• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

2.1.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit

Menurut Adi (2013) klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales

Famili : Palmae Sub Famili : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

2.1.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit a. Akar (Radix)

Akar kelapa sawit adalah akar serabut. Akar serabut memiliki sedikit percabangan, membentuk anyaman rapat dan tebal. Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakal calon akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akar nya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal. Kedalaman perakaran ini tergantung umur tanaman, sistem pemeliharaan dan aerasi tanah (Adi, 2013).

(2)

5 b. Batang (Caulis)

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil dan batangnya tidak memiliki kambium serta pada umumnya tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (sedd-ling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Tinggi batang bertambah kira-kira 45 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan 15-18 meter, sedangkan di alam liar dapat mencapai 30 meter (Adi, 2013).

Laju pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh komposisi genetik dan lingkungan. Batang mengandung banyak serat dengan jaringan pembuluh yang menunjang pohon dan pengangkutan hara. Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis, dan enak dimakan. Di batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bonggol batang. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa biasa (Adi, 2013).

c. Daun (Folium)

Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupi bulu burung atau ayam. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Ditengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja durinya tidak terlalu keras dan tajam. Bentuk daunnya termasuk majemuk menyirip, tersusun rozet pada ujung batang. Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian :

- Kumpulan anak daun (leaflets) yang memiliki helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib).

(3)

6

- Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang. - Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup

dan memberi kekuatan pada batang. Luas daun meningkat secara progresif pada umur sekitar 8-10 tahun setelah tanam.

Susunan daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya 7,5-9 meter dengan jumlah daun yang tumbuh di kedua sisi berkisar 250-400 helai. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang di budidayakan, pada suatu batang terdapat 40-50 pelepah pelepah daun. Luas permukaan daun akan berinteraksi dengan tingkat produktivitas tanaman. Semakin luas permukaan atau semakin banyak jumlah daun maka produksi akan meningkat karena proses fotosintesis akan berjalan dengan baik. Pohon kelapa sawit normal dan sehat dibudidayakan, pada suatu batang terdapat 40-50 pelepah daun. Jika tidak dipangkas biasa lebih 60 daun. Tanaman kelapa sawit tua membentuk 2-3 helai daun setiap bulan, sedangkan yang muda menghasilkan 4-4 daun setiap bulan. Produksi daun dipengaruhi oleh faktor umur, lingkungan genetik, iklim (Adi, 2013).

Tabel 2.1 Standar pertumbuhan daun bibit kelapa sawit DxP tergolong normal Umur (Bulan) Rata-rata Jumlah Daun Pelepah (cm)

3 5,5 4 8,5 5 10,5 6 11,0 7 11,5 8 12,0 9 14,0 10 16,0 11 17,0

Sumber: (Buku Pintar Mandor, 2010)

d. Bunga (Flos)

Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk

(4)

7

lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk (Adi, 2013).

e. Buah (Fructus)

Buah kelapa sawit memiliki warna yang bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung dengan bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Kandungan minyak bertambah sesuai dengan kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free faty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen (Adi, 2013).

Buah terdiri dari tiga lapisan :

- Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. - Mesokarp, serabut buah.

- Endoskarp, cangkang pelindung inti.

Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye buah mulai rontok dan berjatuhan (Adi, 2013).

2.2 Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 2.2.1 Lokasi Pembibitan

Pemilihan lokasi pembibitan merupakan salah satu hal penting untuk kemudahan pelaksanaan pembibitan dan keberhasilan perawatan bibit serta menekan biaya transportasi pindah bibit ke lapangan. Lokasi pembibitan akan berkaitan dengan kemudahan penggunaan air, pengawasan, dan kemudahan untuk memperoleh tanah isian polibag, kedekatan dengan areal penanaman, dan kemudahan pengawasan (PPKS, 2008).

(5)

8

Beberapa syarat penentuan lokasi pembibitan yang umumm digunakan antara lain adalah :

- Areal pembibitan rata, tidak tergenang atau banjir saat musim hujan. Hal ini diperlukan agar pertumbuhan bibit normal, jagur dan sehat. Luas areal yang diperlukan adalah 1-1,5 % dari luas areal pertanaman yang direncanakan.

- Lokasi pembibitan harus dekat dengan sumber air, sehingga bibit dapat memperoleh air yang cukup sepanjang masa pembibitan. Hal yang sangat penting adalah memastikan bahwa sungai/sumber air cukup untuk memenuhi kebutuhan air sepanjang periode pembibitan. Kebutuhan air minimum untuk setiap ha pembibitan adalah 100 m3 setiap harinya.

- Lokasi dekat dengan rencana areal penanaman. Hal ini berguna untuk meminimumkan biaya angkutan bibit dan sekaligus menghindari kerusakan bibit selama transportasi.

- Lokasi pembibitan dekat dengan lokasi tempat pengambilan tanah isian polibag.

- Lokasi pembibitan mudah dijangkau agar pengawasan mudah dilakukan. - Lokasi pembibitan bebas dari gangguan ternak, hama dan penyakit

khususnya penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan cendawan

Ganoderma boninense. 2.2.2 Penyiraman

Penyiraman bibit dapat dilakukan dengan cara manual menggunakan gembor, selang + kepala gembor di ujung selang, atau menggunakan selang berlubang (tube system). Jika penyiraman dilakukan dengan menggunakan selang maka tekanan air saat penyiraman agar diatur tidak terlalu kencang guna menghindari kerusakan akar bibit, karena sering dijumpai tekanan air terlalu keras sehingga pancaran air dari kepala gembor mencongkel tanah. Penyiraman ini perlu dilakukan dengan baik agar media tanah serta perakaran bibit tidak hilang terserosi dan tercongkel oleh percikan air penyiraman (PPKS, 2008).

(6)

9 2.2.3 Penyiangan / Pengendalian Gulma

Gulma yang tumbuh di kantong polibag perlu disiang secara manual dengan rotasi 2 minggu sekali. Pelaksanaan penyiangan biasanya diiringi dengan penambahan tanah pada kantong polibag. Penyiangan juga ditujukan untuk mencegah pengerasan permukaan tanah (PPKS, 2008).

2.2.4 Pemupukan

Pemberian pupuk pada bibit sangat jelas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan namun jika pemberian berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan bibit yang di budidayakan dan mungkin saja bibit akan mengalami keracunan. Berikut dosis pemupukan pada pembibitan utama. Mulai dari umur bibit 2 minggu sampai umur bibit 40 minggu.

Tabel 2.2 Dosis pemupukan pembibitan utama Umur bibit

(minggu)

Dosis pupuk (gram / pohon ) R I R II K atau D 2 2,5 - - - 3 2,5 - - - 4 5 - - - 5 5 - - - 6 7,5 - - - 8 7,5 - - - 10 10 - - - 12 10 - - - 14 - 10 7,5 10,0 16 - 10 - - 18 - 10 7,5 10,0 20 - 10 - - 22 - 15 10 15,0 24 - 15 - - 26 - 15 10 15,0 28 - 15 - - 30 - 20 15 22,5 32 - 20 - - 34 - 20 15 22,5 36 - 20 - - 38 - 25 15 22,5 40 - 25 - - Jumlah 50 230 80 117,5

(7)

10 2.3 Geotropisme

Geotropisme adalah pengaruh gravitasi bumi terhadap pertumbuhan organ tanaman. Bila organ tanaman yang tumbuh berlawanan dengan gravitasi bumi, maka keadaan tersebut dinamakan geotropisme negatif. Akar selalu tumbuh ke arah bawah akibat rangsangan gaya tarik bumi (gaya gravitasi). Gerak tumbuh akar ini merupakan contoh lain dari gerak tropisme. Gerak yang disebabkan rangasangan gaya gravitasi disebut geotropisme. Karena gerak akar diakibatkan oleh rangsangan gaya tarik bumi (gravitasi) dan arah gerak menuju arah datangnya rangsangan, maka gerak tumbuh akar disebut geotropisme positif. Sebaliknya gerak organ tumbuhan lain yang menjauhi pusat bumi disebut geotropisme negatif.

Geotropisme merupakan respon terhadap rangsangan terarah oleh gravitasi bumi yang melibatkan pertumbuhan perpanjangan diferensial sehingga menyebabkan pelengkungan. Tanggapan rangsangan gravitasi ini terjadi di daerah apikal pada koleoptil. Mekanisme perilaku ini diduga berkaitan dengan peranan hormon pertumbuhan auksin (He dan South dalam Hapsari, 2011). Secara analogi dengan mekanisme respon pada fototropisme, diduga bahwa terjadinya pertumbuhan diferensial pada bagian atas dan bawah dari organ yang berposisi horisontal melibatkan ketidakseimbangan distribusi auksin pada bagian yang menerima rangsangan. Pergerakan distribusi auksin terhadap rangsangan gravitasi adalah ke arah bawah. Pada tanaman yang diletakkan secara horisontal, konsentrasi auksin yang terbentuk pada bagian bawah lebih tinggi daripada bagian atas sehingga menyebabkan pelengkungan ke arah bawah. Telah diketahui bahwa mekanisme geotropisme melibatkan proses persepsi gravitasi dan transduksi. Proses alur tranduksi dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan biokimia tanaman, genetik dan pengaruh lingkungan (He dan South dalam Hapsari, 2011).

Penyinaran sepihak merangsang penyebaran yang berbeda dari IAA. Sisi tanaman yang disinari mengandung IAA lebih rendah daripada sisi gelap. Akibatnya sel pada sisi yang gelap tumbuh lebih memanjang daripada

(8)

sel-11

sel yang disinari. Bila respon akar dan batang tumbuhan yang diletakkan horizontal diperbandingkan, akar akan bereaksi geotropisme positif, sedang batang geotropisme negatif. Pada kedua keadaan tersebut, posisi horizontal mengakibatkan perpindahan IAA ke belahan bawah batang dan akar. Konsentrasi yang tinggi pada bagian bawah akar menghambat pemanjangan sel, sedangkan konsentrasi IAA di belahan atas mendorong pemanjangan sel. Hasil akhir dari kedua pengaruh ini, akar membengkok ke bawah.

2.4 Perakaran Kelapa Sawit

Akar merupakan organ penting bagi tanaman yang berfungsi untuk menegakkan tanaman dan penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Akar juga berfungsi dalam sintesis hormon pertumbuhan seperti sitokinin dan giberelin (Harun, 1998). Tanaman kelapa sawit memiliki akar serabut yang menyebar secara vertikal dan horizontal mengikuti perkembangan umur tanaman (Martoyo dalam Pradiko dkk, 2016). Sistem perakaran tanaman kelapa sawit tersusun atas empat macam akar berdasarkan ukuran diameter dan laju pertumbuhannya, yaitu akar primer (± 5-10 mm), sekunder (± 1-4 mm), tersier (± 0,5-1,5 mm), dan kuarter (± 0,2-0,5 mm). Di sisi lain, beberapa ahli membagi jenis akar kelapa sawit menjadi tiga, dengan menggabungkan akar tersier dan kuarter dalam satu jenis.

Kegiatan kultur teknis yang dilakukan secara intensif pada perkebunan kelapa sawit dapat menyebabkan pemadatan tanah. Pemadatan tanah menyebabkan kerusakan sifat fisik tanah secara bertahap yang mengganggu pertumbuhan dan fungsi akar (Yahya dkk. dalam Pradiko dkk, 2016). Pertumbuhan dan fungsi akar yang terganggu menyebabkan gangguan dalam penyerapan hara dan air (Yahya dkk. dalam Pradiko dkk, 2016). Penyerapan hara dan air yang tidak optimal dapat meningkatkan kerentanan tanaman terhadap panas, kekeringan, serta serangan hama dan penyakit, tidak terkecuali penyakit tular tanah (soil borne disease).

(9)

12

Pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman kelapa sawit dapat diketahui melalui tingkat distribusinya di dalam tanah. Penelitian mengenai distribusi dan sistem perakaran pada tanaman kelapa sawit telah banyak dilakukan antara lain mengenai arsitektur dan gravitropisme akar; sebaran akar (Marwanto dkk. dalam Pradiko dkk, 2016); respon sistem perakaran terhadap mekanisasi; dan teknik sampling akar. Namun demikian, penelitian yang membahas mengenai distribusi perakaran pada ukuran lubang tanam yang berbeda belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian dan faktor fisika tanah yang mempengaruhi distribusi perakaran tanaman kelapa sawit pada lubang tanam standar, sedang, dan besar.

2.5 Pemilihan Polibag

Dalam dunia pertanian dan perkebunan sering mendengar istilah polibag terutama dalam pembibitan serta bertanam dalam polibag untuk menghemat lahan pertanian. Polibag dalam pertanian dan perkebunan adalah plastik biasanya berwarna hitam (ada juga warna lain misal putih, biru, dll), ada beberapa lubang kecil untuk sirkulasi air, biasanya digunakan untuk bertanam sebagai pengganti pot, atau lebih sering digunakan untuk tempat pembenihan tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, jati, jabon, akasia, dll). Manfaat pembibitan atau budidaya tanaman dalam polibag adalah mudah dalam merawat tanaman, mudah menyeleksi antara bibit yang subur dan bibit yang kerdil atau kurang subur, tidak banyak membutuhkan lahan, mudah dipindahkan ke lahan pertanian (Alam dalam Pasir dan Hakim, 2014).

Penggunaan polibag sebaiknya berwarna hitam agar perakaran pada pembibitan dapat berkembang dengan baik secara optimal, dan pada polibag hitam biasanya telah dilengkapi dengan adanya lubang ferporasi berdiameter 3 mm diseparuh bagian bawahnya. Lubang ini sangat penting untuk mencegah air menggenang di dalam polibag yang dapat membuat akar bibit membusuk namun apabila polibag hitam tidak ada, maka plastik putih juga boleh digunakan, hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran polibag karena

(10)

13

penggunaan polibag yang terlalu kecil dapat membatasi pertumbuhan bibit (PPKS, 2008).

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum polibag disiapkan. Faktor-faktor tersebut sangat erat hubungannya dengan pemilihan polibag. Perkembangan akar, ketinggian batang, serta keinginan untuk dipindahkan merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan. Bila penopangnya tidak kuat maka tanaman akan mudah roboh. Oleh karenanya polibag yang digunakan harus berukuran besar agar dapat menopang keberadaan tanaman. Polibag yang digunakan bisa berwarna hitam dan putih.

Menurut Lubis (1992) pada pembibitan awal bibit ditanam pada kantong plastik kecil yang telah diisi tanah dengan ukuran 14 x 22 cm. Bagian bawah diberi lubang beberapa baris mulai dari bagian tengah mengelilingi kantong tersebut. Sebelum bibit ditanam harus disiram setiap hari agar tidak terbentuk rongga kantung air.

Pada pembibitan utama, bibit ditanam pada kantong plastik khusus (black polithene) yang tebalnya 0,20 mm yang diberi lubang berkeliling mulai dari bagian tengah sebanyak 3 baris berjarak 5 cm. Lubang ini diperlukan untuk mengalirkan air yang berlebihan sewaktu penyiraman agar tidak menggenang dalam kantong plastik. Ukurannya adalah 40 x 45 cm (lay fat) meski ada juga yang menggunakan lebih besar seperti 45 x 60 cm tetapi ini biasanya dipakai untuk cadangan (penyisipan) karena akan lebih lama tinggal dipembibitan (Lubis, 1992).

2.6 Mikoriza Arbuskular

Di alam terdapat berbagai bentuk simbiosis yang secara tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas tanaman, di antaranya ialah cendawan mikoriza. Cendawan ini sering disebut mikoriza vesikula arbuskula (MVA) karena dapat membentuk struktur vesikula pada korteks akar tanaman yang terinfeksi. Vesikula merupakan struktur seperti kantung di ujung hifa yang mengandung banyak butiran lemak. Vesikula berfungsi sebagai organ penyimpanan. Namun

(11)

14

karena tidak semua cendawan mikoriza membentuk vesikula maka beberapa ahli kemudian menyebutnya mikoriza arbuskula (MA).

MA merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan dengan perakaran tanaman tingkat tinggi. Hubungan simbiosis antara inang dengan cendawan meliputi penyediaan fotosintat (karbohidrat) oleh tanaman inang. Sebaiknya, tanaman inang mendapatkan tambahan nutrient yang diambil oleh cendawan dari tanah.

Berdasarkan perkembangbiakannya, cendawan MA dibagi menjadi dua golongan, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. Endomikoriza adalah cendawan MA simbion obligat sehingga tidak dapat dibiakkan tanpa keberadaan tanaman inang. Hingga saat ini endomikoriza belum dapat ditumbuhkan dalam medium buatan. Oleh karena itu, penggunaan pupuk mikroba MA golongan endomikoriza masih sangat terbatas. Sementara ektomikoriza dapat dikembangbiakkan dalam medium buatan tanpa inang sehingga peluang penggunaannya secara luas lebih besar. Beberapa contoh cendawan MA yang sudah banyak dimanfaatkan dan dikembangkan adalah dari kelas Zygomycetes antara lain Glomus, Gigaspora, Aculospora, dan

Sclerocystis.

Perkembangan cendawan MA pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi rhizosfer dan spora cendawan. Kondisi rhizosfer adalah kondisi disekitar perakaran seperti suhu, pH, dan eksudat akar. Sementara kondisi spora cendawan adalah dormansi dan kematangan spora. Pada asosiasi ini infeksi cendawan akar tidak menyebabkan penyakit, tetapi meningkatkan penyerapan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Infeksi cendawan MA sangat membantu pertumbuhan tanaman, terutama untuk tanah miskin hara.

Tanaman yang bersimbiosis dengan MA akan dapat menyerap unsur P lebih tinggi 10 – 27 % dibanding tanaman tanpa MA yang hanya 0,3 – 13 %. Cendawan MA pun diketahui dapat meningkatkan kandungan unsur hara lain seperti N, K, S, Zn, Cu, dan Si. Meningkatkan serapan unsur hara tersebut

(12)

15

disebabkan oleh karena adanya hifa eksternal diluar akar yang dapat menjangkau unsur hara yang berada jauh di dalam tanah. Pada tanah masam yang unsur fosfatnya diikat oleh unsur-unsur logam, penggunaan cendawan MA akan mampu mengonversi fosfat terikat menjadi fosfat tersedia bagi tanaman. Tingginya penyerapan unsur P oleh tanaman dipengaruhi oleh spesies tanaman inang, kandungan P dalam tanah, tingkat infeksi cendawan MA, dan efektivitas jenis cendawan MA.

Selain meningkatkan penyerapan unsur hara dalam tanah, cendawan MA pun dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Cendawan MA menghasilkan hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, dan giberelin. Auksin berfungsi untuk mencegah atau memperlambat penuaan akar sehingga fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air dapat diperpanjang.

b. Cendawan MA menghasilkan antibiotik yang dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap patogen akar.

c. Lapisan hifa yang menyelimuti akar melindungi fisik tanaman, terutama terhadap masuknya patogen akar.

d. Cendawan MA merangsang aktivitas mikroorganisme tanah yang menguntungkan.

e. Cendawan MA dapat memperbaiki struktur dan agregasi tanah.

f. Tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan air dan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air.

g. Pemakaian pupuk anorganik menjadi hemat.

Pupuk mikroba MA ini sudah beredar dipasaran dengan bentuk butiran, kapsul, dan tablet. Contohnya adalah Biofer 2000-K dan biofer 2000-N.

(13)

16

Gambar 2.1 Cendawan endomikoriza (Sumber : Google)

Gambar 2.2 Cendawan ektomikoriza (Sumber : Google)

2.6.1 Peranan Mikoriza Arbuskular

Peranan cendawan mikoriza tidak hanya terbatas pada tumbuhan saja, akan tetapi juga pada tanah, berikut ini merupakan peranan cendawan mikoriza : Kajian yang dilakukan (Gerderman dkk. dalam Agustian, dkk 2011) memperlihatkan adanya potensi simbiosis mikoriza dalam meningkatkan serapan hara khususnya P dan N kedalam jaringan tanaman. (Mosse dan Hayman dalam Agustian dkk, 2011) mengemukakan bahwa fungsi yang menonjol dari CMA adalah kemampuannya berasosiasi dengan 97% spesies tumbuhan.

CMA mempunyai kemampuan spesifik dalam meningkatkan penyerapan P dari bentuk P yang sukar larut, baik P yang terdapat secara alami maupun yang berasal dari pupuk, pada tanah-tanah marginal yang ketersediaan P nya rendah

(14)

17

Selanjutnya (Mosse dalam Suherman dkk, 2006) menyatakan bahwa pada tanaman yang diinokulasi dengan CMA, kandungan unsur hara lebih tinggi dibandingkan dengan pada tanaman yang tidak diinokulasi CMA. Unsur hara yang meningkat serapannya diantaranya adalah P dan K. Dengan adanya perbaikan kandungan P, tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap cekaman air (Sieverding dalam Suherman dkk, 2006).

Akar yang bermikoriza lebih tahan terhadap patogen akar karena lapisan mantel (jaringan hifa) menyelimuti akar dapat melindungi akar. Di samping itu beberapa mikoriza menghasilkan antibiotik yang dapat menyerang bakteri, virus, dan jamur yang bersifat patogen (Irvan, 2012).

CMA berguna untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, meningkatkan serapan hara, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan, melindungi akar dari serangan patogen, meningkatkan hasil tanaman, dan melepaskan fosfat yang terfiksasi. Cendawan kelompok ektomikoriza dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat-obatan (Musfal, 2010).

Simunungkalit dkk. (2006) mengemukakan bahwa cendawan mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara, dan hasil tanaman. Dari hasil penelitian terhadap beberapa tanaman pertanian menunjukkan tanaman yang diberi mikoriza tumbuh lebih baik dan meningkatkan hasil tanaman dibandingkan dengan yang tanpa mikoriza hal ini dikarenakan perbaikan serapan hara karena simbiosis dengan cendawan ini tidak hanya terbatas pada fosfat, tetapi juga pada berbagai unsur hara lain. Irvan (2012) menyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza dapat menyerap pupuk P lebih tinggi (10-27%) di banding tanaman yang tidak bermikoriza (0,4-13%). Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian dapat menghemat penggunaan pupuk nitrogen 50%, pupuk phospat 27%, dan pupuk kalium 20%.

(15)

18 2.7 Pupuk P (Phospate)

Fosfor merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman karena peranan P pada sebagian proses metabolisme tanaman, meliputi proses fotosintesis serta sebagai penyusun asam nukleat, koenzim, fosfolipid, dan fosfoprotein. Tiga fungsi utama P, yaitu merangsang pertumbuhan awal, memperkuat batang dan penyebaran akar, serta mendorong kemasakan dan mutu buah.

Secara umum terdapat tiga masalah utama menyangkut unsur P, yaitu rendahnya tingkat ketersediaan P di tanah, rendahnya tingkat ketersediaan P di tanah, dan tingginya jerapan P yang ditambahkan ke tanah. Meningkatkan ketersediaan P tanah dan mengurangi fiksasi P dari pupuk merupakan tantangan terhadap ahli tanah.

Pupuk P umumnya diberikan dalam bentuk Rock Phospate, TSP, maupun SP-36. Jumlah pupuk yang diberikan per tahun pada tanaman dilapangan mencapai sekitar 1 – 2,5 kg SP-36 per phn/thn. Namun demikian efisiensi pemupukan P sangat rendah karena sebagian besar pupuk tersebut akan dijerap oleh tanah. Ketersediaan P sangat tergantung pada pH tanah dan ketersediaan unsur-unsur pengikat P. Aplikasi bahan pembenah tanah seperti bahan organik dan kapur diperkirakan mampu menignkatkan ketersediaan P dalam tanah.

2.7.1 Peranan P (Phospate)

Unsur hara P merupakan bahan pembentuk inti sel, selain itu mempunyai peranan penting bagi pembelahan sel serta bagi perkembangan jaringan. Fosfat adalah salah satu unsur hara makro yang essensial dalam budidaya tanaman.

a. Pada Tanaman

Bagi tanaman zat ini berfungsi : (a) untuk mempercepat pertumbuhan akar semai; (b) memacu dan memperkuat pertumbuhan tanaman pada umumnya.

(16)

19

Fosfor merupakan unsur hara essensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah dalam Madjid, 2009).

Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah, dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit (Premono dalam Madjid, 2009).

Beberapa fungsi fosfat bagi tanaman adalah :

- Untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman - Merangsang pembungaan dan pembuahan

- Merangsang pertumbuhan akar - Merangsang pertumbuhan biji

- Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel

Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikat-ikatan nitrogen. Kekurangan P tanaman dapat diamati secara visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna kekuningan atau kemerahan. Gejala lainnya adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya.

b. Pada Tanah

Fosfor tanah berasal dari sisa-sisa mikroba, tanaman, hewan, dan eksresi hewan. Peranannya yang utama adalah dalam proses pelepasan dan penyimpanan energi dalam metabolisme seluler. Dalam bahan organik tanah, hanya sedikit P dijumpai namun memegang peranan yang penting.

Gambar

Tabel 2.1 Standar pertumbuhan daun bibit kelapa sawit DxP tergolong normal  Umur (Bulan)  Rata-rata Jumlah Daun Pelepah (cm)
Tabel 2.2 Dosis pemupukan pembibitan utama  Umur bibit
Gambar 2.2 Cendawan ektomikoriza  (Sumber : Google)

Referensi

Dokumen terkait

Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis perbedaan asupan protein, zat besi, asam folat, vitamin B12, dan kejadian anemia antara kedua kelompok serta menganalisis

melainkan para Kiai terpandang dan dinilai paham akan agama, para kiai bersih keras, bahwa apa yang telah disampaikan oleh Kiai Ahmad Dahlan mengenai arah

pengaruh variabel brand trust dan kualitas pelayanan terhadap keputusan menggunakan jasa JNE bersifat positif, sehingga semakin baik brand trust JNE dan semakin baik

12 Untuk menjaga tidak terjadi penghakiman oleh media massa, dulu dalam Pasal 3 ayat (7) kode etik jurnalistik PWI menyebutkan: Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan

SYARAT AM UNIVERSITI Lulus Sijil Pelajaran Malaysia (SPM)/Setaraf dengan mendapat kepujian dalam mata pelajaran Bahasa Melayu/Bahasa Malaysia atau kepujian Bahasa Melayu/Bahasa

Sedangkan dari arah lapisan yang lebih dalam terdapat ikan pemangsa y ang berenang ke pertengahan atau permukaan perairan untuk memangsa ikan yang berukuran lebih kecil.

tricolor menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan ekstrak alga 36 g/L, ditinjau dari parameter pertumbuhan yang diamati, meliputi waktu muncul daun baru, jumlah daun,

Menggunakan metode numerik untuk mencari solusi numerik dari sistem persamaan diferensial pada model pertumbuhan sel T yang mensekresi IL-2.... Ketika Kyai