• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TIRATANA SEBAGAI PENGAKUAN DALAM AGAMA BUDDHA. A. Tiratana Sebagai Persaksian dalam Agama Buddha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TIRATANA SEBAGAI PENGAKUAN DALAM AGAMA BUDDHA. A. Tiratana Sebagai Persaksian dalam Agama Buddha"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

13

DALAM AGAMA BUDDHA

A. Tiratana Sebagai Persaksian dalam Agama Buddha

Agama Buddha merupakan agama besar yang kedua, yang banyak penganutnya di dunia dan banyak mempengaruhi budaya pikiran dan perilaku orang-orang Indonesia. Ajaran agama Buddha tidak bertitik tolak pada Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta beserta seluruh isinya termasuk manusia. Tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari khususnya tentang tata susila yang dijalankan manusia agar terbatas dari lingkaran dukha yang selalu mengiringi hidupnya.1

Ajaran agama Buddha dapat dirangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu Buddha, Dhamma dan Sangha. Ajaran tentang Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha dan asas rohani yang dapat dicapai oleh setiap makhluk hidup pada perkembangan selanjutnya ajaran tentang Buddha ini berkaitan pula dengan masalah ketuhanan yang menjadi salah satu ciri ajaran semua agama. Ajaran tentang damma banyak membicarakan tentang masalah-masalah yang dihadapi manusia dalam hidupnya baik yang berkaitan dengan ciri manusia itu sendiri maupun hubungannya dengan apa yang disebut Tuhan dan alam semesta dengan segala isinya. Ajaran tentang Sangha sebagai pasamuan para bhikkhu juga berkaitan dengan umat yang menjadi tempat para bhikkhu menjalankan dhammanya.2

1

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, cetakan ke I, hlm. 21

2

(2)

Umat Buddha di seluruh dunia menyatakan ketaatan dan kesetiaan mereka kepada Buddha, dhamma, Sangha dengan kata dalam satu rumusan kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana yang berasal dari bahasa Pali yang artinya satu bagian terpenting dan yang menjadi dasar agama Buddha. Tiratana berasal dari dua kata Ti yang berarti tiga dan Ratana yang berarti permata arti keseluruhannya adalah tiga permata mulia.3

Yang maksudnya adalah tiga Perlindungan, rumusan tersebut berbunyi :

Buddha saranam gaccami – Aku berlindung kepada Buddha Dhamma saranam gaccami – Aku berlindung kepada Dhamma Sangha saranam gaccami – Aku berlindung kepada Sangha Permata yang pertama adalah BUDDHA yaitu seseorang yang mencapai penerapan yang sempurna dengan kemampuan sendiri tanpa bantuan dari makhluk-makhluk lain. Ia mempunyai kemampuan untuk menguraikan dan membabarkan penyatuan kepada makhluk-makhluknya. Permata yang kedua adalah DHAMMA yaitu ajaran-ajaran yang diberikan dan dibabarkan sang Buddha untuk mencapai Nibbana. Permata yang ketiga adalah ARIYA SANGHA yaitu persaudaraan para pengikut sang Buddha yang telah melaksanakan dhamma dengan sempurna dan yang telah mencapai magga (jalan) dan phala (hasil) dapat juga dikatakan persaudaraan para pengikut sang Buddha yang telah mencapai tingkatan-tingkatan kesucian baik tingkatan-tingkatan pertama (sota panna) orang yang telah mencapai tujuh kali kelahiran, kedua (saka dagami) orang yang telah mencapai lima kali kelahiran, ketiga (anagani) orang yang telah mencapai

3

Majlis Pendeta Buddha Dhamma Indonesia, Yayasan Dhamma Dipoarama Jakarta, 1979, hlm. 23-24

(3)

satu kali kelahiran, maupun yang keempat (arahat) orang yang tidak sama sekali mengalami kelahiran.4

Perlindungan adalah suatu yang dituju orang ketika mereka mengalami penderitaan atau ketika mereka membutuhkan keselamatan dan perasaan aman.5

Aku pergi … berlindung kepada Buddha, aku pergi berlindung kepada dhamma, aku pergi berlindung kepada Sangha (untuk yang kedua kalinya … untuk yang ketiga kalinya)

Berdasarkan rumusan kitab suci agama Buddha di atas yang membahas tentang tiga perlindungan ini untuk yang pertama kalinya diucapkan oleh sang Buddha, bukan oleh para siswa beliau, bukan pula oleh para Petapa dan juga bukan pula para dewa yang berada di Benares di Taman Rusa di isi patana ketika para 16 arahat pada waktu itu ditugaskan untuk mengajarkan dhamma di dalam dunia demi untuk mencapai manfaat buat orang banyak, dan untuk mencapai tujuan memberikan pentasbian dapat diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan tak berumah tangga.6

Tiga perlindungan tersebut merupakan do’a yang sangat baik dapat dilaksanakan kapan saja dan dimanapun, tetapi dalam dunia Buddha diyakini bahwa hari yang Paling baik untuk memulainya yaitu dengan mengikat tiga permata atau tiga perlindungan, dan yang dapat menjadikannya sebagai penutup hari sebagai umat Buddha sebelum tidur. Meskipun do’a tersebut sangat singkat namun perlu diingat bahwa kalimat tersebut meliputi seluruh ajaran buddhis, Buddha guru agung dan penunjuk jalan kehidupan bagi umat Buddha, dhamma merupakan ajaran yang diwariskannya kepada umat Buddha sebagai pedoman dalam menempuh

4

PHRA Vidhur Dhammabhorn, Ajaran Bagi Para Pemula, Penerbit Yayasan Sucinno, Bandung, 1992, hlm. 11

5

Shravasti Dhammika, Anda Bertanya Kami Menjawab, Yayasan Penerbit Karania Anggota IKAPI, 2003, hlm. 159

(4)

kehidupan ini, sedangkan Sangha atau persaudaraan para bhikhu melambangkan panjang dhamma dan merupakan sahabat kita.7

B. Substansi Kesaksian Tiratana dalam Agama Buddha 1. Buddha Guna

Kata Guna berasal dari bahasa Pali yang mempunyai dua arti, yang pertama berarti kebaikan sedangkan yang kedua mengandung arti manfaat. Jadi kata guna dapat diuraikan yang pertama mempunyai arti kebaikan atau kebajikan yang dimiliki seseorang karena telah melakukan suatu perbuatan baik atau jasa kepada orang lain, baik yang dilakukan dengan perbuatan maupun ucapan dan pikiran. Sedangkan yang kedua kata Guna berarti manfaat atau dimiliki oleh suatu benda atau barang sehingga kita dapat menggunakannya untuk mencukupi atau memuaskan kebutuhan kita.8

Sifat mulia sang Buddha:

a. Mencapai penerangan sempurna dengan usaha dan kemampuannya sendiri.

Dengan tekad yang bulat dan tujuan yang mulia, Siddharta melakukan suatu cara bertapa, akan tetapi hal itu belum dapat membawa beliau ke arah kebebasan yang sejati. Dia juga telah berguru kepada beberapa orang guru yang terkenal namun hal tersebut masih belum juga dapat membebaskan dia dari penderitaan.

Dengan menggunakan beberapa cara dia melatih meditasi akhirnya Sang Buddha telah mencapai penerangan yang sempurna.

6

Bikkhu Nanamoli, Khuddapatha, Kitab Suci Agama Buddha I, Vihara Bodhivamsa, Klaten, 2001, hlm. 53

7

Sumargalo Mahathera, Buddha Dhamma untuk Anak, Penerbit Karaniya Anggota IKAPI, Yayasan, hlm. 16-18

8

(5)

b. Mengajarkan dan membabarkan pengetahuan yang telah dicapainya. Dengan cinta kasihnya yang begitu besar, maka Sang Buddha mengajarkan dan membabarkan tentang apa yang telah dicapainya. Beliau mengajarkan dhamma tanpa mengenal lelah sedikitpun walaupun banyak rintangan yang menghalanginya, tetapi ia tetap menghadapi dengan penuh ketabahan.9

Ajaran tentang Tiratana yang pertama adalah ajaran tentang Buddha (Buddha Saranam Gacchami) yang telah mempunyai arti aku berlindung kepada Buddha, pendiri agama Buddha adalah Siddharta yang dilahirkan kira-kira pada tahun 563 SM, di daerah Kapilawestu di kaki gunung Himalaya.10 Dia adalah putra dari seorang raja yang bernama Suddodana dan Dewi Madiamaya. 11

Perkataan Buddha berasal dari kata Bujjhita yang artinya bangun yang kemudian mendapatkan penerangan, pencerahan mengetahui dan mengerti, sehingga kata Buddha dapat diartikan seorang yang telah memperoleh kebijaksanaan yang sempurna.12

Menurut keyakinan agama Buddha sebelum tahap zaman yang sekarang ini, sudah ada tahap zaman-zaman yang tak berbilang banyaknya, akan tetapi tiap zaman memiliki Buddhanya sendiri-sendiri. Oleh karena itu menurut keyakinan agama Buddha, ada banyak umat Buddha yaitu orang yang telah mendapatkan pencerahan buddhi.13 Buddha adalah orang yang tercurahkan, yang mana dia telah terberkati, dengan melalui usahanya sendiri tanpa guru dalam ide-ide yang belum pernah didengar sebelumnya, dan

9

PHRA Vidhur Dhammabharn, Ajaran Bagi Para Pemula …, Ibid., hlm. 9

10

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama …, loc. cit., hlm. 24

11 Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama I, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1993, hlm. 210

12

(6)

dia telah menemukan dengan sendirinya kebenaran-kebenaran itu untuk mencapai kemahatahuannya di dalamnya dan penguasaan atas kekuasaan untuk mencapai penerapan yang sempurna.14

Kata pergi dalam kalimat Tiratana yang pertama yang mempunyai arti bertempur, menghalau, menyingkirkan dan menghentikan rasa takut, kesedihan yang mendalam, maka penderitaan yang terakhir di dalam alam yang tidak bahagia dan kekokohan batin. Bertempur untuk melawan rasa takut yaitu dengan cara berlindung kepada permata yang berunsur tiga tersebut. Maka orang itu akan mendapatkan pencerahan, dengan berlindung maka dalam hati akan muncul suatu keyakinan untuk berbuat kebaikan dan mencegah kejahatan. Orang yang suci adalah orang yang telah melakukan perlindungan yaitu dengan cara meditasi.15

Seseorang kadang-kadang memiliki kelebihan-kelebihan dalam dirinya, tetapi dia tidak dapat menggunakan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya itu untuk menolong orang lain yang sedang dalam kesusahan atau kesedihan. Kita, sewaktu-waktu mungkin memiliki kesempatan yang baik untuk menolong orang lain, tetapi kita tidak mengerti cara yang tepat untuk memanfaatkan kesempatan tersebut, walaupun dalam bathin kita telah ada maksud atau kehendak untuk menolongnya.

Dengan demikian sudah jelas bagi kita sekarang, bahwa kalau kita ingin berlindung pada Buddha, kita harus berusaha untuk melaksanakan apa yang diajarkannya.16

13

Harun Hadi Wijono, Agama Hindhu dan Buddha, PT. BPK, Gunung Mulia, Jakarta, 1994, hlm. 207

14

Bhikkhu, Nanamoli, Khuddakapatha …, loc. cit., hlm. 56

15

Bhikku Nanamoli, Khuddaka Patha …, op. cit., hlm. 59-61

16

Bhikkhu Guttadhama, Kemmatthana, Objek-objek Perenungan dalam Meditasi, Vihara Tanah Putih, Semarang, 2006, hlm. 3

(7)

2. Dhamma Guna

Sifat-sifat mulia Dhamma: a. Merupakan Hukum Kesunyatan

Dhamma adalah suatu hukum yang tidak dapat dielakkan oleh setiap makhluk. Dhamma ini tidak akan dapat berubah oleh karena pengaruh waktu, tempat maupun keadaan. Sesuatu yang terbentuk pasti akan mengalami perubahan, kelapukan dan kematian.

b. Melindungi Mereka yang Melaksanakannya.

Dengan sebagai umat Buddha yang berfikir, berkata, dan berbuat dengan fikiran yang penuh keserakahan, kebencian dan kebohongan, maka penderitaanlah yang kita peroleh sebagai hasilnya.17

Bunyi Tiratana yang kedua adalah Dhamma Saranam Gaccomi yang mempunyai arti aku berlindung kepada dhamma atau dharma, dhamma adalah ajaran agama Buddha untuk mencapai Nibbana.18

Dharma sebagai subjek anussati adalah pariyathi dhamma dan pativedha dhamma, anussati hanya ditujukan terhadap ciri dan keutamaan dari kedua dhamma tersebut di atas, sebagai berikut: “Svakhato, Bhagavata Dhamma, Sanditthiko, Akaliko, Ehipassiko, Opanayika Paccatan Vediyabbo Vinnuhiti.

a. Svakhato

Svakhato, berarti telah dibabarkan dengan baik, pernyataan itu menunjukkan kesucian dan kesempurnaan dari dhamma, termasuk pariyatti dhamma dan patipatti dhamma.

17

(8)

Pativedha dhamma atau lakuttama dhamma diungkapkan terisah dari dua dhamma, pariyatti dan patiatti dhamma.

Pariyatti dhamma telah dibabarkan dengan baik, karena keindahannya pada permulaan, pertengahan dan pada akhirnya dalam digha nikaya I, 62 disebutkan: “Dia mengajarkan dhamma, baik pada permulaannya, pertengahannya, baik pada akhirnya, lengkap yang tersirat maupun yang tersurat. Dia menyatakan kehidupan beragama yang benar-benar sempurna dan murni.

Dhamma baik pada permulaannya, karena menjelaskan sila sebagai dasar yang penting dalam kehidupan beragama yang bersih, baik pada pertengahannya, karena menjelaskan samadhi atau kesucian bathin sebagai imbangan pada sila, baik pada akhirnya. Karena menunjukkan pengertian sempurna dan nibbana sebagai tujuan akhir. Dengan demikian umat Buddha memperoleh keyakinan setelah mendengarkan dhamma, mereka bebas dari rintangan kemajuan bathin (nijarana) dan mencapai keberhasilan dan ketenangan setelah melaksanakan dhamma. Akhirnya sejauh dia telah melaksanakan dhamma, mereka akan memperoleh kebahagiaan sebagai hasil yang dijanjikan. Oleh sebab itu dhamma telah dibabarkan dengan baik (suakhata).

Dhamma yang telah dibabarkan oleh bhagava adalah jalan ke nibbbana bagi para siswa-siswanya, jalan bersatu dengan nibbana, nibbana bersatu dengan jalan.

b. Sanditthiko.

Pertama, menyatakan bahwa jalan ariya harus diamalkan dan dicapai oleh diri sendiri. Apakah ia telah melaksanakan, ia akan segera menerima buahnya dalam kehidupan sekarang ini,

18

(9)

oleh karena itu senditthika di lihat oleh diri sendiri atau berada sangat dekat.

Kedua, mereka yang telah mencapai sembilan tingkat lakuttara dhamma juga harus mencapai tujuannya dengan keyakinan sendiri. Oleh sebab itu sandittika adalah harus dicapai oleh diri sendiri.

c. Akaliko

kebaikan di duniawi memerlukan waktu untuk memetik hasilnya. Tetapi pencapaian keadaan lakuttara tidak tergantung pada waktu, ia segera berbuah. Karena itu “akalika” berarti dengan segera memberikan hasilnya atau dengan segera memberikan hasilnya atau tanpa dibatasi waktu” pernyataan ini dibuat mengacu kepada jalan mulia (ariya magga).

d. Ehipassiko

Lakuttara dhamma itu berharga atau layak diperlihatkan pada orang lain, mengundang mereka untuk datang dan melihat dhamma ini. Keadaan sembilan lakutta dhamma, karena kenyataannya dan sucinya menyebabkan mereka merupakan suatu yang sangat berharga, sehingga layak untuk mengundang orang lain agar datang dan lihat sendiri (Ehipassika).

e. Opranayiko

Opanayika berarti berharga untuk dicapai dengan jalan pengalaman dan usaha yang sungguh-sungguh, karena hasilnya layak untuk usaha yang demikian. Lebih dari itu, dhamma yang berharga untuk dicapai, sebagai kualitas-kualitas yang transenden yang bertumpuk sedikit demi sedikit dalam bathin karena realisis, yang membawa kepada nibbana. Oleh sebab itu dhmma opanayika berharga untuk dicapai.

(10)

f. Paccatamueditabbo Vinnuhi

Dhamma yang dapat dicapai oleh para bijak sana masing-masing menjadi suci karena gurunya telah mencapai kesucian, atau seorang anak tidak akan langsung menjadi suci karena kesucian yang dicapai oleh orang tuanya setiap orang harus menjalaninya sendiri jalan suci dan ia sendiri yang akan memetik hasilnya. Oleh karena itu dhamma tidak dicapai dengan belas kasihan orang lain, ia harus di lihat, direalisasi, disenangi oleh orang bijaksana di dalam bathin mereka masing-masing.19

Agama Buddha mempunyai arti ajaran yang dirumuskan di dalam empat kebenaran yang mulia (Catur Arya Satyani),20 di mana ajaran tersebut disampaikan oleh Buddha Gautama kepada murid-muridnya yang terdiri dari Dukha, Samudaya, Niradha dan Marga. Dukha mempunyai arti penderitaan maksudnya adalah bahwa hidup di dunia ini adalah penderitaan.21 Pokok ajaran Buddha Gautama ialah bahwa hidup itu adalah menderita. Seandainya di dalam dunia tiada penderitaan, Buddha tidak akan menjelma di dunia. Padahal penderitaan itu menjadi pengalaman tiap orang dan juga kesenangan yang terkadang dapat dialami manusia sebenarnya adalah sumber penderitaan. Orang yang senang ia akan merasa takut akan kehilangan kesenangan. Kebahagiaan sejati terdapat di dalamnya, dan tidak dapat dibatasi dengan kekayaan, kekuatan, kehormatan atau kemenangan. Jika kekayaan duniawi diperoleh dengan cara paksa atau tidak jujur, disalahgunakan, atau dilihat dengan kemelekatannya, mereka akan menjadi sumber kepedihan dan penderitaan baginya.22

19

Bhikkhu Guttadhama, Kemmatthana … op. cit., hlm. 13-17

20 Ibid. 21 Ibid., hlm. 27 22 Ibid., hlm. 67

(11)

Kesunyatan pertama ini tentang penderitaan yang bergantung pada manusia dan berbagai segi kehidupan harus diamati dan diuji dengan cermat. Pengujian ini membawa pada pemahaman yang benar tentang diri sendiri sebagaimana adanya.23

Konsep Dukha dapat ditinjau dari tiga segi yaitu: 1) Dukha sebagai derita biasa (Dukha-Dukha)

2) Dukha akibat dari perbuatan-perbuatan (Vipari Nama Dukha) 3) Dukha sebagai akibat dari keadaan yang berkondisi (Sankhara

Dukha).24

Yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah keinginan kepada hidup, dengan disertai nafsu yang mencari kepuasan yakni kehausan dan kesenangan serta kekuatan Prititya Samut pada berisi 12 pokok permulaan yang dirumuskan demikian:

Pertama menjadi tua dan mati (Jamarasonam) bergantung dari pada kelahiran (Jati), kedua kelahiran bergantung pada hidup atau eksistensi yang lampau (Bhawa), ketiga hidup bergantung dari pada pengikatan kepada makan, minum dan sebagainya (Upadana), keempat pengikatan bergantung dari pada kehausan (Tanha), kelima kehausan bergantung dari pada emosi atau Renjana (Wedang), keenam emosi bergantung dari pada sentuhan atau kontak (Sparsa), ketujuh sentuhan bergantung dari pada indera dengan sasarannya (Sadayatana), kedelapan indera dengan sasarannya bergantung dari pada roh bergantung pada kesadaran (Wijnana), kesepuluh kesadaran bergantung pada penafsiran yang salah (Sanskara),

23

Alm. Ven Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-ajarannya, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta, 1998, hlm. 39-40

24

(12)

kesebelas penafsiran yang salah, kedua belas penafsiran yang salah bergantung pada ketidaktahuan (Awidya).25

Kesunyatan kedua ini tentang sebab penderitaan yang menyebabkannya adalah keinginan untuk hidup yang menyebabkan timbulnya keinginan-keinginan yang lain seperti ingin makan enak, ingin kekuasaan, kekayaan, kepuasan dan sebagainya. Dengan adanya keinginan untuk hidup menyebabkan seseorang harus mengalami Samsana,26 dan menjadikan seseorang melekat pada berbagai bentuk kehidupan.

Bentuk terkasar nafsu keinginan dapat dilemahkan pada saat mencapai tingkatan Sakadagami yaitu tingkatan Anagami (tingkatan kesucian ketiga), bentuk halus keinginan baru akan dapat hilang mencapai tingkatan kesucian Arahat.27

Kesunyatan yang ketiga adalah Niradha atau pemadaman maksudnya bahwa cara pemadaman atau menghilangkan penderitaan yaitu dengan jalan menghapuskan Tanha.28 Jalan untuk mengatasi penderitaan dan menemukan kebahagiaan sejati, ketika memperoleh empat kebenaran mulia,29 dengan ketiga aspeknya adalah ada berakhirnya penderitaan, dukha berakhirnya dukha harus dicapai Nirodha adalah kata lain dari Nibbana. Ketika anda telah melepas sesuatu dan membiarkannya lenyap, maka yang tersisa adalah kedamaian, anda dapat mengalami kedamaian itu melalui meditasi, ketika anda telah membiarkan nafsu maka keinginan akan berakhir dalam pikiran dan yang tersisa adalah suatu kedamaian

25

Heni Lutfiana, Makna Teologis, Psikologis, Sosiologis, Persaksian dalam Agama Buddha dan Islam, Tegal angkatan 1999, hlm. 27

26

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama …, loc. cit., hlm.27

27

Alm. Ven Narada Mahathera, Sang Buddha …, loc. cit., hlm. 40-41

28

Ibid.

29

(13)

yang luar biasa.30 Kesunyatan ini harus disadari dengan mengembangkan jalan Ariya berunsur delapan yang merupakan kesunyatan mulia ke empat. Jalan yang khas ini merupakan satu-satunya jalan langsung menuju ke Nibbana, itu dapat dicapai dengan menghilangkan segala bentuk nafsu keinginan secara menyeluruh.

Jalan itu terdiri dari delapan unsur meliputi:

Pertama, pengertian benar (Samma Ditthi), diterangkan sebagai pengetahuan tentang empat kesunyatan mulia. Dengan kata lain memahami diri sendiri sebagai apa adanya, karena seperti yang tercantum dalam Rohitassa Sutta, kesunyatan ini berhubungan dengan sekujur tubuh ini. Kunci agama Buddha adalah pengertian benar.

Kedua, pandangan yang bersih atau pengertian benar membawa pada pemikiran yang bersih (Samma Sam Kappa), oleh karena itu unsur kedua jalan arya berunsur delapan, diterjemahkan sebagai pemecahan benar, cita-cita benar. Sesungguhnya tidak menyampaikan arti bahasa Pali yang sebenarnya. Gagasan atau kesadaran yang benar lebih mendekati arti yang sebenarnya. Pikiran benar dapat dikatakan sebagai terjemahan yang sepadan.

Samkappa berarti keadaan mental “Jitakka” yang dapat diterjemahkan “penerapan awal” keadaan mental ini penting untuk mengurangi gagasan atau dugaan salah dan dapat membantu perbuatan moral yang lain untuk membelok ke arah Nibbana. Samma Sam Kappa membantu mengurangi pikiran jahat dan mengembangkan pikiran baik.

30

Ven Ajahr Sumedha, Empat Kebenaran Mulia, Insight Vidyasena, Yogyakarta, hlm. 55-67

(14)

Ketiga, pikiran benar membawa pada ucapan benar (Samma Vacca) yang merupakan faktor ketiga ini berkaitan dengan tidak berbohong, memfitnah, mencaci maki dan berbicara yang tidak perlu.

Keempat, ucapan benar diikuti oleh perbuatan benar (Samma Kammanta) yang berhubungan dengan tidak melakukan pembunuhan, pencurian, dan pelanggaran susila. Ketiga perbuatan jahat itu disebabkan oleh nafsu keinginan dan kemarahan, yang didorong ketidaktahuan. Dengan kesucian pikiran itu akan menjalankan kehidupan suci pula.

Kelima, dengan membersihkan pikiran, ucapan dan perbuatan si pengembara berusaha membersihkan mata pencahariannya (Samma Ajiva) dengan menahan dari lima macam perdagangan yang tidak diperkenankan, yaitu berdagang senjata (Sattha Vanijja), makhluh hidup (Satta Vanijja), daging (Mamsa Vanijja).

Keenam, usaha benar (samma vayama) memainkan peranan dalam jalan ariya berunsur delapan, dengan usaha sendirilah seseorang memperoleh pembebasan, tidak hanya mencari perlindungan pada pihak lain atau dengan mempersembahkan do’a saja. Dengan usaha orang menyingkirkan kejahatan dan mengembangkan kebajikan yang terpendam.

Ketujuh, usaha benar kaitannya dengan perhatian yang benar (samma sati) yang terdiri dari perhatian yang terus menerus pada badan jasmani (kaya nupassana), perasaan (vedana nupassana), pikiran (cita nupassana) dan obyek batin (dhamma nupassana). Perhatian pada empat obyek ini cenderung menghancurkan kesalahpahaman pada hal yang disukai (subha), apa yang disebut kebahagiaan (sukha), keabadian (nicca) dan jiwa yang kekal (atta).

(15)

Kedelapan, usaha benar dan perhatian benar membawa pada konsentrasi benar (samma samadhi) yaitu terpusatnya pikiran-pikiran yang terpusat merupakan bantuan yang kuat untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya melalui pandangan terang.31

Kesunyatan yang keempat adalah marga artinya jalan yang menghilangkan tanha pemadaman. Maksudnya bahwa cara pemadaman atau menghilangkan penderitaan itu dengan jalan menghapuskan tanha atau untuk mencapai tingkatan kesucian yang meliputi, pertama sottapati yaitu dimana seseorang harus menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai Nirwana. Kedua adalah sekadogami yaitu tingkat seseorang tinggal sati kali lagi menjelma sebelum mencapai Nirwana. Yang ketiga adalah anagami yaitu tingkatan dimana seseorang sudah tidak akan menjelma lagi. Ia tinggal menunggu saatnya untuk mencapai Nirwana. Sesudah itu tinggallah tingkat arahat, dimana seseorang mencapai Nirwana.32

Nirwana merupakan tujuan terakhir dari setiap pemeluk agama Buddha adalah untuk mencapai nirwana, dimana seseorang telah lepas dari samsara, yang berarti ia telah lepas dari penderitaan, dan selanjutnya ia telah merasakan kebahagiaan yang abadi.33

Berdasarkan hal itu semua Nirwana dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu upadhisesa dan anupadhisesa dimana upadhisesa adalah status orang yang sudah mendapatkan kelepasan atau nirwana, tetapi yang hidup lahirnya masih terus berjalan.

31

Alm. Ven Narada Mahathera, sang Buddha …loc. cit., hlm. 41-47

32

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama … loc. cit., hlm. 27-33

33

(16)

Sedangkan anupadhisesa adalah status orang yang mendapatkan kelepasan, yang hidup lahirnya sudah tak ada lagi dan sudah dicapai sesudah mati.34

3. Sangha Guna

Sifat-sifat mulia Sangha:

a. Memiliki tindak tanduk yang benar

Memiliki tidak tanduk yang benar, bukan berarti hanya memiliki perbuatan yang benar saja, akan tetapi mereka juga memiliki ucapan yang benar serta pikiran yang benar. Karena mereka berbuat sesuatu bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, akan tetapi demi kesejahteraan dan kebahagiaan makhluk-makhluk lain.

b. Membimbing dan menutun makhluk-makhluk

Sangha menjadi pelindung dan menjadi penerus ajarannya. Merekalah yang membimbing umat Buddha dalam mengikuti serta mempraktekkan dhamma.35

Sangha secara harfiah berarti pasamuan dan pada umumnya diartikan persaudaraan para bhikku, tetapi Sangha dalam tiratana diartikan “persaudaraan para bhikkhu”, tetapi Sangha dalam tiratana diartikan sebagai persamaan makhluk suci (ariya Sangha) yang terdiri dari mereka yang telah mencapai empat tahap jalan suci (magga) dan buahnya (phala).

Anggota Sangha (bhikkhu) adalah layak menerima penghormatan dengan cara merangkapkan tangan di depan dada. Oleh sebab itu, mereka dikatakan layak menerima penghormatan (anjali karaniyya).

34

(17)

Umat Buddha yang selalu melakukan perenungan-perenungan terhadap Sangha akan menghormatinya dan akan timbul keyakinan terhadap Sangha serta tidak dicekam oleh ketakutan. Dia mampu menahan sakit karena ia merasa hidup dalam Sangha dan pikirannya ditujukan untuk memiliki kebajikan Sangha.

Samadhi terhadap Buddha guna, dhamma guna dan sangha guna adalah perenungan awal yang penting bagi siswa keagamaan, karena di dalam meditasi ini sifat-sifat mulia sang Buddha, dhamma dan Sangha yang merupakan objek. Objek utama dari keyakinan (saddha), menjadi tampak lebih jelas dan semakin lebih jelas.36

Berbeda dari agama lain, agama Buddha agama Buddha lebih mengutamakan penganutnya untuk berbuat (karma) membebaskan diri masing-masing dari dukha untuk mencapai Nirwana. Umat Buddha tidak memerlukan ucapan persembahan atau pemujaan kepada para dewa (Tuhan) tetapi mereka cukup melakukan hasta arya marga sebagaimana diuraikan di atas. Namun dilihat dari segi kelembagaan umat Buddha dapat dibedakan dalam dua kelompok: yaitu kelompok wihara (biara) atau Sangha dan kelompok penganut agama yang awam.37

Kelompok Sangha terdiri dari pada bhikkhu, bhikkhuni, samanera dan samaneri. Mereka menjalani kehidupan suci untuk meningkatkan nilai-nilai kerohanian dan kesusilaan serta tidak melaksanakan hidup berkeluarga. Kelompok penganut agama yang awam terdiri dari upasaka dan upasaki yang telah menyatakan diri berlindung kepada Buddha, dhamma dan Sangha serta

35

PHRA Vidhurdhamma Bhorn, Ajaran Bagi Pemula …, loc. cit.

36

Bhikkhu Guttadhama, Kemmatthana … op. cit., hlm. 12-21

37

(18)

melaksanakan prinsip-prinsip moral bagi umat yang awam dan mereka hidup berumah tangga sebagai orang biasa.38

Hidup kerahiban diatur di dalam kitab Winaya Pitaka. Dari kitab ini kita dapat mengetahui bahwa hidup para rahib ditandai oleh tiga hal, yaitu:

Pertama, kemiskinan. Seorang rahib harus hidup dalam kemiskinan, rahib tidak diperkenankan memiliki sesuatu kecuali jubahnya yang dibuat dari rampai yang diminta dari sana-sini, tempurung sebagai alat untuk mengemis, (di dalam para rahib tidak diperkenankan menerima uang).

Di dalam sistem ajaran Buddha mengemis menjadi inspirasi bagi banyak kebajikan, dengan mengemis akan memberi kesempatan kepada kaum awam untuk berbuat kebaikan. Dengan mengemis para rahib belajar rendah hati, sabar, tidak lekas putus asa, sehingga mereka mengawasi tubuhnya, perasaan dan pikiran serta nafsu-nafsunya. Seorang rahib diharuskan hidup tanpa rumah atau tempat berlindung yang tepat. Mereka hanya diperkenankan berkumpul dalam Biara.

Kedua, seorang rahib harus hidup membujang (tidak diperkenankan hidup dengan wanita) karena hubungan seks dianggap sebagai sumber dosa yang akan mengakibatkan seorang rahib dikeluarkan dari Sangha.

Ketiga, adalah seorang rahib harus hidup dengan ahimsa (tanpa perkosaan). Ia tidak diperkenankan membunuh atau melukai makhluk lain. Empat dosa besar yang harus dihindari dari rahib

38

(19)

adalah hidup mesum, mencuri, membunuh makhluk hidup, dan meninggikan tinggi karena kecapan membuat mu’jizat.39

Setiap umat Buddha berhak memasuki dan bergabung dalam Sangha dengan melalui tahap-tahap tertentu. Tahap pertama dimulai ketika umat Buddha menerima jubah kuning dan memakai persaudaraan para bhikkhu. Umat awam memasuki hidup kewiharaan tanpa memiliki rumah tinggal dan hidup sebagai pertapa. Sebelum menjadi bhikkhu ia harus menjalani hidup sebagai calon bhikkhu (samanera) dengan mengucapkan dan menepati dasa sila (sepuluh janji) yakni larangan untuk membunuh, mencuri, hidup mesum, mengunjungi tempat keramaian duniawi, bersolek, tidur pada tempat tidur yang enak dan menerima hadiah.40

Tahap yang kedua adalah seseorang yang memasuki persaudaraan para bikkhu atau bhikkhuni, yang telah mempelajari dharma dan menggunakan waktu luangnya untuk perenungan suci dibawah asuhan seorang bhikkhu atau bhikkhuni sebagai gurunya (acarya) setelah dipilih sendiri, dan setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut barulah diterima sepenuhnya menjadi bhikkhuni dalam suatu upacara “upasampada” (penahbisan) yang dihadiri para sesepuh. Jika ia wanita maka pentahbisannya dilakukan dua kali. Pertama oleh bhikkhuni dan kemudian oleh bhikkhu Sangha. Setelah itu barulah ia menjadi bhikkhu atau bhikkhuni.41

Sesudah menjadi bhikkhu atau bhikkhuni maka ia harus menjalani hidup bersih dan suci sebagaimana yang telah dituliskan dalam kitab “Vinaya Pitaka”, yaitu untuk melaksanakan 227 peraturan yang antara lain tentang:

1) Peraturan yang berhubungan dengan tata tertib

39

Heni Purwaningsih …, loc. cit., hlm. 23

40

(20)

2) Peraturan yang berhubungan dengan cara penggunaan makanan, pakaian serta kebutuhan hidup yang lainnya

3) Cara menanggulangi nafsu keinginan dan rangsangan batin 4) Cara untuk memperoleh pengetahuan batin yang luhur untuk

menyempurnakan hati.42

Sangha adalah inti masyarakat Buddha yang dapat menciptakan suasana yang diperlukan untuk mencapai tujuan hidup tertinggi, yakni Nibbana. menurut kepercayaan umat Buddha, Sangha tidak dapat dipisahkan dari dharma dan Buddha, karena ketiganya adalah tiratana yang membentuk kesatuan tunggal dan merupakan manifestasi berasas tiga dari yang mutlak di dunia.

C. Fungsi Tiratana dalam Agama Buddha

Tiratana dalam agama Buddha dimana tiratana dalam agama Buddha bahwa dengan berlindung pada Buddha kita harus berusaha untuk melaksanakan apa yang diajarkannya, dengan berlindung pada dhamma, maka satu-satunya jalan yang tepat adalah melaksanakan dhamma itu sendiri, tentulah dhamma akan melindungi kita dari kejahatan. Sedangkan kalau kita berlindung pada ariya Sangha, kita harus berusaha sedapat mungkin untuk mencontoh perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para ariya punggala (makhluk suci).43

Dengan menyatakan berlindung, Buddha, dhamma dan Sangha itulah pelindung mental kita. Secara kejiwaan kita akan tenang. Makin sering kita memikirkan Buddha, dhamma dan Sangha, aku berlindung pada Buddha, aku berlindung pada dhmaan, aku berlindung kepada Sangha. Kemarahan, kejengkelan itu berkurang, tetapi penderitaan belum selesai. Oleh sebab itu kita harus meningkatkan lebih tinggi lagi dengan cara

41

Ibid., hlm. 237

42

Mukti Ali, Agama-agama di Dunia, PT. Hanindita, Yogyakarta, 1988, hlm. 131

43

(21)

belajar dhamma apa yang diberikan oleh tiratana kepada umat Buddha. Buddha sebagai seorang yang menemukan obat, dhamma itulah obat, Sangha itu seperti orang yang sudah mencoba obat itu. Sudah sembuh dan kemudian menjadi perawat untuk membantu kita-kita yang masih belum sembuh.44

Tiratana merupakan ungkapan keyakinan (saddha) bagi umat Buddha. Saddha yang diungkapkan dengan kata berlindung, adanya tiratana sebagai perlindungan telah diungkapkan sendiri oleh sang Buddha, tetapi hakekat tiratana sebagai perlindungan terakhir hanya dapat dibuktikan oleh setiap orang dengan mencapainya dalam bathinnya sendiri, perlindungan itu akan timbul dan tumbuh bersama dengan proses untuk mencapainya.

Buddha dhamma dan Sangha atau tiratana adalah manifestasi, perwujudan, pengejawantahan dari Tuhan yang Maha Esa dalam alam semesta ini. Yang dipuja dan dianut oleh seluruh umat Buddha, dengan berlindung dalam agama Buddha berarti suatu tindakan yang sadar yang bertujuan untuk mencapai pembebasan yang berlandaskan pengertian dan dorongan oleh keyakinan.45

Berlindung kepada Buddha merupakan penerimaan mantap terhadap kenyataan bahwa seseorang dapat mencapai penerangan sempurna. Seperti yang dialami oleh sang Buddha yang berlindung kepada dhamma berarti memahami empat kesunyatan mulia dan melandasi hidupnya dengan jalan mulia beruas delapan. Berlindung kepada Sangha berarti mencari dukungan inspirasi, dan bimbingan dari sesama yang menjalankan jalan mulia beruas delapan. Dengan melakukan hal ini seseorang menjadi umat Buddha, dan menapakkan langkah awal pada jalan menuju nibbana.46

Tiratana yang mempunyai arti tiga permata atau dapat dikenal sebagai perlindungan di bawah Buddha, dharma, Sangha. Di mana sang

44

Bhikku Sri Purnavaa Mahathara, Kumpulan Dhamma Desana, hlm. 60-61

45

Yayasan Dhamma Dipa Arama, Pedoman Penghayatan dan Pembabaran Agama Buddha Madzhab Theravada di Indonesia, Jakarta, 1992, hlm. 24-26

46

(22)

Buddha itu sendiri adalah guru kita. Dharma adalah penawar derita jalan menuju nibbana, dan Sangha adalah sahabat kita. Kemudian tiga perlindungan itu merupakan do’a yang sangat baik dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja. Akan tetapi dalam dunia buddhis, diyakini bahwa paling baik dengan memulai hari yaitu dengan cara mengingat tiga permata atau tiga perlindungan, yang nantinya akan menjadikannya sebagai penutup hari sebelum umat Buddha tidur.47 Dengan mengucapkan tiga ratana tersebut sebagai perlindungannya (tri sarawa) berarti seorang penganut Buddha telah berikrar untuk menjadikan ketiganya sebagai penuntun hidupnya untuk mencapai kelepasan dari segala derita.48

Tiratana juga merupakan kesaksian yang berbentuk credo (syahadat) umat Buddha yang dapat menjadi contoh sebagai suri tauladan yang baik yang biasa dibandingkan dengan manusia. Perlindungan yang merupakan aturan-aturan hidup bagi umat Buddha, perlindungan terhadap Sangha yang merupakan orda-orda atau pendeta-pendeta dalam agama Buddha, dan tiratana juga merupakan tiga permata yang dapat menjadikan cerminan dari tuhannya bagi umat Buddha.49

Tiga perlindungan diucapkan saat seseorang menjadi umat Buddha, kemudian berulang kali juga diucapkan dengan sadar sebelum bermeditasi dan setiap saat ia harus melakukannya, maka tiratana tersebut akan terus membekas dalam batin, bahkan kendatipun ia tidak sedang memikirkannya.50

47

PHRA Vidhur Dhammabhorn, loc. cit., hlm. 11-12

48

Abu Ahmadi, Sejarah Agama, CV. Ramadhani, Solo, 1986, hlm. 103

49

Romdon dkk, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, PT. Golden Trayon Press, Jakarta, 1990, hlm. 96-97

50

Referensi

Dokumen terkait

• Gagal bisa terjadi pada kedua sisi jantung atau bisa juga lebih berat menyerang jantung kanan dari yang kiri. • Gagal ventrikel kiri menunjukkan Gagal jantung

Telah dilakukan penelitian mengenai uji daya antimikroba rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusBahan uji

Kesesuaian informasi antara dokumen berguna untuk mengetahui apakah gaji yang diterima sudah sesuai, sehingga baik karyawan maupun perusahaan tidak dirugikan. Adanya

PERANAN KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA TERHADAP IMIGRAN ILEGAL STATUS PENGUNGSI DI KOTA MEDAN (1978-2005).. Yang

Hidup di Negara yang besar dengan penduduk yang banyak, tentu kita harus menyadari tentang adanya sebuah perbedaan pandangan, perbedaan sendiri dalam Islam

Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung pada jenis, wujud, dan sifat komponen yang terkandung didalamnya. Jika komponen berwujud padat dan cair, misalnya pasir dan

SEO suatu website sangat berkaitan pada trafik pengunjung yang ada pada website tersebut, sehingga website sebagai media periklanan internet dapat lebih efektif dalam

AGAF, laki-laki, usia 7 tahun, penduduk Kelurahan Penaraga, Kecamatan Raba, Kota Bima.. Pasien tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah terjangkit