• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN

Konstruksi dan Bangunan

Pd. T-XX-2005-B

Perancangan Teknik Jalan

(2)

Daftar isi

Daftar isi ... i

Daftar tabel ... iii

Prakata ... iv

Pendahuluan ... v

1 Ruang lingkup ... 1

2 Acuan normatif ... 1

3 Istilah dan definisi ... 2

4 Ketentuan umum ... 4

5 Ketentuan teknis ... 5

5.1 Jenis perancangan teknik ... 5

5.1.1 Perancangan teknik jalan baru ... 5

5.1.2 Perancangan teknik peningkatan jalan (dengan pelebaran) ... 6

5.1.3 Perancangan teknik peningkatan jalan (tanpa pelebaran) ... 6

5.1.4 Perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan ... 7

5.2 Pengumpulan data sekunder dan survai pendahuluan ... 8

5.3 Pengumpulan data primer ... 10

5.4 Analisis data lapangan ... 22

5.4.1 Analisis data topografi ... 22

5.4.2 Analisis data hasil inventarisasi jalan... 22

5.4.3 Analisis / kajian lalu-lintas ... 23

5.4.4 Analisis data kondisi perkerasan ... 23

5.4.5 Analisis data geoteknik dan geologi... 24

5.4.6 Analisis data hodrologi dan hidrolika... 24

5.5 Perancangan teknik ... 24

5.5.1 Komponen perancangan teknik jalan... 24

5.5.2 Desain geometri ... 25

5.5.3 Desain pondasi / badan jalan dan stabilitas jalan... 25

5.5.4 Desain perkerasan ... 26

5.5.5 Desain drainase... 29

5.5.6 Desain simpang... 30

5.5.7 Desain bangunan pelengkap jalan, pengaman jalan, struktur non jembatan ... 32

(3)

5.5.9 Desain lansekap jalan ... 32

5.6 Gambar rencana ... 33

5.7 Perhitungan kuantitas ... 34

5.8 Perkiraan biaya ... 34

5.9 Penyiapan dokumen lelang ... 34

5.10 Matrik kegiatan perancangan teknik jalan baru, peningkatan jalan dan pemeliharaan berkala jalan ... 35

5.10.1 Kegiatan utama perancangan teknik ... 35

5.10.2 Kegiatan utama pengumpulan data sekunder... 36

5.10.3 Kegiatan utama survai lalu-lintas ... 36

5.10.4 Kegiatan utama survai geoteknik dan geologi... 36

5.10.5 Kegiatan utama survai perkerasan ... 37

5.10.6 Kegiatan utama survai material ... 37

5.10.7 Metoda desain tebal perkerasan... 39

6 Cara pengerjaan ... 39

7 Pelaporan ... 40

Lampiran A Kedudukan Final engineering design pada proyek jalan ... 44

Lampiran B Bagan alir proses perancangan teknik jalan... 45

Lampiran C Bagan alir proses perancangan tebal perkerasan lentur - cara Analisa Komponen ... 46

Lampiran D Bagan alir prosedur perancangan tebal perkerasan lentur - cara AASHTO 1993 ... 47

Lampiran E Bagan alir prosedur perancangan tebal perkerasan lentur - cara RDS ... 48

Lampiran F Bagan alir prosedur perancangan tebal perkerasan kaku - cara AASHTO 1993 ... 49

Lampiran G Daftar nama dan lembaga ( informatif ) ... 50

(4)

Daftar tabel

Tabel 1 Ketentuan pengukuran melintang ... 12

Tabel 2 Penggolongan kendaraan ... 15

Tabel 3 Penentuan nilai RCI berdasarkan jenis permukaan dan kondisi secara visual.. 17

Tabel 4 Pengujian lapangan ... 19

Tabel 5 Pengujian tanah di laboratorium ... 19

Tabel 6 Pengujian / pemeriksaan material di lapangan dan laboartorium ... 21

Tabel 7 Parameter kriteria desain geometri ... 25

Tabel 8 Parameter desain perkerasan lentur cara Analisa Komponen ... 27

Tabel 9 Parameter desain perkerasan lentur cara AASHTO 1993 ... 28

Tabel 10 Parameter desain perkerasan kaku cara AASHTO 1993 ... 28

Tabel 11 Parameter desain drainase ... 29

Tabel 12 Kegiatan utama perancangan teknik ... 35

Tabel 13 Kegiatan utama pengumpulan data sekunder ... 36

Tabel 14 Kegiatan utama survai lalu-lintas ... 36

Tabel 15 Kegiatan utama survai geoteknik dan geologi ... 37

Tabel 16 Kegiatan utama survai geoteknik ... 37

Tabel 17 Kegiatan utama survai perkerasan ... 38

Tabel 18 Kegiatan utama survai material ... 38

Tabel 19 Metoda / design system perhitungan tebal perkerasan lentur ... 39

(5)

Prakata

Pedoman Perancangan Teknik Jalan ini dipersiapkan oleh Sub Panitia Teknik Bidang Prasarana Transportasi, melalui Gugus Kerja Bidang Teknik Lalu-lintas dan Geometri dan Gugus Kerja Bidang Perkerasan Jalan. Pedoman ini diprakarsai oleh Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Departemen Pekerjaan Umum. Pedoman Perancangan Teknik Jalan ini dibuat untuk mendapatkan konsep perancangan dalam gambar dan dokumen yang terpadu, sehingga dapat menjadi pegangan pada waktu pelaksanaan pembangunan di lapangan. Hasil dari perancangan teknik adalah mencakup terutama kumpulan Gambar Rencana, Daftar Kuantitas dan Harga, Dokumen teknik yang dapat memberikan gambaran produk yang ingin diwujudkan serta Dokumen lelang untuk keperluan pelelangan pekerjaan. Dalam pedoman ini dibatasi jenis kegiatan dari Pengumpulan data lapangan, Analisa data lapangan, Perancangan teknik sampai dengan Penggambaran dan Perhitungan kuantitas dan harga pekerjaan serta Penyiapan dokumen lelang.

Pedoman ini disusun dalam rangka mewujudkan pembangunan jalan yang efektif di Indonesia, sehingga dapat mendorong terciptanya optimalisasi dan efisiensi anggaran pembangunan melalui suatu teknik perancangan yang terstruktur dan terukur.

Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam penyusunan perancangan teknik jalan.

Pedoman ini telah mengakomodasi masukan dari Perguruan Tinggi, Asosiasi Profesi, Intansi Pusat / Daerah, anggota Gugus Kerja Bidang Teknik Bidang Lalu-lintas dan Geometri, anggota Gugus Kerja Bidang Perkerasan Jalan, anggota Sub Panitia Teknik Bidang Prasarana Transportasi dan anggota Panitia Teknik Bidang Konstruksi dan Bangunan. Tata cara penulisan pedoman ini mengacu pada pedoman dari Badan Standardisasi Nasional No. 8 tahun 2000.

(6)

Pendahuluan

Departemen Pekerjaan Umum, adalah institusi pemerintah yang mempunyai wewenang dan tanggung-jawab dalam pengembangan prasarana jalan.

Pada saat ini tingkat pelayanan jalan dirasa masih kurang, sehingga pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan serta pemeliharaan berkala jalan perlu direncanakan dengan matang agar dapat menghasilkan suatu perancangan yang memenuhi persyaratan / aspek kriteria desain (geometri, perkerasan, drainase, struktur, penerangan jalan umum, rambu, marka, lampu isyarat), ramah lingkungan serta efisien.

Kebutuhan akan prasarana jalan yang baik merupakan sesuatu yang diharapkan oleh masyarakat dan merupakan faktor penunjang lancarnya perekonomian.

Pedoman ini pada dasarnya adalah dipergunakan untuk penyiapan perancangan teknik jalan baru, perancangan peningkatan jalan, perancangan pemeliharaan berkala jalan, yang diharapkan dapat berguna bagi unit pelaksanaan kegiatan pembangunan di Indonesia. Pedoman Teknik ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak Perancang maupun Pelaksana dalam pembangunan dan pengembangan jalan.

(7)

Perancangan Teknik Jalan

1

Ruang lingkup

Pedoman perancangan teknik jalan ini memuat ketentuan umum, ketentuan teknis dan cara pengerjaan perancangan teknik jalan serta pelaporan, dan juga mencakup hal-hal yang terkait dengan perancangan jalan, sebagai berikut :

a. Kegiatan utama perancangan teknik :

- Pengumpulan data sekunder dan survai pendahuluan (reconnaissance survey); - Survai detail / survai primer;

- Analisis data lapangan; - Desain / perhitungan teknis; - Penyiapan gambar rencana; - Perhitungan kuantitas; - Perkiraan biaya;

- Penyiapan dokumen lelang. b. Jenis / kelompok perancangan teknik

Perancangan teknik dikelompokkan kedalam tiga bagian / kelompok tata-cara yang dibedakan dalam ruang lingkup kegiatannya, yaitu :

- Perancangan teknik jalan baru;

- Perancangan teknik peningkatan jalan, yang masih dibagi lagi menjadi dua sub-kelompok, karena terdapat perbedaan dalam ruang lingkup kegiatannya, yaitu peningkatan jalan dengan pelebaran dan peningkatan jalan tanpa pelebaran;

- Perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan.

2

Acuan normatif

- Undang-Undang RI Nomor : 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan AngkutanJalan; - Undang-Undang RI Nomor : 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

- Undang-Undang RI Nomor : 38 Tahun 2004 tentang Jalan; - Peraturan Pemerintah RI Nomor : 26 Tahun 1985 tentang Jalan;

- Peraturan Pemerintah RI Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas; - Peraturan Pemerintah RI Nomor : 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional (RTRWN);

- SNI No. 03-1743-1989, Kegiatan DCP;

- SNI No. 03-2416-1991, Pelaksanaan kegiatan Benkelman Beam; - SNI No. 03-2442-1991, Spesifikasi kereb beton untuk jalan; - SNI No. 03-2447-1991, Spesifikasi trotoar;

- SNI No. 03-3424-1994, Standar perencanaan drainase permukaan jalan; - SNI No. 03-2444-2002, Spesifikasi bukaan pemisah jalur (separator); - RSNI No. T-14-2004, Geometri jalan perkotaan;

- Standar No. 031/T/BM/1999/SK.No.76/KPTS/Db/1999, Tata-cara perencanaan geometri jalan perkotaan;

- Pd.T-01-2002-B, Pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur; - Pd.T-14-2003, Perencanaan perkerasan jalan beton semen; - Pd.T-12-2004-B, Marka jalan;

- Pd.T-13-2004-B, Pedoman penempatan utilitas pada daerah milik jalan; - Pd.T-15-2004-B, Perencanaan separator jalan;

- Pd.T-16-2004-B, Survai inventarisasi geometri jalan perkotaan; - Pd.T-17-2004-B, Perencanaan median jalan;

(8)

- Pd.T-19-2004-B, Survai pencacahan lalu lintas dengan cara manual; - Pd.T-20-2004-B, Perencanaan bundaran untuk persimpangan sebidang; - Pd.T-21-2004-B, Survai kondisi rinci jalan beraspal di perkotaan;

- American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), 1993, Guide for Design of Pavement Structures;

- American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), 2001, A Policy on geometric design of highways and streets;

- ASTM D 4719, Pengeboran;

- Federal Highway Authority (FHWA) No. RD-00-067, Roundabout : an Informational Guide;

3

Istilah dan definisi

3.1

bahu jalan

bagian ruang manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat dan untuk pendukung samping bagi lapisan pondasi bawah, pondasi atas dan permukaan.

3.2

catchment area

daerah tangkapan air atau daerah yang berpengaruh terhadap desain debit banjir rencana.

3.3

Equivalent Single Axle Load (ESAL)

jumlah repetisi kendaraan pada lajur lalu-lintas selama umur rencana yang tergantung kepada jumlah lalu lintas harian rata-rata, pertumbuhan lalu-lintas dan Vehicle Damage Factor.

3.4

jalur lalu lintas

bagian jalur jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor.

3.5

jalur tepian

bagian dari median yang ditinggikan atau separator yang berfungsi memberikan ruang bebas bagi kendaraan yang berjalan pada jalur lalu lintasnya .

3.6

kecepatan rencana

kecepatan yang dipilih untuk mengikat komponen perencanaan geometri dalam kilometer per jam (km/h).

3.7 lajur

bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan selain sepeda motor.

3.8

lalu-lintas harian rata-rata

volume lalu lintas rata-rata selama satu tahun, yang didapat dari pengukuran selama beberapa hari dibagi dengan jumlah harinya.

(9)

3.9

lendutan balik dengan Benkelman Beam Test

survai perkerasan jalan untuk mengetahui lendutan perkerasan yang ada dengan alat Benkelman Beam.

3.10

median jalan

bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan dengan bentuk memanjang sejajar jalan terletak disumbu / tengah jalan, dimaksudkan untuk memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan, median jalan dapat berbentuk median yang ditinggikan (raised), median yang diturunkan (depressed), atau median datar (flush).

3.11

pemeriksaan daya dukung tanah dasar dengan alat DCP

survai untuk mengetahui daya dukung tanah dasar dengan DCP (Dynamic Cone Penetrometer).

3.12

perancangan teknik jalan baru

merupakan perancangan teknik jalan termasuk komponen dan atau bangunan pelengkapnya dimana trasenya adalah route baru terpilih dari hasil kajian teknis dan biaya / studi kelayakan.

3.13

perancangan teknik peningkatan jalan

terdiri atas perancangan peningkatan jalan dengan pelebaran (capacity expansion) dan peningkatan struktur jalan, perancangan peningkatan jalan dengan pelebaran (capacity expansion) merupakan perancangan jalan dimana dalam hasil analisis lalu-lintas diperlukan penambahan lajur lalu-lintas untuk meningkatkan kapasitas jalan, perancangan peningkatan struktur jalan merupakan perancangan jalan dimana dalam hasil analisis diperlukan peningkatan kekuatan struktur perkerasan untuk mencapai umur jalan yang direncanakan tetapi tidak diperlukan penambahan lajur lalu-lintas.

3.14

perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan

merupakan perancangan jalan dimana tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan kondisi perkerasan jalan menjadi seperti semula agar jalan tersebut mempunyai tingkat ke-mampu-layanan dalam batas yang diijinkan.

3.15

stabilitas badan jalan

stabilitas badan jalan harus aman terhadap gerakan tanah atau longsoran yang dapat terjadi akibat pembangunan jalan.

3.16

stabilitas lereng

stabilitas lereng harus memberikan hasil desain dan informasi tentang berapa tinggi maksmum dan kemiringan lereng desain galian dan atau timbunan yang aman dari keruntuhan.

(10)

3.17

survai kondisi permukaan

survai yang dilakukan untuk mengetahui kekasaran jalan atau kondisi permukaan berupa Road Condition Index (RCI) perkerasan yang ada.

3.18

survai lalu-lintas

survai lalu-lintas bertujuan untuk mengetahui kondisi lalu-lintas, kecepatan kendaraan rata-rata, menginventarisasi jenis/golongan kendaraan yang ada, menginventarisasi jumlah setiap jenis kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu dalam satuan waktu, serta survai beban gandar, sehingga dapat dihitung lalu-lintas harian rata-rata dan traffic design sebagai dasar perancangan jalan.

3.19

survai pendahuluan (reconnaissance survey)

survai yang dilakukan pada awal pekerjaan dilokasi pekerjaan, yang bertujuan untuk memperoleh data awal sebagai bagian penting bahan kajian teknik dan bahan untuk pekerjaan selanjutnya, survai ini diharapkan mampu memberikan saran dan bahan pertimbangan terhadap survai detail lanjutan.

3.20

umur rencana

parameter perencanaan perkerasan jalan yang menunjukkan masa layan jalan tersebut dari awal jalan dibuka/dioperasikan sampai dengan tingkat kemampu-layanan jalan menurun sampai batas yang diijinkan.

3.21

Vehicle Damage Factor (VDF)

angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal/ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).

4

Ketentuan umum

1) Perencanaan harus berdasarkan pada suatu prosedur yang memberikan jaminan keamanan dan dampak lingkungan pada tingkat yang wajar, dan kekuatan yang dapat diterima untuk mencapai suatu tingkat kemampu-layanan selama umur rencana.

2) Perencanaan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam kriteria desain, meliputi kriteria desain geometri, kriteria desain perkerasan, kriteria desain drainase, kriteria desain struktur, kriteria desain penerangan jalan umum, kriteria desain rambu, marka dan lampu isyarat.

3) Data dan survai yang diperlukan dalam perancangan teknik meliputi : - pengumpulan data sekunder;

- survai pendahuluan;

- survai detail / primer : topografi, inventarisasi jalan dan jembatan, survai lalu-lintas, survai kondisi perkerasan, survai geoteknik dan geologi, survai matrerial, survai hidrologi dan hidrolika (sesuai jenis dan kebutuhan perencanaan).

(11)

4) Output dari perancangan teknik, terdiri atas :

- hasil perancangan teknik : desain geometri, badan jalan dan stabilitas jalan, perkerasan jalan, drainase, simpang, bangunan pelengkap jalan, rambu dan marka serta lampu, lansekap jalan (sesuai jenis dan kebutuhan perencanaan);

- gambar rencana;

- perkiraan kuantitas pekerjaan;

-

perkiraan biaya konstruksi;

-

dokumen lelang.

5

Ketentuan teknis

5.1 Jenis perancangan teknik

5.1.1 Perancangan teknik jalan baru

Kegiatan utama dan tahapan dalam perancangan teknik jalan baru, jika tidak ditentukan lain oleh Pengguna Jasa, diberikan dalam urutan kegiatan sebagai berikut :

1) Pengumpulan data sekunder dan survai pendahuluan (reconnaissance survey) 2) Survai detail / survai primer meliputi :

a). Pengukuran topografi; b). Inventarisasi jalan; c). Survai lalu-lintas;

d). Survai geoteknik dan geologi; e). Survai material konstruksi; f). Survai hidrologi dan hidrolika; g). Survai utilitas umum.

3) Analisis data lapangan, meliputi : a). Analisis data topografi;

b). Analisis data hasil inventarisasi jalan; c). Analisis / kajian lalu-lintas;

d). Analisis data geoteknik dan geologi; e). Analisis data hidrologi dan hidrolika. 4) Desain / perhitungan teknik, meliputi :

a). Desain geometri;

b). Desain pondasi / badan jalan dan stabilitas jalan; c). Desain perkerasan jalan;

d). Desain drainase; e). Desain simpang;

f). Desain bangunan pelengkap jalan (termasuk bangunan fasilitas untuk utilitas), pengaman jalan, struktur non jembatan;

g). Desain rambu dan marka jalan serta lampu isyarat; h). Desain lansekap jalan.

5) Penyiapan gambar rencana. 6) Perhitungan kuantitas. 7) Perkiraan biaya.

(12)

5.1.2 Perancangan teknik peningkatan jalan (dengan pelebaran)

Kegiatan utama dan tahapan dalam perancangan teknik peningkatan jalan (dengan pelebaran), jika tidak ditentukan lain oleh Pengguna Jasa, diberikan dalam urutan kegiatan sebagai berikut :

1) Pengumpulan data sekunder dan survai pendahuluan (reconnaissance survey). 2) Survai detail/survai primer meliputi :

a). Pengukuran topografi; b). Inventarisasi jalan; c). Survai lalu-lintas;

d). Survai kondisi perkerasan jalan; e). Survai geoteknik dan geologi; f). Survai material konstruksi; g). Survai hidrologi dan hidrolika; h). Survai utilitas umum.

3) Analisis data lapangan, meliputi : a). Analisis data topografi;

b). Analisis data hasil inventarisasi jalan; c). Analisis / kajian lalu-lintas;

d). Analisis data kondisi perkerasan; e). Analisis data geoteknik dan geologi; f). Analisis data hidrologi dan hidrolika; 4) Desain/perhitungan teknik, meliputi :

a). Desain geometri;

b). desain pondasi / badan jalan dan stabilitas jalan; c). Desain perkerasan jalan;

d). Desain drainase; e). Desain simpang;

f). Desain bangunan pelengkap jalan (termasuk bangunan fasilitas untuk utilitas), pengaman jalan, struktur non jembatan;

g). Desain rambu dan marka jalan serta lampu isyarat; h). Desain lansekap jalan.

5) Penyiapan gambar rencana. 6) Perhitungan kuantitas. 7) Perkiraan biaya.

8) Penyiapan dokumen lelang.

5.1.3 Perancangan teknik peningkatan jalan (tanpa pelebaran)

Kegiatan utama dan tahapan dalam perancangan teknik peningkatan jalan (tanpa pelebaran), jika tidak ditentukan lain oleh Pengguna Jasa, diberikan dalam urutan kegiatan sebagai berikut :

1) Pengumpulan data sekunder dan survai pendahuluan (reconnaissance survey); 2) Survai detail / survai primer meliputi :

a). Pengukuran topografi; b). Inventarisasi jalan; c). Survai lalu-lintas;

(13)

e). Survai geoteknik dan geologi; f). Survai material konstruksi; g). Survai hidrologi dan hidrolika. 3) Analisis data lapangan, meliputi :

a). Analisis data topografi;

b). Analisis data hasil inventarisasi jalan; c). Analisis / kajian lalu-lintas;

d). Analisis data kondisi perkerasan; e). Analisis data geoteknik dan geologi; f). Analisis data hidrologi dan hidrolika. 4) Desain/perhitungan teknik, meliputi :

a). Desain geometri;

b). Desain pondasi / badan jalan dan stabilitas jalan; c). Desain perkerasan jalan;

d). Desain drainase; e). Desain simpang;

f). Desain bangunan pelengkap jalan (termasuk bangunan fasilitas untuk utilitas), pengaman jalan, struktur non jembatan;

g). Desain rambu dan marka jalan serta lampu isyarat; h). Desain lansekap jalan.

5) Penyiapan gambar rencana. 6) Perhitungan kuantitas. 7) Perkiraan biaya.

8) Penyiapan dokumen lelang.

5.1.4 Perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan

Kegiatan utama dan tahapan dalam perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan, jika tidak ditentukan lain oleh Pengguna Jasa, diberikan dalam urutan kegiatan sebagai berikut : 1) Pengumpulan data sekunder dan survai pendahuluan (reconnaissance survey)

2) Survai detail / survai primer meliputi : a). Pengukuran topografi;

b). Inventarisasi jalan; c). Survai lalu-lintas;

d). Survai kondisi perkerasan jalan. 3) Analisis data lapangan, meliputi :

a). Analisis data topografi;

b). Analisis data hasil inventarisasi jalan; c). Analisis / kajian lalu-lintas;

d). Analisis data kondisi perkerasan. 4) Desain / perhitungan teknik, meliputi :

a). Desain perkerasan jalan; b). Desain drainase;

c). Desain bangunan pelengkap jalan, pengaman jalan, struktur non jembatan; d). Desain rambu dan marka jalan serta lampu isyarat.

(14)

6) Perhitungan kuantitas. 7) Perkiraan biaya.

8) Penyiapan dokumen lelang.

5.2 Pengumpulan data sekunder dan survai pendahuluan

1) Umum

a) Pengumpulan data sekunder bertujuan untuk :

- mempersiapkan dan mengumpulkan data-data awal;

- menetapkan desain sementara dari data awal untuk dipakai sebagai panduan survai pendahuluan;

- menetapkan ruas jalan yang akan disurvai.

b) Survai pendahuluan (reconnaissance survey) dilakukan pada awal pekerjaan di lokasi pekerjaan, untuk memperoleh data awal sebagai bagian penting bahan kajian teknik dan bahan untuk pekerjaan selanjutnya. Survai ini diharapkan mampu memberikan saran dan bahan pertimbangan terhadap survai detail lanjutan.

2) Pengumpulan data sekunder

Jenis kegiatan dan ketentuan teknik pengumpulan data sekunder ini meliputi : a) Mempersiapkan peta-peta dasar berupa :

i) Peta tata guna lahan;

ii) Peta topografi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25.000 atau yang lebih besar; iii) Peta geologi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25.000

b) Membuat estimasi panjang jalan, jumlah dan panjang jembatan, box culvert / gorong-gorong dan bangunan pelengkap jalan lainya yang mungkin akan terdapat pada route jalan tersebut.

c) Melakukan koordinasi dan konfirmasi dengan instansi terkait.

d) Mengumpulkan dan mempelajari laporan-laporan yang berkaitan dengan wilayah yang dipengaruhi atau mempengaruhi jalan yang akan direncanakan.

e) Mengumpulkan data sekunder minimal meliputi :

i) Data kelas, fungsi dan status jalan yang akan didesain;

ii) Data volume lalu-lintas minimal 5 tahun terakhir dari koridor ruas jalan yang mewakili;

iii) Data pertumbuhan lalu-lintas minimal 5 tahun terakhir dari koridor ruas jalan yang mewakili;

iv) Data vehicle damage factor yang dianggap mewakili; v) Data curah hujan minimal 10 tahun terakhir;

vi) Data tata guna tanah / lahan.

3) Survai pendahuluan (reconnaissance survey)

Jenis kegiatan dan ketentuan teknik survai pendahuluan ini meliputi : a) Diskusi perencanaan di lapangan

Mendiskusikannya dan membuat usulan perencanaan di lapangan bagian demi bagian, membuat sketsa dilengkapi catatan-catatan dan kalau perlu membuat tanda di lapangan berupa patok serta dilengkapi foto-foto penting dan identitasnya masing-masing yang akan difinalkan di kantor sebagai bahan penyusunan laporan setelah kembali.

(15)

b) Reconnaissance survey geometri

i) Menentukan awal proyek dan akhir proyek yang tepat untuk mendapatkan overlaping yang baik dan memenuhi syarat geometri. Pada penentuan titik awal dan titik akhir pekerjaan, diwajibkan mengambil data sejauh 200 m sebelum titik awal dan 200 m setelah titik akhir pekerjaan.

ii) Mengidentifikasi medan secara stationing/urutan jarak dengan mengelompokkan kondisi : medan datar, perbukitan, pegunungan/bukit curam dalam bentuk tabelaris.

iii) Mengidentifikasi atau memperkirakan secara tepat penerapan desain geometri (alinyemen horisontal maupun vertikal) dengan melakukan pengukuran-pengukuran secara sederhana dan benar dan membuat sketsa desain alinyemen horisontal maupun vertikal secara khusus untuk lokasi-lokasi yang dianggap sulit untuk memastikan trase yang dipilih akan dapat memenuhi persyaratan geometri. iv) Di dalam penarikan perkiraan desain alinyemen horizontal dan vertikal harus sudah diperhitungkan dengan cermat sesuai dengan kebutuhan perencanaan untuk lokasi-lokasi : galian / timbunan, bangunan pelengkap jalan, gorong-gorong dan jembatan (oprit jembatan), persimpangan yang bisa terlihat dengan dibuatnya sketsa-sketsa serta tabelaris di lapangan dari identifikasi kondisi lapangan secara stasioning dari awal sampai akhir proyek.

v) Di lapangan harus diberi tanda berupa patok atau tanda khusus sepanjang daerah rencana dengan interval 50 m untuk memudahkan tim pengukuran. vi) Pembuatan foto-foto penting untuk pelaporan dan panduan dalam melakukan

survai detail selanjutnya. c) Reconnaissance survey topografi

i) Menentukan awal dan akhir pengukuran serta pemasangan patok beton Bench Mark (BM) di awal dan akhir proyek;

ii) Mengamati kondisi topografi;

iii) Mencatat daerah-daerah yang yang akan dilakukan pengukuran khusus serta, morpologi dan lokasi yang perlu dilakukan perpanjangan koridor;

iv) Membuat rencana kerja untuk survai detail pengukuran;

v) Menyarankan posisi patok Bench Mark pada lokasi / titik yang akan dijadikan referensi.

d) Reconnaissance survey geoteknik dan geologi

i) Mengamati secara visual kondisi lapangan yang berkaitan dengan karakteristik dan sifat tanah dan bantuan.

ii) Memberikan rekomendasi berkaitan dengan rencana jembatan yang akan dipilih yang berada pada ruas jalan rencana.

iii) Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi khusus (rawan longsor, dll). iv) Mencatat lokasi yang akan dilakukan pengeboran maupun untuk test pit. v) Membuat rencana kerja untuk tim survai detail.

(16)

i) Untuk perencanaan jalan baru perlu dicatat data lokasi / Sta. perkiraan lokasinya apa sudah sesuai dengan geometri dengan rencana jenis konstruksi dan dimensi yang diperlukan.

ii) Untuk lokasi yang sudah ada eksisting perlu dibuatkan inventarisasinya dengan lengkap, jenis konstruksi, dimensi, kondisi serta mengusulkan penanganan yang diperlukan.

iii) Untuk lokasi yang ada aliran airnya perlu dicatat tinggi muka air normal, muka air banjir tertinggi yang pernah terjadi serta adanya tanda-tanda / gejala erosi yang dilengkapi dengan sketsa lokasi, morfologi serta karakter aliran sungai.

iv) Membuat sketsa dan kalau perlu foto-foto beserta catatan-catatan khusus serta saran-saran yang berguna dijadikan panduan dalam pengambilan data untuk perencanaan pada waktu melakukan survai detail nanti dan pengaruhnya terhadap keamanan / kestabilan.

f) Reconnaissance survey hidrologi / hidrolika

i) Mengumpulkan informasi sumber perolehan data curah hujan. ii) Menganalisa awal luas daerah tangkapan (catchment area).

iii) Mengamati kondisi terrain pada daerah tangkapan sehubungan dengan bentuk dan kemiringan yang akan mempengaruhi pola aliran.

iv) Mengamati karakter aliran sungai / morfologi yang mungkin berpengaruh terhadap konstruksi dan saran-saran yang diperlukan untuk menjadi pertimbangan dalam perencanaan berikut.

v) Mengamati tata guna lahan.

vi) Menginventarisasi awal bangunan drainase eksisting. vii) Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi penting.

5.3 Pengumpulan data primer

1) Pengukuran topografi

Tujuan pengukuran topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data koordinat dan ketinggian permukaan tanah sepanjang rencana trase jalan di dalam koridor yang ditetapkan untuk penyiapan peta topografi, yang akan digunakan untuk perencanaan geometri jalan.

Jenis kegiatan dan ketentuan teknik pengukuran topografi ini meliputi : a) Pemasangan patok-patok

i) Patok-patok BM harus dibuat dari beton dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm atau pipa pralon ukuran 4 inci yang diisi dengan adukan beton dan diatasnya dipasang neut.

ii) Patok BM dipasang setiap 1 km.

iii) Patok BM dipasang / ditanam dengan kuat, bagian yang tampak diatas tanah setinggi 20 cm, dicat warna kuning, diberi lambang Pekerjaan Umum, notasi dan nomor BM dengan warna hitam.

(17)

v) Patok BM yang sudah terpasang, kemudian difoto sebagai dokumentasi yang dilengkapi dengan nilai koordinat serta elevasi.

vi) Untuk setiap titik poligon dan sipat datar harus digunakan patok kayu yang cukup keras lurus, dengan diameter sekitar 5 cm, panjang sekurang-kurangnya 50 cm, bagian bawah diruncingkan, bagian atas diratakan diberi paku, ditanam dengan kuat, bagian yang masih nampak diberi nomor dan cat warna merah, dipasang pada tepi terluar kiri dan kanan. Dalam keadaan khusus, perlu ditambahkan patok bantu.

vii) Untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya, pada daerah sekitar patok diberi tanda-tanda khusus.

viii) Pada lokasi-lokasi khusus dimana tidak mungkin dipasang patok, misalnya di atas permukaan jalan beraspal atau di atas permukaan batu, maka titik-titik poligon dan sipat datar ditandai dengan paku seng dilingkari cak kuning dan diberi nomor.

b) Pengukuran titik kontrol horisontal

i) Pengukuran titik kontrol horisontal dilakukan dengan sistem poligon, dan semua titik ikat (BM) harus dijadikan sebagai titik poligon.

ii) Sisi poligon atau jarak antara titik poligon maksimum 100 meter, diukur dengan meteran atau dengan alat ukur secara optis ataupun elektronis.

iii) Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur theodolit ketelitian baca dalam detik disarankan untuk menggunakan theodolit jenis T2 atau yang setingkat.

iv) Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal dan titik akhir pengukuran dan untuk setiap interval ± 5 km di sepanjang trase yang diukur. Apabila pengamatan matahari tidak bisa dilakukan, disarankan menggunakan alat GPS Portable (Global Positioning System). Setiap pengamatan matahari harus dilakukan dalam 2 seri.

c) Pengukuran titik kontrol vertikal

i) Pengukuran ketinggian dilakukan dengan cara 2 kali berdiri / pembacaan pergi-pulang.

ii) Pengukuran sipat datar harus mencakup semua titik pengukuran (poligon, sipat datar, dan potongan melintang) dan titik BM.

iii) Rambu-rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik, berskala benar, jelas dan sama.

iv) Pada setiap pengukuran sipat datar harus dilakukan pembacaan ketiga benangnya, yaitu Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), dan Benang Bawah (BB), dalam satuan milimeter. Pada setiap pembacaan harus dipenuhi : 2 BT = BA + BB

v) Dalam satu seksi (satu hari pengukuran) harus dalam jumlah slag (pengamatan) yang genap.

d) Pengukuran situasi

i) Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachimetri, yang mencakup semua obyek yang dibentuk oleh alam maupun manusia yang ada disepanjang jalur pengukuran, seperti alur, sungai, bukit, jembatan, rumah, gedung dan sebagainya.

(18)

ii) Dalam pengambilan data agar diperhatikan keseragaman penyebaran dan kerapatan titik yang cukup sehingga dihasilkan gambar situasi yang benar. Pada lokasi-lokasi khusus (misalnya : persimpangan dengan jalan yang sudah ada) pengukuran harus dilakukan dengan tingkat kerapatan yang lebih tinggi.

iii) Untuk pengukuran situasi harus digunakan dengan alat theodolit. e) Pengukuran penampang melintang

i). Untuk pengukuran penampang melintang harus digunakan alat Theodolit (apabila menggunakan alat konvensional).

ii). Pengukuran penampang melintang harus dilakukan dengan persyaratan seperti Tabel 1.

Tabel 1 Ketentuan pengukuran melintang

Kondisi Lebar koridor * (m) Interval (m)

Jalan baru

Interval (m) Longsoran

Datar, landai dan lurus 75+75 50 25

Pegunungan 75+75 25 25

Tikungan 50 (luar) + 100 (dalam) 25 25

Catatan : * Batasan ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

f) Pengukuran pada perpotongan dengan jembatan, sungai dan jalan lain

Pengukuran pada perpotongan rencana trase dengan jembatan, sungai dan jalan lain harus dilakukan pengukuran situasi lengkap yang menampilkan segala obyek yang dibentuk alam maupun manusia disekitar persilangan tersebut.

g) Pemeriksaan dan koreksi alat ukur

Sebelum melakukan pengukuran, setiap alat ukur yang akan digunakan harus diperiksa dan dikoreksi sebagai berikut :

i) Pemeriksaan theodolit

 Sumbu I vertikal, dengan koreksi nivo kotak dan nivo tabung.  Sumbu II tegak lurus sumbu I.

 Garis bidik tegak lurus sumbu II.  Kesalahan kolimasi horisontal = 0  Kesalahan indeks vertikal = 0 ii) Pemeriksaan alat sifat datar

 Sumbu I vertikal, dengan koreksi nivo kotak dan tabung.  Garis bidik harus sejajar dengan garis arah nivo.

Hasil pemeriksaan dan koreksi alat ukur harus dicatat dan dilampirkan dalam laporan.

h) Ketelitian dalam pengukuran

Ketelitian untuk pengukuran poligon sebagai berikut :

i) Kesalahaan sudut yang diperolehkan adalah 10”n, (n adalah jumlah matahari poligon dari pengamatan matahari pertama ke pengamatan matahari selanjutnya atau dari pengukuran GPS pertama ke pengukuran GPS selanjutnya)

(19)

i) Perhitungan

i) Pengamatan matahari

Dasar perhitungan pengamatan matahari harus mengacu pada tabel almanak matahari yang diterbitkan oleh Direktorat Topografi TNI-AD untuk tahun yang sedang berjalan dan harus dilakukan di lokasi pekerjaan.

ii) Perhitungan koordinat

Perhitungan koordinat poligon dibuat setiap seksi antara pengamatan matahari yang satu dengan pengamatan berikutnya. Koreksi sudut tidak boleh diberikan atas dasar nilai rata-rata, tapi harus diberikan berdasarkan panjang (kaki sudut yang lebih pendek mendapatkan koreksi yang lebih besar), dan harus dilakukan di lokasi pekerjaan.

iii) Perhitungan sipat datar

Perhitungan sipat datar harus dilakukan hingga 4 desimal (ketelitian 0,5 mm), dan harus dilakukan kontrol perhitungan pada setiap lembar perhitungan dengan menjumlahkan beda tingginya.

iv) Perhitungan ketinggian detail

Ketinggian detail dihitung berdasarkan ketinggian patok ukur yang dipakai sebagai titik pengukuran detail dan dihitung secara tachimatris.

v) Seluruh perhitungan sebaiknya menggunakan sistem komputerisasi.

Semua hasil perhitungan titik pengukuran detail, situasi, dan penampang milintang harus digambarkan pada gambar polygon, sehingga membentuk gambar situasi dengan interval garis ketinggian (contour) 1 meter. Semua gambar topografi harus disajikan dengan menggunakan software komputer. 2) Inventarisasi jalan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data secara umum mengenai kondisi perkerasan yang terdapat pada ruas jalan yang ditinjau atau ruas jalan yang terpengaruh dalam perencanaan.

Pemeriksaan dilakukan dengan mencatat kondisi rata-rata setiap 200 m yang tercatat selama berkendaraan. Untuk kondisi tertentu yang memerlukan data yang lebih rapat dan cermat, interval jarak dapat diperpendek dan dilakukan dengan ground survey. Data yang diperoleh / diperlukan dari pemeriksaan ini adalah :

a) Peran / fungsi jalan.

b) Lebar perkerasan yang ada dalam meter. c) Jenis bahan perkerasan yang ada. d) Pemanfaatan ruang jalan.

e) Kondisi daerah samping jalan serta sarana utilitas yang ada seperti saluran samping, gorong-gorong, bahu, kondisi drainase samping, jarak pagar / bangunan / tebing ke pinggir perkerasan.

f) Lokasi awal dan akhir pemeriksaan harus jelas dan sesuai dengan lokasi yang ditentukan untuk jenis pemeriksaan lainnya.

g) Data yang diperoleh dicatat di dalam format inventarisasi jalan (Highway Geometric Inventory), per 200 meter.

(20)

h) Membuat foto dokumentasi inventarisasi geometri jalan minimal 1 buah foto per 200 meter. Foto ditempel pada format yang standar dengan mencantumkan hal-hal yang diperlukan seperti nomor dan nama ruas jalan, arah pengambilan foto dan tinggi petugas yang memegang nomor Sta.

3) Survai lalu-lintas

Untuk perancangan teknik jalan baru dan peningkatan jalan :

Survai lalu-lintas bertujuan untuk mengetahui kondisi lalu-lintas, kecepatan kendaraan rata-rata, menginventarisasi jenis / golongan kendaraan yang ada, menginventarisasi jumlah setiap jenis kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu dalam satuan waktu, serta untuk mengetahui nilai vehicle damage factor (VDF), sehingga dapat dihitung lalu-lintas harian rata-rata dan traffic design sebagai dasar perencanaan jalan dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan serta nilai VDF.

Untuk perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan :

Survai lalu-lintas bertujuan untuk mengetahui kondisi lalu-lintas, menginventarisasi jenis / golongan kendaraan yang ada, menginventarisasi jumlah setiap jenis kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu dalam satuan waktu, sehingga dapat dihitung lalu-lintas harian rata-rata sebagai dasar perencanaan jalan dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan.

Jenis kegiatan dan ketentuan teknik survai lalu-lintas ini meliputi : a) Survai volume kendaraan

Dilakukan di dua tempat yaitu :  Ruas jalan

 Persimpangan

Seluruh jenis kendaraan yang lewat baik dari arah depan maupun dari arah belakang harus dicatat.

Setiap lajur minimal 2 orang dengan peralatan yang digunakan 1 orang 1 counter serta format survai yang telah ditentukan.

i) Pos-pos perhitungan lalu lintas

 Pos Kelas A : yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang tinggi dan mempunyai LHR > 10.000 kendaraan.

 Pos Kelas B : yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan dengan jumlah lalu lintas sedang dan mempunyai 5.000 < LHR < 10.000 kendaraan.

 Pos Kelas C : yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan dengan jumlah lalu-lintas rendah dan mempunyai LHR < 5.000 kendaraan. ii) Pemilihan lokasi pos

 Lokasi pos harus mewakili jumlah lalu lintas harian rata-rata dari ruas jalan tidak terpengaruh oleh angkutan ulang alik yang tidak mewakili ruas (commuter traffic).

 Lokasi pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk kedua arah, sehingga memungkinkan pencatatan kendaraan dengan mudah dan jelas.  Lokasi pos tidak dapat ditempatkan pada persilangan jalan.

(21)

iii) Tanda pengenal pos

 Setiap pos perhitungan lalu lintas rutin mempunyai nomor pengenal, terdiri dari 1 huruf besar dan diikuti oleh 3 digit angka. Huruf besar A, B dan C memberikan identitas mengenai tipe kelas pos perhitungan.

 3 digit angka berikutnya identik dengan nomor ruas jalan dimana pos-pos tersebut terletak.

 Apabila pada suatu ruas jalan mempunyai pos perhitungan lebih dari satu, maka kode untuk pos kedua, digit pertama diganti dengan 4 dan seratusnya. Untuk pos hendaknya dimulai dari kilometer kecil kearah kolometer besar pada ruas jalan tersebut.

iv) Periode perhitungan

Pos kelas A : Untuk pos kelas A perhitungan dilakukan dengan periode 24 jam selama 3 hari, mulai pukul 06.00 pagi pada hari pertama dan berakhir 06.00 pada hari kedua, hari survai dilakukan pada hari-hari yang mewakili, yaitu 2 hari yang mewakili pada hari kerja, 1 hari yang mewakili pada hari libur.

Pos kelas B : pelaksanaan perhitungan seperti pada pos kelas A. Pos kelas C : pelaksanaan perhitungan seperti pada pos kelas A. v) Pengelompokan kendaraan

Dalam perhitungan jumlah lalu-lintas mengacu pada Pedoman Survai Pencacahan Lalu lintas No. Pd.T-19-2004-B, kendaraan dibagi kedalam 8 golongan/kelompok mencakup kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor, seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Penggolongan kendaraan

Golongan Jenis kendaraan

1 Sepeda motor, sekuter, sepeda kumbang dan kendaraan bermotor roda 3 2 Sedan, jeep, dan Station Wagon

3 Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, Minibus 4 Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran atau Pick-up Box 5a Bus Kecil

5b Bus Besar

6a Truk ringan 2 sumbu 6b Truk sedang 2 sumbu 7a Truk 3 sumbu

7b Truk Gandengan 7c Truk Semi Trailer

8 Kendaraan tidak bermotor, sepeda, becak, andong/dokar, gerobak sapi

b) Survai lalu-lintas di persimpangan

Survai persimpangan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi persimpangan / pertemuan jalan baik situasi fisik maupun kondisi lalu-lintas antara lain komposisi, distribusi menurut waktu dan arah, dan lain-lain.

(22)

i) Survai penghitungan kendaraan : Survai penghitungan dilaksanakan untuk mencatat jumlah kendaraan yang bergerak pada arah tertentu di suatu persimpangan.

ii) Survai traffic signal : Survai dilakukan untuk mencatat cycle dan phase lampu lalu-lintas untuk di masing-masing persimpangan.

iii) Survai inventarisasi jalan (road inventory) : Survai dilakukan untuk mengetahui keadaan eksisting jalan seperti lebar jalan atau lebar kaki simpang, lebar bahu jalan, saluran drainase, median jalan, land use di pinggir jalan yang berpengaruh terhadap aktifitas kendaraan di persimpangan.

Survai ini dilaksanakan 24 jam dalam sehari selama 3 hari, hari survai dilakukan pada hari-hari yang mewakili, yaitu 2 hari yang mewakili pada hari kerja, dan 1 hari yang mewakili pada hari libur.

c) Survai beban kendaraan (Axle load survey / WIM survey)

Untuk melaksanakan survai beban kendaraan / survai WIM (Weight in Motion) ini diperlukan alat pengukur berat kendaraan yang lewat. Survai ini dimaksudkan untuk : i) Menggambarkan besaran Equivalent Single Axle Load (ESA) per jenis

kendaraan.

ii) Untuk menentukan nilai ESA pada setiap jalur lalu lintas.

Dari hasil survai ini dapat diperoleh nilai truck factor / damage factor yang akan digunakan dalam perhitungan perencanaan tebal perkerasan.

d) Survai kecepatan perjalanan

Tujuan dari survai kecepatan perjalanan adalah untuk mendapatkan informasi situasi lalu-lintas saat ini, untuk mengidentifikasi lokasi bottleneck dan menyediakan input bagi pembuatan model “speed-flow relationship”

Kegiatan yang dilaksanakan adalah mencatat waktu yang diperlukan oleh rata-rata kendaraan untuk melakukan perjalanan pada rute-rute tertentu, serta mencatat kelambatan / hambatan perjalanan yang dialami mencakup lokasi, durasi, dan sebab-sebab kelambatan / hambatan.

Survai dilaksanakan terhadap kendaraan-kendaraan pada rute di wilayah rencana untuk mendapatkan rata-rata kecepatan perjalanan pada waktu-waktu yang berlainan dalam satu hari.

Survai waktu perjalanan dilaksanakan dengan metoda pengamat bergerak (moving observer) dengan menggunakan strategi floating car untuk mengamati rata-rata kecepatan kendaraan pada rute-rute yang telah ditentukan. Dengan metode ini, pengendara mobil pengamat diinstruksikan untuk mengemudi pada kecepatan rata-rata kendaraan yang ada dalam arus lalu lintas.

e) Persyaratan

Standar pengambilan dan perhitungan data harus mengacu pada buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang berlaku.

4) Survai perkerasan jalan

Survai ini bertujuan untuk mengetahui data struktural perkerasan yang ada, meliputi lendutan, daya dukung tanah dasar, susunan dan kondisi lapisan perkerasan dan kekasaran jalan.

(23)

Survai perkerasan jalan ini umumnya diperuntukkan pada jalan yang sudah ada (eksisting). Jenis kegiatan dan ketentuan teknik survai perkerasan jalan ini sebagai berikut :

a) Lendutan balik dengan Benkelman Beam Test

Pemeriksaan lendutan balik dapat dilakukan dengan berbagai macam alat, salah satu yang biasa digunakan adalah dengan Benkelman Beam.

Untuk pelaksanaan kegiatan Benkelman Beam harus sesuai dengan SNI 03-2416-1991.

b) Pemeriksaan Daya Dukung Tanah Dasar dengan alat DCP (Dynamic Cone Penetrometer).

Untuk kegiatan DCP, harus sesuai dengan SNI 03-1743-1989. c) Pemeriksaan kekasaran jalan

Survai kondisi permukaan atau Road Condition Index (RCI), dapat diukur secara visual. Sebagai pedoman dalam menentukan nilai RCI secara visual, dapat dilihat Tabel 3.

Tabel 3 Penentuan nilai RCI berdasarkan jenis permukaan dan kondisi secara visual

Jenis permukaan Kondisi ditinjau secara visual Nilai RCI

1. Jalan tanah dg drainase jelek, dan semua tipe permukaan yg tidak diperhatikan sama sekali.

Tidak bisa dilalui. 0 – 2

2. Semua tipe perkerasan yang tidak diperhatikan sejak lama (4 - 5 th atau lebih).

Rusak berat, banyak lubang pada seluruh daerah perkerasan

2 – 3

3. Penetrasi macadam lama, latasbum lama, batu kerikil.

Rusak, bergelombang, banyak lubang.

3 – 4 4. Penetrasi macadam setelah pemakaian 2

tahun, latasbum lama.

Agak rusak, kadang-kadang ada lubang, permukaan tidak rata.

4 – 5 5. Penetrasi macadam baru, latasbum baru,

lasbutag setelah pemakaian 2 tahun.

Cukup, tidak ada atau sedikit sekali lubang, permukaan jalan agak tidak rata.

5 – 6

6. Lapis tipis lama dari hotmix, Latasbum baru, Lasbutag baru.

Baik 6 – 7

7. Hotmix setelah 2 tahun, Hotmix tipis diatas Penetrasi Macadam.

Sangat baik, umumnya rata. 7 – 8 8. Hotmix baru (Lataston, laston),

Peningkatan dengan menggunakan lebih dari 1 lapis.

Sangat rata dan teratur 8 – 10

5) Survai geoteknik dan geologi

Untuk perancangan teknik jalan baru dan peningkatan jalan :

Tujuan penyelidikan geoteknik dan geologi dalam pekerjaan ini adalah untuk melakukan pemetaan penyebaran tanah / batuan dasar, termasuk kisaran tebal tanah pelapukan, memberikan informasi mengenai stabilitas tanah, menentukan jenis dan karakteristik tanah untuk keperluan bahan jalan dan struktur jalan.

(24)

Untuk perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan :

Tujuan penyelidikan geoteknik dalam pekerjaan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai stabilitas tanah, menentukan jenis dan karakteristik tanah, untuk keperluan struktur jalan.

a) Penyelidikan geoteknik

Kegiatan dan ketentuan teknis penyelidikan geoteknik meliputi : i) Pengambilan contoh tanah dari sumuran uji

Pengambilan contoh tanah dari sumuran uji 25 - 40 kg untuk setiap contoh tanah. Setiap contoh tanah harus diberi identitas yang jelas (nomor sumur uji, lokasi, kedalaman). Penggalian sumuran uji dilakukan pada setiap jenis satuan tanah yang berbeda atau maksimum 5 km bila jenis tanah sama, dengan kedalaman 1 -2 m. Setiap sumuran uji yang digali dan contoh tanah yang diambil harus difoto. Dalam foto harus terlihat jelas identitas nomor sumur uji, dan lokasi. Ukuran test pit adalah kurang lebih panjang 1,5 m lebar 1,0 m, Log sumuran uji digambarkan dalam 4 bidang, dengan diskripsi yang lengkap.

ii) Pengambilan contoh tanah tak terganggu

Pengambilan contoh tanah tak terganggu dilakukan dengan cara bor tangan menggunakan tabung contoh tanah (split tube untuk tanah keras atau piston tube untuk tanah lunak). Setiap contoh tanah harus diberi identitas yang jelas (nomor bor tangan, lokasi, kedalaman). Pemboran tangan dilakukan pada setiap lokasi yang diperkirakan akan ditimba (untuk perhitungan penurunan) dengan ketinggian timbunan lebih dari 4 meter dan pada setiap lokasi yang diperkirakan akan digali (untuk perhitungan stabilitas lereng) dengan kedalaman galian lebih dari 6 meter, dengan interval sekurang-kurangnya 100 meter dan/atau setiap perubahan jenis tanah dengan kedalaman sekurang-kurangnya 4 meter. Setiap pemboran tangan dan contoh tanah yang diambil harus difoto. Dalam foto harus terlihat jelas identitas nomor bor tangan, dan lokasi. Semua contoh tanah harus diamankan baik selama penyimpanan di lapangan maupun dalam pengangkutan ke laboratorium.

iii) Pemboran tangan

Pemboran tangan ini diperuntukkan perencanaan jalan baru atau pelebaran jalan > 1 lajur, dilakukan dengan mengacu pada ASTM D 4719, pengeboran setiap interval 1 km.

iv) Sondir (Pneutrometer Static)

Sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras, menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung konus dan daya lekat tanah berbutir halus, tidak boleh digunakan pada daerah aluvium yang mengandung komponen berangkal dan kerakal serta batu gamping yang berongga, karena hasilnya akan memberikan indikasi lapisan tanah keras yang salah.

Ada dua macam alat sondir yang digunakan :  Sondir ringan dengan kapasitas 2,5 ton;  Sondir berat dengan kapasitas 10 ton.

Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam 20 cm, pekerjaan sondir dihentikan apabila pembacaan pada manometer berturut-turut menunjukkan harga > 150 kg/cm2. Alat sondir terangkat ke atas apabila pembacaan manometer belum menunjukkan angka yang maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakkan pada baja kanal jangkar.

(25)

Hasil yang diperoleh adalah nilai sondir (qc) atau perlawanan penetrasi konus dan jumlah hambatan pelekat (JHP). Grafik yang dibuat adalah perlawanan penetrasi konus (qc) pada tiap kedalaman dan jumlah hambatan pelekat (JHP) secara kumulatif.

v) Pengujian lapangan dan pekerjaan laboratorium

Pengujian lapangan dan pekerjaan laboratarium dilaksanakan sesuai ketentuan yang tercantum pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4 Pengujian lapangan

No. Pengujian Keterangan

1. Test pitting Maks. per 1 km ( 1 x 1 x 0,75 m )

2. Bor tangan kedalaman 4 m Acuan : ASTM D 4719 Interval : maks. per 1 km 3. Boring kedalaman maximum 30 m Per daerah galian / bukit. 4. Undisturbed / thinwall sampling Per daerah galian / bukit. 5. Sondir di timbunan Maks. per 500 m

Tabel 5 Pengujian tanah di laboratorium

No. Pengujian Keterangan

1 Kadar air Acuan : ASTM D 2216-92

Min. 1 pengujian setiap 1 km

2 Atterberg limit test Acuan : SNI 03-1967-1990, SNI 03-1966-1990 Min. 1 pengujian setiap 1 km

3 Hidrometer Acuan : SNI 03-3422-1994 Min. 1 pengujian setiap 1 km

4 Berat jenis Acuan : ASTM D 854-92

Min. 1 pengujian setiap 1 km

5 Berat isi Acuan : SNI-1742-1989

Min. 1 pengujian setiap 1 km

6 Compaction (Proctor) Acuan : SNI 03-1742-1989, SNI 03-1743-1989 Min. 1 pengujian setiap 1 km

7 CBR Acuan : SNI 03-1744-1989

Min. 1 pengujian setiap 1 km 8 Unconfined compression test Min. 1 pengujian setiap 1 km

9 Direct Shear Acuan : SNI 03-2813-1992, ASTM D 3080-90

Min. 1 pengujian setiap 1 km

10 Consolidation Min. 1 pengujian setiap 1 km

11 Swelling Acuan : ASTM D 4546-90

Min. 1 pengujian setiap 1 km

12 Permeabilitas Acuan : Manual of Soil Laboratory Testing gunakan metode Falling Head

(26)

b) Penyelidikan geologi

Penyelidikan meliputi pemetaan geologi permukaan detail dengan peta dasar topografi skala 1 : 250.000 s/d skala 1 : 100.000. Pencatatan kondisi geologi di sepanjang rencana trase jalan untuk setiap jarak 500 - 1000 m.

i) Penyelidikan lapangan

Meneliti pemeriksaan sifat tanah (konsistensi, jenis tanah, warna, perkiraan prosentase butiran kasar / halus) sesuai dengan metoda USCS, atau metoda lain yang disetujui.

ii) Pemetaan

Jenis batuan yang ada di sepanjang trase jalan dipetakan, batas-batasnya ditetapkan dengan jelas sesuai dengan data pengukuran untuk selanjutnya diplot dalam gambar rencana dengan skala 1 : 2.000 ukuran A3. Pemetaan mencakup jenis struktur geologi yang ada antara lain : sesar / patahan, kekar, perlapisan batuan, dan perlipatan.

Lapukan batuan dianalisis berdasarkan pemeriksaan sifat fisik / kimia, kemudian hasilnya diplot di atas peta geologi teknik termasuk didalamnya pengamatan tentang : gerakan tanah, tebal pelapukan tanah dasar, kondisi drainase alami, pola aliran air permukaan dan tinggi muka air tanah, tata guna lahan, kedalaman rawa (apabila rencana trase jalan tersebut harus melewati daerah rawa).

6) Survai material

Lingkup kegiatan dan tujuan penyelidikan material konstruksi adalah :

Menyelidiki lokasi, jalur pengangkutan dan volume potensial material konstruksi yang tersedia;

Menyelidiki mutu material konstruksi melalui pengujian laboratorium.

Kegiatan yang dilakukan adalah untuk memberikan informasi tentang lokasi sumber material yang ada disekitar lokasi proyek tersebut, menyangkut jenis, komposisi, kondisi beserta perkiraan jumlah dan lain-lainnya, yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi yang proporsional untuk pekerjaan struktur jalan dimaksud, dan akan dibuat petanya untuk dimasukkan kedalam gambar rencana.

Material untuk konstruksi yang diperiksa adalah : tanah untuk timbunan, batu pecah, dan pasir.

Pengujian lapangan dan pekerjaan laboratarium dilaksanakan sesuai ketentuan yang tercantum pada Tabel 6.

(27)

Tabel 6 Pengujian/pemeriksaan material di lapangan dan laboratorium

No. Uraian Keterangan

I. Pengujian lapangan :

1. Bor tangan kedalaman 4 m Acuan : ASTM D 4719 Jumlah : 1 titik per sumber

2. Undisturbed / thinwall sampling Jumlah : 2 karung @ 50 kg per sumber

II. Pengujian laboratorium (bahan tanah)

1. Kadar air Acuan : ASTM D 2216-92

Min. 3 pengujian setiap sumber 2. Atterberg limit test Acuan : SNI 03-1967 & 1966-1990

Min. 3 pengujian setiap sumber

3. Hidrometer Acuan : SNI 03-3422-1994

Min. 3 pengujian setiap sumber 4. Compaction (Proctor) Acuan : SNI 03-1742 & 1743 –1989

Min. 3 pengujian setiap sumber

5. CBR Acuan : SNI 03-1744-1989

Min. 3 pengujian setiap sumber 6. Swelling Acuan : ASTM D 4546-90

Min. 3 pengujian setiap sumber

III. Pengujian laboratorium (batu pecah)

1. Abrasi Acuan : SNI 03-2417-1991

Min. 3 pengujian setiap sumber 2. Analisa gradasi Acuan : SNI 03-1968-1990

Min. 3 pengujian setiap sumber

3. CBR Acuan : SNI 03-1744-1989

Min. 3 pengujian setiap sumber 4. Clay lump & variable particles Acuan : SK SNI M-01-1994-03

Min. 3 pengujian setiap sumber 5. Apparent specific gravity & absorption Min. 3 pengujian setiap sumber 6. Organic impurities Min. 3 pengujian setiap sumber 7. Soundness test Min. 3 pengujian setiap sumber

IV. Pengujian laboratorium (bahan pasir)

1. Analisa gradasi Acuan : SNI 03-1968-1990 Min. 3 pengujian setiap sumber 2. Clay lump & variable particles Acuan : SK SNI M-01-1994-03

Min. 3 pengujian setiap sumber 3. Organic impurities Min. 3 pengujian setiap sumber 4. Sand equivalent Min. 3 pengujian setiap sumber

V. Pengujian laboratorium (bahan bitumen) *)

1. Penetrasi Acuan : AASHTO T 49 - 89

2. Titik Lembek Acuan : AASHTO T 53 - 89 3. Titik Nyala Acuan : AASHTO T 48 - 89 4. Kehilangan Berat Acuan : AASHTO T 179 - 88 5. Kelarutan Zat CCL4 Acuan : ASTM D 2042

6. Daktilitas Acuan : AASHTO T 51 - 89

7. Penetrasi Setelah Kehilangan Berat Acuan : AASHTO T 49 - 89 8. Daktilitas Setelah Kehilangan Berat Acuan : AASHTO T 51 - 89 9. Berat Jenis Acuan : AASHTO T 228 - 90

10. Kadar Parafin Acuan : DIN 52015

Keterangan :

*) Jika tidak ditentukan lain, khusus pengujian laboratorium bahan bitumen (aspal), dapat dilakukan pada saat mulai pelaksanaan pembangunan fisiknya.

(28)

7) Survai hidrologi dan hidrolika

Tujuan survai hidrologi dan hidrolika yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini adalah untuk mengumpulkan data hidrologi dan karakter/perilaku aliran air pada bangunan air yang ada di sekitar jalan, guna keperluan analisa hidrologi, penentuan debit banjir rencana dan elevasi muka air banjir sebagai dasar perencanaan drainase dan bangunan pangaman terhadap gerusan atau pengarah arus yang diperlukan.

Jenis kegiatan dan ketentuan teknis pekerjaan survai hidrologi dan hidrolika meliputi : a) Mengumpulkan data curah hujan harian maksimum (mm/hr) paling sedikit dalam

jangka 10 tahun pada daerah tangkapan (catchment area) atau pada daerah yang berpengaruh terhadap lokasi pekerjaan, data tersebut bisa diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika dan/atau instansi terkait di kota terdekat dari lokasi perencanaan.

b) Mengumpulkan data bangunan pengaman yang ada seperti gorong-gorong dan selokan yang meliputi : lokasi, dimensi, kondisi, tinggi muka air banjir.

c) Melakukan analisis awal pola aliran air pada daerah rencana untuk memberikan masukan dalam proses perencanaan yang aman.

d) Melakukan analisis awal bangunan pengaman jalan terhadap gerusan samping atau horisontal dan vertikal.

8) Survai utilitas umum

Tujuan survai ini adalah untuk mengetahui jenis dan lokasi utilitas umum secara rinci di lapangan, dan melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait.

5.4 Analisis data lapangan

5.4.1 Analisis data topografi

Analisa data topografi meliputi situasi di sekitar trase jalan, daerah galian dan timbunan, koordinat horisontal dan vertikal, peta topografi dengan skala 1 : 1000, termasuk kontur. Analisis data topografi yang diperlukan untuk perencanaan teknik jalan meliputi :

1) Situasi disekitar trase jalan; 2) Koordinat horisontal dan vertikal; 3) Daerah galian dan timbunan; 4) Kontur setiap interval 1 m.

5.4.2 Analisis data hasil inventarisasi jalan

Analisa data inventarisasi jalan umumnya untuk jalan yang sudah ada, meliputi lebar perkerasan, jenis bahan perkerasan yang ada, kondisi daerah samping jalan serta sarana utilitas yang ada, kondisi drainase samping, jarak pagar / bangunan / tebing ke pinggir perkerasan.

Analisis data inventarisasi jalan yang diperlukan untuk perencanaan teknik jalan, meliputi : 1) Perkerasan : Lebar perkerasan, Jenis bahan perkerasan yang ada, Kondisi kerusakan

perkerasan.

2) Median : Lebar median, Jenis konstruksi median, Lokasi / Station, Kondisi kerusakan median.

(29)

3) Trotoar : Lebar trotoar, Jenis konstruksi trotoar, Kereb, Lokasi / Station. Kondisi kerusakan trotoar.

4) Drainase jalan : Jenis konstruksi saluran samping jalan, Dimensi penampang basah dan dimensi strukturnya, Arah aliran, Lokasi / Station, Kondisi kerusakan saluran drainase. 5) Gorong-gorong, box culvert : Jenis konstruksi, Dimensi penampang basah dan dimensi

strukturnya, Arah aliran, Lokasi / Station, Kondisi kerusakan.

6) Utilitas Tiang listrik, Telkom, PDAM : Lokasi / Station, khususnya pengaruhnya terhadap perencanaan jalan, apakah perlu digeser atau tetap ditempatnya.

7) Jarak pagar / bangunan ke pinggir perkerasan. 8) Jarak tebing ke pinggir perkerasan.

5.4.3 Analisis / kajian lalu-lintas

Analisis / kajian lalu-lintas yang diperlukan meliputi lalu-lintas harian rata-rata, pertumbuhan lalu-lintas tahunan, vehicle damage factor (VDF), kecepatan kendaraan rata-rata dan kapasitas jalan.

Analisis / kajian lalu-lintas yang diperlukan untuk perancangan teknik jalan meliputi : 1) Lalu-lintas harian rata-rata.

2) Pertumbuhan lalu-lintas tahunan. 3) Vehicle damage factor (VDF). 4) Kecepatan kendaraan rata-rata.

5) Faktor penyesuaian lebar jalan, faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi), faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan / kereb, faktor penyesuaian ukuran kota, untuk kajian kapasitas jalan.

5.4.4 Analisis data kondisi perkerasan

Analisis data kondisi perkerasan yang diperlukan untuk perancangan teknik jalan meliputi : 1) Analisis lendutan dari data Benkelman Beam

2) Analisis CBR

3) Analisis susunan dan kondisi lapisan perkerasan

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, harus mengadakan analisis data sebagai berikut :

a) Jenis lapis perkerasan

b) Tebal setiap lapis perkerasan

c) Kondisi / nilai (dalam prosen) setiap lapis perkerasan 4) Analisis kekasaran jalan (RCI)

5) Penentuan segment (unique section)

Penentuan unique section, yaitu suatu seksi / segment jalan yang mempunyai karakteristik seragam dalam beberapa variabel desain berdasar :

a) Lebar perkerasan yang ada / rencana b) Lendutan balik rencana

c) Nilai CBR rencana

(30)

5.4.5 Analisis data geoteknik dan geologi

Untuk perancangan teknik jalan baru dan peningkatan jalan :

Analisa data geoteknik dan geologi meliputi klasifikasi tanah, CBR, stabilitas tanah termasuk kemiringan lereng aman, tinggi timbunan aman, termasuk kajian penurunan.

Untuk perancangan teknik pemeliharaan berkala jalan :

Analisa data geoteknik meliputi klasifikasi tanah, CBR, stabilitas tanah termasuk kemiringan lereng aman, tinggi timbunan aman termasuk kajian penurunan (jika ada). Analisis data geoteknik dan geologi yang diperlukan untuk perancangan teknik jalan meliputi 1) Klasifikasi tanah;

2) Nilai aktif tanah; 3) CBR;

4) Kemiringan lereng galian; 5) Kemiringan lereng timbunan; 6) Tinggi timbunan maksimum; 7) Kajian penurunan tanah;

8) Penentuan lapisan dan tebal bahan sebagai tanah dasar; 9) Tinggi muka air tanah.

5.4.6 Analisis data hidrologi dan hidrolika

Analisa data hidrologi dan hidrolika meliputi analisa data curah hujan, penentuan intensitas hujan pada periode ulang 5 – 10 – 25 – 50 tahun, penentuan koefisien pengaliran, penentuan daerah tangkapan (catchment area), penentuan kemiringan pengaliran, penentuan debit banjir / rencana, analisa perilaku / pola aliran air yang ada di sekitar jalan, penentuan tipe saluran dan penentuan arah aliran.

Analisis data hidrologi dan hidrolika yang diperlukan untuk desain drainase dalam perencanaan teknik jalan meliputi :

1) Analisis data curah hujan; 2) Intensitas curah hujan; 3) Analisis koefisien pengaliran; 4) Analisis catchment area; 5) Analisis kemiringan pengaliran;

6) Analisis tipe saluran, termasuk crossing drain;

7) Analisis perilaku / pola aliran air yang ada disekitar jalan.

5.5 Perancangan teknik

5.5.1 Komponen perancangan teknik jalan

Jika tidak ditentukan lain, komponen perancangan teknik jalan yang harus dilakukan minimal mencakup :

1) Desain geometri;

2) Desain pondasi / badan jalan dan stabilitas jalan; 3) Desain perkerasan jalan;

4) Desain drainase; 5) Desain simpang;

6) Desain bangunan pelengkap jalan, termasuk bangunan fasilitas untuk utilitas, pengaman jalan dan struktur non jembatan;

7) Desain rambu dan marka jalan serta lampu isyarat; 8) Desain lansekap jalan.

(31)

5.5.2 Desain geometri

Standar yang dipergunakan, yaitu standar (SNI) atau pedoman teknik yang telah dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang berkaitan dengan geometri jalan atau Jika dipandang perlu dapat menggunakan acuan : American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), 2001, A Policy on geometric design of highways and streets.

Kriteria desain geometri antara lain paling tidak mencakup seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Parameter kriteria desain geometri

No. Uraian Satuan

1. Kecepatan rencana km/h

2. Parameter potongan melintang :

 Lebar lajur lalu lintas M

 Lebar bahu luar M

 Lebar marka pemisah jalur M

 Kemiringan melintang normal jalur lalu lintas. %

 Kemiringan melintang normal bahu luar %

 Superelevasi maksimum %

 Tinggi ruang bebas vertikal minimum M

3. Lebar median M

4. Parameter alinemen horisontal :

 Jari-jari tikungan minimum M

 Jari-jari tikungan minimum tanpa peralihan M  Jari-jari tikungan minimum dengan kemiringan normal M

 Panjang minimum lengkung M

 Panjang lengkung peralihan minimum M

 Kemiringan permukaan relatif maksimum

-5. Parameter alinemen vertikal :

 Landai maksimum %

 Panjang landai kritis M

 Jari-jari minimum lengkung vertikal :

 Cembung M

 Cekung M

 Panjang minimum lengkung vertikal M

6. Jarak pandang :

 Jarak pandang henti minimum M

 Jarak pandang menyiap minimum M

5.5.3 Desain pondasi / badan jalan dan stabilitas jalan

1) Desain badan jalan

Desain badan jalan harus memenuhi ketentuan teknik sebagai berikut : lapisan tanah dasar pada 30 cm teratas harus :

a). Klasifikasi tanah bukan A-7-6 (berdasarkan AASHTO). b). CBR tanah sebagai tanah dasar minimum 6 %.

c). Nilai aktif tanah kurang dari 1,25

(32)

Lapisan tanah dibawahnya (30 cm dari permukaan tanah dasar kebawah) dianjurkan juga memenuhi persyaratan diatas, jika kondisi tertentu tidak dapat memenuhi, maka harus dilakukan kajian khusus geoteknik.

Lapisan tanah di bawah perkerasan yang harus diperhitungkan sebagai lapisan tanah dasar (subgrade) adalah paling tidak setebal 1,00 m dibawah lapis perkerasan jalan.

2) Desain stabilitas lereng

Desain stabilitas lereng dilakukan guna memberikan informasi tentang berapa tinggi maksimum dan kemiringan lereng desain galian dan atau timbunan yang aman dari keruntuhan.

Perhitungan stabilitas lereng diperoleh dari beberapa parameter tentang sifat fisik tanah setempat yang diperoleh dari contoh tabung (undisturbed sample) dari test triaxial atau direct shear. Parameter yang dihasilkan dari percobaan ini, yaitu c = kohesi tanah,  = sudut geser tanah,w= berat isi tanah.

Perhitungan keamanan lereng (sudut lereng dan tinggi maximum yang aman) dapat dilakukan dengan menggunakan cara / formula yang baku dan disetujui Pengguna Jasa.

5.5.4 Desain perkerasan

1) Standar acuan

Jika tidak ditentukan lain, rujukan yang dipakai untuk perhitungan konstruksi / tebal perkerasan jalan lentur (flexible pavement) adalah :

a). Pd.T-01-2002-B, Pedoman Perencanaan tebal perkerasan lentur. b). AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1993.

c). Perangkat lunak Road Design System (RDS) versi terakhir, dan atau acuan baku lain yang disetujui oleh Pengguna Jasa.

Desain tebal perkerasan akan menggunakan salah satu dari metoda tersebut, jika dipandang perlu akan menggunakan satu metoda lagi dari yang disebutkan diatas untuk kontrol perhitungan teknik.

Sedangkan rujukan yang dipakai untuk perhitungan konstruksi / tebal perkerasan jalan kaku (rigid pavement) adalah :

a). AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1993. b). Pd.T-14-2003, Perencanaan perkerasan jalan beton semen. c). Dan atau acuan baku lain yang disetujui oleh Pengguna Jasa.

Untuk perencanaan kapasitas jalan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum atau yang berlaku selama ini.

2) Tipe perkerasan

Usulan tipe perkerasan akan dikaji dari salah satu atau gabungan dari tipe perkerasan berikut :

a) Flexible pavement (perkerasan lentur) b) Rigid pavement (perkerasan kaku)

(33)

3). Pemilihan jenis bahan material tanah

Perencanaan harus mengutamakan penggunaan bahan material sesuai dengan masukan dari laporan geoteknik. Bila bahan setempat tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan konstruksi, maka perencana harus mengusulkan usaha-usaha peningkatan sifat-sifat teknik bahan, sehingga dapat dipakai sebagai bahan konstruksi prioritas pertama dalam perbaikan tanah sebelum pilihan cara perbaikan dengan hirarki lebih tinggi atau alternatif lainnya.

4). Umur rencana

Umur rencana (UR) yang akan digunakan dalam perencanaan disesuaikan dengan jenis, fungsi jalan dan penanganan jalan.

5). Parameter desain perkerasan

Parameter desain perkerasan jalan lentur dengan metoda Analisa Komponen antara lain mencakup seperti diberikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Parameter desain perkerasan lentur cara Analisa Komponen

No. Parameter Satuan

1. Umur Rencana tahun

2. Data lalu-lintas terakhir pada tahun tahun

3. Rencana jalan dibuka pada tahun tahun

4. Lalu-lintas Harian Rata-rata kendaraan

5. Pertumbuhan lalu-lintas %

6. Jumlah lajur

-7. Koefisien distribusi kendaraan ringan -8. Koefisien distribusi kendaraan berat

-9. CBR %

10. Faktor Regional :

- Kelandaian %

- % Kendaraan berat %

- Iklim / curah hujan mm/tahun

11. Bahan konstruksi dan koefisien kekuatan relatif :

- Laston lapis aus / lapis permukaan

-- Laston lapis pengikat

-- Laston lapis pondasi

-- Lapisan pondasi atas perkerasan berbutir

-- Lapisan pondasi bawah

-Parameter desain perkerasan jalan lentur dengan metoda AASHTO 1993 antara lain mencakup seperti diberikan pada Tabel 9.

(34)

Tabel 9 Parameter desain perkerasan lentur cara AASHTO 1993

No. Parameter Satuan

1. Umur Rencana tahun

2. Lalu-lintas, ESAL

-3. Serviceability :

- Terminal serviceability (pt)

-- Initial serviceability (po)

-- Serviceability loss (PSI = po– pt)

-4. Reliability (R) : %

- Standard normal deviation (ZR)

-- Standard deviation (So)

-5. Resilient modulus :

- Resilient modulus tanah dasar (MR) psi

- Resilient modulus agregat kelas A (MR) psi

- Resilient modulus AC-Base (MR) psi

- Elastic (resilient) modulus AC (EAC) psi

6. Layer coefficient :

- Laston lapis aus / lapis permukaan

-- Laston lapis pengikat

-- Laston lapis pondasi

-- Lapisan pondasi atas perkerasan berbutir

-- Lapisan pondasi bawah

-7. Tebal minimum :

- Tebal minimum Asphalt Concrete inch

- Tebal minimum Aggregate Base inch

8. Drainage coefficient (mi)

-Parameter desain perkerasan jalan kaku (rigid pavement) dengan metoda AASHTO 1993 antara lain mencakup seperti diberikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Parameter desain perkerasan kaku cara AASHTO 1993

No. Parameter Satuan

1. Umur Rencana tahun

2. Lalu-lintas, ESAL

-3. Terminal serviceability (pt)

-4. Initial serviceability (po)

-5. Serviceability loss (PSI = po– pt)

-6. Reliability (R) %

7. Standard normal deviation (ZR)

-8. Standard deviation (So)

-9. CBR %

10. Modulus reaksi tanah dasar (k) pci

11. Kuat tekan (fc’) psi

12. Modulus elastisitas beton (Ec) psi

13. Flexural strength (S’c) psi

14. Drainage coefficient (Cd)

Referensi

Dokumen terkait

3) Ada beberapa alternatif pembelajaran praktik shalat kepada peserta didik, langkah pertama, secara langsung guru memberikan contoh gerakan shalat secara

KESATU : Membatalkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pesisir Selatan Nomor 6 Tahun 1998 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan, dengan alasan

[r]

Perjanjian Lama

Indnesia !erupakan sala# satu Negara yang !e!punyai 1eraneka raga! su!1er daya ala! yang 1erptensi 1esar2 Diantaranya adala# !inyak 1u!i7 gas ala! dan panas 1u!i2Se1agai sala#

bahan baku karet sebelumnya. Bisnis crumb rubber dalam perkembangannya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan merupakan satu-satunya perusahaan pengolahan

(3) Sisa lebih Perhitungan Anggaran Negara Tahun 1970/1971 adalah sebesar Rp.16.869.037.647,31 (enam belas milyar delapan ratus enam puluh sembilan juta tiga puluh tujuh ribu enam

The state, including the capital city’s official actors, essentially ceded the suburban residential (including condominium) and other economic development-related areas to