• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI DETEKTOR IN VIVO UNTUK DOSIMETRI RADIOTERAPI EKSTERNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI DETEKTOR IN VIVO UNTUK DOSIMETRI RADIOTERAPI EKSTERNA"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

KARAKTERISASI DETEKTOR IN VIVO UNTUK

DOSIMETRI RADIOTERAPI EKSTERNA

SKRIPSI

ADEN RENDANG SUMEDI PUTRI 0906601916

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK JUNI 2012

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

KARAKTERISASI DETEKTOR IN VIVO UNTUK

DOSIMETRI RADIOTERAPI EKSTERNA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

ADEN RENDANG SUMEDI PUTRI 0906601916

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK JUNI 2012

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sience Jurusan Fisika Medis pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini ijinkan penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selama masa penyelesaian skripsi dengan judul “Karakterisasi Detektor In Vivo Untuk Dosimetri Radioterapi Eksterna”.

1. Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya kepada penulis.

2. Bapak dan ibu yang telah memberikan dorongan moral dan material serta semangat dan doa tulus kepada penulis.

3. Bapak Dwi Seno K. W, M.Si dan Bapak Heru Prasetio, M.Si sebagai pembimbing yang telah dengan sabar membimbing sampai dengan selesainya penelitian ini, dan kepada Prof.DR Djarwani D.Soejoko dan Sugiyantari, M.Si sebagai penguji yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 4. Partner skripsi pak Suharsono, mba pipit, Ari, Rion, Bowo, Aisah, dan

rekan-rekan mahasiswa fisika medis FMIPA UI angkatan 2009.

5. Tiara, Icha, Mira, Mbak Dina, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini sangat jauh dari sempurna. Walaupun demikian penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan di masa yang akan datang. Penulis berharap besar atas saran dan kritik yang membangun demi perbaikan penulisan hasil penelitian ini.

(6)

Juni 2012

Penulis

(7)

ABSTRAK

Nama : Aden Rendang Sumedi Putri Program Studi : Fisika Medis

Judul : Karakterisasi Detektor In Vivo untuk Dosimetri Radioterapi Eksterna

Sistem dosimetri in vivo dengan menggunakan detektor dioda telah dikaraterisasi untuk estimasi dosis pasien. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik detektor dioda dengan menentukan faktor kalibrasi dioda dan faktor koreksi dengan beberapa variasi. Langkah penelitian ini antara lain menentukan kesetaraan virtual water terhadap air, faktor kalibrasi dioda, linearitas dosis, koreksi luas lapangan, koreksi SSD, koreksi sudut dan koreksi tray. Pengukuran karakterisasi dioda menghasilkan Faktor kalibrasi dioda pada energi 6 MV sebesar 3,189 cGy/nC dan pada 10 MV sebesar 3,121 cGy/nC. Detektor dioda pada dosis 10-300 cGy memiliki respon linear terhadap perubahan dosis. Variasi luas lapangan memiliki presentase kurang dari 2 %, kecuali pada energi 10 MV dengan luas lapangan 4 x 4 cm2, 35 x 35 dan 40 x 40 cm2. Pada energi 6 MV dan 10 MV semakin pendek jarak, faktor koreksi SSD semakin kecil. Arah datang sinar dari sudut -50 s/d 50 derajat pada energi 6 MV dan 10 MV memberikan efek yang relatif konstan,dan efek arah datang sinar meningkat tajam dimulai dari sudut 60 derajat. Koreksi tray untuk setiap luas lapangan kecuali luas lapangan 4 x 4 cm2 relatif konstan sehingga cukup koreksi dengan satu kondisi saja.

Kata kunci : Karakterisasi dioda, Dosimetri in vivo 49+xii Halaman : 24 gambar ; 14 Tabel

(8)

ABSTRACT

Name : Aden Rendang Sumedi Putri Program Study : Medical Physics

Judul : Characterisation of In Vivo Detector for External Radiotherapy Dosimetry

An in vivo dosimetry system that used diode detector was characterized for dose estimates patient. The measurenment was done to determine diode detector characterisation with find calibration factor and correction factor with several variation. Step of this research among others determine virtual water equality to water, diode calibration factor, dose linearity, field size correction, SSD, angular, and tray correction. Diode characterisation measurantment produce 3,189 cGy/nC diode calibration factor at 6 MV and 3,121 cGy/nC at 10 MV. Diode detector has linearity responds at 10 -300 cGy dose. correction factor of field size less to 2 % except field size of 4 x 4, 35 x 35, and 40 x 40 cm2. shorter SSD has less correction factor , the angular effect at -50 up to 50 degrees is constant relatively, and the effect increases start at 60 degrees. Using single tray condition to determine tray correction factor

Key word : Diode Charaterisation, In Vivo Dosimetry

49+xii pages : 24 pictures ; 14 Tabels Bibliography 11 (1993-2007)

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAs ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH v

ABSTRAK vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

1.5 Batasan Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Dosimetri In Vivo 4

2.2 Bilik Ionisasi 5

2.3 Dioda 7

2.4 Faktor Koreksi 10

2.3 Faktor Kalibrasi Dosis Masuk 11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13

3.1 Verivikasi Dosis Absolut Virtual Water 13

3.1.1 Dosis Absolut Water Phantom 14

3.1.2 Dosis Absolut Virtual Water 14

3.2 Kalibrasi 15

3.3 Koreksi Linearitas Dosis 16

3.4 Koreksi Luas Lapangan 17

3.5 Koreksi SSD 18

3.6 Koreksi Sudut Sinar Datang 19

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 21

4.1 Verivikasi Dosis Absolut pada Virtual Water 21

4.1.1 Dosis Absolut 6 MV 21

4.1.2 Dosis Absoult 10 MV 22

4.2 Pengujian Faktor Kalibrasi 24

4.3 Pengujian Koreksi Liniearitas Dosis 25

4.4 Pengujian Koreksi Faktor Luas Lapangan 27

4.5 Pengujian Koreksi SSD 31

4.6 Pengujian Koreksi Sudut Sinar Datang 34

4.7 Pengujian Koreksi Tray 36

BAB V PENUTUP 39

5.1 Kesimpulan 39

5.2 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 41

(11)

DAFTAR TABEL

4.1 Hasil pengukuran dosis absolut water phantom energi 6 MV 21 4.2 Hasil pengukuran dosis absolut virtual water energi 6 MV 22 4.3 Hasil pengukuran dosis absolut water phantom energi 10 MV 23 4.4 Hasil pengukuran dosis absolut virtual phantomenergi 10 MV 23

4.5 Hasil pengukuran faktor kalibrasi energi 6 MV 24

4.6 Hasil pengukuran faktor kalibrasi energi 10 MV 25

4.7 Hasil pengukuran koreksi linearitas dosis energi 6 dan 10 MV 26

4.8 Hasil pengukuran koreksi luas lapangan energi 6 MV 28

4.9 Hasil pengukuran koreksi luas lapangan energi 10 MV 29

4.10 Hasil pengukuran koreksi SSD energi 6 MV 31

4.11 Hasil pengukuran koreksi SSD energi 10 MV 31

4.12 Bacaan dioda koreksi sudut sinar datang energi 6 MV dan 10 MV 34

4.13 Hasil pengukuran faktor koreksi tray energi 6 MV 36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Karakteristik sinar pada phantom dan parameter penting 4

Gambar 2.2 Prinsip kerja ionisasi chamber 5

Gambar 2.3 Ionisasi akibat radiasi 6

Gambar 2.4 Detektor Ionisasi chamber tipe farmer 7

Gambar 2.5 Konstruksi jenis dioda menunjukan kompnen mayor dan susunan

internal dioda 8

Gambar 2.6 Detektor dioda QED dan lemo konektor 9

Gambar 2.7 Elektrometer detektor dioda QED 9

Gambar 3.1 Set up pengukuran dosis absolut pada water phantom 14 Gambar 3.2 Set up pengukuran dosis absolut pada virtual water 15

Gambar 3.3 Set up pengukuran kalibrasi 15

Gambar 3.4 Set up pengukuran linearitas dosis 16

Gambar 3.5 Set up pengukuran koreksi luas lapangan 17

Gambar 3.6 Set up pengukuran koreksi SSD 18

Gambar 3.7 Set up pengukuran faktor koreksi sudut sinar datang 19 Gambar 3.8 Set up pengukuran faktor koreksi tray 20

Gambar 4.1 Grafik linearitas dosis energi 6 MV 26

Gambar 4.2 Grafik linearitas dosis energi 10 MV 27 Gambar 4.3 Grafik koreksi luas lapangan energi 6 MV 30 Gambar 4.4 Grafik koreksi luas lapangan energi 10 MV 30 Gambar 4.5 Grafik koreksi dioda dan ionisasi chamber energi 6 MV 32 Gambar 4.6 Grafik koreksi dioda dan ionisasi chamber energi 10 MV 32 Gambar 4.7 Grafik faktor koreksi SSD geometri energi 6 MV 33 Gambar 4.8 Grafik faktor koreksi SSD geometri energi 10 MV 33 Gambar 4.9 Grafik koreksi Sudut sinar datang energi 6 MV dan 10 MV 35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Verifikasi Dosis Absolut 42

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kalibrasi 44

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Linearitas 45

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Luas Lapangan 46

Lampiran 5. Hasil Pengukuran SSD 48

Lampiran 6. Hasil Pengukuran Sudut Sinar Datang 49

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan radiasi pengion untuk mengobati kanker memerlukan akurasi yang sangat tinggi, jika tidak maka kegagalan pengobatan bisa saja terjadi. Besarnya akurasi dosimetri dalam radioterapi dapat ditelusuri dari tahapan-tahapan dosimetri. Pengukuran dosis secara langsung pada pasien atau yang disebut dosimetri in vivo, digunakan untuk mengetahui besarnya akurasi antara perencanaan dengan pelaksanaan.

Dosimetri In Vivo merupakan metode langsung untuk memantau dosis yang diterima pasien, dengan meletakkan dosimeter di permukaan tubuh pasien atau di dalam rongga alami pasien ketika pemeriksaan berlangsung. Seluruh prosedur yang ada pada perencanaan dan pelaksanaan radioterapi akan memberikan kontribusi ketidakpastian dosis serap yang diterima pasien, sehingga untuk memeriksa perlakuan radioterapi tersebut dibutuhkan suatu pengukuran, yaitu dengan menggunakan dosimetri in vivo.(AAPM report no 87)

Menurut ICRU tahun 1976 spesifikasi pengukuran dosimetri in vivo terdiri dari dosis masuk, dosis keluar, dan dosis serap intracaviter, penyimpangan maksimal dari pengukuran dosis tidak boleh lebih dari 5%.

Bilik ionisasi sebagai dosimeter absolut memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, begitu juga dosimeter yang dipakai untuk dosimetri in vivo. Maka dari itu sama seperti bilik ionisasi, karakteristik dosimeter perlu diketahui terlebih dahulu agar penggunaanya dapat dipakai secara tepat dan lebih efisien.

Kondisi dosimetri in vivo pada pasien sering berbeda dengan kondisi kalibrasi standar. Respon dosimeter pada kondisi yang berbeda bisa tidak sama dengan hasil bilik ionisasi, sehingga diperlukan faktor koreksi pada kondisi berkas yang berbeda. Untuk mengetahui karakteristik dosimeter sebelum melakukan dosimetri in vivo pada pasien, dosimeter perlu diverivikasi terlebih dahulu pada virtual water, yaitu dengan menentukan

(15)

faktor kalibrasi dan faktor koreksi dosimeter. Secara komprehensif, verifikasi perlakuan pada dosimetri in vivo antara lain verifikasi dosis, verifikasi luas lapangan penyinaran, dan verifikasi parameter parameter pada pesawat radioterapi.(Metcalfe, 2007)

Sistem dosimetri yang digunakan secara in-vivo sangat bervariasi dan berkembang mengikuti kemajuan teknologi yang digunakan dalam radioterapi. Dalam penelitian kali ini, pengukuran menggunakan virtual water. Dan dosimeter yang digunakan pada penelitian yaitu dosimeter bilik Ionisasi dan dioda. Kelebihan dosimeter dioda daripada dosimeter yang lainnnya karena dioda terintegrasi dengan elektrometer secara langsung sehingga memberikan informasi hasil bacaan dengan segera.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada penentuan karakteristik dosimeter dioda dengan menentukan faktor kalibrasi dan faktor koreksi dengan variasi luas lapangan, linearitas dosis, SSD, sudut, dan tray, sehingga dapat digunakan untuk dosimetri in vivo. Energi yang digunakan yaitu sinar foton 6 MV dan 10 MV menggunakan virtual water dan pesawat Linac Electa.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan karakteristik detektor dioda dengan menentukan faktor kalibrasi dioda dan faktor koreksi dengan variasi luas lapangan, linearitas dosis, SSD, sudut, dan tray, sehingga dapat digunakan untuk dosimetri in vivo.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Secara umum penelitian ini diharapkan secara teoritis memberikan sumbangan dalam pembelajaran fisika medis, terutama pada pengembangan pemahaman konsep pengukuran verifikasi dosimetri in vivo pada radioterapi eksterna.

(16)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi rumah sakit, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengetahui faktor kalibrasi dari dosimeter yang digunakan.

b. Bagi Fakultas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam menentukan karakteristik dosimeter dioda untuk teknik dosimetri in vivo, dengan menentukan faktor kalibrasi dan koreksi dari dosimeter dioda.

c. Bagi mahasiswa, proses penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami konsep dan menganalisa karakteristik dosimeter untuk dosimetri in vivo. d. Bagi peneliti, penelitian ini untuk mengetahui faktor kalibrasi dari

dosimeter yang hasilnya dapat dipakai dalam pengukuran dosimetri in vivo pada pasien. Selain itu sebagai pengalaman menulis karya ilmiah dan melaksanakan penelitian dalam pendidikan fisika medis sehingga dapat menambah cakrawala pengetahuan peneliti sehingga penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai perbandingan atau referensi untuk penelitian yang relevan.

1.5 Batasan Penelitian

Agar penelitian lebih terarah dan diharapkan masalah yang dikaji lebih mendalam, perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Metode pengukuran faktor koreksi dengan variasi ketergantungan sudut, luas lapangan, linearitas dosis, SSD dan tray. Yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan dosimeter dioda, dimana dioda diletakkan pada permukaan virtual water.

2. Metode pengukuran faktor kalibrasi, dioda dibandingkan dengan dosimeter bilik ionisasi. Dosimeter dioda diletakkan pada permukaan phantom, sedangkan bilik ionisasi diletakkan pada kedalaman referensi 10 cm.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dosimetri In Vivo

Dosimetri In Vivo merupakan pemantauan dosis yang diterima pasien, dengan meletakkan dosimeter di permukaan tubuh pasien atau di dalam rongga alami pasien ketika pemeriksaan berlangsung. Hal tersebut dapat mendeteksi variasi tipe dari kesalahan sepanjang pemberian dosis. Dosimetri in vivo dapat dibagi menjadi tiga kelas, dosis masuk, dosis keluaran dan pengukuran dosis intracavitari.

Verivikasi dosis terdiri dari pengukuran untuk dosis masuk (entrance dose) dan dosis keluaran (exit dose). Pengukuran dosis entrans merupakan verivikasi output dan performa dari unit dari tiap perlakuan, dosis entrans juga berfungsi untuk memeriksa akurasi dari set up pasien. Sedangkan penukuran dosis keluaran untuk memverivikasi alogaritma kalkulasi dosis dan menentukan parameter pasien, bentuk, ukuran, jaringan yang inhomegenitas pada prosedur perhitungan dosis.(Nasukha, 2007)

[sumber : estro, 2006]

(18)

Akurasi dari pengukuran dosimetri in vivo ditentukan oleh kombinasi ketidakpastian dari faktor kalibrasi dan faktor koreksi. Untuk mengetahui karakteristik dosimeter sebelum melakukan dosimetri in vivo pada pasien, dosimeter perlu diverivikasi terlebih dahulu pada solid phantom, yaitu dengan menentukan faktor kalibrasi dan faktor koreksi. Untuk itu penelitian kali ini dilakukan pengukuran terhadap dosimeter untuk mendapatkan faktor kalibrasi dan koreksi dosimeter yang nantinya kedua faktor tesebut dapat digunakan dalam pengukuran dosis pada pasien.

2.2 Bilik Ionisasi

Detektor Bilik ionisasi merupakan alat ukur radiasi yang mengukur jumlah ionisasi yang terjadi didalam rongga detector. Secara garis besar detector kamar pengion terdiri dari rongga yang berisi gas yang terlingkupi oleh dinding luar yang terbuat dari bahan bersifat konduktif dan pada bagian tengah terdapat elektroda yang berfungsi untuk mengumpulkan ion.

Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda sebagaimana berikut.

[sumber : www.batan.go.id ]

(19)

Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.

[ sumber : www.batan.go.id ]

Gambar 2.3 Ionisasi akibat radiasi

Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.

Detektor bilik ionisasi kemudian dihubungkan dengan elektormeter. Secara umum, electrometer merupakan suatu rangkaian elektronik yang memiliki penguatan tinggi, feedback negative, operasional amplifier dengan resistor atau kapasitor yang berfungsi untuk mengukur arus dan muatan di dalam detektor bilik ionisasi. Pengukuran biasanya dilakukan menggunakan interval waktu yang konstan.

Jenis detektor yang popular dan banyak digunakan adalah detektor bilik ionisasi tipe farmer. Detektor tipe farmer memiliki karakteristik tidak dipengaruhi oleh arah datang sinar radiasi, volume detector berkisar 0.05-1.00 cm3, radius 2-7 mm, panjang 4-25mm, ketebalan dinding detector 0.1g/cm2, dan dapat digunakan untuk pengukuran radiasi foton, elektron, proton dan ion.

(20)

Gambar 2.4 Detektor Ionisasi chamber tipe farmer

Detektor plan paralel merupakan tipe lain dari detektor bilik ionisasi, dan direkomendasikan untuk pengukuran dosis electron dengan energi dibawah 10MeV, distribusi dosis kedalaman berkas electron dan foton, dosis permukaan radiasi foton, dan pengukuran didaerah build up. Detektor jenis ini memiliki keunggulan dalam hal resolusi spasial sehingga dapat digunakan untuk pengukuran pada daerah radiasi yang memiliki laju penurunan atau gradien tinggi, karena volume aktif yang berfungsi dalam pengukuran cukup kecil.

2.3 Dioda

Detektor dioda jenis silikon adalah dioda jenis p-n yang dibuat dengan cara memberikan silicon tipe p atau n yang diberikan “pengotor” atau doping. Dioda jenis tersebut dikenal dengan detector dioda tipe p-Si atau n-Si. Kedua jenis dioda tersebut dapati ditemui di pasaran, akan tetapi hanya jenis dioda p-Si yang sesuai untuk aplikasi radioterapi, karena dioda jenis ini memiliki “dark current” yang rendah dan tahan terhadap kerusakan fisik akibat radiasi. Radiasi yang mengenai dioda akan menghasilkan pasangan electron dan hole (e-h) pada permukaan detector, termasuk juga daerah depletion layer. Muatan yang terbentuk akan ter-“sedot” oleh daerah depletion layer akibat adanya muatan listrik didalam daerah depletion layer. Pada saat muatan melalui daerah tersebut akan terbentuk arus listrik yang kemudian akan terukur oleh system electrometer. (estro, 2006)

Pada umumya detector jenis dioda dioperasikan tanpa menggunakan bias listrik untuk mengurangi arus bocor, dan arus yang terjadi pada saat radiasi mengenai dioda bersifat linier terhadap dosis yang terukur. Detector

(21)

dioda memiliki ukuran yang relative lebih kecil dan sensitive dibandingkan dengan detektor bilik ionisasi. Karena ukuran yang kecil dioda banyak digunakan untuk pengukuran dosis in Vivo. Sebelum digunakan detektor dioda harus dikalibrasi dan factor-faktor koreksi yang mempengaruhi bacaan dioda harus diketahui.(www.babehedi.com)

[ sumber : AAPM 87 ]

Gambar 2.5 Konstruksi jenis dioda menunjukan komponen mayor dan susunan internal dioda. (3a dioda silinder sun nuclear foton, 3b dioda flat sun nuclear foton, 3c dioda flat scanditronic welhofer, 3d dioda sun nuclear elektron)

Gambar 2.6 merupakan detektor dioda QED warna kuning, yang di desain untuk foton energi 6 – 12 MV. Pada gambar tersebut juga terdapat

(22)

Lemo Konektor, yaitu kabel penghubung antara detektor dioda dengan elektrometer. Detektor dioda ini yang akan dipakai dalam penelitian kali ini

Gambar 2.6 Detektor dioda QED dan Lemo konektor

Dalam penggunaanya, detektor dioda membutuhkan elektrometer sebagai penghubung dengan komputer, elektrometer memiliki minimal 2 channel, yaitu untuk pengukuran dosis masuk dan dosis keluaran. Namun terdapat juga elektrometer yang memiliki hingga 10 channel yang bisa dipakai untuk pengukuran dosimetri in vivo TBI.(Estro, 2006)

Gambar 2.7 Elektrometer detektor dioda QED

Pada gambar 2.7 menunjukan elektrometer dari detektor dioda mempunyai 2 channel, elektrometer membaca sinyal dari detektor dioda, dan dengan bantuan software maka sinyal dari elektrometer dapat dibaca menggunakan komputer.

(23)

2.4 Faktor Koreksi

Semua parameter yang dapat mempengaruhi dosimeter bisa menjadi sebab ketika kondisi klinis berbeda dengan kondisi referensi. Kalibrasi saja tidak cukup untuk mengubah sinyal detektor menjadi dosis serap, maka dari itu sejumlah faktor koreksi kemudian dibutuhkan. Faktor koreksi merupakan faktor komulatif jika dikombinasikan dengan faktor kalibrasi untuk mendapatkan nilai dosis yang benar. Jika respon detektor lebih rendah atau lebih tinggi pada kondisi klinis daripada kondisi referensi, maka kedua faktor ini masing masing bisa menjadi pengaruh, lebih besar atau lebih kecil nilainya.

Untuk menentukan faktor kalibrasi, perlu menentukan faktor koreksi untuk menghitung variasi dari respon dosimeter yaitu adanya deviasi kondisi referensi. Contoh pada dioda, faktor koreksi yang dapat mempengaruhi respon dioda diantaranya luas lapangan, SSD, modifikasi berkas sinar seperti filter atau wedge, adanya tray atau blok dan sudut sinar. Sinyal dioda tidak hanya sangat tergantung dengan faktor intrinsik dari kristal dioda, akan tetapi juga sifat fisis dari berkas sinar. Fakta bahwa kemampuan dari detektor memiliki kontribusi hamburan yang berbeda dari detektor yang lain pada kedalaman dosis maksimum, sebagai konsekuensi faktor koreksi harus ada dalam penggunaan detektor.

[2.1] Perhitungan faktor koreksi untuk variasi respon ditentukan dengan perbandingan antara bacaan bilik ionisasi dengan bacaan detektor dioda pada kondisi klinis yang dinormalisasi pada kondisi referensi. Kualitas berkas yang perlu di verivikasi adalah, (Estro, 2001)

1. Variasi terhadap sudut yang berbeda yang dinormalisasi dengan berkas sudut sentral axis

2. Faktor koreksi luas lapangan, pengukuran dilakukan dari 4 x 4 cm2 hingga 40 x 40 cm2, pada raferensi SSD 100 cm

(24)

3. Faktor koreksi SSD, diukur berdasarkan kondisi klinis yang biasa dilakukan, antara 90 cm hingga 110 cm, pada referensi luas lapangan 10 x 10 cm2. Dengan catatan bahwa faktor koreksi SSD dan luas lapangan merupakan faktor independen.

4. Wedge, yang tergantung dengan luas lapangan, diukur pada referensi SSD untuk luas lapangan yang berbeda. Perbandingan antara sinyal bilik ionisasi terhadap sinyal detektor kemudian dinormalisasi dengan perbandingan yang sama pada berkas terbuka (dengan luas lapangan yang sama)

5. Tray, tergantung pada SSD dan luas lapangan. Diukur dengan mengulangi seluruh pengukuran pada faktor koreksi SSD dan luas lapangan, dan menormalisasi datanya terhadap kondisi referensi pada berkas sinar terbuka, SSD dan luas lapangan.

6. Blok, diukur dengan luas blok yang berbeda pada kolimator terbuka (contohnya pada kolimator terbuka 20 x 20 cm2 untuk blok 5 x 5 cm2). Dan kondisi referensinya berkas sinar terbuka.

2.5 Faktor kalibrasi dosis masuk

Dosimeter dikalibrasi untuk mengukur dosis masuk, dosis yang terukur merupakan dosis pada kedalaman dosis maksimum (Dmax). Faktor kalibrasi dosis masuk, merupakan faktor yang valid untuk kondisi referensi dengan bacaan pada dosimeter. Dosimeter diletakkan pada kedalaman Dmax atau pada permukaan kulit untuk dosimeter yang sudah memiliki build up cap. Dosimeter harus selalu dikalibrasi secara reguler, interval waktu biasanya antara mingguan hingga bulanan. (Estro, 2006)

Perhitungan faktor kalibrasi dioda dilakukan dengan menggunakan perumusan

Fcal = R(SSD 100)Dw (dmax ) [ 2.2]

(25)

Fcal = Faktor kalibrasi

Dw(dmax) = dosis ionisasi chamber pada dmax R( SSD 100) = Bacaan dioda pada SSD 100 cm

(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan menjelaskan langkah langkah yang digunakan dalam penelitian. Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pesawat radioterapi linear akselerator tipe elekta rumah sakit kanker dharmais.

2. Detektor bilik ionisasi PTW 30013

3. Detektor dioda QED sun nuclear warna kuning 6 – 12 MV sinar foton 4. Water phantom PTW Freiburgh

5. Virtual water P 2519 6. Tray

Metode penelitian yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahap antara lain:

3.1 Verifikasi Virtual Water

Kalibrasi sangat penting sebagai salah satu upaya optimasi proteksi radiasi terhadap pasien. Tujuannya yaitu menjamin bahwa setiap parameter penyinaran pada pesawat Linac teruji keakurasiannya dan fungsinya sesuai dengan spesifikasi alat dan bila terjadi penyimpangan harus berada dalam nilai batas toleransi yang disepakati.

Uji kesesuaian dosis absolut bertujuan untuk membandingkan dosis absolut yang di dapat dari water phantom dengan virtual water. Pengukuran dilakukan menggunakan 2 energi yaitu 6 MV dan 10 MV

3.1.1 Dosis Absolut Water Phantom

Pengukuran dosis absolut pada water phantom dilakukan menggunakan detektor bilik ionisasi ptw 30013 yang diletakkan pada kedalaman 10 cm, dengan luas lapangan 10 x 10 cm2. Pengukuran dosis absolut ini mengikuti berdasarkan prosedur dari IAEA TRS 398.

Pengukuran dilakukan dengan tiga beda tegangan, yaitu +400 volt, +100 volt, dan -400 volt. Pengukuuran pada dosis absolut

(27)

dilakukan pada 2 energi yang berbeda, yaitu pada energi 6 MV menggunakan nilai MU 200, sedangkan pada energi 10 MV menggunakan nilai MU 300.

sumber

Gambar 3.1 Set up pengukuran dosis absolut pada water phantom

3.1.2 Dosis Absolut Virtual Water

Pengukuran dosis absolut pada penelititan ini selain menggunakan water phantom dilakukan juga dengan virtual water. Karena dosimetri in vivo dioda tidak waterproof, maka pengukuran sebaiknya dilakukan pada virtual water. Untuk itu, dalam menentukan faktor kalibrasi dan faktor koreksi dioda, virtual water yang digunakan harus setara dengan air, agar hasilnya dapat dibandingkan dengan pengukuran pada water phantom.

Sama seperti pada water phantom, dosis absolut pada virtual water dilakukan menggunakan kondisi yang sama, gambar dibawah menunjukan bahwa detektor yang dipakai adalah detektor bilik ionisasi ptw 30013 yang diletakkan pada kedalaman 10 cm dan penyinaran menggunakan luas lapangan 10 x 10 cm2.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tiga beda tegangan, yaitu +400 volt, +100 volt, dan -400 volt. Pengukuran pada energi 6

D 10 cm SSD 100 cm

Bilik ionisasi

(28)

MV menggunakan nilai MU 200, sedangkan pada energi 10 MV menggunakan nilai MU 300.

Sumber

Gambar 3.2 Set up pengukuran dosis absolut pada virtual water

3.2 Kalibrasi

Untuk menentukan faktor kalibrasi dioda, pengukuran dilakukan dengan menggunakan virtual water, dengan luas lapangan 10 x 10 cm2, dengan SSD 100 cm, sudut gantri 0 derajat. Pengukuran dilakukuan dengan menggunakan variasi MU, dari 10 hingga 300.

Sumber

Gambar 3.3 Set up pengukuran kalibrasi

Virtual water SSD 100 cm Bilik ionisasi D 10 cm Virtual water SSD 100 cm Dioda D 10 cm Bilik ionisasi

(29)

Untuk menentukan faktor kalibrasi, maka hasil pengukuran di olah menggunakan formula :

Fkal = 𝑅(𝑆𝑆𝐷 100)𝐷𝑤 (𝑑𝑚𝑎𝑥 ) [3.1]

Dimana,

Fkal = Faktor kalibrasi

Dw(dmax) = dosis ionisasi chamber pada dmax R(SSD 100) = Bacaan dioda pada SSD 100 cm

3.3 Koreksi Linearitas Dosis

Linearitas dosis dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dioda terhadap pengaruh dosis, yaitu dengan mengetahui bacaan dosimeter dioda seiring dengan berubahnya nilai MU. Pada pengukuran ini kalibrasi dilakukan menggunakan virtual water, menggunakan luas lapangan tetap 10 x 10 cm2, jarak pengukuran dari sumber hingga permukaan virtual water adalah 100 cm, dan sudut gantri vertikal tegak lurus dengan permukaan virtual water. Detektor dioda diletakkan pada permukaan virtual water.

Sumber

Gambar 3.4 Set up pengukuran linearitas dosis

Pengukuran dilakukan dengan variasi nilai MU, yaitu dari nilai tertinggi 300, 250, 200, 150, 100, 80, 50, 30, 20 hingga yang terendah 10.

Virtual water

SSD 100 cm

Dioda D 10 cm

(30)

Pengukuran dengan variasi MU dilakukan pada 2 variasi energi yang berbeda yaitu 6 MV dan 10 MV.

3.4 Koreksi Luas Lapangan

Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk menentukan keluaran radiasi terhadap pengaruh perubahan luas lapangan. Pengukuran koreksi luas lapangan dilakukan dengan cara melakukan penyinaran pada kondisi luas lapangan yang berbeda, dimulai pada luas lapangan 4 x 4 cm, 5 x 5 cm, 6 x 6 cm, 7 x 7 cm, 8 x 8 cm, 10 x 10 cm, 12 x 12 cm, 15 x 15 cm, 20 x 20 cm, 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm dan 40 x 40 cm. Dengan kondisi sudut gantri vertikal, SSD 100 cm, nilai MU tetap. Kalibrasi dilakukan pada 2 energi yaitu 6 MV dan 10 MV.

Pada penyinaran, detektor bilik ionisasi dan dioda digunakan secara bersama sama, dimana bilik ionisasi diletakkan pada kedalaman 10 cm, sedangkan detektor dioda diletakkan pada permukaan virtual water.

Sumber

Gambar 3.5 Set up pengukuran koreksi luas lapangan

Untuk menentukan koreksi luas lapangan, hasil pengukuran dirumuskan menjadi : Virtual water SSD 100 cm Dioda D 10 cm Bilik ionisasi

(31)

CFS = 𝑆𝑐,𝑝 (𝐹𝑆 ) 𝑆𝑐,𝑝 (𝐹𝑆 10 𝑥 10) 𝑅(𝐹𝑆 ) 𝑅(𝐹𝑆 10 𝑥 10) [3.2] Dimana,

CFS : koreksi luas lapangan

Sc,p (FS) : bacaan ionisasi chamber per lapangan

Sc,p (FS 10 x 10) : bacaan ionisasi chamber pada luas lapangan 10 x 10 cm2 R(FS) : bacaan dioda per lapangan

R (FS 10 x 10) : bacaan dioda pada luas lapangan 10 x 10 cm2

3.5 Koreksi SSD

Bacaan detektor Dioda juga perlu diketahui karakteristiknya terhadap perubahan jarak antara sumber dengan permukaan phantom, maka dari itu pengukuran dengan faktor koreksi SSD perlu dilakukan, pengukuran dilakukan menggunakan variasi SSD dengan interval 5 cm, dimulai dari SSD 90 cm hingga 100 cm. SSD yang dipakai sesuai dengan kondisi yang biasa dilakukan pada pasien.

Pengukuran dilakukan dengan sudut gantri vertikal tegak lurus dengan permukaan, nilai MU tetap, dan luas lapangan 10 x 10 cm. Pada penyinaran, detektor bilik ionisasi dan dioda diletakkan bersama sama, dimana bilik ionisasi diletakkan pada kedalaman 10 cm, sedangkan detektor dioda diletakkan pada permukaan phantom. Pengukuran dilakukan pada 2 energi yang berbeda, yaitu 6 MV dan 10 MV.

Sumber

Gambar 3.6 Set up pengukuran koreksi SSD dioda

Solid phantom

SSD

(32)

Untuk menentukan koreksi SSD, hasil pengukuran dapat ditentukan dengan formula : CSSD = 𝐷𝑊 (𝑆𝑆𝐷 ) 𝐷𝑊 (𝑆𝑆𝐷 100 ) 𝑅(𝑆𝑆𝐷 ) 𝑅(𝑆𝑆𝐷 100 ) [3.3] Dimana, CSSD : faktor koreksi SSD

DW (SSD) : bacaan ionisasi chamber pada SSD tertentu DW (SSD 100) : bacaan ionisasi chamber pada SSD 100 cm R (SSD) : bacaan detektor dioda pada SSD tertentu R (SSD 100) : bacaan detektor dioda pada SSD 100 cm

3.6 Koreksi Sudut Sinar Datang

Pengukuran dilakukan pada sudut -90 s/d 90 dengan resolusi 10 derajat, menggunakan luas lapangan 10 x 10 cm2, SSD 100 cm, dan pada nilai MU tetap. Pada pengukuran ini menggunakan detektor dioda yang diletakkan pada permukaan phantom.

Gambar 3.7 Set up pengukuran faktor koreksi sudut sinar datang

3.7 Koreksi Tray

Tujuan dilakukan pengukuran faktor koreksi tray adalah untuk menentukan koreksi pengukuran yang disebabkan pengaruh tray pada saat pengukuran berlangsung.

00

-900 900

(33)

Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan tray pada pesawat linac kemudian melakukan penyinaran pada variasi luas lapangan, dimulai dari luas lapangan 4 x 4 cm, 5 x 5 cm, 6 x 6 cm, 7 x 7 cm, 8 x 8 cm, 10 x 10 cm, 12 x 12 cm, 15 x 15 cm, 20 x 20 cm. Dengan kondisi sudut gantri vertikal tegak lurus dengan permukaan phantom, SSD 100 cm, dan nilai MU tetap.

Sumber

Gambar 3.8 Set up pengukuran faktor koreksi tray

Untuk menentukan koreksi tray, hasil yang diperoleh dari pengukuran dapat ditentukan dengan formula :

Ctray = 𝐷𝑊 (𝑡𝑟𝑎𝑦 ) 𝐷𝑊 (𝑜𝑝𝑒𝑛 ) 𝑅(𝑡𝑟𝑎𝑦 ) 𝑅(𝑜𝑝𝑒𝑛 ) [3.4] Dimana,

Ctray : faktor koreksi tray

DW (tray) : bacaan bilik ionisasi dengan pemasangan tray DW (open) : bacaan bilik ionisasi tanpa tray

R (tray) : bacaan dioda dengan pemasangan tray R (open) : bacaan dioda tanpa tray

Virtual water SSD 100 cm Dioda D 10 cm Bilik ionisasi tray

(34)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan Verifikasi dosis absolut pada virtual water, kalibrasi, koreksi luas lapagan, koreksi linearitas dosis, koreksi SSD, koreksi sudut sinar datang, dan koreksi tray. Tingkat konsistensi dioda dapat diketahui dengan membandingkan hasil bacaan dioda dengan bacaan dosimeter Bilik ionisasi.

4.1. Verifikasi Dosis Absolut Pada Virtual Water

Pada pengujian dosis absolut, pengukuran dilakukan dua kali, yaitu menggunakan water phantom dan virtual water.

4.1.1. Dosis Absolut 6 MV

Pada saat pengukuran dosis absolut pada water phantom energi 6 MV, kondisi tekanan udara sebesar 1005 kPa, dengan suhu 190 C, 66 % kelembaban dan dengan MU 200. Sedangkan hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran dosis absolut water phantom energi 6 MV tegangan

kerja (V)

Bacaan Bilik Ionisasi (nC)

1 2 3 4 5 rata2

400 25,77 25,77 25,73 25,78 25,75 25,76 -400 25,73 25,75 25,75 25,75 25,75 25,75 100 25,56 25,56 25,57 25,57 25,57 25,57 Dengan menggunakan parameter diatas, maka diperoleh nilai KTP 1,005, Kelek 1, Kpol 1, Ks 1,002. Sehingga diperoleh nilai Mq 0,1300912, Dengan Dzmax 1,0165 cGy/MU

Sedangkan pengukuran menggunakan virtual water, menggunakan detektor bilik ionisasi yang diletakkan pada kedalaman 10 cm, MU 200. Kondisi tekanan udara sebesar 1005 kPa, dengan suhu ruangan 24,50 C dan kelembaban 66 %. Hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 4.2.

(35)

Tabel 4.2 Hasil pengukuran dosis absolut virtual water energi 6 MV Tegangan

kerja (V)

Bacaan Bilik Ionisasi (nC)

1 2 3 4 5 rata-rata

400 25,3 25,33 25,35 25,36 25,35 25,33 -400 25,39 25,37 25,36 25,38 25,38 25,38 100 25,2 25,21 25,22 25,24 25,22 25,22

Dengan menggunakan parameter diatas, maka diperoleh nilai M1 0,1267 nC/MU, KTP 1,0001, Kelek 1, Kpol 1,001, Ks 1,002. Sehingga diperoleh nilai Mq 0,13 Dengan D(Zref) 0,69 cGy/MU, dan dengan perkalian PDD, maka didapat Dw(Zmax) 1,0215 cGy/MU.

Berdasarkan pengukuran dari kedua phantom diatas, pengukuran menggunakan water phantom menghasilkan dosis maksimum 1,0165 cGy/MU, sedangkan pada virtual water menghasilkan dosis maksimum 1,0215 cGy/MU. Untuk mendapatkan kesalahan relatif dari pengukuran diatas dapat dicari dengan mengetahui selisih antara dosis pada water phantom terhadap dosis pada virtual water, kemudian hasilnya dibagi dengan dosis pada water phantom dan dikalikan 100 %, maka kesalahan relatif dari pengukuran diatas sebesar 0,49 %.

Berdasarkan pengukuran diatas, virtual water dapat digunakan dalam pengukuran selanjutnya, dengan dosis absolutnya yang memiliki kesalahan relatif sekitar 0,49 % terhadap dosis di air.

4.1.2 Dosis Absolut 10 MV

Pengukuran dosis absolut menggunakan water phantom energi 10 MV, menggunakan 300 MU kondisi tekanan udara 1004 kPa, dengan suhu ruangan 19,50 C, dan kelembaban 65 %. Sedangkan hasil pengukurannya ditunjukkan pada tabel 4.3

(36)

Tabel 4.3 hasil pengukuran dosis absolut water phantom energi 10 MV Tegangan

Kerja (V)

Bacaan Bilik Ionisasi (nC)

1 2 3 rata-rata

400 41,98 41,92 41,98 41,96 100 41,52 41,48 41,50 41,50 -400 41,95 41,95 41,98 41,96

Dengan menggunakan parameter diatas, maka diperoleh nilai KTP 1,004, Kelek 1, Kpol 1,001, Ks 1,004. Sehingga diperoleh nilai Mq 0,141 Dengan D(Zref) 0,74 cGy/MU, dan dengan perkalian PDD, maka didapat Dw(Zmax) 1,0144 cGy/MU.

Sedangkan pada pengukuran energi 10 MV menggunakan solid phantom, besarnya MU yang digunakan yaitu 300, kondisi tekanan udara sebesar 1005 kPa, dengan suhu ruangan 18,80 C, dan kelembaban 66 %

Tabel 4.4 Hasil pengukuran dosis absolut virtual water energi 10 MV Tegangan

Kerja (V)

bacaan Bilik Ionisasi (nC)

1 2 3 rata-rata

400 41,52 41,53 41,51 41,52 100 41,01 41,06 41,06 41,04 -400 41,40 41,47 41,46 41,44

Dengan menggunakan parameter diatas, maka diperoleh nilai KTP 1,007, Kelek 1, Kpol 0,999, Ks 1,004. Sehingga diperoleh nilai Mq 0,1393 Dengan D(Zref) 0,73 cGy/MU, dan dengan perkalian PDD, maka didapat Dw(Zmax) 1,0064 cGy/MU.

Pengukuran energi 10 MV, berdasarkan pengukuran menggunakan water phantom menghasilkan dosis maksimum sebesar 1,0144 cGy/MU, sedangkan pada virtual water dosis maksimum yang didapat sebesar 1,0064 cGy/MU. Maka kesalahan relatif dari pengukuran diatas adalah 0,78 %.

Berdasarkan pengukuran diatas, virtual water dapat digunakan dalam pengukuran, dikarenakan pada energi 10 MV virtual water memiliki kesalahan relatif sekitar 0,78 % dosis di

(37)

air. Maka baik pada energi 6 MV maupun 10 MV, virtual water dapat digunakan untuk pengukuran.

4.2 Pengujian Faktor Kalibrasi

Pengujian faktor kalibrasi dioda di cari dengan SSD 100 cm, luas lapangan 10 x 10 cm2 dengan variasi MU dari 10 hingga 300. Pada pengukuran, detektor bilik ionisasi dan dioda digunakan secara bersama sama, dimana bilik ionisasi diletakkan pada kedalaman 10 cm, sedangkan detektor dioda diletakkan pada permukaan virtual water.

Untuk mendapatkan faktor kalibrasi dioda, dosis pada Dmax dibagi dengan bacaan dioda. Hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 4.5 untuk energi 6 MV, dan tabel 4.6 untuk energi 10 MV.

Tabel 4.5 Hasil pengukuran faktor kalibrasi energi 6 MV dosis

(cGy)

Dioda Faktor Kalibrasi (cGy/nC) (nC) 300 93,948 3,193 250 78,308 3,193 200 62,621 3,194 150 47,018 3,190 100 31,305 3,194 80 25,091 3,188 50 15,685 3,188 30 9,431 3,181 20 6,278 3,186 10 3,140 3,185

Faktor kalibrasi dioda untuk energi 6 MV ditunjukkan pada tabel 4.5. Rata-rata faktor kalibrasi dari dosis 100 hingga 300 cGy sebesar 3,189 dengan deviasi 0,44 %. Berdasarkan tabel tersebut terdapat perubahan faktor kalibrasi pada rentang dosis dari 10 hingga 300 cGy. Dimana dosis dibawah 100, memiliki faktor kalibrasi antara dengan rata rata 3,193. Sedangkan dosis 100 ke 300 cGy, memiliki rata rata faktor kalibrasi 3,186. Dari data diatas menunjukkan bahwa untuk dosis diatas 100 cGy mempunyai kecenderungan faktor kalibrasi yang

(38)

lebih tinggi daripada faktor kalibrasi pada dosis dibawah 100 cGy. Perbedaan faktor kalibrasi dioda dibawah dosis 100 cGy dengan dosis diatas 100 cGy sebesar 0,23 %.

Tabel 4.6 Hasil pengukuran faktor kalibrasi 10 MV dosis (cGy) Dioda (nC) Faktor Kalibrasi (cGy/nC) 300 96,1613 3,120 250 80,054 3,123 200 63,975 3,126 150 48,012 3,124 100 32,003 3,125 80 25,640 3,120 50 16,012 3,122 30 9,615 3,120 20 6,409 3,120 10 3,212 3,113

Sedangkan untuk energi 10 MV, yang ditunjukkan pada tabel 4.6, rata rata faktor kalibrasi dari dosis 10 cGy hingga 300 cGy sebesar 3,121, dengan deviasi 0,36 %.

Ada kecenderungan kenaikan faktor kalibrasi dari dosis dibawah 100 cGy dengan dosis diatas 100 cGy dimana untuk rata rata faktor kalibrasi pada dosis 100 cGy hingga 300 cGy sebesar 3,124, dan pada dosis dibawah 100 cGy sebesar 3,119. Perbedaan dari kedua faktor kalibrasi tersebut sebesar 0,13 %.

Dari hasil diatas baik pada 6 MV maupun 10 MV, perbedaan faktor kalibrasi pada dosis dibawah 100 cGy dengan dosis 100 cGy ke atas memiliki perbedaan 0,23 % dan 0,13 %. Nilai tersebut meskipun kecil, namun tetap terlihat perbedaannya. Maka berdasarkan hasil pengukuran diatas, faktor kalibrasi dioda pada energi 6 MV dan 10 MV berbeda..

4.3 Pengujian Koreksi Linearitas dosis

Hasil pengukuran energi 6 MV dan 10 MV ditunjukan pada tabel 4.7. Data tersebut diperoleh dari penyinaran dengan Luas

(39)

lapangan 10 x 10 cm2 dan SSD 100 cm, dengan variasi dosis. Penyinaran dilakukan tiga kali untuk masing masing variasi dosis.

Tabel 4.7 Hasil pengukuran koreksi linearitas dosis energi 6 MV dan 10 MV dosis (cGy) 6 MV 10 MV (nC) (nC) 300 93,948 96,161 250 78,308 80,054 200 62,621 63,975 150 47,018 48,012 100 31,305 32,003 80 25,091 25,640 50 15,685 16,102 30 9,431 9,615 20 6,278 6,409 10 3,140 3,212

Hasil pengukuran variasi linearitas dosis kemudian diambil rata ratanya, dan dibandingkan dengan dosis masing masing. Dari data tersebut kemudian dibuat grafik antara dosis dengan bacaan dioda.

Gambar 4.1 Grafik linearitas dosis energi 6 MV y = 0,313x + 0,023 R² = 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 100 200 300 400 B ac aan D d io d a (n C) Dosis (cGy)

(40)

Gambar 4.2 Grafik linearitas dosis energi 10 MV

Dari kedua gambar diatas, diperoleh hubungan antara dosis yang diberikan pada penyinaran dengan bacaan detektor dioda. Dimana dosis yang diberikan mulai dari dosis terkecil 10 hingga 300 cGy. Dari gambar diatas diketahui semakin besar dosis yang diberikan, semakin besar pula bacaan detektor dioda yang diperoleh.

Sifat yang sama ditunjukan oleh kedua energi, yaitu 6 MV dan 10 MV. Hal ini menunjukan Karakteristik dioda, dimana detektor dioda pada energi 6 dan 10 MV memiliki respon linear terhadap perubahan dosis.

4.4 Pengujian Koreksi Faktor Luas Lapangan

Pengujian koreksi luas lapangan dilakukan dengan variasi luas lapangan dari luas lapangan terendah 4 x 4 cm2 hingga yang tertinggi. Kondisi pengukuran sudut gantri vertikal, SSD 100 cm, nilai MU 100. Pengukuran dilakukan pada 2 energi yaitu 6 MV dan 10 MV.

Pada pengukuran, detektor bilik ionisasi dan dioda digunakan secara bersama sama, dimana bilik ionisasi diletakkan pada kedalaman 10 cm, sedangkan detektor dioda diletakkan pada permukaan phantom.

y = 0,320x - 0,070 R² = 1 0 20 40 60 80 100 120 0 100 200 300 400 B ac aan D io d a (n C) Dosis (cGy)

(41)

Hasil pengukuran koreksi luas lapangan berupa bacaan dari bilik ionisasi dan dioda, baik hasil pengukuran dari bilik ionisasi maupun dioda, diambil rata ratanya. Pengukuran pada bilik ionisasi dilakukan di kedalaman 10 cm, sehingga hasil bacaan perlu dikoreksi menggunakan PDD untuk mendapatkan bacaan pada Dmax.

Kemudian bacaan Dmax dinormalisasi pada luas lapangan 10 x 10 cm2. Untuk mendapatkan koreksi luas lapangan, normalisasi bilik ionisasi dibagi dengan normalisasi dioda hasil. Hasil pengukuran koreksi luas lapangan ditunjukkan pada tabel 4.8 untuk energi 6 MV dan 4.9 untuk energi 10 MV.

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Koreksi Luas Lapangan energi 6 MV

FS (cm2)

Bilik Ionisai Dioda Faktor Koreksi

Luas Lapangan Presentase D10 (nC) Dmax (nC) normalisasi Dmax (nC) Normalisasi

4 10,997 17,501 0,933 29,573 0,944 0,989 1,13 % 5 11,377 17,729 0,945 29,956 0,956 0,989 1,12 % 6 11,703 18,083 0,964 30,338 0,968 0,996 0,41 % 7 11,963 18,326 0,977 30,576 0,976 1,001 -0,14 % 8 12,217 18,555 0,989 30,858 0,985 1,005 -0,47 % 9 12,413 18,644 0,994 31,032 0,990 1,004 -0,38 % 10 12,627 18,756 1,000 31,338 1,000 1,000 0,00 % 12 12,950 19,066 1,017 31,768 1,014 1,003 -0,28 % 15 13,337 19,312 1,030 32,255 1,029 1,000 -0,03 % 20 13,823 19,672 1,049 32,949 1,051 0,996 0,25 % 25 14,137 19,947 1,064 33,402 1,066 0,998 0,22 % 30 14,310 20,012 1,067 33,579 1,072 0,996 0,43 % 35 14,347 19,937 1,063 33,591 1,072 0,992 0,83 % 40 14,330 19,919 1,062 33,437 1,067 0,995 0,47 %

Dari tabel diatas menunjukan bahwa baik ionisasi chamber maupun detektor dioda, memiliki respon yang sama terhadap perubahan luas lapangan, semakin besar luas lapangan, semakin besar pula bacaan detektor. Pada tabel 4.8 ditunjukkan bahwa presentase faktor koreksi luas lapangan pada setiap luas lapangan dibawah dari 2 %.

(42)

Tabel 4.9 Hasil pengukuran koreksi luas lapangan energi 10 MV

FS (cm2)

Bilik Ionisasi Dioda faktor koreksi

Luas lapangan presentase D10 (nC) Dmax (nC) normalisasi Bacaan (nC) normalisasi

4 12,373 17,753 0,922 27,678 0,877 1,052 -5,24% 5 12,783 18,135 0,942 29,934 0,948 0,994 0,60% 6 13,083 18,402 0,956 30,325 0,960 0,996 0,44% 7 13,337 18,654 0,969 30,634 0,970 0,999 0,09% 8 13,573 18,880 0,981 30,999 0,982 0,999 0,08% 9 13,750 19,041 0,989 31,231 0,989 1,000 -0,03% 10 13,960 19,246 1,000 31,577 1,000 1,000 0,00% 12 14,237 19,468 1,012 32,026 1,014 0,997 0,27% 15 14,580 19,547 1,016 32,599 1,032 0,984 1,62% 20 15,013 20,289 1,054 33,362 1,057 0,998 0,22% 25 15,263 20,375 1,059 33,796 1,070 0,989 1,08% 30 15,393 20,461 1,063 33,884 1,073 0,991 0,93% 35 15,407 20,282 1,054 34,088 1,080 0,976 2,38% 40 15,380 20,254 1,052 33,983 1,076 0,978 2,21%

Sedangkan pada tabel 4.9 yang mewakili energi 10 MV, bahwa sebagian besar luas lapangan memiliki faktor koreksi lebih kecil dari 2 %, kecuali luas lapangan terendah 4 x 4 cm dengan presentase 5,2 % dan 2 luas lapangan tertinggi, yaitu 35 x 35 dan 40 x 40 cm2, masing 2,38 % dan 2,21 %. Inkonsistensi faktor koreksi luas lapangan pada luas lapangan 4 x 4 cm2 sebesar 5,2 %, memperlihatkan adanya respon yang berbeda dari faktor koreksi luas lapangan yang lain.

Detektor bilik ionisasi merupakan dosimeter yang tidak didesain untuk luas lapangan yang kecil, hal ini mempengaruhi bacaan dari bilik ionisasi sehingga menjadikan faktor koreksi luas lapangan 4 x 4 cm2 berbeda jauh dan memiliki prosentase koreksi yang lebih besar daripada luas lapangan yang lain, yaitu sebesar 5,2 %.

Sedangkan perbedaan koreksi luas lapangan pada luas lapangan 35 x 35 cm2 dan 40 x 40 cm2, dikarenakan perbedaan hamburan pada virtual water, dimana phantom yang digunakan berukuran 30 x 30 cm2, sedangkan pengukuran melebihi ukuran virtual water.

(43)

Gambar 4.3 Grafik koreksi luas lapangan energi 6 MV

Gambar 4.4 Grafik koreksi luas lapangan energi 10 MV

Berdasarkan gambar 4.3 dan 4.4, juga ditunjukkan adanya perbedaan antara output faktor bilik ionisasi dengan dioda pada luas lapangan terendah, begitu juga pada luas lapangan tertinggi.

Dari faktor koreksi luas lapangan diatas, baik energi 6 MV maupun 10 MV, memiliki presentase tidak lebih dari 2 %, maka dalam hal ini menunjukan bahwa meletakkan dioda pada permukaan phantom dengan bertujuan mendapatkan dosis di Dmax sudah tepat.

0,92 0,94 0,96 0,98 1 1,02 1,04 1,06 1,08 0 20 40 60 Fakt o r K o re ksi Luas Lapangan (cm2) OF IC OF DIODA 0,8 0,85 0,9 0,95 1 1,05 1,1 0 20 40 60 Fakt o r K o re ksi Luas Lapangan (cm2) of IC OF DIODA

(44)

4.5 Pengujian Koreksi SSD

Pengukuran koreksi SSD dilakukan menggunakan variasi SSD dengan interval 5 cm, dimulai dari SSD 90 cm hingga 100 cm. SSD yang dipakai sesuai dengan kondisi yang biasa dilakukan pada pasien.

Pengukuran dilakukan dengan sudut gantri vertikal tegak lurus dengan permukaan, nilai MU tetap, dan luas lapangan 10 x 10 cm. Pada penyinaran, detektor bilik ionisasi dan dioda diletakkan bersama sama, dimana bilik ionisasi diletakkan pada kedalaman 10 cm, sedangkan detektor dioda diletakkan pada permukaan phantom. Pengukuran dilakukan pada 2 energi yang berbeda, yaitu 6 MV dan 10 MV.

Baik bilik ionisasi maupun dioda, untuk setiap SSD diambil rata ratanya, hasil bacaan ionisasi chamber dirubah ke Dmax, kemudian bacaan ionisasi pada dmax dan bacaan dioda dinormalisasi terhadap bacaan pada SSD 100 cm. Untuk menetukan koreksi SSD, normalisasi dari bilik ionisasi dibagi dengan normalisasi dari dioda. Seluruh pengukuran dan hasil pengolahan ditunjukkan pada tabel 4.10 untuk energi 6 MV dan tabel 4.11 untuk energi 10 MV

Tabel 4.10 Hasil pengukuran koreksi SSD energi 6 MV SSD

(cm)

Ionisasi Chamber Dioda Faktor Koreksi

SSD Persentase D10 (nC) Dmax (nC) normalisasi Dmax (nC) normalisasi 110 10,677 15,638 0,836 26,025 0,827 1,011 -1,10% 105 11,560 17,046 0,911 28,532 0,906 1,005 -0,52% 100 12,597 18,712 1 31,482 1 1 0,00% 95 13,767 20,616 1,102 34,943 1,110 0,993 0,73% 90 15,130 22,861 1,222 39,085 1,241 0,984 1,59%

Tabel 4.11 Hasil pengukuran koreksi SSD energi 10 MV SSD

(cm)

Bilik Ionisasi Dioda Faktor Koreksi

SSD Presentase D10 (nC) Dmax (nC) normalisasi Dmax (nC) normalisasi 110 11,753 16,003 0,831 25,897 0,820 1,014 -1,38% 105 12,797 17,527 0,911 28,537 0,904 1,008 -0,77% 100 13,960 19,246 1 31,577 1 1 0,00% 95 15,267 21,199 1,101 35,007 1,109 0,994 0,64%

(45)

Pada tabel 4.10 dan 4.11, faktor koreksi SSD memperlihatkan bahwa semakin besar SSD, faktor koreksi semakin besar, dan prosentase peningkatannya tidak lebih dari 1 % untuk setiap peningkatan SSD. Kemudian dari tabel 4.10 dan 4.11 dibuat grafik, grafik hubungan antara normalisasi dengan SSD yang digunakan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.5 untuk energi 6 MV dan 4.6 untuk energi 10 MV

Gambar 4.5 Grafik koreksi dioda dan bilik ionisasi energi 6 MV

Gambar 4.6 Grafik koreksi dioda dan bilik ionisasi energi 10 MV Dari gambar 4.5 dan 4.6 menunjukan faktor koreksi SSD pada energi 6 MV dan 10 MV, dari kedua tabel diatas dapat dilihat bacaan dioda dari SSD 110 hingga 90 cm, dimana bacaan dioda meningkat

y = -0,019x + 2,939 R² = 0,992 y = -0,020x + 3,083 R² = 0,990 0,8 1 1,2 1,4 80 90 100 110 120 fakto r ko re ksi SSD (cm) IC Dioda Linear (IC) Linear (Dioda) y = -0,019x + 2,954 R² = 0,993 y = -0,020x + 3,101 R² = 0,992 0,8 1 1,2 1,4 80 90 100 110 120 Fa kto r K or eksi SSD (cm) IC dioda Linear (IC) Linear (dioda)

(46)

ketika SSD semakin pendek, peningkatan bacaan dioda lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan bilik ionisasi, hal ini dikarenakan detektor dioda lebih sensitif terhadap hamburan, dimana semakin dekat ke kolimator semakin besar hamburan, maka semakin besar radiasi yang ditangkap dioda.

Dari kedua gambar diatas juga diperoleh hubungan antara jarak dengan bacaan detektor. Dari hubungan tersebut diperoleh nilai yang konsisten, dimana semakin pendek jarak sumber dengan permukaan phantom semakin besar bacaan detektor.

Gambar 4.7 Grafik faktor koreksi SSD geometri energi 6 MV y = 2,78E-04x + 9,72E-01 R² = 9,97E-01 0,996 0,997 0,998 0,999 1 1,001 1,002 1,003 80 90 100 110 120 Fakt o r K o re ksi SSD (cm) FK SSD Geometri Linear (FK SSD Geometri) y = 4,92E-04x + 9,51E-01 R² = 9,97E-01 0,994 0,996 0,998 1 1,002 1,004 1,006 80 90 100 110 120 Fakt o r K o re ksi SSD (cm) FK SSD geometri Linear (FK SSD geometri)

(47)

Sedangkan berdasarkan gambar 4.7 dan 4.8 menunjukkan bahwa faktor koreksi SSD geometri tergantung berdasarkan perubahan SSD, dimana faktor koreksi SSD geometri bersifat linear, semakin besar SSD yang dipakai dalam pengukuran maka koreksi geometri semakin besar pula.

4.6 Pengujian Koreksi Sudut Sinar Datang

Hasil pengukuran telah di rata rata dan ditunjukan pada tabel 4.12. Data dari tabel 4.12 diperoleh dari penyinaran dengan Luas lapangan 10 x 10 cm2, SSD 100 dan MU 100 dengan variasi sudut sinar datang. Penyinaran dilakukan tiga kali untuk masing masing variasi sudut sinar datang. Hasil pengukuran variasi sudut sinar datang kemudian diambil rata ratanya dan dilakukan normalisasi terhadap gantri vertikal. Hasil pengolahan data kemudian dibuat grafik

Tabel 4.12 Bacaan dioda koreksi sudut sinar datang energi 6 MV dan 10 MV

sudut 6 MV 10 MV Bacaan (nC) faktor koreksi Bacaan (nC) Faktor Koreksi 90 34,760 1,110 11,920 1,106 80 34,711 1,108 11,904 1,105 70 33,071 1,056 11,357 1,054 60 31,934 1,020 10,978 1,019 50 31,370 1,002 10,790 1,001 40 31,288 0,999 10,763 0,999 30 31,270 0,998 10,757 0,998 20 31,248 0,998 10,749 0,998 10 31,271 0,998 10,757 0,998 0 31,322 1,000 10,774 1 -10 31,237 0,997 10,746 0,997 -20 31,301 0,999 10,767 0,999 -30 31,215 0,997 10,738 0,997 -40 31,224 0,997 10,741 0,997 -50 31,256 0,998 10,752 0,998 -60 31,872 1,018 10,957 1,017 -70 33,043 1,055 11,348 1,053 -80 34,656 1,106 11,885 1,103 -90 34,566 1,104 11,855 1,100

(48)

Gambar 4.9 Grafik koreksi Sudut sinar datang energi 6 MV dan 10 MV

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sudut gantri 0derajat hingga 50derajat memiliki koreksi faktor yang tidak terlalu signifikan berbeda. Perubahan faktor koreksi semakin besar ketika berada pada sudut 60 derajat ke atas. Pada tabel 4.12, baik energi 6 MV maupun 10 MV menunjukan bahwa mulai dari sudut 50 derajat dan -50 derajat, besarnya faktor koreksi sudut lebih dari 1,05, peningkatan yang signifikan tersebut juga dapat dilihat pada gambar 4.9.

Permukaan dioda merupakan daerah yang paling sensitif terhadap radiasi dibandingkan daerah lain, karena dari permukaan dioda ini yang dipakai untuk menangkap radiasi. Menurunnya radiasi yang diterima dioda dikarenakan respon dioda dalam menangkap radiasi berkurang dikarenakan sudut sinar datang

Dari gambar 4.9 juga menunjukan bahwa sudut 60 derajat telah memberikan koreksi faktor yang besar, maka dari itu terlihat jangkauan normal detektor dioda berada pada 0 derajat hingga 50 derajat. Hal ini dikarenakan, hanya sebagian kecil radiasi yang masuk melalui permukaan dioda.

Dari gambar 4.9 disimpulkan, dimana pada kedua energi, baik 0,98 1 1,02 1,04 1,06 1,08 1,1 1,12 -100 -50 0 50 100 Fakt o r K o re ksi Sudut 10 MV 6 MV

(49)

variasi sudut sinar datang. Sehingga pada variasi ini, energi tidak banyak berpengaruh terhadap respon sudut.

4.7 Pengujian Koreksi Tray

Pengukuran koreksi tray dilakukan dengan 2 detektor, yaitu dioda yang diletakkan di permukaan phantom, sedangkan bilik ionisasi diletakkan di kedalaman 10 cm. Pengukuran dilakukan 2 kali, yaitu dengan menggunakan tray dan tanpa tray, dengan nilai MU 100 dan SSD 100 cm, sudut gantri 00, dengan variasi luas lapangan.

Pengukuran pada bilik ionisasi baik yang menggunakan tray maupun tidak, rata ratanya di rubah hingga bacaanya berada pada Dmax dengan menggunakan PDD. Kemudian bacaan pada Dmax dengan tray dibagi dengan bacaan Dmax tanpa tray, dilakukan pada ionisasi chamber maupun dioda. Untuk mendapatkan faktor koreksi tray, hasil bagi antara Dmax tray dengan Dmax tanpa tray ionisasi chamber dibagi dengan hasil bagi antara dioda tray dengan dioda tanpa tray. Hasil pengukuran telah di rata rata dan ditunjukan pada tabel 4.13 untuk energi 6 MV, dan tabel 4.14 untuk energi 10 MV.

Tabel 4.13 Hasil pengukuran faktor koreksi tray energi 6 MV

FS (cm2)

Bilik Ionisasi Dioda

Faktor Koreksi Tray Tray (nC) tanpa tray (nC) Dmax tray

Dmax(tanpa tray)

Tray (nC)

tanpa

tray (nC) Dmax(tanpa tray)Dmax tray D10 Dmax D10 Dmax 4 9,821 15,630 10,997 17,500 0,893 25,379 29,573 0,856 1,041 5 10,127 15,781 11,377 17,729 0,890 25,858 29,956 0,863 1,031 6 10,423 16,106 11,703 18,083 0,890 26,204 30,338 0,864 1,032 7 10,650 16,314 11,963 18,326 0,890 26,429 30,576 0,864 1,030 8 10,873 16,515 12,217 18,555 0,890 26,709 30,858 0,866 1,028 9 11,057 16,607 12,413 18,644 0,891 26,899 31,032 0,867 1,028 10 11,243 16,701 12,627 18,756 0,890 27,149 31,338 0,866 1,028 12 11,527 16,971 12,950 19,067 0,890 27,511 31,768 0,866 1,028 15 11,897 17,227 13,337 19,312 0,892 28,008 32,255 0,868 1,027 20 12,367 17,599 13,823 19,672 0,895 28,745 32,949 0,872 1,025

(50)

Tabel 4.14 Hasil pengukuran faktor koreksi Tray energi 10 MV

Dari tabel energi 6 MV dan 10 MV diatas menunjukan bahwa faktor koreksi tray pada energi 6 MV lebih besar dari pada energi 10 MV, dimana pada koreksi tray 6 MV memiliki rata-rata 1,0297, sedangkan pada energi 10 MV memiliki rata-rata 0,9599. Perbedaan signifikan dari faktor koreksi tray baik pada energi 6 MV maupun 10 MV berada pada luas lapangan 4 x 4 cm2.

Maka berdasarkan kedua tabel diatas dapat disimpulkan bahwa koreksi tray untuk setiap luas lapangan relatif konsan, kecuali luas lapangan 4 x 4 cm2, sehingga cukup koreksi dengan satu kondisi saja.

Dari hasil pembahasan keseluruhan pengukuran, maka diperoleh secara Umum bahwa :

a. arah datang sinar pada energi 6 MV dan 10 MV tidak memberikan efek yang berpengaruh dari sudut -50 s/d 50 derajat. Efek arah datang sinar akan meningkat tajam dimulai dari sudut 60 derajat. b. Faktor kalibrasi dioda berbeda pada energi 6 MV dan 10 MV, pada

dosis diatas 100 cGy faktor kalibrasi yang lebih tinggi daripada faktor kalibrasi pada dosis dibawah 100 cGy.

c. Bacaan dioda semakin besar pada SSD yang pendek daripada bacaan bilik ionisasi, sehingga semakin pendek jarak, faktor koreksi SSD

FS (cm2)

Bilik Ionisasi Dioda faktor

koreksi tray Tray (nC) tanpa tray (nC) Dmax tray

Dmax(tanpa tray) Tray (nC)

tanpa tray (nC) Dmax tray Dmax(tanpa tray) D10 Dmax D10 Dmax 4 11,200 16,069 12,373 17,753 0,905 27,385 27,678 0,989 0,915 5 11,545 16,378 12,783 18,135 0,903 27,940 29,934 0,933 0,968 6 11,835 16,647 13,083 18,402 0,905 28,324 30,325 0,934 0,968 7 12,045 16,847 13,336 18,654 0,903 28,636 30,634 0,935 0,966 8 12,265 17,060 13,573 18,880 0,904 28,996 30,999 0,935 0,966 9 12,430 17,213 13,750 19,041 0,904 29,251 31,231 0,937 0,965 10 12,610 17,385 13,960 19,246 0,903 29,574 31,577 0,937 0,964 12 12,890 17,626 14,237 19,468 0,905 30,091 32,026 0,940 0,964 15 13,225 17,731 14,580 19,547 0,907 30,724 32,599 0,942 0,962 20 13,650 18,446 15,013 20,289 0,909 31,604 33,362 0,947 0,960

(51)

d. Dengan menempatkan dioda di permukaan phantom sudah tepat, karena output faktor yang diukur memiliki prosentase kurang 2 %, kecuali pada luas lapangan terendah dan yang tertinggi, dikarenakan perbedaan hamburan yang mempengaruhi detektor. e. Faktor tray yang digunakan relatif konstan kecuali pada luas

lapangan 4 x 4 cm2 sehingga cukup koreksi dengan 1 kondisi saja Untuk itu disarankan faktor koreksi dan faktor kalibrasi yang telah diperoleh dari pengukuran digunakan untuk melakukan estimasi dosis pasien secara in vivo menggunakan persamaan

D = Rdioda x Fcal x CF Dimana,

D = Dosis masuk Rdioda = Bacaan dioda Fcal = Faktor kalibrasi CF = Faktor koreksi

(52)

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1 Faktor kalibrasi dioda pada energi 6 MV sebesar 3,189 dan pada 10 MV sebesar 3,121.

2 Detektor dioda pada dosis 10-300 cGy memiliki respon linear terhadap perubahan dosis.

3 Variasi luas lapangan memiliki presentase kurang dari 2 %, kecuali pada energi 10 MV dengan luas lapangan 4 x 4 cm2, 35 x 35 dan 40 x 40 cm2.

4 Pada energi 6 MV dan 10 MV semakin pendek jarak, faktor koreksi SSD semakin kecil.

5 Arah datang sinar dari sudut -50 s/d 50 derajat pada energi 6 MV dan 10 MV memberikan efek yang relatif konstan. Efek arah datang sinar meningkat tajam dimulai dari sudut 60 derajat.

6 Koreksi tray untuk setiap luas lapangan kecuali luas lapangan 4 x 4 cm2 relatif konstan sehingga cukup koreksi dengan satu kondisi saja

5.2 Saran

Penelitian ini merupakan penelitian awal yang sangat penting untuk dilanjutkan dengan beberapa saran pelaksanaan berikut :

a. Pengukuran dengan energi yang lebih bervariasi.

b. Faktor koreksi dan faktor kalibrasi yang telah diperoleh dari pengukuran dapat digunakan untuk melakukan estimasi dosis pasien secara in vivo menggunakan persamaan

(53)

Dimana,

D = Dosis masuk

Rdioda = Bacaan dioda Fcal = Faktor kalibrasi

(54)

DAFTAR PUSTAKA

AAPM Report No. 87. Diode In Vivo Dosimetry for Patients Receiving External Beam Radiation. American Association of Physicists in Medicine. Madison. 2005.

Dam, Van dan Marinello. Ed. Booklet 1 Methods for In Vivo Dosimetry In External Radiotherphy. European Society For Radiotheraphy End Oncology. Brussels. 2006

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta : UI Press, 2002

Huykens, D.P. et all. Practical Guidelines For The Of In Vivo Dosimetry With Diodes In External Radiotheraphy With Photons Beam (Entrance Dose). European Society For Radiotheraphy End Oncology. Brussels. 2001

International Atomic Energy Agency. Absorbed Dose Determination in External Beam Radiotheraph, Technical Reports Series 398. Vienna. 2000.

Metcalfe, Peter, et all. The Physics of Radiotheraphy X-Ray End Electrons. Medical Physics Publishing Madison. Wisconsin. 2007

Nasukha, et all. Dosimetri In-Vivo Pada Pasien Kanker Payudara dan Nasofaring. Kontribusi Fisika Indonesia Vol 3. Jakarta. 2002

.Willians, J. R dan Ed. I. Thwaites. Ed. Radiotheraphy Physics In Practise. Oxford Medical Publications. Edinburgh. 1993

www.babehedi.com/2012/01/V-behavioururldevault/mlo_9537.html www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/pengukuran-radiasi/dasav_04html

(55)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Verifikasi Dosis Absolut

Hasil pengukuran dosis absolut water phantom energi 6 MV

tegangan kerja (V)

Bacaan Ionisasi Chamber (nC)

1 2 3 4 5 rata2

400 25,77 25,77 25,73 25,78 25,75 25,76 -400 25,73 25,75 25,75 25,75 25,75 25,75 100 25,56 25,56 25,57 25,57 25,57 25,57

Hasil perhitungan water phantom 6 MV

M1(NC/MU) KTP Kelek Kpol Ks MQ D(Zmax) (cGy) 0,1288 1,005 1 1 1,002 0,1300912 1,0165

Hasil pengukuran dosis absolut virtual water energi 6 MV

Tegangan kerja (V)

Bacaan Ionisasi chamber (nC)

1 2 3 4 5 rata-rata

400 25,3 25,33 25,35 25,36 25,35 25,33 -400 25,39 25,37 25,36 25,38 25,38 25,38 100 25,2 25,21 25,22 25,24 25,22 25,22

Hasil perhitungan virtual phantom 6 MV

M1(nC/MU) Ktp Kelek Kpol Ks MQ Dw(Zmax) (cGy/MU) 0,1267 1,001 1 1,001 1,002 0,13 1,0215

(56)

Hasil pengukuran dosis absolut water phanton energi 10 MV

Tegangan Kerja (V)

Bacaan Ionisasi Chamber (nC)

1 2 3 rata-rata

400 41,98 41,92 41,98 41,96 100 41,52 41,48 41,50 41,50 -400 41,95 41,95 41,98 41,96

Hasil perhitungan water phantom energi 10 MV

KTP Kpol Ks MQ Kelek Dw(zref) cGy/MU Dw(Zmax) cGy/MU

1,004 1 1,004 0,141 1 0,74 1,0144

Hasil Pengukuran dosis absolut virtual water energi 10 MV

Tegangan Kerja (V)

bacaan Ionisasi Chamber (nC)

1 2 3 rata-rata

400 41,52 41,53 41,51 41,52 100 41,01 41,06 41,06 41,04 -400 41,40 41,47 41,46 41,44

Hasil perhitungan dosis absolut virtual water energi 10 MV Ktp Ks Kpol MQ Kelek Dw(Zref) cGy/Mu Dw(Zmax) cGy/MU 1,007 1,004 0,999 0,1398 1 0,73 1,0064

(57)

Lampiran 2. Hasil pengukuran kalibrasi

Hasil pengukuran kalibrasi 6 MV MU (cGy) Dioda Faktor Kalibrasi (nC) 300 93,948 3,193 250 78,308 3,193 200 62,621 3,194 150 47,018 3,190 100 31,305 3,194 80 25,091 3,188 50 15,685 3,188 30 9,431 3,181 20 6,278 3,186 10 3,140 3,185

Hasil pengukuran kalibrasi 10 MV

MU (cGy) Dioda (nC) Faktor Kalibrasi 300 96,1613 3,120 250 80,054 3,123 200 63,975 3,126 150 48,012 3,124 100 32,003 3,125 80 25,640 3,120 50 16,012 3,122 30 9,615 3,120 20 6,409 3,120 10 3,212 3,113

Gambar

Gambar 2.1 Karakteristik sinar pada phantom dan parameter penting
Gambar 2.2 prinsip kerja bilik ionisasi
Gambar 2.3 Ionisasi akibat radiasi
Gambar 2.4 Detektor Ionisasi chamber tipe farmer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kontraktor Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengantisipasi faktor penyebab yang dominan terjadinya pembengkakan biaya ( Cost Overrun ) pada

Hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan bahwa dalam proses pembelajaran IPA, s iswa kelas IV SD Inpres Ana’ Gowa diantaranya adalah guru dalam proses pembelajaran

Pengadaan meubelair SD di Kecamatan Abiansemal Pengadaan meubelair SD di Kecamatan Abiansemal ( Belanja Modal Pengadaan Peralatan dan Mesin - Pengadaan Alat Kantor Lainnya ) JB:

Penelitian yang dilakukan oleh Yunita (2014), Syamsurizal (2016), Yulihapsari et al., (2017) menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap profitabilitas,

1) Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang stockpile. Pola ini

Rawatan ke atas gentian menggunakan agen pengkupelan silana didapati memberikan kadar peningkatan tenaga hentaman komposit yang paling tinggi diikuti dengan gentian tanpa

1. Kedua orang tua yang selalu saya banggakan, Ayah saya Joko Warsito dan Ibu saya Tri Harmini yang telah memberi kasih sayang tak terhingga, mendidik, selalu

Akan tetapi, pada penelitian Raisa Roshifah Mahiroh 2017 yang berjudul Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana, Motivasi Kerja Karyawan, Gaya Kepemimpinan,