• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS : Studi Pada Penderita Gastritis di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS : Studi Pada Penderita Gastritis di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS

(Studi Pada Penderita Gastritis di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto)

Oleh :

UNUN MAULIDIYAH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS

(Studi Pada Penderita Gastritis di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto)

Oleh :

UNUN MAULIDIYAH NIM. 100431302

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)

PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) Pada tanggal 20 Juni 2006

Mengesahkan Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOk NIP. 130517177

Tim Penguji :

(4)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga

Oleh:

UNUN MAULIDIYAH

NIM. 100431302

Surabaya, Juni 2006

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Bagian Dosen Pembimbing

Dr. Chatarina U.W.,dr., M.S., M.PH Dr. Chatarina U.W.,dr., M.S., M.PH

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN

TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS (Studi Pada

Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah

Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto) “, sebagai salah satu persyaratan dalam

rangka memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM).

Dalam skripsi ini dijabarkan bagaimana hubungan antara stres dan

kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada penderita

gastritis, sehingga nantinya dapat menjadi pertimbangan dalam gaya hidup dan

kebiasaan makan untuk mencegah terjadinya kekambuhan penyakit gastritis.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada Dr. Chatarina U.W.,dr., M.S., M.PH selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dengan sabar serta memberi saran, petunjuk, arahan dan semangat

sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Kemudian penulis juga menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOk selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.

2. Ibu Hj. Sihwati Wilujeng, dr., selaku Direktur Balai Pengobatan Dan Rumah

Bersalin Mawaddah, yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

3. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan banyak ilmu

(6)

4. Dokter dan perawat serta seluruh pegawai di Balai Pengobatan dan Rumah

Bersalin Mawaddah yang telah membantu kelancaran pelaksananaan

penelitian, dan memberi dukungan hingga akhir penelitian.

5. Ibu Nefferty Nilamsari, S.Sos., M.Kes selaku ketua penguji, terima kasih atas

masukannya.

6. Ibu Rr. I. Lukitra Wardhani, dr., SpRM selaku penguji, terima kasih atas

masukan dan waktunya.

7. Ayah dan Ibu yang telah mencurahkan segala kasih sayang, mendorong dan

memberi motivasi dalam berbagai hal, skripsi ini diperuntukkan khusus untuk

kalian dan sebagai bentuk penghargaan yang tak terhingga yang bisa kami

persembahkan.

8. Adik-adikku tersayang yang telah mengerti di saat lagi sibuk dan memberi

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga ini menjadi semangat

kalian dalam meraih prestasi yang lebih tinggi lagi.

9. Semua keluarga yang yang telah membantu mendo’akan atas kelancaran

penyusunan skripsi ini.

10.Sahabatku Diyana, Adekku Ayu’ N Ipop banyak pengalaman berharga yang

kita dapatkan yang akan semakin mendewasakan kita, terima kasih atas

dukungan, bantuan, perhatian, pengertian dan do’anya selama ini.

11.Riesa, Mega, Kalika, terimakasih atas bantuan dan do’anya.

12.Semua ”Mas-masku” terima kasih telah memberi semangat, bantuan, do’a,

dan masukan yang sangat berharga bagi saya.

13.Semua rekan minat Epidemiologi dan teman seangkatan, terutama Mas Anom,

(7)

dian, terima kasih atas kebersamaan dan saat-saat yang indah yang kita lewati

selama kuliah.

14.Sahabat-sahabatku D3 Analis Medis, maafkan jika selama ini tidak bisa

meluangkan waktu bersama dan terima kasih atas pengertiannya.

15.Semua penghuni kost MU 133 (Epy, Niken, Misbah, Rosa, Diah, Nuri, Lita,

Tika, Didien, Dikoes, Tina, Ambar, Anjar, Dian) yang telah mengerti

keadaanku dan terus memberiku semangat.

16.Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang

diberikan dan skripsi ini berguna bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang

memanfaatkan.

Surabaya, 30 Juni 2006

(8)

ABSTRACT

Gastritis, as well-known as ‘maag disease’, is an upper gastrointestinal tract syndrome a lot of people suffering from, and is most frequent complained in gastroenterology department. It is estimated that almost all gastritis patient have a relapse.. Stress and consuming food increasing HCL of stomach are two of all factors which trigger gastritis. The aim of this study is to analyze the correlation between stress , consumption habits, and the occurrence of recurrent gastritis in patients at Mawaddah medical clinic and maternity hospital in Ngoro sub district Mojokerto regency.

This study is analytic observational study with cross sectional design. The samples are 90 gastritis patients in Mawaddah medical clinic and maternity hospital chosen by simple random sampling technique. To analyze the correlation between variables and the occurrence of gastritis relapse, chi square test is used.

The result of this study are: 57,8% respondents are ≥ 40 years old, 77,8% respondents are female, and 75,6% respondents are in low and medium social and economic status. Statistical test results indicate that there is no significant correlation between knowledge (p=0,549), age (p=o,628), jender (p=1,000), social and economic status (p=0,424) and gastritis relapse, while there is correlation between stress (p=0,000, OR= 48,273), consumption habits (p=0,000, OR=30,375) and gastritis relapse.

It is concluded that stress and consumption habit correlate with gastritis relapse, and it is suggested to improve medical service by health counseling for gastritis patients and facilitate gastritis patients association conducting stress management such as mutual sport and knowledge sharing between them to reduce gastritis relapse.

(9)

ABSTRAK

Penyakit gastritis yang di kenal dengan penyakit maag merupakan penyakit saluaran pencernaan bagian atas yang banyak dikeluhkan di masyarakat dan paling banyak ditemukan di bagian gastroenterologi, diperkirakan hampir semua penderita gastritis mengalami kekambuhan. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan munculnya gejala gastritis adalah stres dan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bisa meningkatkan HCL dalam lambung.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara stres dan kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada penderita gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto.

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel adalah penderita gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah sebanyak 90 orang dengan menggunakan tehnik simple ramdom sampling. Untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel dengan kejadian kekambuhan gastritis digunakan uji statistik chi square.

Hasil penelitian menunjukkan 57,8% responden berumur ≥ 40 tahun, 77,8% responden mempunyai jenis kelamin perempuan dan status sosial ekonomi responden sebanyak 75,6% berada pada status sosial ekonomi rendah dan sedang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara pengetahuan (p=0,549), umur (p=628), jenis kelamin (p=1,000), status sosial ekonomi (p=0,424) dengan kekambuhan penyakit gastritis (p=0,549), sedangkan stres (p=0,000) dengan OR=48,273 dan kebiasaan makan (p=0,000) dengan OR=30,375 didapatkan adanya hubungan dengan kekambuhan penyakit gastritis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa stres dan kebiasaan makan berhubungan dengan kekambuhan penyakit gastritis dan disarankan meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita gastritis dan memfasilitasi adanya perkumpulan penderita gastritis yang di dalamnya terdapat kegiatan yang bisa memanajemen stres seperti olah raga bersama dan sharing antar penderita gastritis supaya tidak mangalami kakambuhan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRACT vii

ABSTRAK viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Identifikasi Masalah 3

I.3 Pembatasan Dan Perumusan Masalah 4

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT 5

III.1 Definisi Gastritis 7

III.2 Patofisiologi Gastritis 7

III.3 Autoimune Gastritis 8

III.4 Klasifikasi Gastritis 8

III.4.1 Gastritis Akut 9

III.2.2 Gastritis Kronik 13

III.5 Definisi Kekambuhan 20

III.6 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Gastritis 20

III.6.1 Umur 20

III.6.8 Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS) 23

III.6.9 Penyakit Infeksi 24

(11)

BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 27

IV.1 Kerangka Konsep 27

IV.2 Hipotesis 28

BAB V METODE PENELITIAN 29

V.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian 29

V.2 Populasi Penelitian 29

V.3 Sampel, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 29

V.3.1 Sampel 29

V.3.2 Besar Sampel 29

V.3.3 Cara Pengambilan Sampel 29

V.4 Lokasi dan Waktu Penelitian 31

V.5 Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional 31

V.6.1 Variabel Penelitian 31

V.6.2 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran 32

V.7 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 34

V.7.1 Data primer 34

V.7.2 Data sekunder 34

V.8 Teknik analisis data 35

BAB VI HASIL PENELITIAN 36

VI.1 Gambaran Umum Balai Pengobatan Dan Rumah

Bersalin Mawaddah 36

VI.2 Karakteristik Responden 36

VI.2.1 Umur Responden 37

VI.2.2 Jenis Kelamin Responden 37

VI.2.3 Status Sosial Ekonomi Responden 38

VI.3 Pengetahuan Responden 39

VI.4 Kebiasaan Makan Responden 39

VI.5 Stres 42

VI.6 Hubungan Antar Variabel 43

VI.6.1 Hubungan Umur Responden Dengan Kekambuhan

Penyakit Gastritis 43

VI.6.2 Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan

Kekambuhan Penyakit Gastritis 44

VI.6.3 Hubungan Status Sosial Eknomi Dengan Kekambuhan

Penyakit Gastritis 45

VI.6.4 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit

Gastritis 46

VI.6.5 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Kekambuhan

Penyakit Gastritis 46

VI.6.6 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan

Penyakit Gastritis 52

VI.6.7 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan

Penyakit Gastritis 53

VI.6.8 Hubungan Pengetahuan dengan Kekambuhan Penyakit

(12)

BAB VII PEMBAHASAN 56 VII.1 Hubungan Antara Karakteristik Responden Dengan

Kekambuhan Penyakit Gastritis 56

VII.1.1 Hubungan Antara Umur Dengan Kekambuhan Penyakit

Gastritis 56

VII.1.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kekambuhan

Penyakit Gastritis 57

VII.1.3 Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan

Kekambuhan Penyakit Gastritis 57

VII.2 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 58 VII.3 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit

Gastritis 59

VII.3.1 Hubungan Keteraturan Makan Dengan Kekambuhan

Penyakit Gastritis 60

VII.3.2 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas

Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 61

VII.3.3 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam

Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 62

VII.3.4 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makana Panas

Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 62

VII.4 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan Penyakit

Gastritis 63

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 65

VIII.1 Kesimpulan 65

VIII.2 Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 67

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

VI.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita Gastritis 37 Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

VI.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah

Tahun 2005 38

VI.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kadaan Status Sosial Ekonomi Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 38

VI.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 39

VI.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 40

VI.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Makan Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 40

VI.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan

Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 41

VI.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan

Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 41

VI.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Dalam Keadaan Panas Pada Penderita Gastritis

Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 42

VI.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Stres Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah

(14)

VI.11 Hubungan Umur Responden Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 43

VI.12 Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah

Bersalin Mawaddah Tahun 2005 44

VI.13 Hubungan Status Sosial Ekonomi Responden Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan dan

Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 45

VI.12 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 46

VI.13 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 47

VI.14 Hubungan Keteraturan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah

Bersalin Mawaddah Tahun 2005 48

VI.15 Hubungan Kebiasaan Makan Mengkonsumsi Makanan Pedas Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai

Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 49

VI.16 Hubungan Kebiasaan Makan Mengkonsumsi Makanan Asam Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai

Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 50

VI.17 Hubungan Kebiasaan Makan Mengkonsumsi Makanan Dalam Keadaan Panas Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 51

VI.18 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 52

VI.19 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Stres Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

Mawaddah Tahun 2005 53

VI.20 Hubungan Keadaan Sosial Ekonomi Dengan Stres Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

(15)

VI.21 Hubungan Pengetahuan Dengan Kebiasaan Makan Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran

1. Kuesioner Pengumpulan Data

2. Hasil Uji Statistik Chi Square

3. Permohonan Surat Ijin Pengambilan Data Awal Skripsi

(18)

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang

% = Persen

α = Alfa

≥ = Lebih dari sama dengan

< = Kurang dari

> = Lebih dari

Daftar Singkatan

P = Probabilitas OR = Odds Ratio

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gangguan saluran pencernaan merupakan salah satu gangguan yang sering

dikeluhkan dan telah menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di antara sekian

banyak gangguan saluran pencernaan yang di derita di masyarakat, keluhan yang

paling banyak ditemukan di bagian gastroenterologi adalah keluhan dispepsia,

nyeri pada lambung, kembung dan mual-mual, dimana keluhan tersebut

merupakan salah satu gejala khas dari penyakit gastritis mulai dari akut sampai

dengan kronis (Salamiharja, 1997).

Gastritis merupakan suatu proses inflamasi, iritasi dan infeksi pada

mukosa lambung sebagai akibat ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor

defensif dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala klinis berupa rasa tidak enak

pada perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Kapita selekta

kedokteran, 1998), diperkirakan hampir semua penderita gastritis mengalami

kekambuhan, tapi selama ini belum ada penelitian yang meneliti kekambuhan

pada penyakit gastritis.

Sampai saat ini prevalensi penyakit gastritis belum bisa dipastikan tetapi

menurut penelitian yang dilakukan di negara Inggris menunjukkan 15-25% dari

penduduk pernah mendapatkan tukak pada satu saat dalam hidupnya, dan

didapatkan prevalensi tukak sebesar 3-5% (Daldiyono,1989), Sedangkan hasil

penelitian di luar negeri didapatkan 1 dari 10 orang menderita dispepsia

(20)

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh dr.Ari F Syam dari FKUI pada

tahun 2001, dari 93 pasien yang diteliti ditemukan mendekati angka 50%

mengalami gejala dispepsia (www.gizi.net).

Di bagian penyakit dalam FKUI/RSCM, sub bagian Gastroenterologi dari

60 kasus gastritis ringan dan sedang didapatkan gastritis superfisial 11,87% dan

gastritis atrofik 83,33%, pada Endoskopi Saluran Pencernaan Bagian Atas

(SCBA) di rumah sakit di Indonesia didapatkan Gastritis Kronik sebanyak

20,9-58,7% (Rani, 1989). Beberapa Ahli berpendapat bahwa gastritis atrofik

merupakan faktor pedisposisi terjadinya karsinoma lambung, walaupun

diperlukan 10-20 tahun (Whitehead, 1985). Gastritis merupakan penyakit yang

sering ditemukan (50%) pada konsultasi klinik Dr Soetomo pada tahun 1993

(Oesman, 1998).

Berdasarkan laporan SKRT tahun 1986 menunjukkan bahwa angka

kematian penyakit sistem pencernaan sebesar 34,9 per 100.000 penduduk

sedangkan laporan SKRT tahun 2001 menunjukkan bahwa angka kematian

penyakit sistem pencernaan sebesar 55,5 per 100.000 penduduk, hal ini bisa

terlihat bahwa dalam kurun waktu 15 tahun angka kematian akibat penyakit

sistem pencernaan semakin meningkat (Djaja.S, 2003).

Pendarahan Saluran Makanan Bagian Atas (SMBA) merupakan

pendarahan yang disebabkan penyakit tukak lambung (gastritis) dan masih

merupakan masalah klinik di setiap rumah sakit. Djajapranata (Rs Dr Soetomo

Surabaya) melaporkan 471 kasus dalam periode 1969-1971. Helmi dan

kawan-kawan (Jakarta) melaporkan 184 kasus pendarahan suluran makanan bagian atas

(21)

1970-1974 dilaporkan kasus pendarahan saluran makanan bagian atas sebanyak 224

kasus (Abdurrachman dan Hadi). Dibagian penyakit dalam FKUI_RSCM dalam

kurun waktu 1986-1988 tercatat 113 kasus pendarahan saluran makanan bagian

atas, walaupun sudah banyak kemajuan dalam bidang diagnostik dan terapi tetapi

angka kematian akibat pendarahan saluran makanan bagian atas masih tinggi yaitu

berkisar antara 5-10% ( Suprajitno,1995 ).

I.2 Identifikasi Masalah

Di negara berkembang diperkirakan sering didapatkan penyakit tukak

lambung dan frekwensi terjadinya tukak lambung makin meningkat. Tukak

lambung merupakan penyakit yang mengenai seluruh lapisan masyarakat (www.

pgh.or.id). Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah berada di wilayah

negara berkembang, tukak lambung yang banyak terjadi pada pasien yang

berobat ke Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah adalah gastritis.

Penyakit gastritis merupakan penyakit saluran pencernaan bagian atas

yang sifatnya menetap sehingga kemungkinan mengalami kekambuhan cukup

besar, faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan penyakit

gastritis tersebut salah satu faktornya adalah karena stres, infeksi virus,obat-obat

penghilang nyeri seperti aspirin, alkohol, merokok, kebiasaan makan dan minum

yang bisa merangsang asam lambung (www.anugrah-argon.com).

Kondisi seseorang yang sedang mengalami stress sangat berpengaruh

terhadap terjadinya kekambuhan gastritis karena stres dapat merangsang produksi

asam lambung sehingga menyebabkan keradangan. Kebiasaan makan yang tidak

(22)

bisa menyebabkan kekambuhan pada penyakit gastritis karena makanan tersebut

bisa merusak mukosa lambung dan meningkatkan asam lambung, sehingga timbul

rasa nyeri, kembung, atau rasa penuh pada perut bagian atas.

Dari data catatan medik Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah, kasus gastritis pada bulan januari–juni 2005 diperoleh 673

kasus,tingginya kasus gastritis ini perlu mendapatkan perhatian mengingat bahwa

penyakit gastritis bisa menimbulkan kekambuhan yang bisa menurunkan sistem

pertahanan tubuh sehingga timbul penyakit baru seperti ISPA dan migren,

semakin sering terjadinya kekambuhan penyakit gastritis bisa mengganggu

produktivitas seseorang sehari-hari. Penelitian ini diharapkan dapat meneliti

prilaku penderita gastritis dan kemudian dapat dilakukan pencegahan untuk

timbulnya penyakit gastritis.

I.3 Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah

Setelah kita mengetahui bahwa kejadian kekambuhan penyakit gastritis

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat kompleks, namun penelitian

ini hanya mambatasi pada hubungan antara stres dan kebiasaan makan penderita

dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada penderita gastritis yang ada

di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti

merumuskan permasalahan sebagai berikut “ Apakah stres dan kebiasaan makan

penderita berhubungan dengan kejadian kekambuhan penyakit gastritis pada

(23)

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

II.1 Tujuan

II.1.1 Tujuan umum

Menganalisa hubungan stres dan kebiasaan makan dengan

terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada panderita gastritis di Balai

Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah.

II.1.2 Tujuan khusus

1. Menganalisa hubungan antara karakteristik penderita gastritis (umur,

jenis kelamin, sosial ekonomi) dengan kekambuhan penyakit gastritis.

2. Menganalisa hubungan antara pengetahuan penderita dengan

terjadinya kekambuhan gastritis.

3. Menganalisa hubungan antara stres dengan terjadinya kekambuhan

penyakit gastritis.

4. Menganalisa hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya

kekambuhan penyakit gastritis.

II.2 Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan tentang

gastritis sehingga dapat dilakukan pencegahan dan meningkatkan

kesadaran masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan

(24)

2. Bagi Penderita Gastritis

Menambah informasi dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian kekambuhan penyakit gastritis dan

bahayanya supaya kekambuhan dapat dilakukan pencegahan.

3. Bagi Balai Pengobatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan

kesehatan pada penderita gastritis.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan dalam

bidang epidemiologi khususnya hubungan antara stress dan kebiasaan

makan terhadap terjadinya kekambuhan gastritis.

5. Bagi peneliti lain

Sebagai studi awal untuk pengembangan penelitian selanjutnya

(25)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi Gastritis

Gastritis atau tukak lambung yang sering kita kenal dengan penyakit

maag merupakan sekumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami

kekambuhan karena adanya inflamasi dari mukosa lambung (Kapita selekta

kedokteran, 1999).

Gastritis ditandai dengan adanya radang pada mukosa yang ditandai

dengan infiltrasi sel netrofil atau infiltrasi sel limfosit, sel palasma dan eosinofil

dengan atau tanpa simtom (Tambunan,1994).

Sedangkan menurut Harrison 2000, gastritis adalah inflamasi mukosa

lambung dan bukan merupakan penyakit yang tunggal, atau lebih tepatnya suatu

kelompok penyakit yang mempunyai perubahan peradangan pada mukosa

lambung yang sama tetapi ciri klinis, karakteristik histologi dan patogenitas yang

berlainan.

III.2 Patofisiologi Gastritis

Lambung mempunyai faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan

faktor defensif (produksi lendir, bikarbonat mukosa dan prostaglandin

mikrosirkulasi), gangguan penyaki gastritis dapat terjadi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif dalam tubuh kita

(26)

Akibat adanya ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif

menyebabkan HCL dalam lambung meningkat. Kadar HCL normal dalam

lambung ± 0,4 %,kelebihan kadar HCL dalam cairan lambung dapat merusak

jaringan selaput lendir lambung dan jaringan halus usus 12 jari, jaringan yang

rusak akan menjadi luka bernanah yang ada di dalan lambung dan menyebabkan

keradangan (Laylawati, 2000).

III.3 Autoimmune Gastritis

Sistem pertahanan tubuh kita dapat membuat antibodi dan protein

untuk menyerang infeksi (masuknya kuman ke dalam tubuh) yang berguna untuk

mempertahankan tubuh dalam keadaan prima, kadang terjadi gangguan di mana

tubuh salah mengidentifikasi targetnya dan mengenai tubuh kita sendiri yang di

anggap benda asing atau infeksi, sehingga membuat kerusakan bahkan

kehancuran organ tubuh kita sendiri. Hal ini juga bisa terjadi pada lambung yang

dapat menyebabkan kerusakan sel-sel lambung dan mengakibatkan anemia

perniciosa, anemia ini terjadi karena tubuh tidak dapat menyerap vitamin B-12

yang berhubungan dengan kerusakan sel di lambung tersebut (Albert, 2005).

III.4 Klasifikasi Gastritis

Berdasarkan Harrison 2000 pada umumnya klasifikasi gastritis

diklasifikasikan menjadi akut dan kronik berdasarkan pada manifestasi klinis,

ciri-ciri histologik yang menciri-cirikan gastritis, distribusi anatomik gastritis atau

(27)

III.4.1 Gastritis Akut

Gastritis akut sering ditemukan karena merupakan kelainan terbanyak

di lambung, biasanya sifatnya jinak dan merupakan penyakit yang dapat sembuh

sendiri yang menggambarkan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan

lokal (Dharma, 1984).

Pada umumnya penyakit ini tidak berat dan sifatnya temporer, maka

pada umumnya para dokter tidak merasa perlu melakukan pemeriksaan

histopatologi. Beratnya gastritis akut tergantung pada jenis dan jumlah iritan serta

lama kontak dengan mukosa lambung (Tambunan, 1994).

III.4.1.1 Klasifikasi Gastritis Akut

Klasifiakasi gatritis akut dapat dibedakan atas gastritis erosif akut atau

gastritis hemoragik akut dan gatritis superfisial akut.

A. Gastritis Erosif Akut

Bentuk gastritis akut yang paling dramatik dan sering dijumpai di

klinik adalah gastritis erosif akut atau gatritis hemoragik akut (Hirlan, Soeharjono

T, 1990).

Gastritis erasif akut adalah suatu peradangan mukosa lambung yang

akut yang disertai kehilangan integritas atau kerusakan-kerusakan erosi.

Berdasarkan pemeriksaan makroskopik pada gastritis erosif akut menunjukkan

edema, kerapuhan mukosa, erosi dan tempat pendarahan dengan ekstravasasi

darah ke dalam mukosa dan lumen lambung. Erosi lambung dan tempat

pendarahan dapat tersebar secara difus pada seluruh mukosa lambung atau

(28)

mukosa dan sering terletak linier pada puncak lipatan mukosa. Gastritis erosif

akut biasanya berhubungan dengan penyakit yang serius atau berhubungan dengan

berbagai obat dan diperkirakan terdapat 80-90% pasien dalam unit-unit perawatan

(Harrison, 2000).

B. Gastritis Superfisial Akut

Gastritis superfisial akut merupakan gastritis yang ditandai oleh

mukosa yang berwarna kemerahan, edema dan ditutupi oleh mukosa adheren,

sering terjadi sedikit erosi dan pendarahan, derajat peradangan sangat variabel.

Pada kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada riwayat penderita

akan adanya gangguan yang dapat sembuh sendiri disertai oleh sakit epigastrik,

muntah, anoreksia dan bertahak . Gastritis superfisial akut biasanya menghilang

jika agen penyebabnya di buang atau dihentikan (Dharma, 1984).

III.4.1.2 Etiologi Gastritis Akut

Gastritis akut dapat timbul tanpa diketahui penyebabnya, penyebab

yang paling sering dijumpai adalah alkohol, Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid,

bahan kimia dan toksin ataupun agen alergen yang meningkatkan asam lambung.

penyebab lain sekalipun jarang adalah jenis obat-obat digitalis, iodin, auromisin

dan kafein. Makanan yang pedas (spicy food), makanan yang asam, makanan yang

terlalu panas, merokok juga dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung

(Hirlan, Soeharjono, 1990).

Pada sebagian besar penderita rhematoid artritis yang mempergunakan

(29)

pendarahan tersembunyi (occult bleeding) diperkirakan penderita akan kehilangan

darah 10 ml setiap hari dan lambat laun menimbulkan anemia (Tambunan, 1994).

III.4.1.3 Patologi Gastritis Akut

Beratnya perubahan mukosa lambung tergantung pada jumlah dan

jenis bahan iritan serta lamanya bahan tersebut berada dalam lambung. Pada

kondisi ringan, perubahan pada mukosa tdak begitu nyata. Akan tetapi pada

gastritis akut berat dengan pengamatan gastroskopik, mukosa hiperemi, edema,

erosif dan sering dengan pendarahan. Pada histopatologi menunjukkan adanya

infiltrasi sel radang neutrofil, pembuluh kongesti, stroma edema dan permukaan

mukosa sebagian erosif atau deskuamasi dan degenerasi. Bila bahan iritan

dikeluarkan atau hilang akan segera terjadi regenerasi dan penyembuhan

sempurna (Tambunan, 1994).

III.4.1.4 Gejala Klinis Gastritis Akut

Manifestasi klinis gastritis akut sangat berfariasi mulai dari yang

sangat ringan asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian,

hal ini tergantung pada beratnya lesi di mukosa. Pada kasus yang sangat berat

seperti gastritis akut berdarah difus (diffuse hemorrhagic erosive gastritis), gejala

yang sangat mencolok adalah hematemesis dan melena yang dapat berlangsung

sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian

kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan tersebut

misalnya nyeri timbul pada ulu hati, biasanya ringan dan tidak dapat di tunjuk

(30)

Penderita gastritis akut mungkin mengalami nyeri tekan abdomen

bagian atas atau kehilangan darah seperti pucat, titakardia dan hipotensi. Jika

gejala itu ada, kelainan sel darah putih seperti leukositosis atau lekopenia lebih

sering menunjukkan penyakit yang serius dibanding gastritis (Harrison, 2000).

III.4.1.5 Diagnosis Gastritis Akut

Adanya penyakit gastritis akut biasanya dicurigai pertama kali melalui

deteksi darah dalam feses atau dalam bahan hasil aspirasi lambung setelah itu

ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan

histopatologi biopsi mukosa lambung tetapi bisa juga di deteksi dengan

pemeriksaan radiologis (Harrison, 2000).

Pada pemeriksaan endoskopi akan tampak erosi multipel yang

sebagian biasanya tampak berdarah dan letaknya tersebar. Kadang ditemui erosi

yang mengelompok pada satu daerah. Mukosa umumnya nampak merah tetapi

kadang mukosanya juga nampak normal, atau bisa juga di jumpai lesi yang terdiri

dari semua tingkatan perjalanan penyakitnya akibat terdapat erosi yang masih

baru dan erosi yang mengalami penyembuhan. Pada pemeriksaan histopatologi

kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis,

sedangkan pada pemeriksaan radiologis biasa tidak mempunyai arti dan baru

dapat membantu apabila digunakan kontras ganda (Hirlan, Theo Soeharjono,

1990).

Pada umumnya penyakit gastritis akut tidak berat dan sifatnya

temporer, oleh karena itu para dokter tidak merasa perlu pemeriksaan gastroskopi

(31)

III.4.1.6 Komplikasi Gastritis Akut

Komplikasi gastritis akut berupa nyeri yang hebat dan muntah-muntah

dapat mengakibatkan kekurangan cairan dalam tubuh penderita, sedangkan pada

luka yang besar menyebabkan pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)

berupa hematematis dan melena yang dapat berakhir dengan syok hemoragik dan

jika pendarahanya cukup banyak bisa menyebabkan kematian (Kapita selekta

kedokteran, 1999).

Komplikasi juga bisa berupa timbulnya ulkus kalau prosesnya hebat

dan jarang terjadi perforasi, dan bisa menyebabkan komplikasi pada daerah

tenggorokan yang berupa ISPA terutama kembalinya isi dan asam lambung ke

tenggorokan (refluk), hal ini juga bisa merangsang penyakit baru berupa Asma

dan migren (www.indomedia.com).

III.4.1.7 Penatalaksanaan Gastritis Akut

Faktor utama adalah menghilangkan etiologinya. Diet lambung,

dengan porsi makan kecil tetapi sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur

sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H2 , inhibitor pompa proton,

antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai autoprotektor, berupa sukralfat

dan prostaglandin (Kapita selekta kedokteran, 1999).

III.4.2 Gastritis Kronik

Gastritis kronik merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan di

klinik maupun praktek sehari-hari. Secara umum gastritis merupakan kelainan

(32)

antrum dan korpus, sifatnya lokal atau difus dan regresi terjadi dalam waktu

singkat atau progresif lambat, dapat akut atau kronik (Rani, 1990)

Ciri khasnya adalah infiltrasi radang yang terdiri dari limfosit dan sel

plasma ke dalam lamina propria, kelenjar mukosa berkurang atau hilang, dan

metaplasia intestinal. Pengaruh proses iritasi mukosa lambung yang lama antara

lain karena refluks asam empedu, minum alkohol dan adanya antibodi sel parietal

akan menimbulkan gastritis kronik (Tambunan, 1994).

III.4.2.1 Klasifikasi Gastritis Kronik

Secara histopatologik, klasifikasi gastritis kronik didasarkan pada

perubahan berbagai komponen mukosa lambung, derajat dan aktifasi gastritis

serta jenis metaplasia.

Berdasarkan distribusinya dalam mukosa lambung dan patogenesisnya

gastritis kronik diklasifikasikan menjadi gastritis tipe A, Tipe B, Tipe AB.

A. Gastritis Tipe A

Gastritis Tipe A adalah bentuk gastritis yang kurang umum, secara

relatif menyerang sedikit antrum. Keadaan ini adalah bentuk gastritits yang

mungkin menyebabkan anemia pernisiosa dan kadar serum gastrin tinggi. Sering

adanya antibodi terhadap sel parietal dan terhadap faktor intrinsik dalam serum

pasien dengan gastrin tipe A dan anemia pernisiosa mendukung patogenitas imun

atau autoimun untuk bentuk gastritis ini. Antibodi sel parietal telah ditunjukkan

bersifat sitotoksik untuk sel mukosa lambung. Mekanisme imun yang diperantarai

(33)

Pada pasien dengan anemia perniciosa, kelenjar mengandung sel

paretal lambung selalu rusak, yang bertanggung jawab atas ketidakmampuannya

untuk mengsekresi asam hidroklorik. Pada manusia sel parietal juga mengsekresi

faktor intrinsik, terdapat kegagalan dalam mengabsorbsi vitamin B12 secara aktif,

dengan menyebabkan akibat-akibat hematologik dan atau neurolagik yang

karakteristik bagi anemia pernisiosa (Harrison, 2000).

B. Gastritis Tipe B

Keadaan ini terlihat sehubungan dengan ulsera peptik, biasanya ulsera

deudeni, hal ini terlokalisir di daerah antrum, jika berhubungan dengan ulsera

gaster dapat meliputi mukosa korpus di sekitar ulsera dan dapat meluas ke

proksimal sepanjang kurvutura minor (Daldiyono, 1989)

C. Gastritis Tipe AB

Dikutip dari Whitehead 1985 gastritis tipe AB dibagi menjadi dua tipe

yaitu :

Tipe pertama mununjukkan gastritis antral, hipeklorhidria, deudenitis atau ulkus

peptikum baik duodenum atau maupun diprepelorik.

Tipe kedua menunjukkan gastritis bagian distal, dengan penyebaran tidak merata

meliputi antrum dan korpus. Penyebaran tersebut cenderung meningkat bersama

usia disertai hiperklorhidria. Mungkin pula terdapat ulkus peptikum di ingualis

atau proksimal, walaupun ulkus tersebut menyembuh proses inflamasi terus

(34)

Atas dasar beberapa kelainan hisolgik, gastritis kronik diklasifikasikan

dalam dua gradasi, yaitu:

A. Gastritis Kronik Superfisial

Bentuk gastritis dengan perubahan peradangan terbatas pada lamina

propria mukosa superfisial, dengan infiltrasi seluler dan edema yang memisahkan

kelenjar lambung. Gastritis superfisial kelihatannya mencerminkan stadium

permulaan dari perkembangan gastritis kronik. Pada gastritis kronik infiltat sel

radang terbatas pada lamina propria setengah bagian atas mukosa lambung dan

kelenjar tetap ada (Harrison, 2000).

B. Gastritis Kronik Atrofik

Ciri khas kelainan ini adalah sifatnya yang progresif, irreversibel,

sekresi asam lambung dan pepsin menurun, selain itu elaborasi faktor intrinsik

terganggu. Faktor intrinsik merupakan faktor penting dalam proses pembentukan

darah. Perubahan pada mukosa dapat terjadi secara fokal, difus, total atau parsial.

Pada keadaan gastritis kronik atrofik difus sel parietal invalid dan sekresi asam

lambung dan elaborasi faktor intrinsik menurun atau tidak ada sama sekali. Pada

kondisi demikian timbul fenomena “Histamin fast achlorhydria” disertai anemia

pernisiosa (Tambunan, 1994).

III.4.2.2 Etiologi Gastritis Kronik

Penyebab gastritis kronik sampai saat ini belum jelas diketahui.

Insiden semakin meningkat pada umur yang semakin lanjut. Peminum alkohol,

perokok berat, stres dan meminum teh panas merupakan faktor predisposisi.

(35)

antibodi sel parietal. Berdasarkan kenyataan ini timbul teori bahwa terjadinya

perubahan mukosa pada gastritis kronik disebabkan oleh proses autoimun

(Tambunan, 1994).

Sejumlah besar penyelidikan dari berbagai belahan benua telah

menetapkan bahwa helikobakter pylori adalah agen yang bertanggung jawab

untuk gastritis kronik. Gastritis kronik dengan infeksi dan atau bertahannya H.

pylori berhubungan dengan sekresi asam lambung yang berkurang. Pembasmian

H. pylori menyebabkan perbaikan pada temuan histologok; jika pengobatan

dihentikan perubahan inflamasi timbul kembali, dan organisme muncul kembali.

Pengamatan ini telah mendukung kesimpulan bahwa gastritis kronik disebabkan

oleh infeksi bekterial kronik oleh H. pylori (Harrison, 2000).

III.4.2.3 Patologi Gastritis Kronik

Secara umum mukosa lambung menipis, licin berkilat dan lipatan

mukosa hampir tidak kelihatan lagi. Kadang-kadang bayangan pembuluh darah di

bawah mukosa lambung menonjol. Mikroskopik, epitel permukaan mukosa

abnormal, susunan tidak teratur dan sebagian atau seluruhnya mengalami

metaplasia intestinal.

Pada gastritis atrofik infiltrasi radang bertambah bukan hanya pada

propria tetapi juga meluas pada lapisam muskularis mukosa. Pada lapisan propria,

mukosa muskularis dan sub mukosa sering dijumpai jaringan limfoid. Kelenjar

(36)

chief cells” menghilang diganti oleh mucous secreting cells. Sifatnya fokal atau

difus (Tambunan, 1994).

III.4.2.4 Gejala Klinis Gastritis Kronik

Keluhan dan gejala gastritis kronik tidak khas, merupakan sindrom

dispepsia, yang terdiri dari kumpulan gejala rasa nyeri epigastrum, kembung, rasa

penuh, anoreksia, nausea, serta mual (Rani, 1990).

Tapi berdasarkan Hirlan 1990, sebagian besar penderita gastritis

kronik tidak mempunyai keluhan, pada pemeriksaan fisis sering tidak dijumpai

kelainan, tetapi kadang-kadang dapat dijumpai nyeri tekan midepigastrum yang

ringan saja, tetapi kadang-kadang pula dapat dijumpai anemia pernisiosa dan

dapat alkhorhidria, kadar gastrin meninggi dan dijumpai pula antibodi terhadap sel

parietal (Hirlan, 1990).

III.4.2.5 Diagnosa Gastritis Kronik

Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan penmeriksaan

endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa

lambung, (Hirlan, 1990). Biopsi mukosa lambung memberikan arti yang paling

penting dan dapat dihandalkan dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi

gastritis, kehati-hatian harus dilakukan dalam interprestasi biopsi mukosa

lambung tunggal (Harrison, 2000).

Pemeriksaan yang juga sangat penting untuk mendiagnosa gastritis

kronik adalah pemeriksaan bakteriologis dengan kultur untuk membuktikan

adanya infeksi kuman helikobakter pylori, apalagi jika ditemukan ulkus baik pada

(37)

hampir mencapai 100%, dilakukan pula rapid ureum test (CLO). Kreteria minimal

untuk menegakkan diagnosis H. Pylori jika hasil CLO pasiif. Dilakukan pula

diagnosis serologis untuk H. Pylori sebagai diagnosis awal (Kapita Selekta

Kedokteran, 1999).

Para dokter mungkin melakukan tes darah untuk mengecek persediaan

sel darah merah dan memastikan apakah terdapat anemia yang mana anemia

terjadi karena kurangnya sel darah merah. Pada gastritis, anemia juga bisa

disebabkan oleh pendarahan dari perut atau gangguan absorbsi vitamin B12

(http://digestive.niddk.nih.gov).

III.4.2.6 Komplikasi Gastritis Kronik

Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, anemia, karena

adanya gangguan absorbsi vitamin B12 (Kapita Selekta Kedokteran, 1999)

Gastritis atrofik kronik merupakan predisposisi timbulnya tukak

lambung dan karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada penderita

anemia pernisiosa (10-15%) (Harrison, 2000).

III.4.2.7 Penatalaksanaan Gastritis Kronik

Pada pusat-pusat pelayanan dimana endoskopi tidak mungkin

dilakukan. Penatalaksanan yang diberikan seperti pada pasien sindrom dispepsia,

apalagi jika serologi negatif. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengatasi dan

menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian pengobatan emperis berupa

antasid, antagonis H2, inhibitor pompa proton dan obat-obat prokinetik. Untuk

anemia pernisiosa terapi yang sesuai adalah pemberian vitamin B12 (Kapita

(38)

III. 5 Definisi Kekambuhan

Menurut kamus bahasa Indonesia 1976, kekambuhan merupakan suatu

keadaan jatuh sakit lagi atau munculnya kembali gejala penyakit yang lebih sakit

dari sakit yang terdahulu.

III.6 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Gastritis III.6.1 Umur

Walaupun tukak dapat diderita sejak usia anak-anak tapi puncak kekerapan tukak lambung pada dekade ke-5 (40-50 tahun). Prevalensi keganasan

yang besar pada penyakit gastritis diatas 45 tahun (Taringan, 1990), hal ini

mungkin dikarenakan karena pertambahan usia akan menimbulkan beberapa

perubahan baik secara fisik maupun mental yang lebih lanjut mengakibatkan

kemunduran biologis terhadap penurunan fungsi organ tubuh yang berperan

sebagai dalam mempertahankan dan menciptakan kesehatan yang prima adalah

fungsi organ yang berkaitan dengan makanan dan pencernaan (Febrianti, 2004).

III.6.2 Jenis Kelamin

Hampir semua kepustakaan menyebutkan bahwa tukak pada laki-laki

lebih banyak dari pada perempuan, data pada subbagian gastroentelogi bagian

ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM 1986 menunjukkan pada laki-laki 3 kali lebih

banyak dari pada wanita tetapi laporan akhir-akhir ini menunjukkan adanya

kecenderungan bahwa insidensi tukak makin banyak pada wanita sehingga

(39)

lebih sering mengalami tekanan atau kecemasan dalam hidupnya (Simadibrata,

1990).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti isfandari (1999) pada

pendududuk dewasa gangguan mental emosional menunjukkan tingginya gejala

gangguan mental dan emosional pada wanita dari pada laki-laki.

III.6.3 Status Sosial Ekonomi

Dinegara Inggris penderita tukak lambung biasanya lebih sering

diderita pada kelompok sosial ekonomi rendah dan adanya kenaikan kekerapan

penyakit tukak ada daerah urbanisasi di antara para penduduk yang

berpenghasilan rendah (Taringan, 1990). Hal ini mungkin karena banyaknya

masalah ekonomi keluarga yang mereka alami dan kesulitan dalam memecahkan

masalah tersebut sehingga menimbulkan stres.

III.6.4 Pengetahuan

Menurut WHO 1998 perilaku seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor

yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai. Pengetahuan yang berhubungan

dengan penyakit gastritis adalah prilaku merokok, minum alkohol, obat-obatan

penghilang rasa nyeri, konsumsi makanan dan minuman yang bisa menyebabkan

timbulnya penyakit gastritis.

III.6.5 Kebiasaan Makan Dan Minum

Kebiasaan makan adalah cara seseorang atau kelompok orang dalam

(40)

psikologi, fisiologi, budaya dan sosial. Istilah kebiasaan makan juga menunjukkan

tindakan manusia (what people do and practice) terhadap makan dan makanan

yang dipengaruhi oleh pengetahuan (what people think), dan perasaan (what

people feel) serta persepsi (what people perceive) tentang suatu hal itu

(Adiningsih,S, 2005).

Menurut Yuwono Agus salah satu penyebab yang bisa menyebabkan

penyakit gastritis adalah karena ketidakmampuan lambung (indigesti), produksi

asam lambung yang berlebihan dan makan yang tidak teratur.

Penyakit lambung ini biasanya terjadi akibat serangan asam lambung

yang tinggi, atau terlalu banyak makanan dan minuman yang bersifat merangsang

naiknya asam lambung seperti makanan pedas yang mengandung cabe dan

merica, makanan yang asam, kopi, alkohol, dan minum-minuman yang bersoda.

Makanan yang sifatnya “tajam” tersebut bisa menggasak dinding

lambung, sehingga menimbulkan nyeri pada lambung yang lecet karena gesekan

tersebut. Karena lemahnya daya tahan dinding lambung terhadap serangan

tersebut maka kehadiran zat-zat merangsang tersebut menimbulkan gejala

penyakit gastritis (www.indomedia.com).

Sedangkan memakan makanan dalam keadaan panas dapat

menyebabkan iritasi mukosa lambung dan menyebabkan rangsangan thermis

(Tambunan, 1994).

III.6.6 Merokok

Merokok bisa merusak lapisan mukosa lambung karena asap rokok

(41)

pelindung lambung dari serangan asam lambung dan pepsin sehingga merut peka

terhadap radang lambung seperti ulkus dan jika berlanjut bisa menyebabkan

karsinoma (www.cnn.com, 2005).

III.6.7 Alkohol

Alkohol dapat mengakibatkan peradangan dan perlakuan pada

lambung, mengkonsumsi alkohol yang sekali-kali tidak akan menimbulkan

kerusakan lambung tapi dapat meningkatkan sekresi asam lambung (Albert,

2005).

Penggunaan aspirin bersamaan dengan alkohol bisa mempunyai sifat

saling memperkuat efek satu sama lainyang menimbulkan iritasi berat pada

mukosa lambung (Tambunan, 1994).

III.6.8. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), banyak dipakai dalam

praktek maupun kehidupan sehari-hari, untuk pengobatan artritis. Gangguan pada

lambung merupakan efek samping yang cukup sering dijumpai pada penderita

yang menggunakan OAINS dalam jangka panjang. Gangguan pada lambung

sangat bervariasi, mulai dari hanya keluhan dispepsia, sampai pada kelainan serius

yang dapat mengancam jiwa penderita , sering ulserasi, pendarahan saluran cerna

bagian atas (SMBA), maupun perforasi lambung. Pada hewan coba, aspirin dan

endomethacin memberi gambaran kerusakan mukosa berbeda dilambung dan

usus. Aspirin menimbulkan kerusakan yang luas terutama pada lambung

(42)

Kerusakan mukosa lambung tersebut akibat efek hambatannya pada

sintesis prostaglandin dalam mukosa lambung, yang dibutuhkan dalam

sitoproteksi lambung. Prostaglandin dibutuhkan tubuh untuk memproduksi

kekebalan dan viskositas lapisan mukosa, serta bikarbonat, juga untuk

menghambat produksi asam lambung, dan meningkatkan aliran darah dalam

lambung. Semua efek ini diperlukan lambung untuk mempertahankan integritas

pertahanan mukosa lambung. (Kusumobroto, 2004).

III.6.9. Penyakit Infeksi

Dewasa ini telah di yakini oleh para ahli bahwa kuman helicobakter

pylori dapat menyebabkan terjadinya gastritis kronis dengan angka prevalensi

sebesar 70-80% (Lumaksono, W, 1998). Kuman ini mempunyai panjang 2-3

mikron dan lebarnya 0,5 mikron, bentuknya seperti spiral berekor diselubungi

lapisan flagella. Bakteri ini sering dikaitkan dengan gangguan yang tak kunjung

sembuh. Dalam keadaan tidak aktif, bakteri ini berubah menjadi cocoid yang

berlindung dalam kapsulnya.begitu keadaan memungkinkan baginya untuk aktif,

dengan gesitnya bakteri ini bergerak. Bakteri ini bergerak dalam lapisan mukus

perut, dalam suasana asam tinggi, disitulah bakteri ini mengeluarkan enzim urease

yang dapat menguraikan urea menjadi amoniak dan karbondioksida ( Salamiharja,

1997).

III.6.10. Stres

Stres merupakan kelelahan badan yang diakibatkan oleh kecemasan,

(43)

Para ahli kedokteran sependapat menyatakan bahwa produksi asam

HCL berlebihan dalam lambung, disebabkan terutama oleh adanya ketegangan

atau stres mental/kejiwaan.

Untuk memahami hubungan stres dengan produksi asam lambung,

dapat ditinjau dari percobaan yang telah dilakukan pada sekitar abad ke-19 oleh

Ivan Pavlov, seorang fisiologi rusia. Dalam penelitian tersebut Pavlov

menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Pada anjing tersebut

dibuat lubang pada kerongkongan dan lambungnya, sehingga getah lambung yang

diproduksi dapat dkumpulkan. Dengan adanya lubang dikerongkongan,. Maka

secara otomatis tidak ada sedikitpun makanan yang yang dapat mencapai

lambung. Dari hasil percobaan tersebut, dapat diketahi bahwa pengeluaran tetap

dapat terjadi dalam jumlah yang cukup banyak walaupun tidak ada makanan yang

sampai kelambung. Akhirnya Pavlov dapat membuktikan bahwa dengan adanya

rangsangan melihat makanan dan mencium bau makanan, sudah cukup untuk

membuat getah lambung di produksi. Kesimpulan yang didapatkan pavlov adalah

pengeluaran getah lambung bermula dari adanya serangkaian refluks saraf (nervus

vagus).

Apabila stres dan emosi dibiarkan maka tubuh akan berusaha

menyesuaikan diri dan bertahan hidup dengan tekanan tersebut. Kondisi yang

demikian dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis dalam

jaringan atau organ tubuh manusia, melalui saraf otonom. Sebagai akibatnya, akan

tibul penyakit adaptasi yang berupa hipertensi, penyakit jantung (infark), tukak

(44)

Oleh karena itu penderita gastritis harus hidup lebih rileks dan

menghindari stres, karena stres dapat merangsang produksi asam lambung

(45)

BAB IV

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

IV.1 Kerangka Konsep Karakteristik Individu

di teliti

tidak di teliti

IV.1.Bagan kerangka konsep hubugan antara stres dan kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit.

KAMBUH

Prilaku :

a. Merokok b. Alkohol

c. Minum-minuman iritatif lambung

d. Minum Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

GASTRITIS e. Kebiasaan makan:

(46)

Terjadinya penyakit gastritis berhubungan dengan beberapa faktor-faktor

yang antara lain: faktor karakteristik penderita, pengetahuan, merokok, minum

alkohol, minum minuman iritatif lambung, minum Obat Anti-Inflamasi

Non-Steroid,kebiasaan makan, penyakit infeksi dan stress yang satu sama lain saling

berhubungan. Dan diperkirakan hampir semua penderita gastritis mengalami

kekambuhan.

Faktor prilaku kebiasaan makan penderita dapat menimbulkan

kekambuhan penyakit gastritis. Kebiasaan makan tersebut meliputi keteraturan

makan, konsumsi makanan pedas, konsumsi makanan asam, konsumsi makanan

panas dan konsumsi makanan dingin. Prilaku kebiasaan makan tersebut

dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang penyakit gastritis.

Faktor stres juga dapat menyebabkan timbulnya kembali penyakit gastritis

yang dipengaruhi oleh jenis kelamin dan status sosial ekonomi.

IV.2 Hipotesis

1. Adanya hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis kelamin,

Status sosial ekonomi) dengan kekambuhan penyakit gastritis.

2. Adanya hubungan antara stres dengan kekambuhan penyakit gastritis.

3. Adanya hubungan antara kebiasaan makan dengan kekambuhan

penyakit gastritis.

4. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kekambuhan penyakit

(47)

BAB V

METODE PENELITIAN

V.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian observasional

karena dalam pengumpulan data atau informasi tanpa melakukan intervensi atau

perlakuan pada responden, sedangkan berdasarkan tipe penelitian adalah

penelitian analitik karena bermaksud menganalisa hubungan antara

variabel-variabel penelitian, pengumpulan data yang digunakan yaitu secara cross

sectional di mana dalam penelitian ini seluruh variabel diamati pada saat yang

bersamaan dan pada waktu berlangsungnya kegiatan penelitian (Notoatmodjo.S,

2002)

V.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gastritis di Balai

Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah mulai bulan Januari sampai

Desember 2005.

V.3 Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel

V.3.1. Sampel

Sampel penelitian ini adalah diambil dari sebagian populasi yaitu penderita

(48)

V.3.2 Besar sampel

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus

cochran sampling technique yaitu:

n= Z2x p x q

d2

= (1,96)2 x 0,5 x 0,5

(0,1)2

= 96,04

Karena jumlah populasinya kecil atau kurang dari 10.000, maka dapat menggunakan rumus yang lebih sederhana yaitu :

nf= n

1+ n/N

= 96,04

1+ 96,04/1419

= 89,75 ~ 90 orang

keterangan:

n : besar sampel yang diinginkan ( populasi lebih 10.000)

Z : deviasi normal standart; α= 0,05= 1,96

p : proporsi dalam populasi sasaran (0,5)

q : 1-p

d : Tingkat kecermatan (0,1)

nf : besar sampel yang di inginkan ( populasi kurang dari 10.000)

(49)

V.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

simple random sampling, yang mana pengambilan sampel secara random bisa

diartikan bahwa sampel bisa diambil secara acak dan setiap unit dari populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo.

S, 1993).

V.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang akan dilakukan penelitian adalah Balai pengobatan

dan Rumah Bersalin Mawaddah karena tingginya angka kunjungan gastritis di

Balai Pengobatan Mawaddah dan Rumah Bersalin Mawaddah, waktu penelitian

ini dilaksanakan mulai penyusunan proposal dari bulan Oktober 2005 sampai

dengan Juli 2006.

V.5 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

V.5.1 Variabel yang diteliti

a. Variabel terikat (dependent variable) adalah status kekambuhan

penyakit gastritis.

b. Variabel bebas (independent variable) adalah:

- Variabel jenis kelamin

- Variabel sosial ekonomi

- Variabel umur

- Variabel pengetahuan

- Variabel kebiasaan makan

(50)

V.5.2 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala

Status kekambuhan penyakit gastritis

Munculnya kembali gejala-gejala gastritis pada penderita

gastritis yang

dinyatakan oleh dokter di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah.

Wawancara dengan kuesioner,

dikategorikan: 1. Ya (gejala

gastritis muncul setelah gejala gastritis hilang) 2. Tidak (gejala

gastritis tidak muncul lagi setelah gejala gastritis hilang)

Nominal

Jenis Kelamin Jenis yang digunakan untuk membedakan

Umur Usia responden saat

wawancara terhitung

Pengetahuan Pemahaman

responden tentang gejala penyakit gastritis, faktor yang mempengaruhi

Sosial Ekonomi Keadaan status sosial ekonomi berdasarkan UMR daerah

Mojokerto yaitu sebesar Rp 650.000

(51)

Kebiasaan keteraturan makan dan konsumsi makanan pedas, asam, panas, dingin.

Kebiasaan makan sehari-hari responden berdasarkan jam waktu makan

Kebiasaan responden dalam mengkonsumsi

makanan yang rasanya pedas

(52)

- Konsumsi dalam keadaan panas

Wawancara dengan

keadaan panas) 2. Tidak (jika

Stress Suatu kondisi yang

dialami responden seperti perasaan gelisah, cemas, khawatir, sedih dan marah

V.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

V.6.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan

berasarkan wawancara yang dilakukan dalam penelitian kepada responden dengan

panduan kusioner yang telah disiapkan, yang meliputi variabel: umur, jenis

(53)

V.6.2 Data Sekunder

Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan dari data

rekam medis Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah, yaitu status

kekambuhan penderita gastritis.

V.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah secara deskriptif dan disajikan dalam

bentuk tabel, karena tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara variabel

penyebab dan variabel akibat maka uji statistik yang digunakan adalah uji chi

(54)

BAB VI

HASIL PENELITIAN

VI. I. Gambaran Umum Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah

Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah berada di wilayah

Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Jenis pelayanan yang ada di Balai

Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah terdiri dari Rawat Jalan ( Umum,

KIA/imunisasi dan KB ), UGD, Rawat Inap termasuk memberikan pelayanan

dalam persalinan. Adapun visi dari Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah adalah memberikan pelayanan kesehatan yang prima dan terjangkau

Ridha Allah Swt, sedangkan misi dari Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah adalah memberikan pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa

membedakan suku, ras, agama dan golongan, menjadikan semua bentuk

pelayanan sebagai suatu ibadah dan selalu mengutamakan mutu dan kepuasan

pelanggan.

VI. 2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari 90 orang yang menderita

gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah tahun 2005,

responden penelitian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang

tidak mengalami kekambuhan dan mengalami kekambuhan, responden yang

mengalami kekambuhan terdiri dari 70 responden (77,8%) dan yang tidak

(55)

Distribusi karakteristik responden terdiri dari umur responden, jenis

kelamin responden dan status sosial ekonomi responden.

IV.2.1 Umur Responden

Dalam penelitian ini umur responden dikelompokkan menjadi dua

kelompok umur yaitu responden umur < 40 tahun dan ≥ 40 tahun. Umur responden berumur ≥ 40 tahun labih banyak dari pada yang berumur < 40 tahun yaitu terdiri dari 57,8 % untuk yang berumur ≥ 40 tahun dan 42,2 % untuk yang berumur < 40 tahun. Distribusi responden berdasarkan umur responden dapat di

lihat pada tabel VI.1 di bawah ini.

Tabel VI.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Umur Jumlah Persen

< 40 Tahun

≥ 40 Tahun

38

52

42,2

57,8

Total 90 100

IV.2.2 Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden dalam penelitian ini sebagian besar

mempunyai jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 70 responden (77,8%),

sedangkan sisanya 20 responden (22,2%) berjenis kelamin laki-laki. Distribusi

(56)

Tabel VI.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Jenis Kelamin Jumlah Persen

Laki-laki

IV.2.3 Status Sosial Ekonomi Responden

Dalam penelitian ini keadaan status sosial ekonomi di tentukan

berdasarkan UMR di dareah Mojokerto yaitu sebesar Rp. 650.000 dan di

kategorikan menjadi tiga golongan yaitu golongan status sosial ekonomi rendah (<

Rp. 650.000), status sosial ekonomi sedang (Rp.650.000) dan status sosial

ekonomi tinggi (> 650.000). Hasil penelitian didapatkan responden yang berada

pada status sosial ekonomi rendah sebesar 33 responden (36,7%), 35 responden

(38,9 %) berada pada golongan status sosial ekonomi sedang dan sisanya 22

responden (24,4%) termasuk golongan status sosial ekonomi tinggi. Distribusi

responden berdasarkan status sosial ekonomi responden dapat di lihat pada tabel

VI.3 di bawah ini.

Tabel VI.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Status Sosial Ekonomi Jumlah Persen

(57)

VI.3. Pengetahuan Responden

Tingkat pengetahuan mengenai penyakit gastritis yang di miliki responden

dalam penelitian ini sebagian besar 69 responden (76,7%) mempunyai

pengetahuan yang kurang , 17 responden (18,9%) mempunyai pengetahuan yang

cukup dan sisanya 4 orang (4,4%) mempunyai pengatahuan yang baik mengenai

penyakit gastritis. Distribusi pengetahuan responden bisa terlihat pada tabel IV.4

di bawah ini.

Tabel VI.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Pengetahuan Jumlah Persen

Kurang

Cukup

69

21

76,7

23,3

Total 90 100

VI.4. Kebiasaan Makan Responden

Kebiasaan makan responden dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu

kebiasaan makan kurang dan baik. Dari hasil penelitian didapatkan responden

yang mempunyai kebiasaan makan kurang lebih banyak dari pada kebiasaan

makan baik yaitu 56 responden (62,2%) yang mempunyai kebiasaan makan

kurang dan 34 responden (37,8%) yang mempunyai kebiasaan makan baik.

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan makan responden dapat di lihat pada

(58)

Tabel VI.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Kebiasaan Makan Jumlah Persen

Kurang

Dalam penelitian ini kebiasaan makan responden yang di teliti adalah

keteraturan makan, konsumsi makan pedas, konsumsi makanan yang rasanya

asam dan kebiasaan makanan dalam keadaan panas.

VI.4.1 Keteraturan makan

Distribusi responden berdasarkan keteraturan makan responden dapat

terlihat dari tabel VI.6

Tabel VI.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Makan Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Keteraturan Makan Jumlah Persen

Tidak teratur

Tabel VI.6 menunjukkan bahwa jumlah terbanyak responden mempunyai

kebiasaan makan yang tidak teratur yaitu sebanyak 56 orang (62,2%), sedangkan

(59)

VI.4.2. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang

pedas seperti terlihat pada tabel VI.7 berikut ini :

Tabel VI.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Konsumsi Makanan

Tabel VI.7 menunjukkkan bahwa sebagian besar responden yaitu 63

responden (70%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan 27

responden (30%) sisanya tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan

pedas.

VI.4.3. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan mangkonsumsi makanan

asam seperti terlihat pada tabel VI.8 di bawah ini.

Tabel VI.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Konsumsi Makanan Yang Rasanya Asam

(60)

Pada tabel VI.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 55

responden (61,1%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan asam dan 25

responden (38,9%) tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan asam.

VI.4.4. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Dalam Keadaan Panas

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan mangkonsumsi makanan

dalam keadaan panas seperti terlihat pada tabel VI.9 di bawah ini :

Tabel VI.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Dalam Keadaan Panas Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Konsumsi Makanan Dalam Keadaan Panas

Jumlah Persen

Ya

Tidak

56

34

62,2

37,8

Total 90 100

Pada tabel VI.9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 56

responden (62,2%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan dalam

keadaan panas dan 25 responden (37,8%) tidak mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas.

VI.5. Stres

Distribusi responden berdasarkan kondisi stres seperti terlihat pada tabel

Gambar

Tabel VI.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita Gastritis Di Balai
Tabel VI.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Penderita
Tabel VI.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penderita
Tabel VI.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Makan Pada Penderita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

Penelitian ini tentang penggunaan media foto pada pembelajaran IPA materi perubahan lingkungan untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IV SD Negeri

Objek penelitian ini adalah 30 website terbaik di Indonesia baik dari Unverstias Negeri dan Univesitas Swasta. Pemilihan website akademik mengacu dari data yang

Menjalankan eksperimen untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi daya ke atas suatu konduktor pembawa arus dalam suatu medan magnet dan membincangkan bagaimana ia

The automatic generation of the water courses obtained from LiDAR data represents a topical issue that may improve the process of obtaining and/or update a

[r]

a) Menetapkan karakteristik makroskopis dan mikroskopis buah segar tanaman buncis (Phaseolus vulgaris). b) Menetapkan profil parameter kualitas dari simplisia buah

Berdasarkan data dari daftar aset tetap dan laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi tahun 2011, 2012 dan 2013 yang telah didapat dari PT Terang