DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 2
BAB I PENDAHULUAN...3
A. Latar Belakang... 3
B. Rumusan Masalah... 4
BAB II PEMBAHASAN...5
A. Pengertian Bank Syariah...5
B. Dasar Hukum Perbankan Syariah...7
1. Dasar Hukum Islam (Al – Qur’an & Hadist)...7
2. Dasar Hukum Perundang-Undangan...7
C. Karakteristik Bank Syariah Di Indonesia...8
D. Menjelaskan Fungsi & Tujuan Bank Syariah...12
E. Jenis-Jenis Akad Bank Syariah...14
1. Penghimpunan Dana...14
2. Penyaluran Dana...15
3. Jasa-Jasa Perbankan... 17
F. Standar Akuntansi Bank Syariah...18
1. KDPPLK Bank Syariah...19
2. Pedoman Standar Akuntansi Keungan (PSAK) No.59...20
3. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (Papsi)...23
BAB III PENUTUP... 26
A. Kesimpulan... 26
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunianya kita masih di berikan sehat dan nikmat akal. Shalawat serta salam juga tercurahkan
kepada nabi Muhammad saw,keluarga,sahabat, dan para pengikut-nya hingga akhir zaman. Atas
karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dasar-Dasar Akuntansi Pada
Bank Syariah Di Indonesia” dengan tepat waktu
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami yang sudah
membimbing kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, orang tua kami yang
selalu memberikan dukungan, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi pembaca dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan sepenuhnya kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di
dunia dalam komunitas tunggal yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Akuntansi
adalah media komunikasi, oleh karena itu sering disebut sebagai “Bahasanya Dunia Usaha”
(Business Language). Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus
sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk
sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam adalah terbebas dari
unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba
adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharaba.
Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan
informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan
oleh pemakai laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum
sebagai acuan untuk memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan
mereka untuk mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki
peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul
keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri
tahun1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta
Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya
tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan
pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah
di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan
UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di Negara
Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam, Dengan adanya bank tersebut
diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama
islam,sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu wadah yang melayani
mereka dalam bidang muamalah yang bersifat islami. Namun realitas yang ada,dari 80%
penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang
bertransaksi secara syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan, Sampai saat ini perbankan syariah di
Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Bank Syariah
2. Menjelaskan Dasar Hukum Bank Syariah
3. Menjelaskan Karakteristik Bank Syariah
4. Menjelaskan Fungsi & Tujuan Bank Syariah
5. Menjelaskan Jenis-Jenis Akad Bank Syariah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank Syariah
Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat
dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi intermediasi keuangan.
Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam sistem operasional perbankan, yaitu
bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau
prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan
dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan
Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan
menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek
pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK sebagaimana
halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan sistem pengawasan yang
disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip
syariah memang hal yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang
menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi
sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain
konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem,
keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.
Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu
penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting
adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ
khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank.
Kemudian Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk
perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari
DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK. Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga
diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi
pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada
pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses
melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh
fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal
audit yang fokus pada pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam
pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.
Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang menerima
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran. Secara kelembagaan
bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula
serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam UU perbankan, UU
Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana
masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih
dahulu mendapat izin OJK.
B. Dasar Hukum Perbankan Syariah
1. Dasar Hukum Islam (Al – Qur’an & Hadist)
QS Al – Baqarah Ayat 275
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.”
QS Ar – Rum Ayat 39
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
2. Dasar Hukum Perundang-Undangan
Pada tahun 1998,dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan
hukum lebih kuat untuk perbankan syariah.Melaui UU No. 23 Tahun 1999 [2]hingga
disahkannya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,perkembangan perbankan
syariah meningkat tajam terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank/kantor yang
menggunakan prinsip syriah dan peningkatan jumlah asset yang dikelola. Untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat,sebelum 1992,telah didirikan beberapa lembaga
keuangan nonbank yang kegiatannya menerapkan sistem syariah .Selanjutnya melalui UU
No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan dijabarkan dalam PP No. 72 tahun 1992,
pemerintah telah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah. Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 1992 telah secara spesifik mengatur mengenai bank berdasarkan
prinsip bagi hasil sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) dan (2) sebagai
berikut :
(1). Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat
yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.
(2). Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Wajib memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan
pemerintah nomor 71 tahun 1992 tentang bank perkreditan rakyat serta peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank umum dan bank perkreditan rakyat.
C. Karakteristik Bank Syariah Di Indonesia
Seperti Dilansir oleh Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh
karakteristik utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi
landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi nasabah yang telah
loyal. Tujuh karakteristik ini diterbitkan dan diedarkan berupa sebuah booklet Bank Syariah
Untuk Kita Semua. Ketujuh karakteristik ini adalah :
Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang tanpa
memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu
sesuai dengan posisinya dan melaran adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau
untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), haram, riba,
Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan
masyarakat.
Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah
yang mencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah)
Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan
Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro,
produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah
charge).
Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan
(qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi
antarbank syariah.
Melihat ketujuh karakteristik ini, kita bisa memahami bahwa Perbankan Syariah sudah memiliki
landasan awal yang kokoh sebagai implementasi dari Falsafah Ekonomi Syariah dan masyarakat
kini dapat memperoleh beragam produk dan skema keuangan yang variatif,kredibel,lengkap serta
adil dan menguntungkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan transaksi keuangan masyarakat
modern.
Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional
Secara garis besar hal-hal yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah adalah sebagai berikut:
No. Bank Konvensional Bank Syariah
1. Bebas nilai Berinvestasi pada usaha yang halal
2. Sistem bunga Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee 3. Besaran bunga tetap Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung
kinerja usaha 4. Profit oriented (kebahagiaan
dunia saja)
Profit dan falah oriented (kebahagiaan dunia dan
akhirat)
5. Hubungan debitur-kreditur Pola hubungan:
1. Kemitraan (musyarakah dan mudharabah)
salam danistishna)
3. Sewa menyewa (ijarah)
4. Debitur – kreditur; dalam pengertian equity
holder (qard)
6. Tidak ada lembaga sejenis
dengan Dewan Pengawas
Syariah
Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Perbedaan antara system bunga bank dengan prinsip bagi hasil bank syariah adalah sebagai berikut:
No. Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
1. Asumsi selalu untung Ada kemungkinan untung/rugi
2. Didasarkan pada jumlah uang (pokok)
pinjaman
Didasarkan pada rasio bagi hasil dari
pendapatan/keuntungan yang diperoleh
nasabah pembiayaan 3. Nasabah kredit harus tunduk pada
pemberlakuan perubahan tingkat suku
harga jual yang tetap sama hingga
berakhirnya masa akad. Porsi pembagian
bagi hasil berdasarkan nisbah (yang
oleh nasabah di dalam masa pembayaran
angsuran kreditnya.
sesuai akad, hingga berakhirnya masa
perjanjian pembiayaan (untuk
pembiayaan konsumtif) 4. Tidak tergantung pada kinerja usaha.
Jumlah pembayaran bunga tidak 6. Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan proyek
yang dijalankan oleh pihak nasabah untung
atau rugi
Bagi hasil tergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
tidak mendapatkan keuntungan maka
kerugian akan ditanggung bersama kedua
pihak
D. Menjelaskan Fungsi & Tujuan Bank Syariah
Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional,
berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial dan kewajiban moral yang
disandangnya. Selain bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional
pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut :
1. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan kualitas
pemanfaatannya kepada masyarakat diharapkan dapat mengurangi kesenjangan sosial
guna tercipta peningkatan pembangunan nasional yang semakin mantap. Metode bagi
hasil ini akan memunculkan usaha-usaha baru dan pengembangan usaha yang telah ada
sehingga dapat mengurangi pengangguran.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan karena
keengganan sebagian masyarakat untuk berhubungan dengan bank yang disebabkan oleh
sikap menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah. Metode perbankan yang
efisien dan adil akan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan.
3. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan berperilaku bisnis untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.
4. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat beroperasi, tumbuh dan
berkembang melebihi bank-bank dengan metode lain.
Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh
pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan
kebijakan investasi bank ;
2. sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana/shahibul mal sesuai
3. sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah; dan
4. sebagai pengelola fungsi sosial, konsep perbankan syariah mengharuskan bank-bank
syariah memberikan pelayanan sosial baik melalui Qardh (pinjaman kebajikan) atau zakat
dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
E. Jenis-Jenis Akad Bank Syariah
1. Penghimpunan Dana
Wadiah
Dari bahasa Arab, al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lainnya. Jadi, jika kita kaitkan dengan perbankan Syariah, maka al-wadi’ah
merupakan titipan murni dari seorang/sekelompok nasabah ke pihak bank.
Jika ada seorang nasabah yang ingin membuka tabungan syariah atas dasar akad wadiah,
maka nasabah tersebut sebenarnya menitipkan atau menyimpan sejumlah uang ke bank
dan uang tersebut bisa diambil sewaktu-waktu oleh nasabah.
-Wadiah Yad Al-Amanah: Jenis akad wadiah pertama, yaitu wadiah yad al-amanah. Jenis
akad ini merupakan bentuk penitipan murni. Apa maksudnya? (1). Pihak yang dititipi
diberikan amanah (sesuai dengan namanya) atau kepercayaan untuk menjaga uang atau
barang. (2). Pihak yang dititipi tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan atau
-Wadiah Yad Adh-Dhamanah: Selanjutnya, jenis akad wadiah kedua, yaitu wadiah yad
adh-dhamanah. Akad inilah yang biasa digunakan oleh perbankan pada umumnya, (1).
Pihak bank (pihak yang dititipi) boleh secara bebas mengelola uang titipan nasabah
(pihak penitip). (2). Nasabah (pihak penitip) boleh mengambil uang sewaktu-waktu atau
kapanpun nasabah kehendaki, dan pihak bank (pihak yang dititipi) harus siap
memberikannya secara utuh.
Mudharabah
Sebuah perjanjian yang ditentukan diawal antara nasabah dan pihak pengelola (bank
syariah), dimana dalam perjanjian ini menjelaskan bahwa nasabah adalah pemilik
100% uang atau modal, sedangkan bank bertindak sebagai pengelola uang / modal
tersebut untuk jenis usaha/bisnis yang halal. Selanjutnya, jika sebuah usaha yang
dikelola dari modal nasabah tersebut memberikan hasil (keuntungan) maka akan
dibagi diantara keduanya berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat dalam kontrak
awal perjanjian. Pembagian hasil keuntungan disebut dengan nisbah.
2. Penyaluran Dana
Qard, adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya
kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati antara
nasabah dan LKS.
Murabahah, adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah
membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah
yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan
Salam, adalah pembeli memesan barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta
kualitasnya kepadaa penjual dan setelah ada kesepakatan. Dengan kata lain ,
pembelian barang dengan membayar uang lebih dahulu dan barang yang beli
diserahkan kemudian (Dow Payment) artinya penyetoran harga baik lunas maupun
sebagian harga pembelian sebagai bukti kepercayaan, sehubungan dengan transaksi
yang telah dilakukan.
Istishna, adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/
mustashni') dan penjual (pembuat/shani').
Mudharabah Pembiayaan, adalah akad kerjasama antara bank selaku pemilik dana
(shahibul maal) dengan nasabah selaku (mudharib) yang mempunyai keahlian atau
ketrampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil
keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang
disepakati.
-Mudharabah muthlaqah: Pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola
mengenai usaha yang akan dijalankan. Nasabah tidak ikut campur usaha apa yang
mau dijalankan pihak bank. Namun nasabah masih boleh mengawasinya.
-Mudharabah muqayyadah: Pemilik modal memberikan batasan kepada pengelola,
antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Musyarakah, adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih
menyumbangkan pembiayaan dalam melakukan usaha, dengan proporsi pembagian
profit bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra,
dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah
dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai
asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber
Ijarah, adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan, ijarah Muntahiya Bittamlik,
Adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat
dari suaru barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang. 3. Jasa-Jasa Perbankan
Rahn dalam istilah terminologi positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan
runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat
Islam, tanpa adanya imbalan atau perjanjian penyerahan barang untuk menjadi
agunan dari fasilitas pembayaran yang diberikan.
Wakalah adalah pelimpahan/penyerahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak
pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan
(dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau
wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah
dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas
dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi
kuasa.
Kafalah adalah sebuah perjanjian pemberian jaminan, baik berupa jaminan diri atau
harta (maal), yang diberikan oleh pihak penanggung (kafil) kepada pihak ketiga
(makhful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makhful anhu ashill) /
pihak yang ditanggung.
Hawalah adalah secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut
sebagai hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya
memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi
tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang)
Sharf adalah akad penukarn atau transaksi jual-beli. Akad Sharf adalah transaksi
jual beli valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang
dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis maupun mata uang yang tidak
sejenis.
F. Standar Akuntansi Bank Syariah
Akuntansi syariah merupakan bagian dari Akuntansi yang relatif sangat baru
sehingga tidak banyak negara yang melakukan pembahasan akuntansi syariah.
Perkembangan Akuntansi Bank Syariah secara konkrit baru dikembangkan pada tahun
1999, Bank Indonesia sebagai pemprakarsa, membentuk tim penyusunan PSAK Bank
Syariah, yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor
1/16/KEP/DGB/1999, yang meliputi unsur-unsur komponen dari Bank Indonesia, Ikatan
Akuntan Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dan Departemen Keuangan, hal ini seiring
dengan pesatnya perkembangan Perbankan syariah yang merupakan implementasi dari
Undang-Undang nomor 10 tahun 1998.
Dalam pembahasan terdapat cakupan yang jelas tanggung jawab antara Ikatan Akuntan
Indonesia (Dewan Standar Akuntansi) dan Dewan Syariah Nasional, tetapi kedua unit
tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dalam melakukan pembahasan
Akuntansi Perbankan Syariah. Ikatan Akuntan Indonesia bertanggung jawab terhadap
pengukuran, pengakuan dan penyajian atau hal-hal lain yang berkaitan dengan akuntansi,
dengan memperhatikan fakwa dari Dewan Syariah Nasional, karena unit ini yang
terhadap syariah yang ada pada pembahasan akuntansi tersebut, karena unit ini yang
berkompeten tentang syariah, dan berkaitan dengan akuntansi diserahkan kepada Dewan
Standard Akuntansi. 1. KDPPLK Bank Syariah
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK
Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah. Berbeda
dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang
mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar
paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah.
Berdasarkan KDPPLK Syariah, transaksi syariah berasaskan pada prinsip:
a) Persaudaraan (ukhuwah);
b) Keadilan (‘adalah);
c) Kemaslahatan (maslahah);
d) Keseimbangan (tawazun);
e) Unversalisme (syumuliyah);
Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLK Syariah
diantaranya:
a) Tidak mengandung unsur riba;
c) Tidak mengandung unsur maysir;
d) Tidak mengandung unsur gharar;
e) Tidak mengandung unsur haram
KDPPLK ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013
maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI
dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
2. Pedoman Standar Akuntansi Keungan (PSAK) No.59
Intisari Kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah merupakan nilai lebih tersendiri
bagi perbankan syariah.Nasabah bank syariah dari waktu ke waktu semakin meningkat
terbukti semakin maraknya pangsa pasar bank syariah. Adanya kepercayaan masyarakat
yang begitu besar mendorong pemerintah menerbitkan pedoman Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 59. Pedoman ini merupakan standard keuangan yang
diperuntukkan bagi perbankan syariah di Indonesia. Melalui standard ini perbankan
syariah wajib menyelenggarakan kegiatan akuntansi berdasarkan nilai-nilai syariah yaitu
pengungkapan Islamic Value. Penelitian ini ingin mengungkap apakah perbankan syariah
telah mengimplementasikan PSAK No.59 secara konsisten yakni yang berkaitan dengan
pengakuan, penilaian, penyajian dan pengungkapan. Penelitian ini menggunakan metode
studi literatur atas berbagai penelitian yang pernah dilakukan dan dianalisis dengan
metode diskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis studi literatur seputar konsistensi praktik
pada Bank Syariah untuk transaski penghimpunan dan penyaluran dana pihak ketiga telah
dilaksanakan secara konsisten. Sementara akuntansi untuk bagi hasil belum sepenuhnya
konsisten dipraktikkan.
Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah
maupun entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur
transaksi dan kegiatan berbasis syariah. PSAK No.59 sebagai produk pertama Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) – Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk
entitas syariah dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan
akuntansi syariah di Indonesia. PSAK No.59 Akuntansi Perbankan Syariah dan
kerangka dasar penyusunan laporan keuangan Bank Syariah ini disahkan tanggal 1
Mei 2002 dan yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2003. Adapun Kronologis
Penyusunan PSAK Perbankan Syariah (2003) di jelaskan sebagai berikut:
1. Januari – Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi
untuk bank syariah.
2. Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.
3. Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.
4. Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.
5. 1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
6. 1 Mei 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian
7. 1 Januari 2003, mulai berlaku krangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.
PSAK No.59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan
syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah
selain dari perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi
syariah. Maka seiring tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang
lain maka Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS
DSAK) menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi
seluruh lembaga keuangan syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan
berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun
2008.
Adapun Ke-enam PSAK itu adalah:
1. PSAK No 101 : Penyajian laporan keuangan syariah.
2. PSAK No 102 : Aakuntansi Murabahah (Jual beli),
3. PSAK No 103 : Akuntansi Salam.
4. PSAK No 104 : Akuntansi Isthisn.
5. PSAK No 105 : Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil).
6. PSAK No 106 :Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).
Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur seluruh transaksi
DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
(PAPSI) Bank Indonesia. Selain itu, penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan
pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
3. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (Papsi)
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) merupakan pedoman yang
mengatur secara teknis dan rinci penjabaran Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Nomor No.59 tanggal 1 Mei 2002 tentang Perbankan Syariah. Tim penyusunan
PAPSI dibentuk berdasarkan Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia
No.2/8/KEP.DpG/2000 tanggal 12 September tahun 2000. Dalam proses
penyusunan PAPSI, tim penyusun berpedoman kepada standar-standar yang terdapat di
dalam PSAK No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang telah direview oleh
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui suratnya No.
U-118/DSN-MUI/IV/2002 tanggal 17 April 2002.
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia berdasarkan SE BI No.5/26/BPS
tanggal 27 Oktober 2003, mencakup 13 bagian yang secara ringkas isinya sebagai
berikut:
1. Bagian I Pendahuluan
2. Bagian II Laporan Keuangan Bank Syariah
3. Bagian III Aktiva
5. Akuntansi Investasi
6. Ekuitas
7. Laporan Laba/Rugi
8. Laporan Arus Kas
9. Laporan Perubahan Ekuitas
10.Laporan Perubahan Investasi Terikat
11.Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS
12.Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh
13.Catatan Atas Laporan Keuanga
Pesatnya perkembangan industri perbankan syariah, kompleksitas transaksi yang terjadi
di dalamnya, dan besarnya tuntutan masyarakat akan transparansi bank syariah, memicu
perbankan syariah untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka menjaga
kepercayaan masyarakat. Demikian juga pada sisi pengaturan diperlukan adanya
peraturan yang relevan dan dapat diimplementasikan dengan kondisi yang ada.
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang memadai dalam
pembahasan dan penerapan PAPSI revisi tahun 2013. Sehingga perbankan syariah dapat
menyajikan laporan keuangan yang memiliki kualitas tinggi dengan informasi yang
akurat dan komprehensif bagi semua stakeholder dan mencerminkan kinerja bank syariah
A. Kesimpulan
Bank syari’ah terdiri dua kata, yaitu bank dan syari’ah. Kata bank bermakna suatu
lembaga keuangan yag berfungsi sebagai perantara keuangan dari kedua belah pihak yait pihak
yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syari’a dalam versi bank syari’ah
adalah atura peranjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk
menyimpan dana dan atas pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai hukum islam.
Maka bank syari’ah dapat diartikan sebagai suatu lembaga euanga ang berfungsi menjadi
perantara bagi pihak yang berlebihana dan dn pihak yang membutuhkan dana untuk kegiatan
usah atau kegiatan yang lainnya sesuai hukum islam.
Kegiatan dan usaha bank selalu berkaitan dengan komoditas antara lain:
a. Pemindahan uang.
b. Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran.
c. Mendiskonsurat wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainnya.
d. Membeli dan menjual surat-surat berharga,.
e. Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang.
f. Membeli kredit.
Secara umum adalah melarang melakukan transaksi yang mengandung unsur-unsur riba, maisir,
gharar, dan jual beli barang haram. Prinsip bank syariah ini diterapkan untuk mencapai tujuan
sesuai jalur syariah. Pada artikel sebelumnya, telah dijelaskan bahwa setidaknya ada 11 macam
prinsip bank syariah, yaitu Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’,
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001, Hal. 25.
Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis Dan Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, Hal. 26.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001, Hal. 18 – 19.
Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis Dan Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, Hal. 25
http://iethafairuz.blogspot.co.id/2014/11/konsep-dasar-bank-syariah.html
http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah.html
http://simplenews05.blogspot.co.id/2015/08/peran-dan-fungsi-bank-syariah.html
http://www.banksyariah.net/2012/12/fungsi-bank-syariah.html