• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Misionaris Agama Buddha Buddha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prinsip Misionaris Agama Buddha Buddha"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

29

PRINSIP MISIONARIS AGAMA BUDDHA

Sabar Sukarno

STAB Negeri Sriwijaya Tangerang Banten sabar_sukarno@yahoo.com

ABSTRACT

Every religion needs faithful, caring, and soul-called disciple to spread their religious teachings, and have good competence to carry out the task. The effort to spread religion is known as missionary. Every religion has its own understanding of religious missionaries. In Buddhism, missionaries are called Dharmaduta. Compared to other religious followers, Buddhists are known to be less aggressive in spreading their religious teachings.

This paper aims to explain the principles of missionary in the Buddhist perspective, the competencies required to be missionaries, and the benefits of Buddhist missionaries. The method used is the interpretation of the text in the scriptures Tripitaka and various studies. The expected benefit is that it can serve as a guide for Buddhists to perform Buddhist missionary duties.

The Buddha and his disciples are missionaries who model the Buddhist missionaries at all times. Buddhism has a missionary principle of spreading the doctrine lovingly for the welfare and happiness of all beings. To carry out missionary duties requires appropriate competence so that the teachings can be delivered properly and can be understood well by the recipients of the teachings. Buddhist missionary efforts will benefit both the teacher and the recipient of the teachings.

Keywords: principle, missionaries, Buddhist

PENDAHULUAN

(2)

30

paling umum yang sering terlihat adalah upaya penyebaran agama yang dikenal sebagai misionaris dilakukan oleh para misionaris agama. Tidak jarang terjadi suasana yang kurang harmonis antarumat beragama karena upaya-upaya semacam ini.

Di tengah gencarnya serbuan umat beragama terhadap pihak agama lain untuk mendapatkan pengikut, umat Buddha seolah diam dan terkesan pasif. Umat Buddha relatif mengalah ketika umat agama lain berusaha mengambil umatnya. Sikap ini dilakukan terutama karena umat Buddha cinta damai dan selalu berusaha mengembangkan cinta kasih walaupun mendapatkan perlakuan yang merugikan. Pada kenyataannya terdapat banyak kasus di mana umat Buddha berpindah agama akibat pengaruh pihak lain tersebut. Memang di samping kerugian, terdapat juga dampak positif yaitu agama Buddha menjadi dikenal sebagai agama yang cinta damai.

Melihat sikap agama Buddha dalam menghadapi ancaman dari luar, akan timbul pertanyaan dalam diri umat Buddha sendiri. Apakah Sang Buddha tidak memerintahkan para siswanya untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian Dharma dan menyebarluaskan ajarannya? Apakah Buddha tidak menanamkan jiwa misionaris kepada para siswanya? Apakah Buddha tidak membentuk umat Buddha militan yang setia kepada agamanya?

Misionaris berasal dari kata misi yang dalam bahasa Latin mission yang diangkat dari kata miterre yang artinya mengirim atau mengutus (Harianto, 2012: 5) Misionaris adalah kegiatan mengutus orang lain untuk menyebarkan ajaran agama. Kata misionaris lebih dikenal di kalangan agama Kristen yang merupakan agama misi yang berarti perutusan atau dakwah. Sebagai agama misi, Kristen mewajibkan umatnya untuk melakukan penginjilan sebagai salah satu bentuk kegiatan dakwah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dendy Sugono, 2008: 921) disebutkan bahwa misionaris adalah orang yang melakukan penyebaran warta injil kepada orang lain yang belum mengenal Kristus (Katolik). Kegiatan misionaris adalah kegiatan yang dilakukan oleh umat Kristen yang bertujuan untuk mengajarkan ajaran Yesus baik di kalangan umat sendiri maupun non-Kristen.

(3)

31

ikut meyakini Dharma, serta bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang. Pada saat ini yang disebut sebagai Dharmaduta tidak terbatas pada orang dengan status tertentu. Tugas Dharmaduta dapat dilaksanakan oleh para bhikkhu maupun umat awam seperti pandita, penyuluh agama, guru, dosen, dan siapapun yang melakukan kegiatan pembabaran Dharma.

Misionaris Buddhis bertujuan untuk kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan semua makhluk. Jayatilleke (dalam Dhammananda, 2012: 31) menyatakan bahwa agama Buddha adalah agama misionaris dalam sejarah kemanusiaan dengan suatu pesan keselamatan yang universal bagi semua umat manusia. Buddha adalah seorang guru yang cinta damai, dan sangat toleran terhadap penganut kepercayaan lain. Buddha tidak pernah menggunakan kekerasan sekecil apapun dalam membabarkan Dharma, karena Ia hanya berdasarkan cinta kasih semata dalam mengajar kepada siapa pun. Hal ini telah ditanamkan oleh Buddha sejak pertama kali Ia mengutus para siswanya yaitu 60 bhikkhu arahat untuk membabarkan Dharma ke semua makhluk. Dalam kitab suci Vinaya Pitaka, Buddha memerintahkan para bhikkhu sebagai berikut: “Walk, monks, on tour for the blessing of the manyfolk, for the happiness of the manyfolk out of compassion for the world, for the welfare, the blessing, the happiness of devas and men” (Horner, 2007: 28).

Pasca kehidupan Buddha Gotama, misionaris Buddhis tetap melanjutkan misi menyebarkan Dharma. Salah satu tokoh misionaris yang berjasa menyebarkan Dharma ke berbagai penjuru dunia adalah Raja Asoka dari negara Magadha pada sekitar abad 3 SM. Asoka mengirim Dharmaduta ke segenap penjuru dunia, Majjhantika dikirim ke Kasmir; Gandhara dan Mahadeva ke Mahisamandala; Rakkhita ke Vanavasa; Yona Dhammarakkhita ke Aparantaka (India Barat); Maharakhita ke Yona; Majjhima ke wilayah Himalaya; Sona dan Uttara ke Suvannabhumi (Malaya dan Sumatera); Mahinda dengan Itthiya, Uttiya, Sambala dan Bhaddasala ke Srilanka (Widyadharma, online).

(4)

32

pohon Bodhi di Bodgaya India yang kemudian ditanam di Candi Borobudur, memberikan bantuan dan dukungan berdirinya Java Buddhist Association (Perhimpunan Buddhis) pertama di Indonesia, menjalin kerja sama dengan kelenteng-kelenteng serta perhimpunan Theosofi di Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah, dan melantik upasaka dan upasika di beberapa daerah (Diputhera, 2006: 23). Pada masa kemerdekaan, misionaris yang berjasa untuk kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia antara lain Bhikkhu Jinarakkhita, Bhikkhu Girirakkhito, dan Bhikkhu Jinaputta (Rashid & Widya, 1989).

METODE KAJIAN

Artikel ini disusun dengan menggunakan metode kajian pustaka dengan pendekatan hermeneutik. Hermeneutik merupakan studi pemahaman khususnya tugas pemahaman teks, yang mencakup tiga faktor di dalamnya, yaitu: dunia teks/isi teks, dunia pemateri, dan dunia pembaca. Tiga faktor ini memiliki perhatian berbeda tetapi saling berkaitan satu sama lain (Palmer, 2003: 8). Sumber utama artikel adalah naskah dalam Kitab Suci Tipitaka dan sumber referensi lain berkaitan dengan kajian strategi penyiaran agama Buddha.

HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Misionaris Buddhis

Misionaris Buddhis tidak bertugas untuk membuat seluruh umat manusia menjadi beragama Buddha. Tugas seorang misionaris Buddhis adalah menunjukkan jalan benar untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi maupun kebahagiaan tertinggi nibbana. Misi yang diemban bukanlah untuk meningkatkan kuantitas umat Buddha melainkan kualitas pemahaman dan praktik Dharma bagi umatnya, dan mengabarkan Dharma kepada siapa pun yang mau menerima sebagai sebuah jalan kebaikan.

(5)

33

pengikut Buddha, jumlah umat agama lain yang berhasil ditarik masuk ke agama Buddha, ataupun jumlah umat Buddha yang rajin beribadah di vihara. Pembabaran Dharma dikatakan berhasil bila dapat bermanfaat bagi umat, merasa lebih bahagia dan bijaksana setelah memahami dan mengamalkan Dharma dalam kehidupannya.

Buddha menghargai ajaran lain. Dalam membabarkan Dharma, Buddha tidak bermaksud mencari pengikut ataupun mengubah keyakinan atau cara hidup seseorang, melainkan untuk menunjukkan jalan melenyapkan permasalahan kehidupan, hanya bertujuan membantu semua makhluk terbebas dari penderitaan. Buddha menghargai ajaran lain. Dalam mengajarkan Dharma, Buddha tidak memaksa siapapun untuk mengikuti ajarannya. Dalam kitab suci Digha Nikaya, Udumbarika-Sihanada Sutta, Buddha bersabda kepada petapa Nigrodha yang menganut cara penyiksaan diri, sebagai berikut:

Maybe, Nigrodha, you will think: The Samana Gotama has said this from a desire to get pupils; but you are not thus to explain my words. Let him who is your teacher be your teacher still. Maybe, Nigrodha, The Samana Gotama has said this from a desire to make us secede from our rule; but you are not thus to explain my words. Let that which is your rule be your rule still. Nigrodha, you will think: The Samana Gotama has said this from a desire to make us secede from our mode of livelihood; but you are not thus to explain my words. Let that which is your mode of livelihood be so still. Maybe, Nigrodha, The Samana Gotama has said this from a desire to confirm us as to such points of our doctrines as are wrong, and reckoned as wrong by those ini our community; but you are not thus to explain my words. Let those points in your doctrines which are wrong and reckoned as wrong by those in your community, remain so still for you. Maybe, Nigrodha, The Samana Gotama has said this from a desire to detach us from such points in our doctrines as are good, reckoned as good by those ini our community; but you are not thus to explain my words. Let those points ini your doctrines which are good, reckoned to be good by those in your community, remain so still (Davids, 2002: 51).

(6)

34

melaksanakan ajaran agama Buddha tidak perlu menghilangkan tradisi apapun yang baik. Buddha menyerahkan sepenuhnya kepada umatnya untuk melakukan apa yang menurutnya baik.

Tanggung Jawab untuk Menjadi Misionaris Buddhis Untuk kelestarian dan kemajuan suatu agama tentu diperlukan umat yang peduli, mempunyai panggilan jiwa, memiliki dedikasi tinggi, dan merasa mempunyai tanggung jawab atas hal itu. Dalam jajaran umat Buddha, bhikkhu mempunyai tanggung jawab paling besar untuk menjaga Dharma. Dalam Dharmadayada Sutta (Majjhima Nikaya) Buddha bersabda “Bhikkhus, be my heirs in Dhamma, not my heirs in material things” (Ñanamoli, 2001: 97). Kemudian dalam Mahaparinibbana Sutta (Digha Nikaya) dikisahkan saat menjelang wafat Buddha bersabda “The Truths, and the Rules of the Order, which I have set forth and laid down for you all, let them, after I am gone, be the Teacher for you” (Davids, 2002: 171). Dari dua khotbah tersebut dapat disimpulkan bahwa bhikkhu adalah pewaris Dharma yang bertanggung jawab menjaga Dharma. Tugas itu dilaksanakan dengan cara memahami ajaran (Dharma) melaksanakan aturan (Vinaya). Dengan pemahaman Dharma yang dimilikinya dan dipraktikkan dalam hidupnya, seorang bhikkhu merupakan orang yang memiliki kompetensi yang baik untuk mengajarkan Dharma kepada umat.

Dalam Pathamasaddha Sutta (Anguttara Nikaya VIII.71), dijelaskan bahwa seorang bhikkhu mungkin dihiasi dengan moral yang baik serta terpelajar, tetapi jika tidak menjadi seorang pembabar Dharma yang baik, dalam hal ini ia masih kurang. Kebajikan mengajarkan Dharma adalah kesempurnaan kualitas bagi seorang bhikkhu.

Monks, a monk has faith, virtue and learning, but is no Dhamma preacher... he can preach, but his walk is not in the assembly ... his walk is in the assembly, but he teaches Dhamma in the assembly without confidence... he teaches Dhamma with confidence, but cannot attain at will... Then must that part be perfected” (Davids, 2006: 210)

(7)

35

tidak hanya para bhikkhu saja tetapi juga para bhikkhuni, upasaka, dan upasika.

That's the way it is, Kassapa. When beings are deteriorating and the true Dhamma is disappearing, there are more training rules but fewer bhikkhus are established in final knowledge. Kassapa, the true Dhamma does not disappear as long as a counterfeit of the true Dhamma has not arisen in the world. But when a counterfeit of the true Dhamma has arisen in the world, then the true Dhamma disappears...

There are five things, Kassapa, that lead to longevity of the true Dhamma, to its nondecay and nondisappeareance. What are the five? Here the bhikkhus, the bhikkhunis, the male lay followers, and the female lay followers dwell with reverence and deference towards the Teacher; they dwell with reverence and deference towards the Dhamma; they dwell with reverence and deference towards the Sangha; they dwell with reverence and deference towards the training, they dwell with reverence and deference towards the concentration (Bodhi, 2000: 681).

Umat awam juga bertanggung jawab atas kelestarian Dharma dengan cara mempelajari dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika mampu umat awam juga dapat mengajarkan Dharma ke orang lain yang belum mengerti. Eksistensi dan kemurnian Dharma ajaran kebenaran harus dijaga dengan cara tidak semata dilaksanakan sebagai pedoman hidup juga harus diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap umat Buddha mempunyai kewajiban untuk mengajarkan Dharma kepada siapa pun yang mau menerima. Dharma diajarkan tidak harus dengan label agama Buddha, melainkan sebagai kebenaran yang universal. Dengan cara demikian maka Dharma akan lebih mudah diterima oleh siapa pun.

(8)

36

awam mempunyai kualitas sebagai pembabar Dharma, dengan demikian mempunyai kewajiban untuk membabarkan Dharma.

Kompetensi Misionaris Buddhis

Untuk melaksanakan tugas misionaris Buddhis tentu diperlukan kompetensi yang sesuai, meliputi pemahaman mengenai ajaran agama Buddha dan kemampuan untuk mengajarkan atau menyampaikan ajaran dengan baik. Kompetensi untuk mengajar adalah kecakapan yang harus dimiliki seorang guru. Sebelum mengajarkan Dharma, seorang misionaris harus sudah memahami dengan baik dan komprehensif, dan akan lebih baik lagi bila ia telah mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupannya. Seorang misionaris Buddhis hendaknya memiliki kepribadian yang sesuai ajaran Buddha. Priastana (2005: 24) mengutip Anguttara Nikaya mengemukakan delapan sifat seorang Dharmaduta yaitu: (1) telah mendengar banyak tentang Dhamma-Vinaya, (2) dapat membimbing orang lain untuk mendengar (mampu mengajar), (3) terpelajar (telah merenungkan apa yang telah didengarnya), (4) selalu mengingat apa yang telah dipelajarinya, (5) mengerti kata-kata dan semangat Dharma-Vinaya, (6) dapat membimbing orang lain untuk mengerti, (7) tahu apa yang menguntungkan dan apa yang tidak menguntungkan mengenai pelaksanaan Dhamma, dan (8) tidak membuat masalah antara bhikkhu atau umat awam.

Misionaris harus memiliki pengetahuan, perasaan, dan perbuatan baik yang tercermin dalam sikap pengabdian misionaris. Sikap seorang misionaris akan tumbuh apabila memiliki kemampuan atau kepandaian yang diperlukan sebagai misionaris. Priastana (2005: 31) mengemukakan kompetensi seorang misionaris yaitu receptive, selective, diggestive, asimilative, dan transmitive. Kompetensi receptive adalah kemampuan menerima gagasan. Kompetensi selective adalah kemampuan menyeleksi pesan, gagasan, dan informasi. Kompetensi diggestive adalah kemampuan menganalisis inti hakikat pesan. Kompetensi asimilatif adalah kemampuan mengkorelasi pesan-pesan. Kompetensi transmitif berarti mampu menyampaikan ajarannya dengan menggunakan kata yang fungsional, logis, dan tepat waktu.

(9)

37

pengetahuan modern, harus mampu memberikan bimbingan cara mengaplikasikan teori Dharma ke dalam praktik kehidupan sehari-hari. Singkatnya seorang Dharmaduta harus memiliki bekal ilmu pengetahuan yang baik, dan harus memahami Dharma kontekstual yaitu kemampuan menggunakan Dharma untuk mengatasi berbagai permasalahan kehidupan.

Misionaris Buddhis mempunyai tujuan yang jelas. Rasyid & Widya (1989: 8) mengemukakan empat tujuan seorang misionaris Buddhis yaitu: (1) menyebarkan Buddha Dharma dengan jalan pemberitahuan Buddha Dharma kepada umat manusia (vitharanam), memelihara kemurnian dan keaslian Buddha Dharma (havanam), menjaga kelangsungan Dharma Buddha agar tetap lestari (santaranam), (2) mempelajari dan mempraktikkan Dharma dengan benar, (3) melindungi Dharma dari kemerosotan ajaran serta kehancuran agama, dan (4) mengajarkan Dharma demi kebahagiaan semua makhluk .

Misionaris Buddhis memiliki tujuan awal yaitu menyebarkan Buddha Dharma dengan jalan pemberitahuan (vitharanam). Misionaris yang baik dan berkompeten harus mampu menyampaikan Dharma dengan baik, dan diimbangi dengan perilaku dan etika moral yang baik sehingga umat menaruh perhatian dan hormat kepada Dharma dengan benar.

Misionaris Buddhis yang berkompeten mampu memelihara Dharma (havanam). Memelihara Dharma berarti melindungi dari usaha penyelewengan dan pencemaran sehingga umat mengetahui kebenaran ajaran Buddha. Melindungi Dharma dengan cara terus berupaya meningkatkan keyakinan, meningkatkan kesadaran umat untuk mendengarkan, mengingat, menghafal, mempelajari, dan melaksanakan Dharma dengan benar. Dengan demikian Dharma terpelihara kemurniannya.

Misionaris Buddhis harus melestarikan, memperkokoh, dan mempertahankan Dharma (santaram). Kelestarian Dharma akan terjadi apabila masih ada orang yang menyampaikan dan menghormat kepada Dharma. Misionaris Buddhis harus mampu menyampaikan Dharma dengan benar.

Manfaat Misionaris Buddhis

(10)

38

dari pembabaran Dharma. Manfaat pembabaran Dharma akan diperoleh oleh kedua pihak baik pembabar maupun penerima Dharma. Dalam Dhammapada Tanhavagga syair 354 Buddha bersabda:

Sabba danam Dhamma danam jinati Sabbaj rasaj Dhammaraso jinati Sabbaj ratij Dhammarati jinati

Tanhakkhayo sabbadukkhaj jinati (Hinuber & Norman, 2003: 99) Syair tersebut menyatakan bahwa pemberian 'Kebenaran' (Dharma) mengalahkan semua pemberian lainnya; rasa 'Kebenaran' (Dharma) mengalahkan semua rasa lainnya; kegembiraan dalam 'Kebenaran' (Dharma) mengalahkan semua kegembiraan lainnya; orang yang telah menghancurkan nafsu keinginan akan mengalahkan semua penderitaan. Seorang pembabar Dharma memiliki kebajikan yang besar karena memberikan ajaran kebenaran. Dengan membabarkan Dharma maka pemahamannya akan semakin baik, keyakinannya semakin kuat, dan motivasi dirinya semakin besar untuk mengamalkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Ia akan selalu tertantang untuk menjadi teladan bagi umatnya. Sementara penerima Dharma akan mendapatkan manfaat berupa pemahaman dan keyakinan akan Dharma, yang akan membawa pada kebahagiaan dan kesejahteraan baginya.

SIMPULAN

(11)

39

DAFTAR PUSTAKA

Bodhi. 2000. The Connected Discourses of The Buddha (Samyutta Nikaya) Vol I. Oxford: The Pali Text Society

Dendy Sugono. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Dhammananda, Sri. 2005. Keyakinan Umat Buddha. Terjemahan: Ida Kurniati. Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya

Davids, Rhys. 2002. Dialogues of The Buddha (Digha Nikaya) Part II. Oxford: The Pali Text Society

___________. 2002. Dialogues of The Buddha (Digha Nikaya) Part III. Oxford: The Pali Text Society

___________. 2006. The Book of Gradual Sayings (Anguttara Nikaya) Vol I. Lancester: The Pali Text Society

___________. 2006. The Book of Gradual Sayings (Anguttara Nikaya) Vol IV. Lancester: The Pali Text Society

Diputhera, Oka. 2006. Agama Buddha Bangkit. Jakarta: Arya Suryacandra Okaberseri

Harianto. 2012. Pengantar Misiologi. Yogyakarta: Pustaka Referensi Hinuber, Von & Norman. 2003. Dhammapada. Oxford: The Pali Text Society

Horner, I.B. 2007. The Book of Discipline (Vinaya Pitaka) Volume IV. Lancaster: The Pali Text Society

Banamoli, Bodhi. 2001. Middle Length Discourses of the Buddha (Majjhima Nikaya). Oxford: The Pali Text Society

Priastana, Jo. 2005. Komunikasi dan Dharmaduta. Jakarta: Yasodhara Puteri

Rashid & Widya. 1989. Penuntun Dharmaduta. Jakarta: Pengurus Pusat Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia

Tim Penyusun. 2003. Materi Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha. Jakarta: CV Dewi Kayana Abadi

Referensi

Dokumen terkait

◦ Ajaran Buddha mengutamakan Dhamma / Dharma menerangkan Empat Kebenaran Mulia. & Lapan Jalan Mulia utk atasi

Mereka hendaknya diberi nasihat agar memiliki keyakinan kuat kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, serta memiliki kebajikan yang sangat dihargai oleh orang-orang mulia yang

Jadi yang dimaksud dengan judul tersebut adalah penulis ingin meneliti alasan Sekolah Widya Dharma (Buddha) yang memiliih bank syariah yang berlandaskan hukum

Dalam agama Buddha, terdapat beberapa aliran di antaranya adalah Aliran Theravada atau Hinayana, Aliran Mahayana atau kendaraan besar, Tantrayana, Tri Dharma, Maitreya,

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai kepuasan masyarakat Buddhis di kabupaten Pati akan layanan informasi di Sekolah Tinggi Agama Buddha

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada pendidik pada pembelajaran Pendidikan Agama Buddha Kelas II Sekolah Dasar (SD) Dharma Putra bahwa masih

Untuk meningkatkan kualitas dalam lembaga pendidikan Sekolah Tinggi Agama Buddha Bodhi Dharma Medan perlu adanya penataan sistem pengelolaan manajemen keungan dan

Buddha juga menasihati kita untuk “menghormati mereka yang wajar dihormati.” Oleh yang demikian, seseorang Buddhis boleh menghormati sebarang agama lain yang wajar dan