjutnya dilakukan proses pendinginan cepat menggunakan media air. Laju pendinginan yang cepat ini mengakibatkan karbon terperangkap dan membentuk fase baru berupa martensite. Hasil pengujian kekerasan pada spesimen, terlihat kekerasan tertinggi dimiliki besi cor kelabu Fc-25 dengan Mn 1,3% setelah quenching sebesar 433,943 kg/mm2, dibandingkan dengan tanpa perlakuan memiliki kekerasan sebesar 224,336 kg/mm2. Pada spesimen besi cor kelabu Fc-25 setelah quenching memiliki kekerasan sebesar 173,743 kg/mm2, dibandingkan dengan tanpa perlakuan memiliki kekerasan sebesar 153,221 kg/mm2. Hasil yang didapatkan dari pengujian ini adalah unsur mangan dan proses quenching dapat meningkatkan nilai kekerasan dari spesimen pengujian. Kata Kunci : Besi cor kelabu Fc-25, Kekerasan, Mangan, Media Pendingin, Quenching.
viii
ABSTRACT
Gray cast iron is one of the most commonly used materials because it is easy to form in complex shapes, easy to manufacture, easy in the machining process, and it is relatively cheap. This test was conducted to determine the effect of adding manganese and the quenching process on the hardness value and the microstructure changes that were formed. The characteristics of gray cast iron are determined by the carbon content present in the structure. To improve mechanical properties, gray cast iron can be added with other suitable alloying elements, one of which is manganese. Elemental manganese can increase the hardness of gray cast iron. In addition to the addition of other alloying elements, to improve the mechanical properties of gray cast iron, a quenching heat treatment process can be done. The addition of the manganese element by 1.3% is carried out when the gray cast iron casting process is carried out using the open ladle method. Manganese is known as the stabilizer element for pearlite activating austenite. Manganese can reduce the eutectoid temperature resulting in an increased range of austenite, so that the dominant phase formed is pearlite. Gray cast iron is formed due to slow cooling during the casting process, so this slow cooling rate causes the austenite phase to change to form pearlite. The quenching process is carried out to see any phase changes that occur. Heating at 9000C causes carbon to diffuse to form other structures when heated, then a fast cooling process is carried out using water media. This fast cooling rate results in trapped carbon and forms a new phase, martensite. The results of the hardness test on the specimens showed that the highest hardness of gray cast iron Fc-25 with Mn 1.3% after quenching was 433.943 kg/mm2, compared to without treatment having a hardness of 224.336 kg / mm2. After quenching, the gray cast iron specimen has a hardness of 173.743 kg/mm2, compared to the untreated hardness of 153.221 kg/mm2. The results obtained from this test are the element of manganese and the quenching process can increase the hardness value of the test specimen.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Batasan Penelitian ... 3 1.4 Tujuan Pengujian ... 3 1.5 Manfaat Pengujian ... 4
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 5
2.1 Besi Cor ... 5
2.1.1 Klasifikasi Besi Cor ... 6
2.2 Diagram Fase Fe-Fe3C ... 11
2.2.1 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Besi Cor ... 13
2.2.2 Time Temperature Transformation Diagrams ... 14
2.3 Grafit pada Besi Cor Kelabu ... 15
2.4 Sifat – Sifat Besi Cor Kelabu ... 16
xii 2.5.1 Karbon ... 17 2.5.2 Mangan ... 18 2.5.3 Krom ... 19 2.5.4 Nikel ... 20 2.5.5 Silikon ... 21 2.6.1 Pengertian Pengecoran ... 22
2.6.2 Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir ... 22
2.6.3 Sifat Logam Cair ... 24
2.7 Perlakuan Panas Besi Cor Kelabu ... 24
2.7.1 Annealing ... 25
2.7.2 Normalizing ... 25
2.7.3 Hardening ... 26
2.7.4 Quenching ... 27
2.7.5 Tempering ... 27
2.7.6 Faktor Kemampukerasan Besi Cor ... 28
2.8.1 Pengujian Kekerasan Vickers ... 30
2.8.2 Pengamatan Struktur Mikro ... 32
2.9 Tinjauan Pustaka ... 34
BAB 3 METODE PENELITIAN... 38
3.1 Metode Penelitian ... 38
3.2 Diagram Alur Penelitian ... 38
3.3 Bahan Penelitian ... 40
3.4 Alat yang Digunakan pada Pengujian ... 40
3.5 Proses Pengecoran ... 45
3.5.1 Proses Pembuatan Cetakan ... 45
3.5.2 Proses Peleburan Besi Cor ... 45
3.5.3 Proses Penuangan Logam Cair Hasil Coran ... 46
3.5.4 Proses Pembongkaran Coran dari Cetakan ... 46
3.6 Pembuatan Benda Uji ... 47
xiii
3.8 Pengujian ... 49
3.8.1 Pengujian Kekerasan Vickers ... 50
3.8.2 Pengamatan Struktur Mikro ... 51
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Hasil Pengujian ... 53
4.2 Data Hasil Pengujian Kekerasan Vickers ... 53
4.2.1 Data Hasil Pengujian Kekerasan Besi Cor Kelabu Fc-25 Tanpa Perlakuan ... 54
4.2.2 Data Hasil Pengujian Kekerasan Besi Cor Kelabu Fc-25 dengan Mn 1,3% Tanpa Perlakuan ... 56
4.2.3 Data Hasil Pengujian Kekerasan Besi Cor Kelabu Fc-25 Setelah Perlakuan Panas Quenching dengan Media Air ... 58
4.2.4 Data Hasil Pengujian Kekerasan Besi Cor Kelabu Fc-25 dengan Mn 1,3% Setelah Perlakuan Panas Quenching dengan Media Air ... 60
4.2.5 Data Perbandingan Nilai Kekerasan Vickers ... 62
4.2.6 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu Fc-25 Tanpa Perlakuan ... 64
4.2.7 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu Fc-25 Mn 1,3% Tanpa Perlakuan ... 65
4.2.8 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu Fc-25 Setelah Quenching dengan Media Air ... 67
4.2.9 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu Fc-25 Mn 1,3% Setelah Quenching dengan Media Air ... 70
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
5.1 Kesimpulan ... 72
5.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Diagram Fe-Fe3C ... 5
Gambar 2. 2 Grafit flakes besi cor kelabu. ( Callister, W.D). ... 7
Gambar 2. 3 Grafit pada besi cor putih (Caliister, W.D ). ... 8
Gambar 2. 4 Grafit pada besi cor mampu tempa ( W. D. Caliister )... 9
Gambar 2. 5 Grafit nodular pada besi cor nodular ... 10
Gambar 2. 6 Fase pada diagram Fe-Fe3C... 11
Gambar 2. 7 Perubahan konsentrasi karbon ... 13
Gambar 2. 8 Penurunan temperatur Austenite. ... 13
Gambar 2. 9 Diagram TTT... 14
Gambar 2. 10 Bentuk grafit pada besi cor kelabu ( Surdia, Tata, 1986). ... 15
Gambar 2. 11 Diagram Fe-Mn ... 18
Gambar 2. 12 Diagram Fe-Cr ... 20
Gambar 2. 13 Diagram Fe-Ni ... 21
Gambar 2. 14 Indentor piramida ... 31
Gambar 2. 15 Bahan etsa ... 33
Gambar 3. 1 Diagram alur ... 39
Gambar 3. 2 Besi cor kelabu Fc-25 ... 40
Gambar 3. 3 Vickers Hardness Test ... 41
Gambar 3. 4 Oven pemanas ... 42
Gambar 3. 5 Optikal Mikroskop ... 43
Gambar 3. 6 Termokopel ... 43
Gambar 3. 7 Gelas kimia dan pipet ... 44
Gambar 3. 8 Spesimen setalah diratakan ... 47
xv
Gambar 4. 1 Grafik perbandingan nilai kekerasan... 62
Gambar 4. 2 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu Fc-25 Tanpa Perlakuan ... 65
Gambar 4. 3 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu Fc-25 Mn 1,3% Tanpa Perlakuan ... 66
Gambar 4. 4 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu Fc-25 Setelah Quenching ... 69
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Komposisi Besi Cor (ASM Handbook Vol 1) ... 6
Tabel 4. 1 Data hasil pengujian kekerasan Vickers pada besi cor kelabu Fc-25 tanpa perlakuan ... 55 Tabel 4. 2 Data hasil pengujian kekerasan Vickers pada besi cor kelabu Fc-25 Mn
1,3% tanpa perlakuan ... 57 Tabel 4. 3 Data hasil pengujian kekerasan Vickers pada besi cor kelabu Fc-25 setelah
perlakuan panas quenching ... 59 Tabel 4. 4 Data hasil pengujian kekerasan Vickers pada besi cor kelabu Fc-25 Mn
1,3% setelah perlakuan panas quenching ... 61 Tabel 4. 5 Data perbandingan nilai kekerasan Vickers pada setiap spesimen ... 62
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Proses pengecoran besi cor kelabu ... 76
Lampiran 2. Pembuatan spesimen pengujian ... 76
Lampiran 3. Pemanasan spesimen pada proses quenching ... 77
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Besi cor merupakan paduan Besi-Karbon dengan kandungan C diatas 2%. Beberapa sifat mekanisnya yang unggul menjadikan besi cor sebagai bahan material yang masih sering diterapkan pada dunia industri untuk berbagai komponen. Sekitar 94% dari total kebutuhan dunia akan material besi adalah dalam bentuk baja dan besi cor (V.B. John: 1983: 178). Klasifikasi besi cor terdiri dari empat golongan utama yaitu : besi cor kelabu, besi cor putih, besi cor nodular, dan besi cor mampu tempa. Beberapa kelebihan dari besi cor diantaranya mudah dituang menjadi bentuk cetakan yang rumit, mudah dalam proses pemesinan, dan peredam getaran yang baik.
Besi cor kelabu merupakan salah satu jenis dari golongan besi cor yang banyak digunakan di dunia industri. Besi cor kelabu memiliki kadar karbon yaitu antara 2,5% - 4% dan kadar silikon antara 1% - 3%. Karakteristik dari besi cor kelabu adalah patahan dari besi cor ini berwarna kelabu memiliki bentuk grafit berupa serpih (flake) (Callister, William D,367, 2007). Karakteristik besi cor kelabu memiliki kekuatan tarik yang rendah sekitar 10-30 kgf/mm2 , kekerasan yang cukup baik sekitar 130-240 BHN, memiliki titik cair sekitar 1.2000C , dan struktur mikro yang terdiri dari ferrite dan atau pearlite serta grafit karbon bebas (Tata Surdia, 1986). Bentuk grafit karbon yang khas yaitu berbentuk flake atau serpih.
Bentuk dari struktur mikro besi cor kelabu menyebabkan logam ini bersifat getas dan kurang optimal untuk menahan beban tarik. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk grafit yang runcing pada batas butir matriksnya. Bentuk runcing pada grafit ini menimbulkan adanya konsentrasi tegangan yang tersebar pada bagian
2
dalam material (Callister, William D,367, 2007). Upaya untuk meningkatkan sifat mekanis dari besi cor kelabu salah satunya adalah dengan melakukan proses perlakuan panas (heat treatment). Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut (B.H. Amstead). Perlakuan panas pada besi cor umumnya dilakukan dengan cara memanaskan pada suhu austenite dan dipertahankan pada waktu tertentu kemudian didinginkan pada media tertentu. Beberapa tujuan dari perlakuan panas adalah untuk meningkatkan keuletan, meningkatkan kekerasan, menghaluskan butir kristal, dan menurunkan tegangan dalam.
Selain perlakuan panas sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan sifat mekanis dari besi cor kelabu, dapat dilakukan dengan penambahan unsur lain. Salah satu contoh penambahan unsur paduan adalah pada unsur tembaga dan nikel, unsur ini mampu membentuk grafit dan cenderung menjaga besi cor kelabu bebas dari chill sehingga efeknya akan menekan pembentukan ferrite bebas (Suprihanto, A, 2005). Unsur lain yang dapat digunakan sebagai paduan adalah mangan. Mangan dapat berperan menjadi penstabil austenite dan penggalak pearlite (ASM Handbook Vol. 1). Kehadiran Mangan-Sulfida adalah hasil dari penambahan yang diharapkan untuk mencegah pembentukan besi sulfida rapuh yang terbentuk pada batas butir ( ASM Handbook Vol.15 ).
Pada tugas akhir, pengaruh perlakuan panas quenching dan penambahan unsur mangan pada besi cor kelabu diinvestigasi. Proses quenching diawali dengan memanaskan besi cor kelabu pada suhu austenite, yaitu pada suhu 9000C, kemudian ditahan selama 15 menit dan selanjutnya didinginkan secara cepat menggunakan media pendingin air. Selain proses quenching, penelitian ini juga melakukan investigasi tentang pengaruh penambahan mangan sebesar 1,3% pada besi cor kelabu melalui pengujian kekerasan dan pengamatan struktur mikro.
3 1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh perlakuan panas quenching terhadap kekerasan dan fase struktur mikro dari besi cor kelabu Fc-25 tanpa dan dengan penambahan mangan sebesar 1,3% ?
1.3 Batasan Penelitian
Adapun beberapa batasan-batasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Logam yang dipilih untuk dianalisa adalah Besi Cor Kelabu Fc-25.
2. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan menganalisis penambahan unsur mangan sebesar 1,3% untuk mengetahui pengaruh perubahan sifat mekanis dari material besi cor kelabu Fc-25.
3. Pengujian kekerasan dengan metode pengujian kekerasan Vickers dilakukan sebelum dan setelah mendapat perlakuan panas.
4. Cetakan yang digunakan untuk mendapat material besi cor kelabu adalah dari pasir dan penambahan unsur mangan ke dalam logam cair menggunakan metode open ladle.
5. Penambahan unsur mangan dilakukan oleh operator industri pengecoran dengan berdasarkan standar komposisi pasaran yang digunakan sebagai acuan.
1.4 Tujuan Pengujian
1. Mengetahui pengaruh penambahan mangan sebesar 1,3% terhadap nilai kekerasan dan fase pada pengamatan struktur mikro besi cor kelabu Fc-25. 2. Mengetahui pengaruh quenching terhadap nilai kekerasan dan fase pada pengamatan struktur mikro besi cor kelabu Fc-25.
4 1.5 Manfaat Pengujian
1. Mendapatkan ilmu pengetahuan bahwa unsur tambahan berupa mangan mampu meningkatkan sifat mekanis dari suatu material pada proses pengecoran besi.
2. Memberikan wawasan pengaruh quenching terhadap kekerasan dan struktur mikro dari suatu material.
3. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai kasanah ilmu pengetahuan yang dapat diletakan di perpustakaan.
4. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih baik dengan inovasi yang berbeda. 5. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan penelitian selanjutnya yang berkaitan.
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Besi Cor
Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, fosfor dan belerang (Surdia,Tata, 1986). Bahan ini merupakan salah satu material yang tergolong ke dalam logam dan cara pembuatannya berasal dari bijih besi yang dileburkan dalam tungku pada temperatur lelehnya dan dicetak sesuai dengan bentuk yang diharapkan. Besi cor pada umunya memiliki kandungan unsur C diatas 2,14%, namun kebanyakan besi cor memiliki kandungan unsur C antara 3,0% dan 4,5%, selain itu terdapat elemen paduan lainya (Callister, W.D, 2007).
6 2.1.1 Klasifikasi Besi Cor
Besi cor merupakan salah satu material yang menjadi pilihan di bidang industri karena karakteristiknya yang mudah dalam proses pemesinan, kekuatan dan kekerasan yang baik, dan dapat dijangkau dengan harga relatif lebih murah. Pemilihan material ini disesuaikan dengan kebutuhan dan mempertimbangkan kekuatan dan kecocokan material. Besi cor terbagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
7 1. Besi Cor Kelabu
Besi cor kelabu memiliki kadar karbon yaitu antara 2,5% - 4% dan kadar silikon anatara 1% - 3%. Karakteristik dari besi cor kelabu adalah patahan dari besi cor ini berwarna kelabu memiliki bentuk grafit berupa serpih (flake) ( Callister, W.D, ). Besi cor kelabu terbentuk karena laju pendinginan lambat ketika pengecoran, karbon mengendap sebagai serpihan grafit tipis. Bentuk grafit flake ini mengakibatkan sifat mekanis dari jenis besi cor ini tergolong relatif lemah dan getas. Memiliki kekuatan tarik berkisar antara 155 sampai 400 MPa dan kekerasan Vickers dari 130 hingga 300 HV (Kalpakjian, 2013). Hal ini dikarenakan bentuk grafit serpih memiliki ujung runcing yang berpengaruh terhadap adanya konsentrasi tegangan pada material ini. Bentuk grafit kasar juga berpengaruh pada nilai kekerasan material ini yang relatif rendah. Pada umumnya matriks pembentuk besi cor kelabu adalah ferrite dan pearlite. Memiliki ketahanan aus dan sifat meredam getaran yang baik.
8
Besi cor kelabu memiliki kadar silikon tinggi sehingga mudah membentuk grafit dan cementite tidak terbentuk (Nugroho, P.A, 2015). Karbon pada material ini berbentuk lamellar. Patahan grafit besi cor berbentuk lamel kecil yang mengakibatkan warna patahannya menjadi abu-abu sehingga disebut besi cor kelabu. Nilai keuletan besi cor ini sangat rendah karena adanya serpihan karbon, namun fungsi dari serpihan grafit ini mengakibatkan besi cor kelabu baik dalam menahan getaran. Kekerasan tidak terlalu tinggi karena matriks pembentuk struktur masih didominasi ferrite yang bersifat lunak.
2. Besi Cor Putih
Besi cor putih merupakan jenis besi cor dengan kadar silikon yang rendah sekitar kurang dari 1% berat dan terbentuk akibat pendinginan cepat beserta karbon yang terbentuk berupa cementite. Besi cor putih memiliki nilai kekerasan tinggi sekitar 400 hingga 600 HV, akibat dari karbon yang terperangkap saat pendinginan cepat sehingga membentuk cementite yang keras dan getas. Warna dari patahan permukaan adalah putih, sehingga besi cor ini dinamakan besi cor putih. Penggunaan dari besi cor putih dimanfaatkan untuk ketahanan aus dan ketahanan abrasi.
9
3. Besi Cor Mampu Tempa ( Malleable )
Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih, yang dilunakkan di dalam sebuah tanur dalam waktu yang lama. Struktur dari jenis besi cor ini yang berbeda dari besi cor putih terletak pada cementite. Struktur cementite dari besi cor putih berubah menjadi ferrite atau pearlite yang tertemper mengendap (Surdia Tata, 1986). Besi cor mampu tempa memiliki kadar karbon yang khas yaitu sebesar 2,5% berat C (Kalpakjian, 2013).
Gambar 2. 4 Grafit pada besi cor mampu tempa (Callister,W.D. 2007 ) Besi cor mampu tempa perapian putih memiliki kadar silikon rendah dan belerang tinggi. Besi cor mampu tempa perapian hitam memiliki kadar silikon tinggi dan belerang rendah. (Nugroho,P.A, 2015). Besi cor mampu tempa memiliki keuletan yang baik dibandingkan besi cor kelabu. Pembentukan besi cor mampu tempa berasal dari besi cor putih yang dipanaskan lebih lama saat proses pengecoran. Pengaruh dari lamanya pemanasan ini mengakibatkan karbida terdekomposisi dan grafit berubah membentuk seperti bentuk mawar yang terdispersi. Material ini menghasilkan bahan yang kuat dan ulet.
10 4. Besi Cor Nodular
Besi cor putih terbentuk karena penambahan unsur magnesium atau serium ke besi cor kelabu ketika dileburkan dan didinginkan secara cepat. Penambahan unsur ini menyebabkan grafit yang terbentuk menjadi bentuk nodular atau bulat (Callister, W.D, 2007). Pada proses ini dihasilkan bentuk grafit nodular yang berbeda dari bentuk semula berupa flake sehingga dihasilkan konsentrasi tegangan yang kecil. Unsur magnesium atau serium berfungsi sebagai pembentuk grafit nodular.
Besi cor ini merupakan produk terbaik dari proses pengecoran besi karena memiliki sifat mekanik yang unggul dan ketahanan korosi yang baik (Kalpakjian, 2013).
11 2.2 Diagram Fase Fe-Fe3C
Diagram fase Fe-Fe3C menunjukan hubungan antara kandungan besi dan karbon terhadap temperatur. Pada diagram fase ini terdapat beberapa fase yang terbentuk berdasarkan diagram berikut ini.
Berdasarkan diagram fase dapat diketahui bahwa titik eutectic berada pada 4,30% C dan 1148 0C, titik eutectoid berada pada 0,77% C dan 727 0C. Fase yang terdapat pada diagram adalah sebagai berikut :
12 1. Alpha-Ferrite
Ferrite terdiri dari larutan karbon padat di dalam kisi kristal kubik berpusat di tubu besi alfa (Kalpakjian, 2013). Kelarutan karbon dalam besi alfa berkisar pada 0,01% C pada suhu kamar 7230C. Ferrite memiliki sifat lunak, keultean tinggi, dan ketahanan korosi medium.
2. Gamma-Austenite
Austenite adalah larutan penyisipan padat karbon ke dalam kisi kristal besi-gamma kubik berpusat muka (Kalpakjian, 2013). Atom karbon dalam austenite menempati posisi interstisial dalam kisi kubik berpusat muka, sehingga parameter karbon meningkat secara progresif dengan kandungan karbon.
3. Cementite
Cementite biasa disebut dengan besi karbid. Pada temperatur kamar, besi karbid memiliki sifat keras, rapuh, dan ferromagnetic (Kalpakjian, 2013). 4. Pearlite
Pearlite adalah perpaduan dua fase yang berkumpul menjadi satu antara ferrite dan cementite dalam bentuk lamellar. Pearlite memiliki struktur yang lebih keras dibandingkan dengan ferrite akibat adanya fase cementite dan memiliki keuletan yang baik karena memiliki fase ferrite.
13
2.2.1 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Besi Cor
Penambahan elemen paduan seperti Kromium, Nikel, Mangan, Silikon, dan elemen paduan lainnya memberikan perubahan pada diagram fase Fe-Fe3C (Callister, W.D, 2007). Karbon adalah elemen dasar yang mengubah besi menjadi baja dan elemen paduan lain ditambahkan untuk memberikan variasi sifat yang diinginkan. Tingkat perubahan posisi batas fase dan bentuk bidang fase ditentukan pada elemen tertentu dan konsentrasinya. Salah satu perubahan yang terjadi adalah pergeseran posisi eutectoid terhadap suhu dan konsentrasi karbon (Callister, W.D, 2007). Pengaruh penambahan elemen diberikan gambaran tentang perubahan suhu eutectoid dan konsentrasi karbon pada gambar sebagai berikut.
Suhu eutectoid dapat dinaikan atau diturunkan dari 727 0C bergantung pada elemen paduan yang ditambahkan. Menurunlan suhu eutectoid itu berarti meningkatkan kisaran austenite. Gambar 2.8 menjelaskan bahwa unsur nikel dan mangan mampu menurunkan suhu austenite. Nikel dan mangan termasuk unsur penstabil austenite (ASM Handbook Vol. 1).
Gambar 2. 8 Penurunan temperatur Austenite (Callister,W.D. 2007)
Gambar 2. 7 Perubahan konsentrasi karbon (Callister,W.D. 2007)
14
2.2.2 Time Temperature Transformation Diagrams
Diagram yang menggambarkan hubungan transformasi austenite terhadap temperatur dan waktu. Diagram ini digunakan untuk menentukan fase mana yang akan terbentuk berdasarkan waktu pendinginan. Proses perlakuan panas dilakukan untuk memperoleh struktur material yang diinginkan dan disesuaikan dengan pengunaan dan tujuan pembuatan material. Hasil dari struktur yang dihasilkan merupakan transformasi fase awal kemudian dilakukan pendinginan. Proses transformasi dapat digambarkan menggunakan diagram TTT sebagai berikut.
Terlihat pada diagram TTT, bahwa laju pendinginan cepat akan menghasilkan struktur martensite. Semakin tinggi suhu atau semakin lama waktu, maka semakin banyak austenite yang berubah menjadi pearlite (Kalpakjian, 2013). Untuk setiap suhu terdapat waktu minimum untuk
15
memulai awal transformasi. Periode waktu ini dapat menentukan laju pendinginan kritis, waktu yang lama maka austenite akan berubah menjadi pearlite, sedangkan waktu yang cepat akan cenderung merubah austenite menjadi martensite.
2.3 Grafit pada Besi Cor Kelabu
Grafit merupakan kumpulan karbon yang terbentuk selama proses pemanasan dan pendinginan. Grafit adalah suatu kristal karbon yang lunak dan rapuh, memiliki kekerasan 1 HB, kekuatan tarik sekitar 2 kgf/mm2, dan berat jenis sekitar 2,2 kg/dm3 (Surdia, Tata, 1986).
Tipe grafit A, memiliki bentuk serpih yang terbagi merata dan orientasi sembarang. Grafit ini muncul pada besi cor kelas tinggi dengan matriks pearlite dan ukuran grafit yang cocok. Pada kondisi grafit yang bengkok dapat memberikan kekuatan yang tinggi. Untuk mendapatkan grafit ini harus dilakukan dengan cara meningkatkan pengendapan kristal-kristal sepanjang austenit proeutektik.
Tipe grafit B, memiliki bentuk seperti bunga dengan orientasi sembarang. Struktur dari grafit ini merupakan salah satu dari sel eutektik yang pada bagian tengah mempunyai potongan-potongan halus dan serpihan grafit radial di sekitarnya.
Tipe grafit C, memiliki ukuran serpih saling menumpuk dan orientasi sembarang. Struktur pada tipe ini muncul pada sistem hipereutektik. Pada
16
kondisi ini terdapat banyak grafit, sehingga ferrite mudah untuk mengendap. Kristal-kristal mula dari grafit yang panjang dan lebar ini ditumpuki oleh serpihan grafit yang mengkristal di daerah eutektik. Dengan demikian struktur yang terbentuk lemah dan besi cor ini jarang digunakan.
Tipe grafit D, struktur ini memiliki potongan grafit eutektik halus yang mengkristal di antara dendrit kristal austenite dengan orientasi sembarang. Hal ini terjadi karena adanya pendinginan lanjut pada pembekuan eutektik. Keadaan ini biasanya diperbaiki dengan inokulasi penggrafitan, walaupun perbaikan ini belum begitu efektif apabila besi cor dalam keadaan oksidasi. Struktur yang sering terbentuk adalah ferrite yang mengakibatkan bersifat lemah.
Tipe grafit E, grafit ini muncul apabila kandungan karbon rendah, hal ini memberikan pengaruh pada penurunan kekuatan karena jarak yang dekat antar potongan grafit. Namun terkadang ditemukan pula kekuatan yang tinggi, hal ini karena kandungan karbon rendah dan berkurangnya pengendapan grafit.
2.4 Sifat – Sifat Besi Cor Kelabu
Besi cor kelabu memiliki beberapa sifat, baik sifat mekanis ataupun sifat fisik, diantaranya adalah :
1. Kekerasan
Besi cor kelabu memiliki nilai kekerasan berkisar antara 130-270 HB. Kekerasan dari material ini masih tergolong rendah karena matriks pembentuk strukturnya adalah ferrite. Bentuk grafit kasar juga berpengaruh pada nilai kekerasannya.
17 2. Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik dari besi cor kelabu ditentukan berdasarkan pada klasifikasi yang ditentukan. Namun pada dasarnya kekuatan tarik besi cor kelabu berkisar antara 130 – 430 Mpa (ASTM A-48).
3. Mampu Meredam Getaran
Besi cor kelabu merupakan salah satu jenis material yang paling sering digunakan dalam pembuatan blok mesin, hal ini karena sifatnya yang baik dalam menahan getaran.
4. Kemampuan Mesin
Mampu mesin adalah kemudahan dalam pengerjaan material ini ketika dilakukan proses pemesinan. Hal ini dipengaruhi karena kekerasan dan kekuatan tariknya, apabila samakin rendah kekerasan dan kekuatan tariknya maka sifat mampu mesin semakin tinggi.
2.5 Pengaruh Unsur Paduan pada Besi Cor Kelabu 2.5.1 Karbon
Karbon adalah salah satu unsur yang paling penting pada besi cor. Keberadaan karbon berpengaruh pada sifat mekanis dan berperan dalam pembentukan grafit besi cor kelabu. Pada umunya besi cor kelabu kandungan karbon antara 2,4% – 4%, hal ini berpengaruh pada kekuatan tarik dan nilai kekerasannya. Karbon berperan dalam pembentukan sementit (Fe3C) yang memiliki kekerasan cukup baik. Karbon pada keadaan bebas dan tersebar di dalam bagian besi cor disebut dengan grafit sebagai salah satu fase pembentuk struktur mikro. Pengaruh karbon untuk membentuk grafit dan titik liquidus dan solidus akan menjadi turun (Nugroho, A, 2016). Karbon merupakan salah satu pembentuk austenite kuat sehingga dapat meningkatkan kekerasan. Difusi karbon terjadi ketika dipanaskan pada suhu tertentu untuk membentuk struktur baru.
18 2.5.2 Mangan
Mangan adalah unsur kimia dengan simbol Mn. Fungsi dari mangan adalah unsur yang berperan sebagai penggalak pearlite ( ASM, Specialty Cast Iron). Pada umumnya mangan berada pada komposisi sekitar 0,2 – 1,0%. Mangan berwarna abu-abu dan bersifat getas. Memiliki empat bentuk alotropi, yaitu alpha mangan, gamma mangan, beta mangan, dan delta mangan. Keberadaannya di alam bebas terkadang dapat ditemukan dalam mineral, seperti alabandit (MnS), pyrolusite (MnO2), haussmanite (MnO3), jacobsite (MnFe2O4), dan lain sebagainya. Ferromangan mengandung lebih dari 76% Mn dan 7% C untuk karbon tinggi, sebesar 1,5% untuk karbon menengah, dan kurang dari 1% untuk karbon rendah (Cardarelli, 2008).
Mangan murni tidak bereaksi dengan oksigen, nitrogen, dan hidrogen pada suhu kamar, namun akan bereaksi terhadap tiga unsur ini pada suhu tinggi. Mangan digunakan sebagai bahan reduksi terhadap oksigen, desulfurisasi terhadap sulfur, dan deforforisasi terhadap fosfor.
19
Kehadiran mangan-sulfida adalah hasil dari penambahan mangan yang disengaja untuk mencegah pembentukan besi sulfida rapuh yang akan terbentuk pada batas butir (ASM Handbook Vol. 15). Mangan dikhususkan sebagai pengikat belerang sehingga sebagian dari mangan akan bersenyawa dengan cementite membentuk karbida besi mangan, pada proses pemanasan akan sangat cepat terurai ke dalam austenite. Semakin banyak karbida yang terbentuk maka banyak pearlite terbentuk yang mengakibatkan kekerasan meningkat. Sifat dari mangan adalah penggalak pearlite yang dapat meningkatkan kekerasan (ASM Specialty Cast Iron, 2013).
Mangan dan nikel adalah unsur penstabil austenite. Unsur mangan mampu menurunkan temperatur eutectoid sehingga kisaran fase austenite menjadi lebih besar. Kisaran austenite yang besar ini mengakibatkan material cenderung membentuk austenite ketika dipanaskan.
2.5.3 Krom
Khrom memiliki pengaruh yang sama dengan mangan, yaitu dapat meningkatkan ketangguhan dan kekerasan. Hal ini terjadi karena sifatnya sebagai penggalak pearlit. Logam ini bersifat keras dan getas. Memiliki titik lebur 1857 0C dan titik uap 2672 0C. Pada tahun 1920-an electroplating mulai berkembang, dimana proses ini mengikat atom Cr dengan atom dari unsur yang ada dipermukaan sehingga ikatan atom menjadi kuat (Sayfi'udin, I 2016). Paduan Fe-Cr biasa digunakan untuk memproduksi stainless dan baja kromium.
20
Kromium menjadi unsur yang penting dalam industri logam. Hasil yang diperoleh dari paduan besi dengan kromium adalah stainless steel. Kromium dapat meningkatkan ketahanan korosi paduan dan digunakan untuk meningkatkan ketahanan aus (Cardarelli, 2008).
2.5.4 Nikel
Nikel berfungsi untuk meningkatkan kekuatan ferrite, sehingga kekuatan dari besi cor akan meningkat. Nikel dapat menurunkan temperatur y-a sehinggy-a cenderung untuk mengury-angi distorsi dy-an rety-ak sely-amy-a proses pendinginan ketika dipanaskan (Binudi , R. 2018). Logam nikel termasuk logam transisi dan berbentuk padat saat temperatur kamar. Nikel memiliki densitas 8902 Kg/m3, konduktivitas termal 90,7 W/m.K, dan titik lebur 1455 0
C. Struktur dari nikel adalah FCC yang memberikan pengaruh keuletan yang baik pada logam (Cardarelli, 2008).
21
Nikel memiliki ketahanan korosi yang baik dan digunakan sebagai elemen tambahan ketika pembuatan logam. Sebagai penstabil dan pembentuk austenite yang kuat, nikel sering ditambahkan sebagai paduan untuk mendapatkan material dengan tingkat kekerasan yang baik (ASM Specialty Cast Iron, 2013).
2.5.5 Silikon
Silikon berperan sama halnya seperti karbon, yaitu berperan untuk mempercepat pembentukan grafit. Silikon digunakan sebagai dioksidiser dalam pembuatan baja. Penambahan unsur Si mampu meningkatkan kekuatan ferrite dan digunakan bersamaan dengan paduan lainnya dapat membentuk meningkatkan ketangguhan dan penetrasi kekerasan (Binudi, R. 2018). Unsur silikon dengan kadar tinggi sebagai paduan mendorong terjadinya pembentukan grafit. Kelebihan dari silikon adalah untuk membentuk ikatan yang keras sehingga meningkatkan kekerasan.
22 2.6.1 Pengertian Pengecoran
Pengecoran adalah proses melebur suatu bahan ke dalam tungku pemanas kemudian dimasukan ke dalam cetakan dan dibiarkan membeku di dalam cetakan tersebut kemudian dikeluarkan untuk di dapat hasil coran atau komponen sesuai kebutuhan (Rosyidin, 2019). Proses pertama yang dilakukan adalah melebur bahan coran di dalam tungku. Terdapat beberapa tungku yang dapat digunakan, antara lain induction melting, electric arc melting, gas burner, dan beberapa jenis yang lain. Proses pembuatan besi cor kelabu Fc-25 yang digunakan pada pengujian ini dperoleh dari proses pengecoran menggunakan tungku induksi di Koperasi Batur Jaya Ceper. Coran merupakan suatu hasil dari proses peleburan bahan yang dituang dalam cetakan dan didinginkan hingga membentuk bentuk seperti pola. Cetakan yang digunakan pada pembuatan coran spesimen pengujian ini menggunan cetakan pasir.
Pada proses pengecoran terdapat dua jenis, yaitu penuangan dan pencetakan. Penuangan adalah kegiatan menuangkan logam cair ke dalam cetakan dengan adanya penekanan, sedangkan pencetakan adalah proses menuang coran ke dalam cetakan tanpa penekanan. Sebelum pencetakan dan penuangan dilakukan, perlu disiapkan cetakan sebagai wadah untuk menampung hasil coran yang akan dibentuk sesuai dengan pola. Pola adalah bentuk yang digunakan sebagai acuan logam cair membeku di dalam cetakan. 2.6.2 Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir
Pengecoran merupakan proses penuangan logam cair yang dimasukan ke dalam cetakan, kemudian didiamkan hingga membeku di dalam cetakan, setelah itu hasil coran dibongkar untuk dijadikan suatu komponen. Pengecoran digunakan untuk membentuk logam dalam kondisi panas sesuai dengan bentuk dari cetakan yang telah disiapkan. Langkah awal proses pengecoran adalah pembuatan cetakan. Salah satu cetakan yang sering
23
digunakan adalah cetakan dari pasir (sand casting). Cetakan pasir dibentuk menggunakan pola yang telah disiapkan kemudian dimasukan ke dalam kup untuk dibuat saluran pada pola tersebut. Perlu diperhatikan kondisi pasir yang digunakan supaya tidak banyak air yang terdapat di dalamnya. Pasir harus dalam keadaan padat supaya menghindari terjadinya cacat rongga saat coran dimasukan ke dalam cetakan dan menghindari cetakan yang roboh akibat tindak kuat menahan laju aliran yang masuk melalui saluran rongga.
Setelah cetakan terbentuk, peleburan bahan coran dilakukan di dalam kupola dengan tanur induksi. Peleburan besi dilakukan pada suhu tinggi yang melebihi temperatur lebur dari bahan coran. Suhu yang tinggi akan mengakibatkan seluruh bahan coran terlebur secara sempurna. Lama waktu yang digunakan untuk melebur bahan kurang lebih selama satu jam. Apabila bahan coran telah melebur, selanjutnya adalah menuang hasil coran ke dalam cetakan dengan menggunakan kowi. Sebelum dituang menggunakan kowi, hasil coran keluar dari tungku induksi dan dimasukan ke dalam ladle. Ladle digunakan untuk menampung hasil coran sehingga bagian dalam ladle harus sudah dilapisi pasir tahan panas. Bahan coran yang telah dilebur, selanjutnya dilakukan penambahan unsur mangan sebesar 1,3%. Metode yang digunakan adalah metode open ladle. Penambahan ini dilakukan ketika hasil coran pada suhu tinggi dimasukan ke dalam ladle dan ditambahkan dengan mangan yang telah ditimbang dahulu disesuaikan dengan seberapa banyaknya oleh operator pengecoran Koperasi Batur Jaya, selanjutnya setelah hasil coran dengan penambahan mangan selesai dilakukan pencampuran maka selanjutnya dituang menggunakan kowi. Kowi digunakan untuk mempermudah proses penuangan hasil coran ke dalam cetakan. Proses penuangan dilakukan ketika hasil coran masuk melewati saluran sehingga penuh mengisi bagian dalam cetakan. Perlu diperhatikan kecepatan dan ketepatan dalam penuangan supaya di dapat hasil bentuk coran maksimal dan terhindar dari resiko cacat rongga.
24
Mendiamkan beberapa saat hingga coran dalam cetakan membeku secara perlahan kemudian dilakukan pembongkaran untuk diambil hasil coran yang sesuai dengan bentuk pola cetakan. Proses selanjutnya adalah membersihkan hasil pengecoran dari sisa pasir yang masih menempel dengan tujuan ketika dilakukan proses pemesinan pembentukan spesimen akan lebih mudah karena permukaan coran tidak begitu keras dan dapat diratakan menggunakan mesin perkakas.
2.6.3 Sifat Logam Cair
Logam cair adalah cairan seperti air, tetapi berbeda dalam beberapa hal. Kecairan logam sangat bergantung pada temperatur, logam cair akan cair sepenuhnya pada temperatur tinggi, sedangkan pada temperatur rendah masih terdapat pada keadaan inti-inti kristal. Berat jenis logam cair berbeda-beda, air 1,0 gr/cm3, besi cor 6,8 sampai 7,0 gr/cm3, paduan aluminium 2,2 sampai 2,3 gr/cm3, dan paduan timah 6,6 sampai 6,8 gr/cm3. Air menyebabkan permukaan dinding basah sedangkan logam cair tidak menyebabkan permukaan dinding basah. Sehingga logam cair ketika masuk ke dalam cetakan pasir dan melewati saluran, logam tidak akan meresap ke dalam pasir (Surdia, Tata, 1986). Kekentalan logam cair tergantung pada temperatur, dimana kekentalan tinggi pada saat temperatur rendah. Pada saat logam cair didinginkan sehingga terbentuk inti-inti kristal, maka kekentalan bertambah cepat tergantung pada jumlah inti-intinya.
2.7 Perlakuan Panas Besi Cor Kelabu
Perlakuan panas pada besi cor kelabu dapat dilakukan untuk memperoleh karakteristik tertentu. Perlakuan panas dapat meningkatkan ataupun memperbaiki sifat dari logam dengan cara memanaskan logam pada temperatur yang ditentukan, kemudian ditahan pada beberapa waktu tertentu, dan setelah itu didinginkan pada temperatur rendah yang disesuaikan dengan laju pendinginan. Beberapa tujuan yang dapat diperoleh dari proses perlakuan
25
panas adalah meningkatkan kekerasan, meningkatkan keuletan, memperbaiki struktur mikro, mengurangi tegangan sisa, dan tujuan lainnya (Surdia, Tata. 1986). Beberapa perlakuan panas yang dapat dilakukan pada besi cor kelabu untuk meningkatkan dan memperbaiki sifat mekanis dan fisis adalah sebagai berikut :
2.7.1 Annealing
Annealing adalah proses perlakuan panas pada spesimen dengan memberikan suhu tinggi pada periode waktu tertentu dan didinginkan secara perlahan (Callister, W.D, 2007). Keuntungan yang dapat diperoleh dari proses annealing adalah :
1. Menghilangkan tegangan sisa. 2. Meningkatkan keuletan. 3. Meningkatkan ketangguhan.
4. Menghasilkan struktur mikro tertentu.
Proses annealing terdiri dari tiga tahap, pertama yaitu proses pemanasan pada temperatur tertentu dan ditahan pada waktu tertentu kemudian didinginkan secara perlahan hingga mecapai temperatur ruangan. Waktu merupakan parameter penting selama proses pemanasan dan pendinginan karena akan gradien antara luar dan dalam spesimen. Jika laju temperatur besar maka temperatur gradien dan tegangan di dalam dapat terpengaruh yang mengakibatkan retak.
2.7.2 Normalizing
Proses normalizing pada besi cor kelabu pada prinsipnya mudah dilakukan Coran dipanaskan pada suhu 875-9000C dan ditahan selama 1 jam per 25 mm (ASM Specialty Cast Iron). Normalizing dilakukan untuk memastikan bahwa material bebas dari tegangan sisa akibat proses pemesinan. Baja yang sudah terdeformasi plastis terdiri dari butiran pearlite yang tidak
26
beraturan dan berbentuk besar, sehingga proses normalizing dilakukan untuk menghaluskan kembali butir-butir. Normalizing dilakukan dengan memanaskan kurang lebih 550 diatas temperatur kritikal (Callister, W.D, 2007). Proses ini akan menghasilkan transformasi matriks menjadi austenite. Annealing dilakukan pada suhu austenite sehinggi proses ini disebut juga dengan proses austenizing. Tujuan yang dapat diperoleh ketika melakukan proses normalizing adalah :
1. Menghaluskan butir.
2. Menghaluskan ukuran pearlite dan ferrite. 3. Memodifikasi dan menghaluskan struktur cor. 2.7.3 Hardening
Hardening dilakukan untuk meningkatkan kekerasan, meningkatkan kekuatan, dan meningkatkan ketahanan suatu material. Proses hardening dilakukan dengan memanaskan material di atas temperatur pengerasan kemudian didinginkan menggunakan media pendingin tertentu. Laju pendinginan berpengaruh terhadap kekerasan yang dihasilkan (Callister, W.D, 2007). Semakin lama laju pendinginan, semakin lama pula waktu bagi karbon untuk berdifusi membentuk formasi yang menghasilkan struktur pearlite. Sementara untuk mendapatkan kekerasan yang tinggi, laju pendinginan harus dilakukan secara cepat agar karbon terperangkap di dalam sehingga terbentuk fase martensite. Komposisi karbon dan elemen lain yang menyusun juga berpengaruh terhadap hasil kekerasan ketika dilakukan proses pengerasan. Sehingga material dengan kadar karbon yang sama terkadang memiliki hasil pengujian kekerasan yang berbeda dikarenakan pengaruh elemen lain yang terdapat pada material tersebut ketika dilakukan pengerasan.
27 2.7.4 Quenching
Quenching adalah proses memanaskan suatu logam pada termperatur austenite dan ditahan pada waktu tertentu kemudian didinginkan secara cepat dengan media pendingin yang disesuaikan (ASM Specialty Cast Iron. 2013). Proses pendinginan yang cepat ini dilakukan untuk menghasilkan fase martensite. Martensite terbentuk ketika fase austenite didinginkan secara cepat sehingga matriks pearlite cenderung tidak terbentuk. Laju pendinginan cepat mengakibatkan karbon terperangkap di dalam kemudian membentuk matriks martensite. Sementara apabila laju pendinginan lambat, maka karbon akan berdifusi membentuk matriks pearlite. Media pendingin berpengaruh terhadap hasil kekerasan yang dihasilkan. Pengaruh ini didasarkan pada laju pendinginan yang terbentuk ketika menggunakan media pendingin tertentu. Sifat dari media pendingin yang baik adalah memiliki nilai viskositas yang rendah dan densitas yang tinggi. Media pendingin yang dapat menghasilkan kekerasan terbaik sejauh ini adalah air dibandingkan dengan oli dan udara (Rama, 2019).
2.7.5 Tempering
Proses tempering adalah proses memanaskan kembali logam dibawah temperatur austenite. Tempering ini bertujuan untuk meningkatkan keuletan namun kekerasan dan kekuatannya akan menurun. Pada sebagian logam, proses ini dilakukan untuk mendapat kombinasi material yang kuat, ulet, dan ketangguhan yang tinggi. Pemanfaatan tempering setelah proses hardening akan menjadikan material memiliki struktur yang lebih stabil. Keuletan dipengaruhi akibat adanya matriks ferrite yang terbentuk dan ketangguhan yang baik akibat adanya matriks cementite. Pemanasan ini dilakukan pada suhu dibawah suhu austenite dengan tujuan untuk merubah struktur martensite menjadi pearlite. Karbon berdifusi dan bertansformasi membentuk
28
pearlite ketika dipanaskan (Noor, A, 2016). Tujuan dari proses tempering adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi tegangan sisa. 2. Meningkatkan keuletan. 3. Meningkatkan ketangguhan. 2.7.6 Faktor Kemampukerasan Besi Cor
Proses pengerasan suatu material akan berhasil apabila sifat kemampukerasan dapat dipenuhi selama melakukan pengerasan. Pengaruh komposisi, media pendingin, dan geometri serta ukuan spesimen menjadi faktor keberhasilan mengeraskan suatu material.
1. Komposisi
Setiap material yang homogen terkadang memiliki kekerasan yang berbeda ketika setelah diberi perlakuan panas. Komposisi dan unsur elemen lain dalam suatu material menjadi. Unsur elemen Ni, Mb, Mn, dan unsur paduan lain berpengaruh pada hasil struktur akhir ketika dipanaskan. Komposisi itu menghambat pembentukan austenite untuk menjadi pearlite dan bainite. Terdapat unsur yang dapat membentuk martensite Semakin tinggi kadar karbon maka nilai kekerasan akan meningkat akibat dari karbon yang berdifusi.
2. Media pendingin
Pengaruh media pendingin adalah sebagai pengatur laju pendinginan pada saat proses pemanasan yang mengakibatkan nilai kekerasan suatu material meningkat. Apabila semakin cepat laju pendinginan maka nikai kekerasan akan meningkat. Pengaruh laju pendinginan adalah merubah struktur austenite menjadi struktur martensite akibat dari proses pendinginan
29
yang cepat melalui media tertentu. Media pendingin yang biasa dijumpai dapat berupa air, oli, dan udara. Faktor yang mempengaruhi media pendingin adalah densitas dan viskositas. Viskositas adalah kekentalan suatu fluida, apabila viskositas tinggi maka laju pendinginan menjadi lambat. Densitas adalah perbandingan massa dibagi volume, apabila nilai densitas tinggi maka laju pendinginan menjadi cepat (Rama. 2019). Berikut beberapa nilai harga viskositas dan densitas media pendingin yang biasa digunakan adalah sebagai berikut ( Steeter, 1992) :
Air memiliki densitas 1,01 Pa.s dan viskositas 998 Kg/m3.
Oli memiliki densitas 4,02 Pa.s dan viskositas 981 Kg/m3.
Air garam memiliki densitas 1,01 Pa.s dan viskositas 1025 Kg/m3.
3. Geometri dan ukuran
Ukuran spesimen berpengaruh pada laju pendinginan, spesimen dengan ukuran tertentu akan memiliki laju pendinginan yang berbeda. Bagian luar spesimen memiliki laju pendinginan yang cepat sehingga dengan demikian kekerasan pada bagian luar memiliki nilai tinggi dibandingkan pada bagian dalam. Geometri adalah rasio antara luas permukaan terhadap massa. Semakin besar rasio, maka laju pendinginan atau kemampukerasan akan terjadi pada permukaan, sehingga geometri dengan luas permukaan dibandingkan massanya maka kekerasanya lebih tinggi dibandingkan material yang sama pada geometri yang berbeda.
30 2.8.1 Pengujian Kekerasan Vickers
Kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi plastis atau deformasi permanen (Dieter, 1987). Deformasi adalah perubahan bentuk suatu material. Pada logam kekerasan diukur terhadap ketahanannya terhadap deformasi plastis. Deformasi plastis terjadi kemungkinan terjadi pada
permukaan yang lunak, sedangkan deformasi permanen kemungkinan terjadi pada permukaan benda yang lebih keras (Maulana, 2018). Metode pengujian kekerasan yang dilakukan adalah menggunakan alat uji kekerasan Vickers. Prinsip pengujian ini mirip dengan Brinnel. Indentor pijakan yang digunakan berbentuk piramida berlian dengan sudut 1360. Bekas jejak pijakan indentor ini terlihat lebih jelas dibandingkan bekas pijakan Brinnel. Akurasi yang dihasilkan pada alat ini lebih baik dibandingkan dengan alat uji kekerasan Brinnel. Proses pengujian dilakukan dengan memberikan gaya tekan secara statis pada permukaan menggunakan indentor piramida secara otomatis, kemudian mengukur panjang diagonal bekas pijakan indentor menggunakan lensa optik. Pembebanan pada alat ini bervariasi mulai dari 1 kgf sampai 120 kgf untuk skala makro dan 15-1000 gram untuk skala mikro (Nugroho, P.A, 2015). Lama waktu penekanan pada alat kekerasan Vickers dapat diatur sesuai kebutuhan. Hasil yang tertera otomatis pada layar alat berdasarkan
pengukuran diagonal masing-masing bekas pijakan menggunakan lensa optik. Nilai kekerasan Vickers dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
31 HV
=
( ) = 1,845 x Dimana :F = beban yang digunakan (kg)
D = panjang diagonal rata-rata bekas pijakan (mm)
Alat pengujian kekerasan Vickers memiliki kisaran beban 1 dan 120 Kg. Pengujian ini memiliki tingkat akurasi yang baik dan dapat digunakan pada permukaan berupa lembaran yang tipis (Avner, 1974). Kelebihan dari pengujian kekerasan Vickers adalah tidak merusak material karena hasil indentasi yang kecil, material pengujian dapat digunakan kembali, dan skala pengujian kekerasan yang continue untuk rentang yang luas akibat dari pembebanan yang dapat diatur. Syarat pengujian yang harus terpenuhi pada spesimen adalah bentuk permukaan yang rata dan bersih dari kotoran. Apabila syarat ini telah terpenuhi maka pengujian kekerasan Vickers akan
menghasilkan data kekerasan yang akurat (Maulana, 2018). Pada pengujian
32
kekerasan yang dilakukan ini menggunakan beban sebesar 10 kg dan lama waktu penekanan indentor selama 15 menit.
2.8.2 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro adalah suatu pengujian untuk mengetahui susunan logam pada suatu benda uji atau spesimen (Nugroho, P.A, 2015). Struktur mikro dan sifat paduannya dapat diamati dengan berbagai cara bergantung pada sifat yang dibutuhkan. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui struktur mikro adalah dengan teknik metallographic. Pengamatan menggunakan mikroskop ini berbeda dengan pengamatan biologis dalam hal penyinaran spesimen. Sampel spesimen tidak tembus cahaya sehingga perlu diterangi oleh cahaya yang dipantulkan. Berkas cahaya dipantulkan menggunakan reflektor kaca bidang ke bawah melalui obyektif mikroskop ke permukaan spesimen. Beberapa cahaya dari spesimen dipantulkan akan diperbesar melewati sistem lensa bawah dengan tujuan akan terus naik melalui bidang reflektor kaca dan diperbesar kembali oleh sistem lensa atas. Daya pembesar awal obyektif dan lensa mata biasanya diukur pada dudukan lensa. Jika kombinasi lensa obyektif dan okuler tepat, perbesaran total sama dengan hasil kali perbesaran lensa obyektif dan okuler (Avner, 1974).
Proses terjadinya perbedaan warna, besar butir, bentuk, dan ukuran butir yang mendasari penentuan dari jenis dan sifat fasa pada hasil pengamatan struktur mikro adalah adanya pengetsaan. Prinsip dasar dari pengetsaan merupakan proses pengikisan mikro terkendali yang menghasilkan alur pada permukaan akibat crystal faceting yaitu orientasi kristal yang berbeda, sehigga terjadi reaksi kimia yang berbeda intensitasnya. Fasa-fasa yang terdapat dalam logam memiliki kekerasan yang berbeda maka fasa lunak akan terkikis lebih dalam. Akibat adanya perbedaan ini dan arah cahaya pantulan yang tertangkap lensa maka akan terlihat fasa lunak akan lebih terang dibandingkan fasa keras akan terlihat gelap (Nugroho, P.A, 2015).
33
Pengujian struktur mikro tidak hanya berbicara tentang pengetsaan, namun harus diperhatikan bentuk rata dan kebersihan permukaan. Proses yang dilakukan tidak kalah penting adalah menghaluskan permukaan menggunakan amplas yang berbeda tingkat kekasarannya. Setelah permukaan halus dan rata, selanjutnya dilakukan pembersihan permukaan spesimen dengan autosol yang digosokan pada kain bersih. Apabila permukaan sudah rata dan bersih, barulah etsa yang sudah disiapkan dapat digunakan. Etsa merupakan larutan yang dibuat dengan tujuan memberikan efek terkorosi sebagian kecil sehingga membantu melihat lebih jelas dari struktur yang diamati. Beberapa larutan etsa yang digunakan untuk pengujian struktur mikro adalah sebagai berikut :
34
Pengujian yang dilakukan menggunakan bahan etsa nital dengan komposisi HNO3 100% dicampur dengan alkohol. Larutan bahan etsa dicampur di dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan pipet disesuaikan dengan kegunaan etsa. Proses pengetsaan dilakukan selama 60 detik kemudian spesimen dibersihkan menggunakan air mengalir. Perlu diperhatikan pada saat proses pengetsaan, lama waktu yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi perubahan warna menjadi keabu-abuan yang terlihat pada permukaan spesimen. Terkadang tidak perlu menunggu 60 detik bahan etsa sudah bereaksi mengikis permukaan yang membuat struktur terlihat ketika diamati. Apabila bahan etsa dan lama waktu pengetsaan tidak disesuaikan, dapat terjadi resiko adanya over etching pada spesimen sehingga ketika dilakukan pengamatan struktur mikro terlihat pada gambar akan muncul seperti terbakar.
2.9 Tinjauan Pustaka
Penelitian yang telah dilakukan oleh Gebril, A, dkk (2014), melakukan penelitian tentang pengaruh perlakuan panas pada besi cor kelabu dan besi cor nodular dengan ferrite matriks pada sifat mekanik dan laju korosi dibandingkan dengan baja karbon sedang. Pengujian ini dilakukan dengan parameter waktu yang berbeda yaitu 1 jam dan 10 jam. Selain parameter waktu, penelitian ini juga menganalisa tentang media pendingin yang digunakan pada saat perlakuan panas quenching terhadap kekerasan dan struktur mikro. Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai kekerasan terbesar pada ketiga spesimen ini dihasilkan dari pendinginan yang dilakukan dengan menggunakan media air. Air memberikan pengaruh terbesar untuk meningkatkkan kekerasan karena memiliki laju pendinginan paling besar. Laju pendinginan berpengaruh terhadap struktur yang dihasilkan yaitu martensite akibat pendinginan yang cepat dari fase austenite. Pengujian
35
korosi juga didapatkan hasil korosi yang lebih tinggi berdasarkan katoda dari pearlite dan anoda dari ferrite. Laju korosi akan meningkat dengan bertambahnya katodik dan turunnya anodik. Penurunan laju korosi terjadi akibat adanya martensite yang terbentuk Lama waktu yang digunakan juga berperan dalam pembentukan fase ketika dipanaskan. Penelitian ini membandingkan antara lama waktu pemanasan 1 jam dan 10 jam didapatkan hasil yang berbeda. Lama waktu 1 jam dijelaskan belum mampu merubah struktur awal atau dengan kata lain dekomposisi grafit belum terjadi ketika spesimen dipanaskan. Sementara pada lama waktu 10 jam, pemanasan telah menghasilkan transformasi yang optimal sehingga fase austenite dapat ditemukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho, A (2016), melakukan penelitian tentang pengaruh inokulasi mangan pada besi cor kelabu terhadap kekuatan tarik. Spesimen yang digunakan dibuat dengan menggunakan cetakan pasir dengan pola kayu silinder. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian komposisi menggunakan alat CE Meter dengan didapatkan hasil enam unsur yang berpengaruh pada besi cor yaitu Fe, C, Si, Mn, Cr, dan Ni. Pengujian tarik yang dilakukan mendapatkan hasil tertinggi sebesar 209,81 N/mm2 dan kekerasan 41,14 HRB pada spesimen dengan penambahan Mn. Inokulasi merupakan bagian penting pada pembuatan besi cor berkualitas, khusunya besi cor kelabu dan besi cor nodular. Penagruh karbon (C) adalah membentuk grafik dan menurunkan titik liquidus dan solidus. Silikon (Si) berperan untuk merangsang pertumbuhan grafit dan memperkecil daerah austenite. Mangan adalah unsur yang dapat berperan sebagai penstabil pearlite. Unsur Krom (Cr) dan Nikel (Ni) digunakan untuk menambah nilai kekerasan dan ketahan korosi.
Penelitian yang dilakukan oleh Noor Setyo, dkk (2018), melakukan penelitian tentang peningkatan sifat mekanis besi cor kelabu melalui proses
36
tempering. Pengujian ini dilakukan dengan melakukan proses quenching pada suhu 7750, 8000, 8250. Hasil kekerasan tertinggi terdapat pada quenching suhu 8250 dengan nilai 553,6 VHN. Kekerasan terendah dihasilkan pada suhu 7250 yaitu sebesar 541,8 VHN dengan memiliki fase cementite sebagai matriks dengan sedikit martensite. Proses tempering mengakibatkan tergantinya martensite menjadi ferrite namun dapat meningkatkan ketangguhan. Nilai ketangguhan akan meningkat pada proses tempering dengan suhu 2000C, 3000C, dan 4000C, dengan nilai ketangguhan meningka sebesar 106,5%, 121,9%, dan 130,5%. Proses quenching dilakukan pada suhu austenite dan ditahan selama 15 menit dengan tujuan untuk merubah fase awal dengan kelarutan karbida ke dalam austenite dan difusi karbon serta unsur paduan lain berlangsung secara merata. Spesimen dipanaskan kemudian didinginkan secara cepat diatas pendinginan kritis dengan tujuan agar diperoleh kekerasan yang tinggi dan memiliki struktur martensite. Pendinginan cepat menghasilkan transformasi fase austenite (FCC) menjadi martensite (BCT). Munculnya martensite saat proses pendinginan disebabkan karena atom karbon tidak sempat terdifusi keluar, terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil sehingga kekerasannya meningkat. Sedangkan dampak quenching akan menurunkan ketangguhan yang disebabkan karena fase austenite (FCC) bertransformasi menjadi martensite (BCT) atau unsur karbon dalam fase austenite (FCC) bertransformasi menajadi martensite (BCT). Sehingga logam tidak mampu menahan beban kejut. Proses tempering dilakukan dengan memanaskan kembali material pada suhu dibawah austenite. Semakin tinggi temperatur yang digunakan pada proses tempering maka sebagian besar unsur karbon akan berdifusi menjadi ferrite dan karbida atau sebagian martensite akan berubah menjadi ferrite sehingga nilai kekerasan akan turun. Tegangan sisa akan berkurang akibat adanya proses tempering sehingga kekuatan tarik dan ketangguhan akan meningkat.
37
Kesimpulan yang dapat diambil dari ketiga penelitian di atas adalah penambahan unsur mangan ke dalam suatu material melalui proses pengecoran dapat meningkatkan nilai kekerasan suatu logam terutama besi cor kelabu. Pengaruh penambahan mangan dapat dijelaskan karena sifat mangan sebagai penggalak pearlite dan sebagai penstabil austenite. Peningkatan kekerasan dapat memperbaiki sifat mekanis besi cor kelabu yang lunak. Selain pengaruh penambahan unsur mangan, perlakuan panas quenching dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kekerasan pada besi cor kelabu. Quenching mengakibatkan adanya transformasi menjadi fase austenite ketika dipanaskan dan kemudian fasa berubah menjadi martensite akibat laju pendinginan yang cepat saat didinginkan menggunakan media air.
38
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah pengujian eksperimental. Objek penelitian difokuskan pada besi cor kelabu Fc-25. Penelitian terhadap besi cor kelabu Fc-25 pertama yang dilakukan adalah pengecoran besi cor kelabu tanpa dan dengan penambahan di Koperasi Batur Jaya Ceper, Klaten. Pengujian eksperimental spesimen besi cor kelabu dilakukan di laboratorium Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
3.2 Diagram Alur Penelitian
39
Mulai
Kajian Pustaka
Pengecoran Besi Cor Kelabu dengan Penambahan Mn 1,3%
Fabrikasi
Proses Perlakuan Panas
Pengamatan Struktur Mikro
Pengujian Kekerasan Vickers
Analisa data dan kesimpulan
Selesai Hasil Pengujian
YES NO
40 3.3 Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah besi cor kelabu Fc-25. Terdapat dua spesimen besi cor kelabu yang diuji, yaitu tanpa penambahan dan dengan penambahan mangan 1,3% yang melalui pengecoran logam di Koperasi Batur Jaya Ceper. Pola dalam pembuatan hasil coran merupakan suatu bentuk yang dibentuk untuk menyerupai hasil coran yang diinginkan. Pola pada pembuatan cetakan ini menggunakan pola dari kayu berbentuk silinder pejal dengan ukuran panjang 30 cm dan diameter 2,5 cm seperti yang terlihat pada gambar 3.2.
3.4 Alat yang Digunakan pada Pengujian 1. Alat Uji Kekerasan Vickers
Alat uji kekerasan yang digunakan pada pengujian ini adalah alat uji kekerasan Vickers. Tujuan dari pengujian kekerasan ini adalah untuk mengetahui harga nilai kekerasan dan membandingkan tren nilai kekerasan terhadap setiap spesimen yang dipilih. Pemilihan alat pengujian ini didasarkan pada hasil yang lebih akurat dan tidak merusak spesimen karena bekas pijakan indentor yang tergolong kecil berukuran skala mikro.
41 2. Oven Pemanas
Oven digunakan sebagai tempat untuk memanaskan spesimen. Suhu yang dipilih dan dijaga di dalam oven adalah 9000C. Pengecekan suhu dilakukan menggunakan alat termokopel . Temperatur maksimal yang dapat dihasilkan oleh oven ini kurang lebih 13000C. Penggunaan oven menggunakan daya power yang bersumber dari laboratorium ilmu logam. Tahapan yang harus dilakukan ketika menggunakan alat ini adalah menghidupkan power dan mengatur suhu yang akan digunakan. Ketika oven sudah menyala, segera memasukan spesimen yang akan dilakukan proses quenching bersamaan dengan kenaikan suhu yang terjadi. Apabila suhu yang ditentukan telah tercapai, selanjutnya tahan pemanasan pada suhu tersebut selama 15 menit dengan menggunakan stopwatch.
42 3. Mikroskop Metalografi
Mikroskop Metalografi digunakan untuk mengamati struktur mikro dari spesimen baik sebelum dan sesudah mengalami perlakuan panas quenching. Mikroskop Metalografi digunakan adalah seri Union Tokyo 2900. Pengamatan pada spesimen dibantu dengan menggunakan perbesaran yang dapat dipilih dengan memutar lensa. Perbesaran yang dilakukan pada penelitian ini adalah 25x, 60x, dan 90x. Pencahayaan ketika pengujian ini juga menjadi faktor penting. Pada dasarnya struktur yang terlihat ini adalah pantulan cahaya pada permukaan spesimen yang tertangkap pada lensa. Apabila cahaya dirasa kurang dapat dilakukan pengaturan cahaya menjadi lebih terang dan sebaliknya. Posisi dari spesimen dapat digeser dan dapat diatur seberapa cahaya gelap terang yang digunakan sesuai dengan kebutuhan pengamatan hingga terlihat jelas struktur mikro yang diamati.
43 4. Termokopel
Termokopel digunakan untuk mengukur suhu ketika dilakukan proses perlakuan panas. Suhu berperan penting ketika dilakukan proses perlakuan panas. Batas dan suhu telah ditentukan yaitu pada suhu 9000C sehingga perlu dijaga supaya konstan dan sesuai dengan bantuan alat termokopel.
5. Media Quenching
Media quenching yang digunakan pada pengujian ini adalah air yang diletakan di dalam wadah ember dengan volume berkisar 3 liter. Sumber air yang digunakan berasal dari laboratorium ilmu logam dengan temperatur ruangan
Gambar 3. 5 Optikal Mikroskop
44
sebesar 240C. Lamanya proses quenching 15 menit diukur menggunakan stopwatch.
6. Larutan Etsa
Larutan etsa yang digunakan untuk melakukan pengetsaan pada spesimen pengujian adalah nital (nitrit acid). Larutan nital yang digunakan terbuat dari campuran HNO3 dan alkohol. Pencampuran dua larutan kimia ini dilakukan di dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan pipet. Gelas kimia digunakan sebagai tempat untuk menaruh larutan HNO3 yang digunakan sebagai bahan etsa dan tempat untuk mencelupkan spesimen saat dilakukan proses pengetsaan yang dilakukan selama 60 detik dengan melihat kondisi pada spesimen agar tidak terjadi over etching. Etsa digunakan untuk memberikan dampak korosi atau pengikisan permukaan pada spesimen sehingga ketika dilakukan pengamatan terlihat bentuk strukturnya. Setalah proses pengetsaan dilakukan, spesimen dibersihkan dan dicuci menggunakan air. Spesimen yang telah dibersihkan dengan air, selanjutnya
45 3.5 Proses Pengecoran
Material yang dipilih pada penelitian ini didapatkan dari hasil pengecoran di Koperasi Batur Jaya. Tahapan pembuatan spesimen pertama kali adalah proses pengecoran. Tahap pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan, kemudian pembuatan cetakan sesuai pola silinder dengan cetakan pasir, selanjutnya proses peleburan bahan (melting), dan diakhiri dengan penuangan hasil coran pada cetakan serta pembongkaran material pada cetakan.
Penambahan mangan pada pada material ini dilakukan dengan menghaluskan mangan menjadi butiran halus agar dapat tercampur secara merata. Mangan yang telah dihaluskan kemudian ditimbang untuk diukur sesuai dengan permintaan penambahan unsur mangan dan disesuaikan dengan kapasitas ladle. Metode penambahan mangan dilakukan dengan open ladle, yaitu penambahan pada saat hasil coran akan dituang ke dalam cetakan.
3.5.1 Proses Pembuatan Cetakan
Pasir alam adalah media yang digunakan untuk membuat cetakan. Sebelum cetakan dibentuk harus terdapat pola terlebih dahulu yang akan digunakan. Pola silinder pejal dipilih sebagai acuan untuk membuat material hasil coran. Proses pembuatan cetakan diawali dengan memadatkan pasir pada cetakan yang telah disiapkan beserta polanya, kemudian buat lubang sebagai saluran untuk jalan masuknya coran. Perlu dicatat bahwa pasir harus benar-benar padat supaya tidak terdapat rongga yang dapat mengakibatkan cacat pada hasil coran.
3.5.2 Proses Peleburan Besi Cor
Peleburan pada pengecoran ini menggunakan tungku induksi. Bahan besi cor kelabu yang telah disiapkan secara bertahap dimasukan ke dalam tungku. Proses ini dilakukan secara berkelanjutan hingga tanur terisi penuh dan menunggu hingga besi cor kelabu secara keseluruhan mencair. Kapasitas