• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 8 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 8 TAHUN"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman 1 dari 78

BUPATI BONE BOLANGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 8 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONE BOLANGO TAHUN 2011 - 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONE BOLANGO

a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bone Bolango dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

c. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Bone Bolango Nomor 4 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bone Bolango Tahun 2004-2024;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Bone Bolango tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bone Bolango Tahun 2011-2031.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;

2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

Menimbang :

(2)

Halaman 2 dari 78

3. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);

4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4060);

8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

9. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Pohuwato (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4269);

10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

12. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

(3)

Halaman 3 dari 78

13. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

14. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

15. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

16. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

17. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

18. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);

19. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

20. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

21. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

22. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pula-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);

(4)

Halaman 4 dari 78

23. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);

24. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

25. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

26. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

27. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

28. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

29. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

30. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

31. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

32. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

33. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik

(5)

Halaman 5 dari 78 Indonesia Nomor 3445);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

42. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan

(6)

Halaman 6 dari 78

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

46. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

47. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);

48. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

49. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

50. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);

51. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112);

52. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Kawasan Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142);

53. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5154);

54. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

55. Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 02);

56. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

(7)

Halaman 7 dari 78

1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri;

58. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BONE BOLANGO Dan

BUPATI BONE BOLANGO MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE BOLANGO TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONE BOLANGO TAHUN 2011 – 2031.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Kabupaten adalah Kabupaten Bone Bolango. 2. Kepala Daerah adalah Bupati Bone Bolango.

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bone Bolango.

4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

(8)

Halaman 8 dari 78

12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

13. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

14. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

16. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

18. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

19. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

20. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

21. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

22. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

23. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

24. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

25. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 26. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas pemukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

(9)

Halaman 9 dari 78

27. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.

28. Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

29. Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal dan lingkungan.

30. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

31. Peran masyarakat adalah Partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 32. Bentuk peran masyarakat adalah kegiatan/aktivitas yang dilakukan

masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

33. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung Unang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Bone Bolango dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

34. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bone Bolango.

35. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bone Bolango dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

36. Kawasan strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 37. Kawasan pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara

nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.

38. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Pasal 2

Penataan ruang Kabupaten Bone Bolango bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan yang mengakomodasikan keterkaitan antar kawasan dengan mengintegrasikan dimensi sosial, ekonomi dan ekologis”.

(10)

Halaman 10 dari 78 Bagian Kedua Ruang Lingkup

Pasal 3

(1) Wilayah perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Bone Bolango dengan luas wilayah kurang lebih 1.984,58 km2.

(2) Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kecamatan-kecamatan meliputi:

a. Kecamatan Tapa;

b. Kecamatan Bulango Utara; c. Kecamatan Bulango Selatan; d. Kecamatan Bulango Timur; e. Kecamatan Bulango Ulu; f. Kecamatan Kabila;

g. Kecamatan Botupingge; h. Kecamatan Tilongkabila; i. Kecamatan Suwawa;

j. Kecamatan Suwawa Selatan; k. Kecamatan Suwawa Timur; l. Kecamatan Suwawa Tengah; m. Kecamatan Kabila Bone; n. Kecamatan Bone Pantai; o. Kecamatan Bulawa; p. Kecamatan Bone Raya; q. Kecamatan Bone; dan r. Kecamatan Pinogu

(3) Batas wilayah perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, meliputi:

a. sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara & Kabupaten Bolaang Mongondow Utara ;

b. sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini;

c. sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan; dan

d. sebelah Barat berbatasan dengan Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo.

Bagian Ketiga

Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Pasal 4

Kebijakan dan Strategi penataan ruang wilayah kabupaten dilakukan dalam pengembangan struktur ruang, pola ruang dan pengembangan kawasan strategis wilayah agar tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai.

(11)

Halaman 11 dari 78 Pasal 5

Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi :

a. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, termasuk pusat-pusat kegiatan wilayah secara merata dan hirarkis; dan

b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, informasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan menjangkau seluruh pusat-pusat kegiatan di wilayah Kabupaten Bone Bolango.

Pasal 6

(1) Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, termasuk pusat-pusat kegiatan wisata dan pertanian secara merata dan berhierarkis, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, ayat (1), terdiri atas:

a. Mempromosikan Pusat Kegiatan Lokal (PKLp) berupa kota-kota satelit penyangga ibukota Kabupaten;

b. Meningkatkan interkoneksi antar kawasan perkotaan yang meliputi PKL eksisting, PKLp, PPK dan PPL, antar kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan, serta antar kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan, serta antar kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya; c. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru di kawasan yang

potensil dan belum terlayani oleh pusat pertumbuhan eksisting;

d. Mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah rawan longsor di perbukitan dan rawan banjir di tepi sungai; dan

e. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya.

(2) Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, informasi, energi, dan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, ayat (2) terdiri atas: a. Meningkatnya kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan

keterpaduan pelayanan transportasi darat secara terpadu;

b. Mendorong pengembangan prasarana informasi dan telekomunikasi terutama di kawasan yang masih terisolir;

c. Meningkatkan jaringan energi dengan lebih menumbuh-kembangkan pemanfaatan sumber daya terbarukan yang ramah lingkungan dalam sistem kemandirian energi area mikro, dibanding pemanfaatan sumber

(12)

Halaman 12 dari 78

daya yang tak terbarukan, serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;

d. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan

e. Meningkatkan jaringan distribusi bahan bakar minyak dan gas kabupaten yang terpadu dengan jaringan dalam tataran provinsi dan nasional secara optimal.

Pasal 7

Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi :

a. Pengembangan kawasan lindung; dan b. Pengembangan kawasan budidaya

Pasal 8

(1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a, meliputi :

a. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi sistem ekologi wilayah; dan

b. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

(2) Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi sistem ekologi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Menetapkan kawasan lindung di ruang darat, laut maupun udara, termasuk di dalam bumi;

b. Mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah dengan luas paling sedikit 30% dari luas wilayah tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan

c. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.

(3) Strategi Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :

a. Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi sistem ekologi wilayah;

b. Melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

(13)

Halaman 13 dari 78

c. Melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;

d. Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

e. Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; f. Mengelola sumberdaya alam tak terbarukan untuk menjamin

pemanfaatannya secara bijaksana, termasuk revitalisasi fungsi sistem ekologi lokal serta pembangunan sumberdaya baru untuk penghasilan dan pelestarian lingkungan;

g. Mengelola sumberdaya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; dan

h. Mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana.

(4) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b, meliputi :

a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya; dan

b. Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

(5) Strategi Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, meliputi : a. Menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten

untuk memanfaatkan sumberdaya alam di ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah;

b. Mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalam kawasan beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan;

c. Mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik, pertahanan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. Mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan provinsi; dan

e. Mendukung kegiatan pengelolaan sumberdaya kelautan yang bernilai ekonomi tinggi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia atau landasan kontinental untuk meningkatkan perekonomian nasional.

(14)

Halaman 14 dari 78

(6) Strategi Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, meliputi :

a. Membatasi perkembangan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

b. Menumbuhkembangkan fisik pusat kota dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara vertikal dan kompak, asri dan lestari seperti kota taman;

c. Menumbuhkembangkan agropolitan yang memadukan agroindustri, agrobisnis, agroedukasi serta model rumah kebun di klaster sentra-sentra produksi komoditas pertanian unggulan;

d. Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% dari luas kawasan perkotaan;

e. Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya; dan

f. Mengembangkan kegiatan budidaya kelautan yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil.

Pasal 9

Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis Kabupaten Bone Bolango meliputi beberapa sudut kepentingan sebagai berikut :

a. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi; b. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan

daya dukung lingkungan; dan

c. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya.

Pasal 10

(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Kabupaten Bone Bolango dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a, meliputi :

a. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian kabupaten yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional atau internasional; dan

b. Pemanfaatan sumberdaya alam dan atau perkembangan iptek secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(15)

Halaman 15 dari 78

(2) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Kabupaten Bone Bolango dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b, meliputi :

a. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem;

b. Melestarikan keanekaragaman hayati;

c. Mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan; d. Melestarikan keunikan rona alam; dan

e. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

(3) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Kabupaten Bone Bolango dari sudut sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, meliputi :

a. Pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang beragam; dan

b. Pelestarian kawasan desa adat.

Pasal 11

(1) Strategi pengembangan kawasan strategis kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1), meliputi :

a. Mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya alam dan kegiatan budidaya unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah;

b. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan;

c. Mengelola pemanfaatan sumberdaya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan

d. Mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan lingkungan hidup kawasan;

e. Mengintensifkan promosi peluang investasi bagi kegiatan ramah lingkungan dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal; dan

f. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi.

(2) Strategi kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2), meliputi :

a. Menetapkan kawasan strategis kabupaten berfungsi lindung;

b. Mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis nasional maupun kabupaten yang berpotensi mengurangi daya lindung kawasan;

(16)

Halaman 16 dari 78

c. Membatasi pemanfatan ruang di sekitar kawasan strategis nasional maupun Kabupaten yang berpotensi mengurangi daya lindung kawasan; d. Membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional maupun kabupaten yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;

e. Mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional maupun Kabupaten yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun; dan

f. Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional maupun provinsi.

(3) Strategi kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3), meliputi :

a. Meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap nilai budaya lokal yang mencerminkan jati diri komunitas lokal yang berbudi luhur;

b. Mengembangkan penerapan ragam nilai budaya lokal dalam kehidupan masyarakat; dan

c. Melestarikan situs warisan budaya komunitas lokal yang beragam. BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 12

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Bone Bolango meliputi : a. pusat-pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 13

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. PKWp; b. PKL;

(17)

Halaman 17 dari 78 c. PPK; dan

d. PPL

(2) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kecamatan Suwawa.

(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Tilongkabila dan Bone Raya .

(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas : a. Kawasan Perkotaan Talumopatu di Kecamatan Tapa;

b. Kawasan Perkotaan Oluhuta di Kecamatan Kabila;

c. Kawasan Perkotaan Botu Barani di Kecamatan Kabila Bone; dan d. Kawasan Perkotaan Bilungala di Kecamatan Bone Pantai.

(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas : a. Desa Kaidundu di Kecamatan Bulawa;

b. Desa Ayula Selatan di Kecamatan Bulango Selatan; c. Desa Bulotalangi di Kecamatan Bulango Timur; d. Desa Duano di Kecamatan Suwawa Tengah;

e. Desa Dumbayabulan di Kecamatan Suwawa Timur; f. Desa Mongiilo di Kecamatan Bulango Ulu;

g. Desa Molitongupo di Kecamatan Suwawa Selatan; h. Desa Timbuolo di Kecamatan Botupingge.

i. Desa Boidu di Kecamatan Bulango Utara; dan j. Desa Taludaa di Kecamatan Bone.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 14

Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan transportasi darat;

b. sistem jaringan transportasi perkeretaapian; dan c. sistem jaringan transportasi laut.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 15

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, terdiri atas :

a. Sistem jaringan LLAJ; dan b. Sistem jaringan LLASDP.

(2) Sistem jaringan LLAJ sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a, terdiri atas :

a. Sistem jaringan jalan;

(18)

Halaman 18 dari 78 c. Jaringan layanan LLAJ.

(3) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas :

a. Sistem jaringan primer, merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan; dan

b. Sistem jaringan jalan sekunder, merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

(4) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas : a. Arteri primer, terdiri atas :

1) Ruas jalan Taludaa – Pelabuhan Gorontalo; dan

2) Ruas jalan Taludaa – Botutonuo - Bulontala – Botupingge – Gorontalo.

b. Kolektor primer, terdiri atas :

1) Ruas jalan Gorontalo- Suwawa – Tulabolo; 2) Ruas jalan Gorontalo – Tapa – Atinggola; 3) Ruas jalan Kabila – Tapa; dan

4) Ruas jalan Tulabolo – Aladi. c. Kolektor sekunder, terdiri atas :

1) Ruas jalan Buata – Tulabolo dengan panjang 16,7 km dan lebar 4,5m;

2) Ruas jalan SP.Tinaloga - SP.Bongoime; dan 3) Ruas jalan Sp. Bongoime – Kantor Bupati. d. Lokal primer, terdiri atas:

1) Ruas jalan Kantor Bupati - Danau Perintis dengan panjang 1,34 km dan lebar 12m;

2) Ruas jalan Danau Perintis - SP. Boludawa; 3) Ruas jalan SP. Boludawa - S. Bone;

4) Ruas jalan S. Bone - Jembatan Kabila;

5) Ruas jalan SP. Kantor Bupati - SP. Kejari dengan panjang 0,55 km dan lebar 4m;

6) Ruas jalan SP. Lonuo – SP. Bulotalangi dengan panjang 6 km dan lebar 4 m;

7) Ruas jalan SP. Bube – Bulotalangi dengan panjang 9,40 km dan lebar 4 m;

8) Ruas jalan SP. Bonedaa - SP. Botutonuo; 9) Ruas jalan SP. Langge - SP. Owata;

10) Ruas jalan Buata – Tulabolo dengan panjang 16,70 km dan lebar 4,5m;

11) Ruas jalan SP. Bunuo - SP. Owata;

12) Ruas jalan Boludawa- Bulontala dengan panjang 1,4 km dan lebar 4m;

(19)

Halaman 19 dari 78

13) Ruas jalan Bube-Bulotalangi dengan panjang 9,4 km dan lebar 4 m; 14) Ruas jalan SP.5 Bube – Moutong dengan panjang 1,1 km dan lebar

3m;

15) Ruas jalan Huluduotamo – SP.2 Lombongo dengan panjang 8 km dan lebar 4 m;

16) Ruas jalan Buata – Tulobolo dengan panjang 16,7 km dan lebar 4,5m;

17) Ruas jalan Dutohe – Dutohe Barat;

18) Ruas jalan SP.1 Tunggulo – SP. Huluduotamu dengan panjang 8 km dan lebar 3 m;

19) Ruas jalan SP Dutohe – Bube dengan panjang 3 km dan lebar 4 m; 20) Ruas jalan SP. Bongoime – Kantor Bupati dengan panjang 5,85 km

dan lebar 10 m;

21) Ruas jalan SP. 1 Tunggulo – SP. Huluduotamu dengan panjang 8 km dan lebar 3 m;

22) Ruas jalan Boludawa – Bulontala dengan panjang 1,4 km dan lebar 4 m;

23) Ruas jalan Bube – Bulotalangi dengan panjang 9,4 km dan lebar 4 m;

24) Ruas jalan Huluduotamu – SP.2 Lombongo dengan panjang 8 km dan lebar 4 m;

25) Ruas jalan SP.5 Bube – Moutong dengan panjang 1,1 km dan lebar 3 m;

26) Ruas jalan Duano – Jembatan Gantung – Molintogupo dengan panjang 1,2 km dan lebar 3,5 m;

27) Ruas jalan Bulotalangi – SP. Talumopatu dengan panjang 2,4 km dan lebar 4 m;

28) Ruas jalan Ayula Utara – Toto Utara dengan panjang 4 km dan lebar 4 m;

29) Ruas jalan Bulotalangi – Huntu Selatan dengan panjang 2,8 km dan lebar 4 m;

30) Ruas jalan Bulotalangi - Tapa dengan panjang 2 km dan lebar 4 m; 31) Ruas jalan Huntu Utara – SP.2 Bulotalangi dengan panjang 2,8 km

dan lebar 4 m;

32) Ruas jalan Tapa – Boidu dengan panjang 3,1 km dan lebar 4 m; 33) Ruas jalan Dunggala – Monggiilo dengan panjang 16,7 km dan lebar

4 m;

34) Ruas jalan Monggiilo – Buata dengan panjang 40 km; 35) Ruas jalan Tupa – Mongiilo dengan panjang 15 km;

36) Ruas jalan SP.3 Bulotalangi – Langge dengan panjang 5 km dan lebar 3 m;

37) Ruas jalan SP.1 Bulotalangi – Lonuo dengan panjang 6 km dan lebar 4 m;

(20)

Halaman 20 dari 78

38) Ruas jalan SP.1 Bulotalangi – SP.Lonuo dengan panjang 6 km dan lebar 3,5 m;

39) Ruas jalan SP.1 Longalo – Dehuwa dengan panjang 1,6 km dan lebar 3 m:

40) Ruas jalan Dutohe – SP.1 Bongoime dengan panjang 3 km dan lebar 3,5 m;

41) Ruas jalan SP. Oluhuta – SP. Poowo dengan panjang 2,8 km dan lebar 4 m;

42) Ruas jalan SP.1 Tumbihe – Buata dengan panjang 1,6 km dan lebar 4,5 m;

43) Ruas jalan Olohuta – Bulotalangi dengan panjang 6,8 km dan lebar 4,5 m;

44) Ruas jalan Dutohe – Dutohe Barat dengan panjang 0,8 km dan lebar 4 m;

45) Ruas jalan SP. Huangobotu – SP. Bulontala dengan panjang 35 km; 46) Ruas jalan SP.1 Tunggulo – SP. Huluduotamu dengan panjang 8

km dan lebar 3 m;

47) Ruas jalan SP. Lonuo – SP. Langge dengan panjang 8 km;

48) Ruas jalan SP. Dutohe – Bube dengan panjang 3 km dan lebar 4 m; dan

49) Ruas jalan SP. Buata – Luwohu dengan panjang 0,5 km dan lebar 3m.

e. lokal sekunder, terdiri atas :

1) Ruas jalan Boludawa – SP. 1 Bube dengan panjang 1,1 km dan lebar 4 m;

2) Ruas jalan Boludawa – Bulontala dengan panjang 1,4 km dan lebar 4 m;

3) Ruas jalan Boludawa – Sungai dengan panjang 1 km dan lebar 4 m; 4) Ruas jalan SP.4 Bube – SP.3 Boludawa dengan panjang 1,1 km dan

lebar 3 m;

5) Ruas jalan SP. Boludawa – Huluduotamu dengan panjang 3,3 km dan lebar 4 m;

6) Ruas jalan Boludawa - Polsek dengan panjang 0,7 km dan lebar 3 m;

7) Ruas jalan SP.3 Bube – SP.1 Boludawa dengan panjang 0,6 km dan lebar 4,5 m;

8) Ruas jalan SP.Boludawa – Polsek dengan panjang 0,6 km dan lebar 4 m;

9) Ruas jalan SP. Boludawa – SP.2 Tingkohubu dengan panjang 0,8 km dan lebar 3,5 m;

10) Ruas jalan Bts Ds Huluduotamu/BLW – Bts Dsn I Huluduotamu dengan panjang 1,1km dan lebar 3m;

(21)

Halaman 21 dari 78

11) Ruas jalan Duano – Lombongo dengan panjang 1,3 km dan lebar 4 m;

12) Ruas jalan SP.1 Duano – Sungai dengan panjang 0,7 km dan lebar 3 m;

13) Ruas jalan Duano – Jembatan Gantung – Molintogupo dengan panjang 1,2 km dan lebar 3,5 m;

14) Ruas jalan Duano – Lapangan – Perkebunan dengan panjang 1 km dan lebar 3 m;

15) Ruas jalan Bulotalangi – SP. Talumopatu dengan panjang 2,4 km dan lebar 4 m;

16) Ruas jalan Bulotalangi – Huntu Selatan dengan panjang 2,8 km dan lebar 4 m;

17) Ruas jalan Bulotalangi – Tapa dengan panjang 2 km dan lebar 4 m; 18) Ruas jalan Huntu Utara – SP.2 Bulotalangi dengan panjang 2,8 km

dan lebar 4 m;

19) Ruas jalan Tapa – Boidu dengan panjang 3,1 km dan lebar 4 m; 20) Ruas jalan Dunggala – Monggiilo dengan panjang 16,7 km dan lebar

4 m;

21) Ruas jalan Talulobutu – SP. Bandungan dengan panjang 2 km dan lebar 3 m;

22) Ruas jalan Monggiilo – Buata dengan panjang 40 km; 23) Ruas jalan Tupa – Monggiilo dengan panjang 14 km;

24) Ruas jalan SP.3 Bulotalangi – Langge dengan panjang 5 km dan lebar 4 m;

25) Ruas jalan SP.1 Bulotalangi – Lonuo dengan panjang 6 km dan lebar 4 m;

26) Ruas jalan SP.1 Bulotalangi – SP.Lonuo dengan panjang 6 km dan lebar 4 m;

27) Ruas jalan Dutohe – SP.1 Bongoime dengan panjang 3 km dan lebar 4 m;

28) Ruas jalan SP. Oluhuta – SP. Poowo dengan panjang 2,8 km dan lebar 4 m;

29) Ruas jalan SP. Bongoime – Moutong dengan panjang 7,2 km dan lebar 4 m;

30) Ruas jalan Olohuta – Bulotalangi dengan panjang 6,8 km dan lebar 4,5 m;

31) Ruas jalan SP. Huangobotu – SP. Boluntala dengan panjang 35 km; 32) Ruas jalan SP. Bongoime – RSK Toto dengan panjang 0,7 km dan

lebar 4 m;

33) Ruas jalan SP. Timbuolo – SP.1 Timbuolo dengan panjang 2 km dan lebar 4 m;

34) Ruas jalan SP.2 Timbuolo – Sungai dengan panjang 0,7 km dan lebar 4 m;

(22)

Halaman 22 dari 78

35) Ruas jalan Bilungala – Tulabolo dengan panjang 30 km;

36) Ruas jalan SP. Bilungala – Pel. Bilungala dengan panjang 1,2 km dan lebar 4,5 m;

37) Ruas jalan SP. Bilungala PDAM – Aladi dengan panjang 2 km dan lebar 4,5 m;

38) Ruas jalan Taludaa Timur – Pinobu’a dengan panjang 2,5 km dan lebar 4 m;

39) Ruas jalan Taludaa Barat – Langgea dengan panjang 3,4 km dan lebar 4,5 m;

40) Ruas jalan Huangobotu – Lopuo dengan panjang 3,5 km dan lebar 4 m;

41) Ruas jalan Huangobotu – Dutulakiki dengan panjang 1,8 km dan lebar 4 m;

42) Ruas jalan SP.2 Bilungala – SP. Pengadilan Bilungala dengan panjang 0,2 km dan lebar 4,5 m;

43) Ruas jalan SP.1 Bilungala – SP. Mesjd Jami Bilungala dengan panjang 0,2 km dan lebar 4,5 m;

44) Ruas jalan SP.3 Bilungala – SP.6 Bilungala Luwoo dengan panjang 0,5 km dan lebar 4,5 m;

45) Ruas jalan Pel. Bilungala – Tihu dengan panjang 0,7 km dan lebar 4 m;

46) Ruas jalan SP. PLN Bilungala – SP. Pel. Bilungala dengan panjang 1,2 km dan lebar 4,5 m;

47) Ruas jalan SP. Ktr. Camat Bone Pantai – SP. Ktr. PDK Bone Pantai dengan panjang 0,1 km dan lebar 4 m;

48) Ruas jalan Taludaa Pusat – Pasar Teluk Siaga dengan panjang 1 km dan lebar 4 m;

49) Ruas jalan Taludaa Timur – Dusun Hungayokiki dengan panjang 0,5 km dan lebar 4 m;

50) Ruas jalan SP. Oluhuta (lepin) – Uluhuta-Dotuhe; 51) Ruas jalan SP.Oluhuta – Oluhuta – Oluhuta Utara;

52) Ruas jalan Tulabolo Timur – Pinogu dengan panjang 38 km dan lebar 1,5 m; dan

53) Ruas jalan Botupingge – Kabila dengan panjang 3 km.

(5) Jaringan prasarana LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas :

a. terminal penumpang tipe B terdapat di Kecamatan Suwawa dan Kecamatan Bone.

b. terminal penumpang tipe C terdapat di Kecamatan Kabila, Kecamatan Tapa dan Kecamatan Bone Raya.

(6) Jaringan layanan LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yaitu trayek angkutan umum, meliputi :

(23)

Halaman 23 dari 78

b. TML Leato – Molotabu, TML Leato – Bilungala, TML Leyato – Monano, TML Leato– Tombulilato, TML Leato – Taludaa;

c. TML 42 – Tapa – Bongopini;

d. Rencana trayek Suwawa (Pasar Minggu) – Kabila – Kota Gorontalo (RS. Lama) – Jalan Dua Susun/Pengeran Hidayat – Tapa – Bulango Timur – Kabila - Suwawa (Kantor Bupati); dan

e. Rencana trayek Tapa (Pasar Kamis) – Kota Gorontalo (RS. Lama) – Kabila – Suwawa (Kantor Bupati) – Pasar Minggu – Kabila – Bulango Timur – Tapa.

(7) Sistem jaringan LLASDP sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 huruf b, meliputi lintasan penyeberangan dalam Kabupaten yaitu Kabila Bone – Bone.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Perkeretaapian Pasal 16

Jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, melalui stasiun kereta api Popayato dan Marisa di Kabupaten Pohuwato, Tilamuta di Kabupaten Boalemo, Isimu di Kabupaten Gorontalo, stasiun utama kereta api di Kota Gorontalo, Kwandang di Kabupaten Gorontalo Utara, merupakan jaringan perkeretaapian Provinsi Gorontalo yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango yang menuju stasiun kereta api di Taludaa.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 17

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, meliputi;

a. Tatanan kepelabuhanan; dan b. Alur pelayaran.

(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. Pelabuhan Umum, yaitu Pelabuhan Kabila Bone di Kecamatan Kabila Bone (Tahap perencanaan).

b. Pelabuhan khusus/Terminal Khusus, terdiri atas :

1. Pelabuhan Perikanan Tongo di Kecamatan Bone Pantai; 2. Pelabuhan Perikanan Inengo di Kecamatan Kabila Bone; 3. Pelabuhan Perikanan Sogitia di Kecamatan Bone; dan

4. Terminal khusus penunjang sarana prasarana energi dan industri di Kecamatan Kabila Bone.

(24)

Halaman 24 dari 78

(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Botutonuo – Pulau Una-Una (Kabupaten Tojo Una-Una) - Parigi (Kabupaten Parugi Moutong) – Pagimana (Kabupaten Teluk Banggai).

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 18

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Pasal 19

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi;

a. Pembangkit tenaga listrik; dan b. Jaringan prasarana energi.

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :

a. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada wilayah-wilayah terpencil, terisolasi dan belum memiliki jaringan energi listrik yang tersebar di Kecamatan pinogu, Kecamatan Suwawa Timur ; Kecamatan Suwawa Tengah ; Kecamatan Suwawa Selatan ; Kecamatan Tilongkabila ; Kecamatan Kabila Bone ; Kecamatan Bone Pantai ; Kecamatan Bulango Ulu ; dan Kecamatan Botupingge.

b. Pembangkit Listrik Tenaga Piko Hidro Kecamatan Suwawa Timur (Desa Tulabolo), Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro dan Tenaga Hidro di Kecamatan Suwawa Timur (Desa Poduwoma), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kecamatan Bone (Desa Ilohuuwa), Pembangkit Listrik Tenaga Piko Hidro di Kecamatan Bulango Utara (Desa Kopi), Pembangkit Listrik Tenaga Hidro di Kecamatan Bulango Ulu, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) di Desa Ilohuuwa, PLTM Bulango Utara di Desa Tuloa dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kecamatan Pinogu.

c. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kecamatan Kabila Bone; d. Pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (Goethermal) di

Kecamatan Suwawa Selatan Desa Libungo dan Kecamatan Suwawa Tengah Desa Duano; dan

e. Pemanfaatan energy baru terbarukan hidro power di Kecamatan Suwawa Timur.

(25)

Halaman 25 dari 78

(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi jaringan transmisi tenaga listrik 275 Kv dan 150 Kv yang terdiri dari jaringan batas Sulawesi tengah – Molosipat – Popayato – Lemito – Motolohu – Marisa – Bumbulan – Tilamuta – Pentadu – Tangkobu - Isimu – Limboto - Gorontalo – Suwawa – Tulabolo.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 20

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, terdiri atas :

a. Sistem jaringan kabel; dan b. Sistem jaringan nirkabel.

(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu di seluruh Kecamatan di Kabupaten Bone.

(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu base transceiver station di perkotaan Tilongkabila, Suwawa, Kabila, Tapa, Botu Barani, Tombulilato, Taludaa, Tulabolo, Pinogu dan pada setiap Ibukota kecamatan yang tidak termasuk dalam pusat - pusat kegiatan.

(4) Pengelolaan sarana telekomunikasi sebagimana dimaksud pada ayat (1), mencakup sampai wilayah pelosok yang belum terjangkau jaringan telekomunikasi.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 21

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c, terdiri atas :

a. Wilayah sungai lintas provinsi;

b. Wilayah sungai lintas kabupaten/kota; c. Daerah aliran sungai;

d. Daerah irigasi; dan e. Waduk Serba Guna.

(2) Wilayah sungai lintas provinsi yang ada di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Wilayah Sungai Bolango – Bone.

(3) Wilayah sungai lintas kabupaten yang ada di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Wilayah Sungai Bone, dan Bolango.

(4) Daerah aliran sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu DAS Bolango, DAS Bone, DAS Bilungala, DAS Mamungaa Daa, DAS Monano 1, DAS Segitia Daa, DAS Tengkorak, DAS Tolotio, DAS Bangahu, DAS Iya, DAS Limboto, DAS Waluhu.

(26)

Halaman 26 dari 78

(5) Daerah irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, adalah Daerah Irigasi Lomaya, Alale dan Pilohayanga yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.

(6) Waduk serba guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 3, yaitu di Kecamatan Suwawa Timur, Bulango Utara dan Kecamatan Bulango Ulu.

Paragraf 4

Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 22

(1) Sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, meliputi :

a. tempat pembuangan akhir (TPA); b. instalasi pengolahan air limbah (IPAL); c. instalasi tinja; dan

d. sistem pengelolaan air minum (SPAM).

(2) TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan dengan pola sanitary landfill pada Kecamatan Bulango Utara dengan luas lahan kurang lebih 5 ha.

(3) IPAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikembangkan pada instalasi rumah tangga terpadu, instalasi rumah sakit, instalasi farmasi, laboratorium, perumahan, rumah makan/restoran, tempat wisata dan instalasi sejenis lainnya.

(4) Instalasi tinja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikembangkan pada wilayah dekat dengan TPA dengan luas lahan kurang lebih 2 ha.

(5) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikembangkan pada pusat-pusat permukiman dengan memanfaatkan air permukaan terutama pada kawasan pusat kegiatan wilayah, kegiatan lokal dan pusat pelayanan kawasan yang terdiri dari :

a. PKWp di Suwawa;

b. PKL di Tilongkabila dan Bone Raya; dan c. PPK di Talulobutu, dan Tombulilato

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 23

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(27)

Halaman 27 dari 78 Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 24

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), terdiri atas : a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; dan

f. kawasan lindung geologi.

Paragraf 1

Kawasan Hutan Lindung Pasal 25

1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 24 huruf a terdapat pada Kecamatan Bone (148,13 ha), Bone Pantai (2.623,84 ha), Botupingge (611,93 ha), Bulango Ulu (1.219, 66 ha), Bulango Utara (6.180,29 ha), Kabila Bone (1.884, 09 ha), Suwawa Selatan (2.853,65 ha), dan Kecamatan Suwawa Timur (407,96 ha) dengan total luasan kurang lebih 15.929,55 ha.

2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) memiliki pengaturan sebagai berikut :

a. Hutan lindung yang telah ada berdasarkan peraturan atau perundangan yang berlaku tetap dipertahankan.

b. Penggunaan lahan yang telah ada (pemukiman, sawah, tegalan, tanaman tahunan, dan lain-lain) dalam kawasan ini perlu adanya pembatasan pendirian bangunan baru untuk pemukiman, sehingga fungsi lindung yang diemban dapat dilaksanakan.

c. Penggunaan lahan yang akan mengurangi fungsi konservasi secara bertahap dialihkan fungsinya sebagai kawasan lindung sesuai kemampuan dana yang ada.

d. Penggunaan lahan baru tidak diperkenankan bila tidak menjamin fungsi lindung terhadap hidrologis, kecuali jenis penggunaan yang sifatnya tidak bisa dialihkan (menara televisi, jaringan listrik, telepon, air minum) hal tersebut tetap memperhatikan azas konservasi.

(28)

Halaman 28 dari 78 Paragraf 2

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Pasal 26

1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, yaitu kawasan resapan air.

2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat di Kecamatan Bone, Bone Pantai, Botupingge, Bulango Ulu, Bulango Utara, Kabila Bone, Suwawa Selatan dan Kecamatan Suwawa Timur.

Paragraf 3

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 27

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, terdiri atas :

a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai; c. kawasan sekitar danau/waduk; d. kawasan sekitar mata air; dan e. Kawasan ruang terbuka hijau.

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan panjang kurang lebih 60 km yang terdapat di sepanjang Pantai Kecamatan Kabila Bone, Kecamatan Bone Pantai, Kecamatan Bulawa, Kecamatan Bone Raya, dan Kecamatan Bone dengan ketentuan :

a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di sebagian wilayah Kabupaten Bone Bolango, meliputi :

a. Kawasan sekitar Sungai Bone dan anak sungainya; b. Kawasan sekitar Sungai Bolango dan anak sungainya; c. Kawasan sekitar Sungai Polanggua dan anak sungainya; d. Kawasan sekitar Sungai Bilungala dan anak sungainya; e. Kawasan sekitar Sungai Taludaa dan anak sungainya; dan f. Kawasan sekitar Sungai Tapadaa dan anak sungainya.

(4) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan ketentuan sebagai berikut :

a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;

(29)

Halaman 29 dari 78

b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepian sungai; dan

c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepian sungai.

(5) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berada di sebagian Kecamatan Suwawa di Desa Ulantha dan Kecamatan Suwawa Timur di Desa Dumbaya Bulan, serta Kecamatan Suwawa Selatan di Desa Bondawuna.

(6) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terletak di :

a. mata air di sekitar SPAM Lombongo di desa Lombongo; b. mata air di sekitar SPAM Ulantha di desa Ulantha; c. mata air di sekitar SPAM Tunggulo di desa Tunggulo; d. mata air di sekitar SPAM Meranti di desa Langge; e. mata air di sekitar SPAM Uabanga di desa Uabanga; f. mata air di sekitar SPAM Taludaa di desa Taludaa; g. mata air di sekitar SPAM Bulango Ulu di desa Mongiilo; h. mata air di sekitar SPAM Tinemba di desa Tinemba; i. mata air di sekitar SPAM Pangi di desa Pangi;

j. mata air di sekitar SPAM Tulabolo di desa Tulabolo; dan k. mata air di sekitar SPAM Buata di desa Buata.

(7) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan ketentuan lebar garis sempadan ditetapkan radius 200 m dari mata air.

(8) kawasan ruang terbuka hijau di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas :

a. ruang terbuka hijau publik; dan b. ruang terbuka hijau privat.

(9) ruang terbuka hijau publik di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a diwujudkan melalui:

a. mempertahankan ruang terbuka hijau alami, meliputi : 1) kawasan alun-alun kecamatan; dan

2) kawasan perkebunan

b. mengembangkan ruang terbuka hijau buatan yang terdiri atas lapangan olahraga, taman kota, taman desa, taman kecamatan, median jalan dan jalur pejalan kaki yang lokasinya di setiap ibukota kecamatan yang tersebar diseluruh Kabupaten Bone Bolango dan di Kawasan Siap Bangun Kecamatan Tilongkabila.

(10) ruang terbuka hijau privat sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b meliputi pekarangan rumah tinggal dan halaman perkantoran terutama kompleks perkantoran Bone Bolango.

(30)

Halaman 30 dari 78 Paragraf 4

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 28

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 24 huruf d, terdiri dari :

a. kawasan taman nasional; b. kawasan konservasi laut; dan

c. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(2) Kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di:

a. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Bone dengan luas kurang lebih 8.940,91 ha;

b. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Bone Raya dengan luas kurang lebih 69,14 ha;

c. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Bulango Ulu dengan luas kurang lebih 20.226,04 ha;

d. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Bulango Utara dengan luas kurang lebih 143,22 ha;

e. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Suwawa dengan luas kurang lebih 4.511,64 ha;

f. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Suwawa Tengah dengan luas kurang lebih 835,71 ha;

g. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Suwawa Timur dengan luas kurang lebih 69.691,32 ha; dan

h. Kawasan Taman Nasional Bogani Wartabone di Kecamatan Tilongkabila dengan luas kurang lebih 1.346,07 ha.

(3) Kawasan konservasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di pantai Olele Desa Olele Kecamatan Kabila Bone seluas kurang lebih 2.460 ha.

(4) Kawasan konservasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan untuk ditingkatkan menjadi 5000 ha secara bertahap hingga tahun 2031.

(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu berupa Makam Nani Wartabone, Makam Hubulo dan makam lainnya yang memiliki nilai historis dan budaya.

(31)

Halaman 31 dari 78 Paragraf 5

Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 29

1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 24 huruf e, meliputi :

a. rawan longsor; dan b. rawan banjir.

2) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Kecamatan Bulango Timur (kerawanan rendah 619,75 ha ; kerawanan sedang 539,37 ha ; kerawanan tinggi 23,85);

b. Kecamatan Bulango Utara (kerawanan rendah 1.294,6 ha ; kerawanan sedang 6.705,34 ha ; kerawanan tinggi 2.774,54 ha);

c. Kecamatan Bulango Ulu (kerawanan rendah 1.977,14 ha ; kerawanan sedang 13.426,06 ha ; kerawanan tinggi 10.322,34);

d. Kecamatan Bulango Selatan (kerawanan rendah 568,76 ha)

e. Kecamatan Suwawa Timur (kerawanan rendah 11.368,19 ha ; kerawanan sedang 42.848 ha ; kerawanan tinggi 28.300,18);

f. Kecamatan Suwawa Tengah (kerawanan rendah 931,88 ha ; kerawanan sedang 1.352,2 ha ; kerawanan tinggi 58,79);

g. Kecamatan Suwawa Selatan (kerawanan rendah 1.163,31 ha ; kerawanan sedang 4.190,93 ha ; kerawanan tinggi 238,07);

h. Kecamatan Suwawa (kerawanan rendah 1.154,4 ha ; kerawanan sedang 3.505,54 ha ; kerawanan tinggi 1.047,31);

i. Kecamatan Tapa (kerawanan rendah 493,25 ha ; kerawanan sedang 743,32 ha ; kerawanan tinggi 29,3);

j. Kecamatan Tilongkabila (kerawanan rendah 2.336,75 ha ; kerawanan sedang 2.377,75 ha ; kerawanan tinggi 33,89);

k. Kecamatan Kabila (kerawanan rendah 1.273,84 ha);

l. Kecamatan Kabila Bone (kerawanan rendah 1.154,4 ha ; kerawanan sedang 3.505,54 ha ; kerawanan tinggi 1.047,31);

m. Kecamatan Bulawa (kerawanan rendah 339,18 ha ; kerawanan sedang 6.522,98 ha ; kerawanan tinggi 2.264,42);

n. Kecamatan Bone Pantai (kerawanan rendah 889,05 ha ; kerawanan sedang 8.494,45 ha ; kerawanan tinggi 1.165,42);

o. Kecamatan Bone Raya (kerawanan rendah 457,25 ha ; kerawanan sedang 1.797, 7 ha ; kerawanan tinggi 3.938,38);

p. Kecamatan Bone (kerawanan rendah 835,96 ha ; kerawanan sedang 8.779,52 ha ; kerawanan tinggi 5.721,7); dan

q. Kecamatan Botupingge (kerawanan rendah 455,19 ha ; kerawanan sedang 980,31 ha ; kerawanan tinggi 162,41).

3) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) dapat ditangani dan dikelola melalui;

a. pengawasan dan pengendalian pembangunan perumahan baru di kawasan rawan longsor;

b. kepadatan bangunan diarahkan dengan kepadatan rendah;

(32)

Halaman 32 dari 78

aktivitas kawasan, diarahkan kurang dari 30 unit per hektar dengan luas lantai bangunan kurang dari 100 m2.

4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) huruf b, meliputi :

a. sebagian Kecamatan Bulango Timur (desa Bulotalangi, Bulotalangi Barat, Bulotalangi Timur, Popodu dan desa Toluwaya);

b. sebagian Kecamatan Bulango Utara (desa Bandungan, Boidu, Kopi, Lomaya, Sukadamai dan desa Tupa);

c. sebagian Kecamatan Tapa (desa Dunggala, Kramat, Langge, Talulobutu, Talulobutu Selatan dan desa Talumopatu);

d. sebagian Kecamatan Bulango Selatan (desa Ayula Selatan, Ayula Tilango, Ayula Timur, Ayula Utara, Huntu Selatan, Huntu Utara, Lamahu, Mekar Jaya, Sejahtera dan desa Tinelo Ayula);

e. sebagian Kecamatan suwawa (desa Boludawa, Bube, Bube Baru, Bubeya, Tinelo, Tingkohobu, Tingkohobu Timur dan desa Ulanta);

f. sebagian Kecamatan Suwawa Selatan (desa Bondawuna, Bonde Raya, Bonedaa, Bulontala, Bulontala Timur, Libungo, Molintogupo dan desa Pancuran);

g. sebagian Kecamatan Suwawa Timur (desa Dumbaya Bulan, Panggulo, Poduoma, Tilangobula, Tulabolo dan desa Tulabolo Timur);

h. sebagian Kecamatan Suwawa Tengah (desa Alale, Duano, Lombongo, Lompotoo, Tapadaa dan desa Tolomato);

i. sebagian Kecamatan Kabila Bone (desa Oluhuta);

j. sebagian Kecamatan Bulawa (desa Kaidundu Barat, Mamungaa Timur dan desa Nyiur Hijau);

k. sebagian Kecamatan Bone Pantai (desa Lembah Hijau, Tamboo dan desa Tolotio);

l. sebagian Kecamatan Bone Raya (desa Mootayu);

m. sebagian Kecamatan Bone (desa Bilolantunga, Cendana Putih, Inogaluma, Masiaga, Molamahu, Monano, Muara Bone, Sogitia, Taludaa, Tumbuh Mekar dan desa Waluhu);

n. sebagian Kecamatan Botupingge (desa Buata, Luwohu, Panggulo, Panggulo Barat, Tanah Putih, Timbuolo, Timbuolo Tengah dan desa Timbuolo Timur);

o. sebagian Kecamatan Kabila (desa Dutohe, Dutohe Barat, Oluhuta, Oluhuta Utara, Padengo, Pauwo, Poowo, Poowo Barat, Talango, Tanggilingo, Toto Selatan dan desa Tumbihe); dan

p. sebagian Kecamatan Tilongkabila (Bongopini, Mootilango, Permata, Tamboo dan desa Tunggulo Selatan).

5) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (4) ditangani dan dikelola melalui;

a. pengupayaan tidak peruntukkan sebagai kawasan permukiman;

b. pembatasan kegiatan yang dapat merusak dan/atau mempengaruhi kelancaran sistem drainase;

c. pemantapan kawasan lindung; d. reboisasi dengan tanaman khusus;

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Metode ini dipilih untuk menyampaikan beberapa aspek yang meliputi: Dampak limbah ternak terhadap lingkungan, instalasi biogas, pupuk organik, nilai ekonomis limbah ternak,

Hubungan Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Pelanggan Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, maka diperoleh gambaran bahwa variabel orang yang memiliki nilai tertinggi

Melalui video pembelajaran, tanya jawab, dan penugasan, peserta didik dapat Menyebutkan, Mengklasifikasi dan menerapkan interaksi lisan dan tulis untuk menggunakan

Ada hubungan signifikan antara pengetahuan dan konsistensi penggunaan kondom, sementara tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan, lama menjadi WPS,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Pemberdayaan Psikologis, mengetahui bagaimana pengaruh

OPTIMASI WAKTU DESTILASI UAP PERKOLASI DAN PENGERINGAN DAUN PADA ISOLASI MINYAK ATSIRI DAUN TESPONG (Oenanthe javanica) SERTA UJI AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN

Berdasarkan rata-rata persentase mortalitas serangga, isolat yang memiliki tingkat virulensi yang relatif lebih tinggi dari yang lainnya adalah isolat dari UGM dengan hasil