• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pembagian Urusan Pemerintah

Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

A. Latar Belakang

Pemerintahan daerah yang diselenggarakan menurut amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut asas tersebut diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya saing daerah.

Salah satu pertimbangan diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa aspek diantara hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan. Dengan demikian maka dalam penyelengaraan pemerintahan daerah berdasar otonomi dan tugas pembantuan perlu memperhatikan kewenangan urusan pemerintahan dan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

Pemerintah pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sedang pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah pusat, dengan berdasar asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan terdapat urusan yang dilimpahkan dan ditugaskan kepada daerah.

Dengan demikian, mengenai pembagian urusan pemerintah tersebut perlu dikaji lebih lanjut, ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. B. Rumusan Permasalahan

1. Apa saja dasar hukum pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan? 2. Bagaimana pembagian urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam

dekonsentrasi dan tugas pembantuan?

C. Dasar Hukum Pelaksanaan serta Pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

1. Dasar Hukum Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan a. Pengaturan dalam Konstitusi (Undang-Undang Dasar)

Pengaturan tentang dekonsentrasi serta pembagian urusan pemerintah pusat dan Tugas Pembantuan mengalami beberapa perubahan seiring dengan perubahan konstitusi (Undang-Undang Dasar). Otonomi daerah dan tugas

(2)

Dalam UUD 1945 pasca amandemen, Pasal 18 telah mengatur mengenai pemerintahan daerah, yang mengalami perubahan dengan menyisipkan 2 (dua) pasal baru, yaitu Pasal 18A dan 18B. Pada pokoknya pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa Indonesia terbagi atas daerah provinsi, yang mana daerah provinsi tersebut terbagi atas kabupaten dan kota, dan tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam menjalankan otonomi daerah, sesuai Pasal 18 ayat (5) dan (6) UUD 1945 telah dikecualikan untuk urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Dengan demikian, menurut UUD 1945, terdapat pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah, yang mana terdapat urusan yang tidak diserahkan kepada daerah.

Mengenai jenis urusan pemerintah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan dalam beberapa peraturan perundangan terkait.

b. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah telah beberapa kali mengalami perubahan sejak tahun 1945, baik karena mengikuti perkembangan maupun dikarenakan adanya perubahan konstitusi.

Berikut adalah perubahan undang-undang yang mengatur mengenai pemerintahan daerah secara kronologis:

1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;

3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;

4) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;

5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Dari ketujuh undang-undang di atas, undang-undang yang saat ini berlaku (ius constitutum) adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

(3)

c. Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Selain peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah, pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan dilandasi oleh berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

No. Bidang Nama Peraturan

1. Undang-Undang mengenai

Perimbangan Keuangan Pemerintah

a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-daerah, yang Berhak Mengurus Rumah-Tangganya Sendiri; yang dicabut dan diganti dengan

b) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; yang dicabut dan diganti dengan c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

2. Peraturan Pemerintah mengenai

Pembagian Urusan Pemerintahan

a) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; yang dicabut dan diganti dengan

b) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

3. Peraturan Pemerintah mengenai

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

a) Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; yang dicabut dan diganti dengan

b) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi; dan b) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001

tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan; yang dicabut dan diganti dengan

c) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 4. Peraturan

Pemerintah

mengenai Rencana Kerja Pemerintah

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja & Anggaran Kementrian Negara/Lembaga.

2. Pembagian Urusan Pemerintahan dalam Rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

a. Gambaran Umum Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

(4)

1) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu:

2) Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Sesuai pengertian tersebut di atas, dalam dekonsentrasi terjadi pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada Gubernur, sedangkan dalam Tugas Pembantuan terjadi penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Demikian pula dalam Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah, kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pembantuan, dan dekonsentrasi berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota untuk pembagian urusan pemerintahannya.

b. Pembagian Urusan Pemerintahan dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

Pembagian urusan pemerintahan diatur dalam Bab III, Pasal 10 UU 32/2004, di mana pada prinsipnya pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dalam Pasal 10 ayat (3) UU 32/2004 disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan pemerintah pusat terdiri dari 6 (enam) urusan2 yang terdiri

dari:

12 Tidak dapatnya urusan tersebut diatas didesentralisasikan dijelaskan latar belakang pemikirannya dalam Penjelasan Umum UU 32/2004, yaitu bahwa pembagian urusan pemerintah didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintah yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah, yaitu yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

(5)

1) politik luar negeri;

yang dimaksud politik luar negeri adalah mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.

2) pertahanan;

misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;

3) keamanan;

misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya

4) yustisi;

misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya

5) moneter dan fiskal nasional;

misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; 6) agama.

misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya.

Pemerintah pusat dalam menyelenggarakan 6 (enam) urusan tersebut sesuai Pasal 10 ayat (4) UU 32/2004, maka pemerintah pusat:

1) menyelenggarakan sendiri atau;

2) melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau;

3) dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.

Sedangkan untuk penyelenggaraan urusan pemerintah pusat di luar 6 (enam) urusan tersebut, sesuai Pasal 10 ayat (5) UU 32/2004 maka

(6)

1) menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

2) melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah; atau

3) menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (4) dan (5) tersebut, baik untuk 6 (enam) urusan Pemerintah Pusat maupun urusan di luar 6 (enam) urusan tersebut dapat ditugas pembantuankan dan didekonsentrasikan. Untuk tugas pembantuan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa. Sedangkan dalam dekonsentrasi, untuk 6 (enam) urusan dilimpahkan sebagian kepada perangkat pemerintah pusat atau wakil pemerintah pusat di daerah sedang untuk urusan diluar itu dilimpahkan sebagian kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat3.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa baik dekonsentrasi maupun tugas pembantuan dapat diselenggarakan untuk 6 (enam) urusan dan urusan di luar 6 (enam) urusan tersebut.

Kemudian, mengenai pembagian urusan pemerintahan perlu melihat pengaturannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah, Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam Pasal 2 PP No. 38 Tahun 2007, urusan pemerintahan terdiri atas:

(1) Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu 6 (enam) urusan Pemerintah Pusat;

(2) Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan adalah semua urusan pemerintahan di luar 6 (enam) urusan pemerintah pusat. Urusan tersebut terdiri dari 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan yang dikelola atau dilaksanakan secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan, yang kemudian disebut urusan pemerintahan konkuren4.

Menurut Pasal 2 ayat (4) PP 38/2007, urusan pemerintahan konkuren meliputi: 1) pendidikan; 2) kesehatan; 3) pekerjaan umum; 4) perumahan; 5) penataan ruang;

17) kebudayaan dan pariwisata;

18) kepemudaan dan olah raga;

19) kesatuan bangsa dan politik dalam

negeri;

20) otonomi daerah, pemerintahan

3 Gubernur sebagai Wakil Pemerintah karena jabatannya, untuk wilayah provinsi yang bersangkutan, dan bertanggung jawab kepada Presiden (terdapat dalam Pasal 37 UU 32/2004).

4 Dalam Penjelasan Umum nomor 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa

urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan demikian

(7)

6) perencanaan pembangunan;

7) perhubungan;

8) lingkungan hidup;

9) pertanahan;

10) kependudukan & catatan sipil;

11) pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak;

12) keluarga berencana dan keluarga

sejahtera;

13) sosial;

14) ketenagakerjaan dan

ketransmigrasian;

15) koperasi dan usaha kecil dan

menengah;

16) penanaman modal;

umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

21) pemberdayaan masyarakat dan desa;

22) statistik;

23) kearsipan;

24) perpustakaan;

25) komunikasi dan informatika;

26) pertanian dan ketahanan pangan;

27) kehutanan;

28) energi dan sumber daya mineral;

29) kelautan dan perikanan;

30) perdagangan & perindustrian;

31) perindustrian.

Dalam setiap bidang dari 31 (tiga puluh satu) bidang urusan konkuren diatas dibagi menjadi sub bidang, dan kemudian dari setiap sub bidang dibagi lagi menjadi sub-sub bidang urusan pemerintahan, yang rinciannya terdapat dalam Lampiran PP No. 38 Tahun 2007. Sebagai contoh, untuk pembagian urusan bidang pendidikan antar pemerintahan adalah sebagai berikut:

Sub bidang Sub-sub bidang

Pemerintah Pemda Prov Pemda Kab/Kota

1.Kebijakan 1. Kebijakan dan Standar 1.a. Penetapan Kebijakan nasional pendidikan 1.a. Penetapan kebijakan operasional pendidikan di provinsi sesuai dengan kebijakan nasional. 1.a. Penetapan kebijakan operasional pendidikan di kabupaten/kota sesuai kebijakan nasional dan provinsi.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PP 38 Tahun 2007, pembagian urusan konkuren tersebut dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1) Eksternalitas;

Pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan sebagai berikut:

a) Apabila dampaknya bersifat lintas kabupaten, atau kota dan/atau regional menjadi kewenangan pemerintahan provinsi;

b) Apabila dampaknya bersifat lintas provinsi dan/atau nasional menjadi kewenangan Pemerintah Pusat5.

(8)

2) Akuntabilitas

Pembagian urusan Pemerintahan dengan memperhatikan pertanggungjawaban Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah kepada masyarakat sebagai berikut:

a) Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal (satu kabupaten/kota), maka pengaturan dan pengurusannya menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah kabupaten/kota;

b) Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah provinsi;

c) Apabila dampaknya dialami lebih dari satu provinsi dan/atau bersifat nasional, menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat6.

3) Efisiensi

Pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh, sebagai berikut:

a) Apabila urusan pemerintahan lebih berdaya guna ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota.

b) Apabila urusan pemerintahan akan lebih berdaya guna bila ditangani pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah provinsi;

c) Apabila akan berdaya guna bila ditangani Pemerintah Pusat, maka akan tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat7.

Dengan demikian maka urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat meliputi 6 (enam) urusan Pusat dan urusan Pemerintah Pusat yang terdapat dalam Lampiran PP 38 Tahun 2007. Sedang urusan pemerintah daerah provinsi dan kab/kota adalah urusan yang terdapat dalam Lampiran PP 38 Tahun 2007 yang menjadi kewenangannya.

Berikut adalah bagan gambaran umum pembagian urusan pemerintah dalam dekonsentrasi dan tugas pembantuan:

(9)

Gambar : Bagan Hubungan Pembagian Urusan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

D. Kesimpulan

1. Peraturan perundang-undangan yang didalamnya diatur mengenai pembagian urusan pemerintah dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:

a. UU Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan daerah;

b. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.

c. PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan pemerintahan Antara pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi, dan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota;

d. PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. e. PP 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja & Anggaran Kementrian

Negara/Lembaga.

2. Pembagian urusan pemerintah dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebagai berikut :

a. 6 (enam) urusan pemerintah pusat dapat didekonsentrasikan kepada perangkat pemerintah pusat atau wakil pemerintah pusat di daerah.

Urusan Konkuren 31 Bidang Pemerintahan 6 Urusan Pemerintah Pusat. 1. Politik Luar Negeri; 2. Pertahanan; 3. Keamanan; 4. Yustisi; 5. Moneter dan Fiskal Nasional; 6. Agama. Urusan Konkuren Pemerintah Pusat Urusan Konkuren Pemerintah Provinsi Urusan Konkuren Pemerintah Kabupaten/Kota Urusan Pemerintah Daerah Urusan Pemerintahan diluar 6 (enam) urusan Urusan Pemerintah Pusat Di luar Urusan Pemerintah Pusat Dijalankan Sendiri Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan Dijalankan Sendiri Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan

(10)

Sedangkan untuk urusan konkuren pemerintah pusat didekonsentrasikan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat.

b. 6 (enam) urusan pemerintah pusat dan urusan konkuren pemerintah pusat dapat ditugas pembantuankan kepada daerah dan/atau desa.

Gambar

Gambar : Bagan Hubungan Pembagian Urusan antara Pemerintah Pusat  dan Daerah

Referensi

Dokumen terkait

IKAHI sebagai satu-satunya wadah profesi hakim di Indonesia mengeluarkan salah satu keputusan dalam Musyawarah Nasional (Munas) XIII di Bandung untuk

menyebutkan jika tingkat kepuasan pada pasien adalah 60,4% pasien yang puas yang lebih rendah dari penelitian kami, yang disebabkan karena Laboratorium Rumah Sakit

Mitra yang dilibatkan pada Ipteks bagi masyarakat (IbM) berdomisili di Kelurahan yang berbeda yakni Kelompok Sumber Jaya berdomisili di Kelurahan/desa Cempaka

pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara.. belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan

kelompok yang besar, maka birokrasi mula wujud dalam sistem pemerintahan kerajaan.. GFPA 1013 Pengantar Sains Politik.. 2.0 SEJARAH AWAL PENTADBIRAN DAN BIROKRASI

Pada fase ini diterapkan alat analisis dalam bentuk peta kendali MEWMA (Multivariate Exponential Weighted Moving Avarage) dan grafik berupa pareto chart dan diagram

Menurut Arikunto (2008: 16) dalam penelitian secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan

Berdasarkan pengukuran dengan alat ukur PQA ataupun melalui hasil simulasi ETAP dapat diketahui bahwa THD arus lebih tinggi dibandingkan dengan besar THD