• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Implementasi Tata Tertib Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efektivitas Implementasi Tata Tertib Pen"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Harum Bunga Melati

Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial

(3)

Abstrak—Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas implementasi tata tertib pengguna akses ruang terbuka bandung. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilaksanakan menggunakan deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah empat pengunjung alun-alun Bandung dan dua pihak dari Satpol PP. Data penelitian dikumpulkan menggunakan metode yakni wawancara dengan instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan terbuka mengenai pokok permasalahan. Data yang dikumpulkan dideskripsi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil dari data tersebut adalah tata tertib digunakan untuk menertibkan pengunjung dan efektif apabila pihak tersebut saling mendukung dengan memiliki kesadaran hukum untuk menaati peraturan

Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas manusia, baik secara individu maupun kelompok (Hakim, 2013). Sejalan dengan perngertian tersebut, maka ruang terbuka adalah suatu wadah dimana aktivitas manusia ada di dalamnya. Ruang terbuka ini merupakan salah satu tempat dimana ciri khas dari sebuah kota tersebut terlihat. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan di tempat ruang terbuka, antara lain: sebagai tempat bermain terutama anak-anak, tempat berolahraga, tempat berinteraksi sosial masyarakat, ruang untuk mendapat udara segar. Tata tertib berisi aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh setiap orang dan jika melanggar akan mendaptkan hukuman baik dari bentuk sanksi maupun teguran. Sanksi itu ialah sejumlah nestapa yang dijatuhkan kepada sesiapapun yang dinyatakan tidak mematuhi apa yang telah dinyatakan sebagai hukum yang berlaku. Demikian penting peran sanksi dalam setiap aturan hukum itu sampai-sampai ada ungkapan yang mengatakan bahwa hukum tanpa sanksi itu bagaikan apa yang tak membakar atau bagaikan air yang tak membikin basah. Diyakini sejak lama berlakunya dalil yang menyatakan bahwa sanksi itu penentu ketaatan warga. Semakin kuat ancaman dan daya paksa sanksi akan semakin efektif pula daya kerjanya untuk memaksakan kepatuhan warga pada perintah undang-undang. Selanjutnya, makin patuh warga kepada perintah hukum akan semakin tertib pula jalannya kehidupan, sesuai dengan bunyi aturan-aturan yang telah dipreskripsikan dalam hukum. Didalilkan bahwa keefektifan sanksi itu akan menjamin terealisasinya hukum secara signifikan dalam masyarakat. Selain diberlakukannya aturan mengenai tata tertib pengguna akses ruang terbuka, terdapat juga suatu lembaga sosial yang langsung turun ke lapangan untuk memberikan teguran terhadap pengguna yang melanggar aturan yang berlaku. Lembaga sosial adalah kumpulan dari norma-norma sosial yang tdiciptakan untuk melaksanakan fungsi masyarakat untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap penting oleh masyarakat dan alun-alun memiliki lembaga seperti Satpol PP yang bertugas menertibkan pengunjung.

Pengelolaan alun-alun ini begitu rapi dan bersih begitupun dengan masjid raya Bandung namun tidak

dipungkiri masih ada pelanggaran yang tampak pada masayarakat meskipun sudah terdapat aturan yang jelas dan ada juga satpol PP maupun Linmas yang selalu berada ditempat tersebut untuk menjaga ketertiban dan kemanan. Pelanggaran yang sering terlihat adalah ketika terdapat pengunjung yang masih menggunakan sandal ketika duduk diatas rumput sintesis. Meskipun tidak ada aturan tertulis disana, namun satpol PP maupun linmas selalu menegur dan memberitahu bahwa disini terdapat aturan untuk melepaskan sandal ketika hendak duduk di rumput sintesis. Banyaknya pelanggaran seperti ini merupakan hal yang kecil namun akan berdampak bagi kualitas rumput tersebut, dimana rumput ini dapat digunakan untuk tiduran, bermain, dll. Ditetapkan aturan untuk melepas sandal adalah agar pengunjung lain merasa nyaman ketika hendak duduk di rumput tersebut. Pengelolaan masjid raya Bandung juga teramat rapi dan bersih, bisa kita lihat terdapat fasilitas umum seperti WC, tempat sandal, dan lain-lain. Masjid ini juga memiliki aturan yang sudah seharusnya dipatuhi oleh masyarakat. Namun, masih terdapat pelanggaran yang ditemukan seperti aturan dilarang tidur di dalam masjid dan masih ada masyarakat yang tidur di dalam masjid. Tentu hal itu akan mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat yang hendak beribadah ditempat. Seperti yang diketahui bahwa masjid raya Bandung selalu dipenuhi dengan masyarakat baik itu untk acara pengajian, salah subuh berjamaah, dan lain-lain. Meskipun satpol PP dan Linmas hanya berjaga di luar masjid saja dan tidak masuk ke dalam namun sudah tertera peraturan tertulis didalamnya. Diperlukannya sebuah implementasi tata tertib yang efektif agar terciptanya ketertiban umum dimana efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti bahwa tata tertib disana sudah terbilang efektif namun masih ada pelanggaran yang terjadi karena kurangnya kesadaran hukum dan kurang tegasnya lembaga sosial dalam menangani pelanggaran yang terjadi.

Penelitian ini mencoba untuk melihat efektivitas implementasi tata tertib pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung.

II. KAJIAN TEORI

A. Tata Tertib

Dalam buku “Pengantar Ilmu Pendidikan” karya Amir Daiem Indrakusuma, Tata Tertib ialah sederetan peraturan – peraturan yang harus di taati dalam suatu situasi atau dalam suatu tata kehidupan.Tata tertib menurut Hasan Langgulun adalah adanya susunan dan aturan dalam hubungan sesuatu bagian dengan bagian yang lain.

B. Keteraturan Sosial

(4)

nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain keteraturan sosial (social order) merupakan suatu keadaan dimana hubungan-hubungan sosial yang berlangsung diantara anggota masyarakat berlangsung selaras, serasi, dan harmonis sesuai dengan interaksi, norma, dan nilai sosial yang berlaku. Keteraturan sosial terbentuk karena ada proses sosial yang dinamakan konformitas, yaitu bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku terhadap yang lain sesuai dengan harapan kelompok. Menurut para penganut teori fungsionalisme struktural, meskipun di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur sosial yang saling berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling menyesuaikan sehingga membentuk suatu keseimbangan (equilibrium) dalam kehidupan sosial. Keteraturan sosial (social order) dapat tercipta dalam kehidupan masyarakat terdapat unsur-unsur tertib sosial, order, keajegan, dan pola.

Hasil dari keteratuan sosial yaitu kesejahteraan sosial (Pada tingkat masyarakat, kesejahteraan sosial berarti terdapatnya ketertiban sosial (social order) yang lebih baik. Suatu Tatanan atau Ketertiban Sosial (Social Order). penghidupan sosial, materiil, maupun spirituil, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”. Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa kesejateraan sosial merupakan sebuah tatanan masyarakat. Tatanan masyarakat dikatakan kondusif jika masyarakat merasakan adanya keterjaminan keselamatan dan ketentraman yang memungkinkan masyarakat dapat meneuhi kebutuhan hidupnya) dan pengendalian sosial.( Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang atau membangkang. Bentuk-bentul dari pengendalian sosial seperti desas-desus, hukuman, teguran, pendidikan, agama, kekerasan fisik)

C. Kontrol Sosial Travis Hirschi

Teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat. Seseorang mengikuti hukum sebagai respon atas kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu dalam kehidupan seseoang. Seseorang menjadi kriminal ketika kekuatan-kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau hilang. Konsep kontrol sosial lahir pada peralihan abad sua

puluh dalam satu volume buku dari E.A Ross, salah seorang Bapak Sosiologi Amerika. Menurut Ross, sistem keyakinanlah (dibanding dengan hukum-hukum tertentu) yang membimbing

Menurut Robert M. Z. Lawang, perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.

Penyimpangan dibagi menjadi dua

bentuk:

(1) Penyimpangan Primer (Primary Deviation) : penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Contohnya: Menunggak iuran listrik dan telepon, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan ngebut di jalanan;

(2) Penyimpangan Sekunder (secondary deviation) : obat-obatan terlarang, pemerkosa, pelacuran, pembunuh, perampok dan penjudi.

E. Sanksi Sosial

Sanksi sosial merupakan salah satu bentuk dari pengawasan sosial. Banyak kalangan yang menganggap pengawasan sosial sebagai pembatasan tindakan dari pihak penguasa, pimpinan atau atasan terhadap pihak lain yang dikuasai atau yang dipimpin untuk tidak menyimpang dari ketentuan atau peraturan yang berlaku.

(5)

Seperti yang kita ketahui perbuatan pencurian adalah suatu perbuatan yang melanggar norma hukum, norma sosial dan norma agama. Jika pelaku yang melakukan tindak pencurian adalah orang yang sudah dewasa maka orang tersebut pasti akan langsung diproses dan diberikan sanksi pidana sesuai dengan perbuatannya namun berbeda halnya jika si pelaku yang melakukan tindak pencurian tersebut adalah seorang yang masih menginjak usia remaja. Walaupun perbuatan pencurian adalah perbuatan yang melanggar dan tidak dibenarkan akan tetapi masih banyak faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemberian sanksi pada remaja tersebut salah satunya adalah perkembangan mentalnya. Bagi seorang remaja yang masih dalam masa pertumbuhan sesungguhnya kehidupan dalam penjara sangatlah tidak baik bagi tumbuh kembang dan perkembangan mentalnya. Oleh sebab itu akan lebih baik jika seorang remaja yang melakukan tindak pencurian diberi sanksi sosial dalam lingkungannya agar menimbulkan efek jera bagi si remaja itu sendiri, sanksi sosial yang diberikan berupa teguran, cemoohan, siding, denda, dikucilkan.

F. Norma Hukum

Norma hukum merupakan salah satu dari sekian norma yang di dalamnya terdapat sanksi apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan norma tersebut. Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau adat resmi yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat. Pengertian hukum menurut Achmad Ali (2009 : 43) dianggap sebagai aturan-aturan atau cara-cara bersikap yang menjadi wajib dengan pembebanan suatu sanksi serta diberlakukan oleh suatu otoritas pengendalian, berkenaan dengan pelanggarannya. Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu norma hukum yang berlaku di norma hukum yang ditujukan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang yang tertentu.

Norma hukum tertulis apabila ditinjau dari segi pengaturannya maka dibedakan antara norma hukum abstrak dan norma hukum konkret. Norma hukum abstrak adalah norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada (dauerhaftig). Norma hukum yang bersifat einmahlig adalah norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga dengan adanya penetapan ini norma hukum tersebut selesai. Sedangkan norma hukum yang berlaku terus menerus

(dauerhaftig) adalah norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku kapan saja secara terus

menerus, sampai peraturan perundang-undangan itu dicabut atau diganti dengan yang lain.

G. Kesadaran Hukum

Menurut Widjaja (1984:xviii) kesadaran hukum merupakan keadaan dimana tidak terdapatnya benturan-benturan hidup dalam masyarakat. Masyarakat dalam kehidupan seimbang, serasi, dan selaras. Kesadaran hukum diterima sebagai kesadaran bukan diterima sebagai paksaan. Walaupun ada pengekangan dari luar diri manusia atau masyarakat sendiri dalam bentuk perundang-undangan.

Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai persepsi individu atau masyarakat terhadap hukum (Salman, 1993:39). Persepsi tersebut mungkin sama ataupun tidak sama dengan hukum yang berlaku. Hukum disini merujuk pada hukum yang berlaku dan hukum yang dicita-citakan. Dengan demikian, hukum di sini meliptui hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Dengan demikian masyarakat menaati hukum bukan karena paksaan melainkan karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam keadaan masyarakat sendiri.

(6)

H. Ketertiban Umum

Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu Ketertiban umum pada akhirnya merupakan manifestasi yang rasional dari penempatan kebebasan eksistensial yang individual dalam pembatasan ko-eksistensial yang kolektif.

Ketertiban umum memiliki makna luas dan bisa dianggap mengandung arti mendua (ambiguity). Dalam praktik telah timbul berbagai penafsiran tentang arti dan makna ketertiban umum antara lain Penafsiran Sempit yaitu dengan demikian yang dimaksud dengan pelanggar/bertentangan dengan ketertiban umum hanya terbatas pada pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan saja oleh karena itu, putusan arbitrase yang bertentangan/melanggar ketertiban umum, ialah putusan yang melanggar/bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia.

Sedangkan Penafsiran Luas adalah Penafsiran luas tidak membatasi lingkup dan makna ketertiban umum pada ketentuan hukum positif saja, Tetapi meliputi segala nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat atau yang melanggar kepatutan dan keadilan, tidak dapat dilaksanakan di Indonesia. Daerah Provinsi, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Di Daerah /Kota, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Pamong Praja berasal dari kata Pamong dan Praja, Pamong artinya pengasuh yang berasal dari kata Among yang juga mempunyai arti sendiri yaitu mengasuh. Mengasuh anak kecil misalnya itu biasanya dinamakan mengemong anak kecil, sedangkan Praja adalah pegawai negeri. Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja adalah Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara. Definisi lain Polisi adalah

Badan Pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum atau pegawai Negara yang bertugas menjaga keamanan. Berdasarkan definisi-definisi yang tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong Praja adalah Polisi yang mengawasi dan mengamankan keputusan pemerintah di wilayah kerjanya.

Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan “Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah”.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif karena berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung dan berkenaan dengan implementasi tata tertib pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung.

Alasan penulis menggunakan studi deskriptif karena pada penelitian penulis ingin mencari tahu apakah implementasi tata tertib bagi pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung efektif. Penulis disini tidak menguji hipotesis melainkan mencari kesimpulan dari beberapa informasi data yang diperoleh.

B. Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah tempat melakukan penelitian dengan tujuan memperoleh data yang berasal dari subjek penelitian. Adapun yang menjadi tempat penelitian adalah Alun-alun kota Bandung, dimana alun-alun ini memiliki tata tertib yang harus dipatuhi oleh pengguna akses ruang terbuka yang berlokasi di Jl. Asia Afrika, Balonggede, Regol, Kota Bandung, Jawa Barat 40251.

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama lima hari pada bulan April dan Mei 2017 yaitu pada sabtu, 22 april 2017 (09.30); minggu, 30 april 2017 (09.30); minggu, 07 mei 2017 (07.00); kamis, 11 mei 2017 (16.19); minggu, 14 mei 2017 (07.28), diawali dengan studi lapangan di alun-alun kota Bandung.

(7)

karena pengunjung yang merasakan adanya tata tertib dan satpol PP adalah lembaga yang menertibkan pengunjung. Penelitian akan melakukan penggalian informasi melalui pendekatan secara individu sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian dengan cara kualitatif diharapkan mampu mengenal subjek penelitian secara mendalam guna mendapatkan infomasi. Menentukan subjek dalam sebuah penelitian dimaksudkan supaya peneliti dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya mengenai tujuan penelitian.

C. Pendekatan dan Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Pendekatan kualitatif dugunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan data yang mengandung makna. Pendekatan kualitatif dipilih oleh peneliti karena masalah yang dipilih oleh peneliti dirasa masih bersifat sementara serta berkembang ataupun berubah sesuai dengan hasil yang diperoleh di lapangan, dalam hal ini yaitu Alun-alun kota Bandung. Pendekatan kualitatif dalam menelaah masalah yang diteliti memerlukan suatu pengungkapan yang bersifat deskriptif. Melalui pendekatan kualitatif dalam penelitian ini diharapkan memperoleh gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai tata tertib yang digunakan oleh ruang terbuka. Menurut Bogdan (dalam Moleong, 2007, hlm 85) tahap-tahap penelitian terdiri atas: (1) Pra penelitian; (2) pelaksanaan penelitian dan; (3) pengolahan dan analisis data. Adapun yang menjadi tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitiannya di antaranya fokus permasalahan dan objek penelitian. Selanjutnya peneliti mengajukan judul sesuai dengan apa yang akan diteliti.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian selesai, maka langkah berikutnya adalah peneliti mulai untuk turun langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian yang sebenarnya selama lima hari. Penelitian dimulai dari studi lapangan untuk melihat beberapa masalah yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian membuat beberapa pertanyaan wawancara yang digunakan untuk wawancara kepada subjek penelitian. Data yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dikumpulkan untuk dianalisis dengan memperhatikan informasi yang diperlukan di lapangan oleh peneliti.

3. Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data merupakan sutau langkah yang penting dalam penelitian, karena dapat memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan dari reponden melalui hasil wawancara, observasi, studi literatur, dan dokumentasi dilapangan selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk laporan.

Penelitian kualitatif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peneliti itu sendiri sebagai instrument, instrumen dalam penelitian adalah peneliti sendiri yang terjun langsung ke lapangan untuk mencari informasi melalui teknik pengumpulan data seperti wawancara, observasi, studi literature dan dokumentasi sebagaimana sesuai dengan pengertian bahwa teknik pengumpulan data merupakan bagian yang utama untuk mendapatkan data infromasi dalam penelitian. Penelitian kualitatif harus mampu melakukan pendekatan secara personal kepada subjek penelitian beserta lingkungan sosialnya, nemun tetap menjaga kode etik sebagai peneliti.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan di lapangan atau objek penelitian, adapun langkah yang bisa dilakukan dimulai dengan mencari subjek yang bisa memberikan informasi yang sesuai dengan pokok permasalahan dari peneliti, menelaah informasi yang sudah didapatkan, melakukan pemeriksaan data dan melakukan analisis mengenai informasi yang ada.

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan masih belum tersusun sesuai urutan dan rapi sehingga penelitian harus dicatat secara terperinci dan teliti. Reduksi merupakan cara yang dilakukan untuk merangkum dan mereduksi hasil penelitian dari lapangan yang dianggap penting oleh peneliti atau penulis dengan tujuan memberikan kemudahan dalam mengolah data yang sudah ada atau terkumpul pada saat penelitian. Peneliti memfokuskan pada pengujung dan satpol PP mengenai efektivitas implementasi tata tertin alun-alun kota Bandung.

b. Penyajian Data

Penyajian data merupakan langkah kedua setelah melakukan reduksi data.Penyajian data dapat memudahkan peneliti unutk melakukan analisis tehadap yang sedang terjadi serta melakukan perencanaan selanjutnya yang akan dikerjakan. Penyajian data dilakukan dengan cara menyusun semua data yang telah terkumpul sehingga diperoleh gambaran yang lebih rinci dan menyeluruh. Penyajian data bisa dimulai dengan melakukan proses pengumpulan data yang sudah didapatkan melalui wawancara dan hasil dokumentasi dari narasumber. Setelah itu disusun secara urutan lalu dimasukkan ke dalam rumusan masalah.

c. Kesimpulan atau Verifikasi Data

Kesimpulan atau Verifikasi merupakan langkah terakhir dalam tahap penelitian Kesimpulan atau verifikasi data merupakan cara yang dilakukan untuk mendaptkan makna yang dianggap penting dari data yang telah dianalisis sebelumnya.

(8)

dianggap penting dalam proses penelitian lalu melihat secara keseluruhan pada fokus penelitian, menganalisis data yang selumnya data sudah didapatkan dari lapangan lalu disusun dan diseleksi secara rapi.

IV. TEMUANDAN PEMBAHASAN

Pada bab IV berikut ini, penulis akan memaparkan hasil temuan penelitian atau deskripsi hasil penelitian dan pembahasan berupa analisis hasil penelitian. Pembahasan dalam bab ini merupakan deskripsi dan rangkuman dai hasil wawancara, oengamatan dan dokumentasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung. Sedangkan pembahasan merupakan diskusi yang dibatasi pada hasil empiris dilapangan dengan kajian teoretis. Deskripsi dan interpretasi data penelitian yang dipeoleh di lapangan diketengahkan secara objektif, kemudian untuk mengungkapkan esensi makna yang tersirat dalam akumulasi data secara kompherensif dengan cara membandingkan temuan yang empiris dengan teori yang relevan atau dengan hasil temuan sebelumnya. Dari deskripsi dan interpretasi data tersebut dibahas untuk mengungkap esensi fenomena yang muncul di lapangan.

Data penelitian merupakan hasil jawaban responden dalam melakukan wawancara oleh peneliti. Pada bagian ini peneliti akan memaparkan hasil dari penelitian di lapangan mengenai efektivitas implementasi tata tertib pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun kota Bandung. Peneliti mendeskripsikan hasil penelitian yang berasal dari wawancara maupun dokumentasi. Penelitian melakukan wawancara oleh salah satu Satpol PP dan 4 orang pengunjung alun-alun.

Pada penelitian ini terdapat tujuh rumusan masalah, diantaranya:

1. Apa saja pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung? 2. Apa saja pengendalian yang dilakukan oleh satpol PP

dalam menciptakan ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung? 3. Bagaimana peran kontrol sosial dalam menciptakan

ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?

4. Bagaimana implementasi tata tertib bagi pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?

5. Sejauh mana peran satpol PP dalam menciptakan ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?

6. Sejauh mana tata tertib mempengaruhi ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?

7. Sejauh mana implementasi suatu tata tertib dapat dikatakan efektif bagi pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?

Berikut hasil penelitian mengenai efektivitas implementasi tata tertib pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan peneliti.

Beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna akses ruang terbuka ini yang sering dilakukan meliputi membuang sampah sembaangan, berdagang di tempat terlarang, memakai alas kaki di atas rumput sintesis. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu satpol PP yaitu masih ada pedagang kaki lima yang berjaualan ditempat terlarang meskipun sudah ditegur oleh pihak satpol PP. Berdasarkan pengamatan yang dilihat dilapangan bahwa ada segerombolan keluarga yang dengan santainya menggunakan alas kaki ke atas rumput sintesis dengan posisi jam kerja Satpol PP belum mulai.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Robert M. Z. Lawang perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang

Jadi dapat dikatakan bahwa seseorang melakukan pelanggaran termasuk dalam kategori melakukan perilaku menyimpang karena sudah terdapat tata tertib yang berlaku disana, namun masih melakukan pelanggaran. Jenis pelanggaran tersebut termasuk ke dalam penyimpangan primer dimana penyimpangan primer (Primary Deviation) adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Contohnya: Menunggak iuran listrik dan telepon, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan ngebut di jalanan.

Seseorang melakukan pelanggaran karena longgarnya seuah aturan tata tertib dan kurang tegasnya suatu lembaga sosial dalam memberikan teguran maupun sanksi yang telah ditetapkan. Pelanggaran ini pada umunya dilakukan baik oleh individu maupun kelompok seperti PKL. Pelanggaran yang terjadi disekitar alun-alun seperti banyaknya kendaraan yang parker tidak tertib dan sesuai dengan aturan rambu yang berlaku.

(9)

banyak fasilitas seperti tempat menaruh sandal dan seharusnya diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan peneliti.

Banyaknya pelanggaran yang masih terasa membuat lembaga sosial Satpol PP ini melakukan pengendalian terhadap pelanggaran tersebut. Sejalan dengan pengertian pengendalian yaitu, pengendalian sosial merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang atau membangkang.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salag satu Satpol PP bahwa dalam mekanisme kerja Satpol PP tidak setiap hari mereka bekerja tetapi sehari bekerja sehari libur dan ada bagiannya tersendiri (shift) namun dalam praktek di lapangan dilakukan secara fleksibel. Pelanggaran yang sering terjadi menurut beliau yaitu membuang sampah sembarangan, memakai alas kaki ke atas rumput sintesis, dan masih dan disini Satpol PP berperan untuk memberikan pengendalian langsung. Pengendalian sosial memilikidua cara yaitu: (1) Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran, artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran; (2) Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan ( deviasi). Pada awalnya Satpol PP sudah melakukan pengendalian jenis preventif seperti dengan menggunakan simbol maupun lisan yang digunakan untuk menegur pelanggar agar tidak melakukan pelanggaran lagi namun jika sudah diberitahu namuin masih melakukan pelanggaran maka pengendalian sosial jenis represif akan bergerak yaitu dengan membawanya ke pihak yang berwajib untuk diberikan suatu penyuluhan.

Pelanggaran yang sering ditangani oleh Satpol PP yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh pedagang kaki lima, dimana mereka menjajakan barang dagangnya tidak pada tempat yang telah tersedia. Pihak dari Satpol PP selalu memberitahukan dengan menegur namun dari hasil pengamatan saya dilapangan Satpol PP kurang tegas sehingga para pedagang kaki lima berani menyanggah teguran tersebut, dan

berdasarkan hasil wawancara bahwa ketika ada pedagang kaki lima yang sedang menjajakan barang dagangnya ditempat terlarang padahal didepannya terdapat Satpol PP yang sedang berjaga namun tidak ditegur sama sekali. Padahal pengertian teguran merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan teguran adalah membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahannya

Dilakukan pengendalian sosial terhadap hal tersebut guna menciptakan ketertiban umum. Sejalan dengan pengertian ketertiban umum bahwa Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai sutau kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki. Ketertiban umum sebenarnya juga merupakan manifestasi dari suatu keadaan damai yang dijamin oleh keamanan kolektif, yaitu suatu tatanan, di mana manusia merasa aman secara bersama. Satpol PP harus aktif dalam melakukan pengendalian agar pelanggar darapat jera dan tidak mengulangi kesalahannya lagi.

3. Peran Kontrol Sosial dalam Menciptakan Ketertiban Umum Bagi Pengguna Akses Ruang Terbuka di Alun-alun Kota Bandung

(10)

yang dikuasai atau yang dipimpin untuk tidak menyimpang dari ketentuan atau peraturan yang berlaku. Dalam konsep sosiologi pengawasan sosial (social controle) dapat diartikan sebagai suatu proses pembatasan tindakan yang bertujuan untuk mengajak, memberi teladan, membimbing, atai memaksa setiap anggota masyarakatm agar tunduk pada norma-norma sosial yang berlaku. (Abdulsyani, 1994: 61).

Sesuai dengan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sanksi merupakan cara yang tepat dalam membatasi perliaku seseorang dalam bertindak, bukan berarti setiap perbuatan yang dilakukan dibatasi oleh hukum namun dibatasi agar terciptanya suatu keteraturan sosial. Di Alun-alun kota Bandung ini banyak sanksi yang dibuat tertulis seperti: (a) berdagang di tempat terlarang dikenakan biaya denda Rp. 1000.000; (b) buang air kecil, buang air besar sembarangan dikenakan biaya paksa Rp. 250.000; (c) merokok di tempat umum dikenakan biaya paksa Rp. 5.000.000; (d) membeli pada pedagang kaki lima di zona merah dikenakan biaya paksa Rp. 1000.000; (e) membuang sampah sembarangan dikenakan denda Rp. 250.000; (f) berdagang di tempat terlaramg dikenakan denda Rp. 1000.000; (g) membiarkan hewan peliharaan berkeliaran di tempat umum dikenakan biaya paksa Rp. 5000.000; (h) merusak fasilitas umum dikenakan biaya paksa Rp. 5000.000.

Banyaknya sanksi yang diterapkan terhadap pengunjung ini agar suasana menjadi aman dan tertib. Kurangnya kesadaran pengunjung akan hukum, namun ketika terdapat sanksi yang telah disebutkan diatas maka pengunjung akan menjadi mematuhi hukum karena pada hakikatnya msyarakat Indonesia taat hukum ketika terdapt sanksi atau aturan yang begitu tegas. Diberlakukan sanksi ini kepada pengunjung yang melakukan pelanggaran berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu Satpol PP bahwa beliau mengatakan sanksi tersebut diterapkan ketika pengunjung melakukan pelanggaran terus menerus padahal sebelumnya sudah pernah ditegur. Teguran merupakan sanksi sosial dimana sanksi sosial adalah sanksi yang dapat diberikan kepada seseorang yang berbuat kesalahan (selain sanksi yang bersifat administratif seperti sanksi hukum pidana/perdata). Sanksi sosial ini tidak berupa tulisan hitam diatas putih dan seringkali bersifat implisit atau tidak dinyatakan secara terang-terangan. Sanksi sosial diberikan oleh masyarakat terhadap seseorang yang melakukan suatu penyimpangan atas nilai dan norma yang tertanam di dalam masyarakat itu sendiri. Dimana, sanksi sosial tersebut biasanya berupa tindakan-tindakan yang bertujuan untuk membuat si penerima sanksi jera untuk melakukan perbuatan yang menyimpang lagi. Biasanya sanksi sosial akan berakhir ketika si pemilik salah telah mengakui kesalahannya serta meminta maaf atas implementasi tata tertib bagi pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung dapat terbilang cukup baik. Hal tersebut dibuktikan dari hasil jawaban yang diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan peneliti.

Alun-alun kota Bandung memiliki berbagai tata tertib seperti aturan dan tidak hanya itu, terdapat lembaga sosial seperti Satpol PP yang ikut bertugas menjaga kemanan dan ketertiban umum hal ini sejalan dengan pernyataan menurut Amir Daiem Indrakusuma bahwa tata tertib ialah sederetan peraturan – peraturan yang harus di taati dalam suatu situasi atau dalam suatu tata kehidupan.

Tata tertib dibuat untuk menertibkan pengunjung alun-alun namun dalam implementasinya masih banyak yang melakukan pelanggaran seperti jawaban dari salah satu responden saat dilakukan wawancara, mengatakan bahwa masih melihat berbagai pelanggaran seperti buang sampah sembarangan, memakai sandal diatas rumput elastis dan masih ada pedagang kaki lima yang berjualan tidak pada areanya.

Implementasi tata tertib di alun-alun terbilang masih kurang kondusif dikarenakan sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, melihat masih ada pelanggaran yang terjadi baik di alun-alun sendiri maupuun di masjid raya bandung sendiri. Tata tertib sudah dibuat dalam bentuk tertulis namun pengunjung belum mengetehui nya sehingga masih banyak yang melakukan pelanggaran seperti masih banyak pengunjung yang tidur di dalam masjid, berjualan disekitar masjid, tidak rapi melipat mukena namun kondisi masjid tersebut terbilang bersih dan mukena yang disediakan disana banyak, hanya saja dalam penataanya masih kurang kondusif sehingga rentan mukena tersebut akan jatuh ke bawah.

Para Satpol PP siap sedia dalam melakukan pantauan terhadap pengunjung, karena pengunjung tidak hanya berasal dari Bandung saja maka masih banyak pengunjung yang berasal dari luar yang tidak memahami tata tertib atau aturan disana. Sepengamatan peneliti di lapangan melihat segerombolan keluarga memakai sandal di atas rumput sintesis, jika dilihat dari gaya bicaranya, sudah jelas mereka bukan orang Bandung dan tidak mengetahui akan peraturan tersebut sehingga rentan berbuat pelanggaran dikarenakan juga peraturan mengenai melepas alas kaki tidak ada aturan tertulis yang dibuat sehingga hal ini juga memicu terjadinya pelanggaran yang kerap terjadi.

(11)

5. Peran satpol PP dalam Menciptakan Ketertiban Umum Bagi Pengguna Akses Ruang Terbuka di Alun-alun Kota Bandung

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum peran satpol pp dalam menciptakan ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung masih terbilang cukup baik dan sangat penting. Hal tersebut dibuktikan dari hasil jawaban yang diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan peneliti.

Satpol PP adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan. Berdasarkan pemaparan diatas maka peran Satpol PP sangat penting bagi tegaknya suatu ketertiban umum.

Demi ketertiban dan kenyamanan bersama maka pemerintah kota mengguanakan Satpol PP sebagai lembaga yang bertugas untuk mengatur ketertiban dan kanyamanan bagi pengunjung alun-alun. Peran Satpol PP sangat penting mengingat ada peraturan tata tertib yang besifat tidak tertulis sehingga Satpol PP memberitahukan mengenai tata tertib tersebut kepada pengunjung yang belum memahami dan tahu menganai tata tertib disana.

Pada saat peneliti melakukan studi lapangan, melihat beberapa Satpol PP sedang menyapu jalanan yang disana terdapat banyak sampah dan membersihkan sampah yang terdapat disela-sela kubik tanaman, dan pada saat itu juga pihak Satpol PP memunguti sampah yang berserakan di sekitar alun-alun. Selain itu juga, ada pengunjung yang melaporkan kehilangan kunci motor dan sepengamatan peneliti Satpol PP membantu mengumumkan hal itu melalui kantor kesekretariatan yang terletak disamping masjid. Adapun segerombolan anak-anak yang sedang melakukan study tour kehilangan salah satu rekannya, dan kemudian pihak sekolah melaporkan tersebut ke Satpol PP, selain itu ada Ibu yang kebingungkan mencari toilet dan meminta petunjuk kepada Satpol PP dan kemudian pihak Satpol PP memberikan jalan kepada ibu tersebut. Setiap sore pihakdari Satpol PP memberikan pengumuman untuk selalu menjaga kebersihan taman alun-alun, menjaga ketertiban dan keamanan dan melarang pedagang untuk menjajakan dagangan ditempat terlarang serta menyuruh para pedagang untuk tidak memaksakan pengunjung membeli barang karena itu dapat menganggu kenyamanan pengunjung dan silahkan pengunjung untuk memberi barang, makanan, minuman maupun mainan ditempat yang telah tersedia dan Satpol PP akan siap sedia untuk mengarahkan pengunjung ketika ada barang yang ingin dibeli.

Saat peneliti melakukan pengamatan pada siang hari maupun pagi hari jarang ditemukan adanya pengumuman seperti itu dan mulai mengambil keputusan bahwa hal itu hanya dilakukan saat sore hari saja dan memang melalui pengamatan saat sore hari bahwa alun-alun begitu ramai oleh pengunjung. Pada pagi hari, ketika peneliti melakukan penelitian tidak ditemukan adanya Satpol PP yang berjaga dan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Satpol PP maka

dapat jawaban bahwa mereka baru beroperasi sekitar pukul delapan atau sembilan pagi. Ketika tidak ada Satpol PP, ada segerombolan keluarga yang dengan santai berjalan menggunakan sandal diatas rumput sintesis. Hal ini yang menjadi bukti betapa pentingnya peran Satpol PP dalam menjaga ketertiban dan kenyamanan untuk umum.

Pada siang hari, ditemukan beberapa pihak dari Satpol PP yang turun beroperasi ke tengah rumput sintesis. Saya melakukan wawancara kepada pihak Satpol PP yang sedang bertugas dipinggir kawasan dan masih tahap pelatihan berkata bahwa mereka sedang beroperasi mengatasi para pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangan tidak sesuai dengan tempat yang telah sedia, kebanyak pada pedagang kaki lima sudah sering ditegur namun tetap melakukan hal itu karena tidak sabar jika hanya sekedar menunggu pengunjung ke bawah. Berdasarkan pengamatan pun ada pedagang yang protes kepada pihak Satpol PP yang tidak terima untuk mendapatkan teguran.

Pada saat itu, pihak dari Satpol PP menggunakan kresek sebagai tempat sandal dan merapikan sandal yang berantakan dimana-mana kenudian memberitahukan kepada pengunjung untuk tetap menjaga sandalnya karena pernah ada kasus pengunjung kehilangan sandal maupun sepatu. Pihak Satpol PP pernah mengatasi berbagai kasus seperti pengunjung yang kehilangan sepatu atau sandal, dompet dan ketika sudah ditemukan pelakunya langsung dibawa ke pihak yang berwajib.

Peran Satpol PP sangat penting bagi terciptanya ketertiban umum, dikarenakan tata tertib yang tertulis saja tidak cukup jika tidak ada pihak yang langsung turun ke lapangan untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi. Melihat masjid raya Bandung yang memiliki aturan juga sebagai tempat ibadah namun masih banyak pengunjung yang memanfaatkannya untuk tempat berdagang padahal sudah jelas hal itu dilarang namun masih ada yang berjualan disekitaran masjid tersebut. Kemudian masih ada pengunjung yang tidu di dalam masjid padahal sudah tertera aturan tertulis untuk tidak tidur di dalam masjid. Ketiadaan Satpol PP bisa membuat suasana tidak efektiv, namun Satpol PP juga harus tegas dalam menyikapi pelanggar aturan tersebut. Peran masyarakat juga disini perlu dikarenakan tidak mungkin juga di dalam masjid ada Satpol PP yang berjaga maka dari kita memiliki kesadaran untuk menegur pengunjung yang masih tidur di dalam masjid.

6. Tata Tertib Mempengaruhi Ketertiban Umum Bagi Pengguna Akses Ruang Terbuka di Alun-alun Kota Bandung

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum tata tertib sangat mempemngaruhi ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung. Hal tersebut dibuktikan dari hasil jawaban yang diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan peneliti.

(12)

individu dalam hal agar individu tersebut mematuhi aturan yang terlah dibuat dan pada akhirnya tercapai sebuah keteraturan sosial. Keteraturan sosial (social order) adalah suatu set hubungan struktur sosial, institusi-institusi sosial dan praktek-praktek sosial yang menjaga, memelihara, dan menjalankan cara-cara normal dalam berhubungan dan bertingka laku. Keadaan keteraturan sosial ini tercapai apabila hubungan antara tata tertib, institusi yang terkait, dan pihak yang lain seimbang sebagaimana yang dimaksudkan diatas bahwa adanya tata tertib dibuat untuk mencapai keteraturan sosial yaitu ketertiban umum maka diperlukan suatu institusi seperti lembaga sosial yang turun langsung ke lapangan guna melihat kondiri dan merealisasikan tata tetib dan aturan yang terlah dibuat untuk mengatasi hal yang tidak diinginkan.

Tata tertib sangat mempengaruhi ketertiban umum, namun hal itu akan semu jika tata tertib hanya sekedar tata tertib saja tanpa ada dukungan dari pihak lain akan pentingnya tata tertib tersebut. Tata tertib dibuat dengan berpedoman kepada norma hukum yang ada diwilayah tersebut dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dibutuhkan serta diinginkan untuk tercapai mengenai tujuan tersebut.

Tata tertib yang terdapat di alun-alun kota Bandung ini memiliki beragam ada yang berupa aturan tertulis seperti dilarang membuang sampah sembarangan, berdagang di tempat terlarang, membeli pada pedagang kaki lima yang berjualan di tempat terlarang, buang air kecil/ besar sembarangan, merokok di tempat umum, membiarkan hewan peliharaan berkeliaran di tempat umum, merusak fasilitas umum, diarang menginjak, duduk, merusak, mencabut, di area tanaman serta ada aturan yang tidak tertulis seperti dilarang memakai alas kaki di rumput sintesis. Begitupun tata tertib yang dibuat di masjid raya Bandung seperti berpakaian yang sopan dan menutup aurat, hindarilah pencampuran berlainan jenis, dilarang berjualan di sekitar masjid, tidak tidur di dalam masjid, alas kaki dilepas, dilarang duduk di pintu masuk. Dan yang terakhir ada satu peraturan seperti dilarang merokok di atas menara masjid raya Bandung.

Tata tertib yang dibuat memiliki sanksi tersendiri dan pihak Satpol PP siap melakukan pengendalian dan kontrol sosial guna menciptakan ketertiban umum. Pengendalian sosial yang digunakan berupa teguran dan kotrol sosial yang digunakan seperti sanksi. Teguran bisa berupa lisan maupun tulisan dan sanksi digunakan oleh Satpol PP ketika sudah diberikan teguran namun tidak merubah apapun. Ketertiban umum dapat tercapai jika implementasi tata tertib berjalan dengan baik dan Satpol PP tegas dalam menegur serta yang terpenting adalah ketika pengunjung sadar akan hukum yang berlaku.

7. Implementasi Suatu Tata Tertib Dapat Dikatakan Efektif Bagi Pengguna Akses Ruang Terbuka di Alun-alun Kota Bandung

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum implementasi tata tertib dapat dikatakan efektif jika menghasilkan ketertiban umum dari pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung. Hal tersebut dibuktikan

dari hasil jawaban yang diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan peneliti.

Tata tertib adalah suatu aturan yang harus dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat. Alun-alun Bandung memiliki aturan yang dibuat untuk pengunjung alun-alun. Suatu aturan dikatakan efektif apabila tujuan dari aturan tersebut terpenuhi dan tercapai. Selain tata tertib, di alun-alun terdapat suatu lembaga sosial seperti Satpol PP yang bertugas menjaga ketertiban umum. Efektivitas dari implementasi tata tertib tergantung kepada bagaimana pengunjung menerima dan mematuhi tata tertib tersebut. Kurangnya kesadaran hukum akan tata tertib tersebut membuat efektivitas dari tata tertib tersebut menjadi berkurang.

Kepatuhan hukum mengikuti perkembangan tertentu dan mentalitas seseorang, perlu diadakan identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan hukumnya, yang dalam hal ini Soerjono Soekanto (1985:255) membaginya ke dalam tiga tahapan dan negara Indonesia termasuk ke dalam tahap prakonvensional dimana manusia mematuhi hukum karena memusatkan pehatian pada akibat-akibat apabila hukum itu dilanggar. Proses yang terjadi pada tahap ini sebenarnya dapat dibagi dalam dua tahap lagi yakni tahap kekuatan fisik (seseorang mematuhi hukum agar ia terhindar dari penjatuhan hukuman atau sanksi negatif) dan tahap hedonistic (seseorang mematuhi hukum atau melanggar hukum untuk kepuasan dirinya sendiri).

Berdasarkan pernyataan diatas maka kesadaran hukum masyarakat Indonesia masih dikatakan hanya tergantung terhadap tata tertib yang berlaku. Jika tata tertib yang berlaku memilki sanksi yang begitu tegas maka mereka akan mematuhi aturan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, responden juga menjawab bahwa seseorang melakukan pelanggaran saat tata tertib maupun sanksi sudah tertera dengan jelas dikarenakan kurangnya kesadaran hukum dari dirinya sendiri.

Aturan tata tertib yang ada di alun-alun Bandung sudah baik diiringi dengan adanya lembaga sosial yang bertugas dan pengelolaan fasilitasnya sudah baik namun terkadang kurang terjaga kebersihannya. Kesadaran hukum berkaitan erat dengan kepatuhan hukum atau ketaatan hukum yang dikonkritkan dalam sikap dan tindakan atau perikelakuan manusia. Ketika tidak adanya aturan hukum namun pengunjung tidak melakukan perilaku yang menyimpang atau pelanggaran maka dapat dikatakan dia memiliki kesadaran hukum

(13)

pelanggaran yang terus berkurang, apabila dari masa ke masa selalu berkurang jumlah pelanggaran yang ada maka dapat dikatakan bahwa implementasi tata tertib tersebut efektif.

V. SIMPULANDAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan temuan data di lapangan tampak bahwa implementasi tata tertib di alun-alun kota Bandung cukup efektif, dapat dikatakan demikian dikarenakan masih terdapat beberapa pelanggaran yang ditemukan di lapangan dan lembaga sosial yang bertugas disana masih kurang tegas dan kondusif dalam melakukan pengendalian sosial dan kotrol sosial di lapangan sehingga ketertiban umum masih belum tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Tata tertib ialah sederetan peraturan – peraturan yang harus di taati dalam suatu situasi atau dalam suatu tata kehidupan. Lembaga sosial turun langsung ke lapangan untuk melihat langsung perilaku pengunjung disana dan memberikan pengendalian serta kontrol sosial terhadap pengunjung yang melakukan pelanggaran. Digunakannya pengendalian sosial dan kontrol sosial dalam implementasi tata tertib agar tujuan yang diperoleh bisa kena pada sasaran yaitu menciptakan ketertiban umum. Kurangnya kesadaran hukum pengunjung terhadap aturan tata tertib disana bisa mengurangi efektivitas implementasi suatu tata tertib yang telah dibuat dengan semestinya.

Pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung masih banyak. Seseorang melakukan pelanggaran karena longgarnya sebuah aturan tata tertib dan kurang tegasnya suatu lembaga sosial dalam memberikan teguran maupun sanksi yang telah ditetapkan. Pelanggaran ini pada umunya dilakukan baik oleh individu maupun kelompok seperti PKL. Pelanggaran yang terjadi disekitar alun-alun seperti banyaknya kendaraan yang parkir tidak tertib dan sesuai dengan aturan rambu yang berlaku. Sama halnya dengan pelanggaran yang terjadi di alun-alun kota Bandung, masjid raya Bandung yang terletak berdekatan ini juga memiliki aturan tata tertib tertulis seperti tidak diperkenankan untuk tidur di dalam masjid maupun berjualan disekitaran masjid. Namun, pelanggaran yang ditemukan di lapangan masih banyak pengunjung yang tidur di dalam masjid dan banyak penjual yang menjajakan barangnya disekitaran masjid.

Pelanggaran yang sering ditangani oleh Satpol PP yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh pedagang kaki lima, dimana mereka menjajakan barang dagangnya tidak pada tempat yang telah tersedia. Pihak dari Satpol PP selalu memberitahukan dengan menegur namun Satpol PP kurang tegas sehingga para pedagang kaki lima berani menyanggah teguran tersebut, dan ketika ada pedagang kaki lima yang sedang menjajakan barang dagangnya ditempat terlarang padahal didepannya terdapat Satpol PP yang sedang berjaga namun tidak ditegur sama sekali.

Peran kontrol sosial sangat penting dalam mengatur pengunjung agar terciptanya ketertiban umum. Kontrol sosial dapat digunakan dengan melalui sanksi. Kurangnya kesadaran pengunjung akan hukum, namun ketika terdapat sanksi yang tegas maka pengunjung akan menjadi mematuhi hukum karena pada hakikatnya masyarakat Indonesia taat hukum ketika terdapat sanksi atau aturan yang begitu tegas.

Implementasi tata tertib di alun-alun terbilang masih kurang kondusif dikarenakan sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, melihat masih ada pelanggaran yang terjadi baik di alun-alun sendiri maupuun di masjid raya bandung sendiri. Tata tertib sudah dibuat dalam bentuk tertulis namun pengunjung belum mengetehui nya sehingga masih banyak yang melakukan pelanggaran seperti masih banyak pengunjung yang tidur di dalam masjid, berjualan disekitar masjid, tidak rapi melipat mukena namun kondisi masjid tersebut terbilang bersih dan mukena yang disediakan disana banyak, hanya saja dalam penataanya masih kurang kondusif sehingga rentan mukena tersebut akan jatuh ke bawah. Para Satpol PP siap sedia dalam melakukan pantauan terhadap pengunjung, karena pengunjung tidak hanya berasal dari Bandung saja maka masih banyak pengunjung yang berasal dari luar yang tidak memahami tata tertib atau aturan disana.

Peran Satpol PP sangat penting bagi terciptanya ketertiban umum, dikarenakan tata tertib yang tertulis saja tidak cukup jika tidak ada pihak yang langsung turun ke lapangan untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi.

Tata tertib sangat mempengaruhi ketertiban umum, namun hal itu akan semu jika tata tertib hanya sekedar tata tertib saja tanpa ada dukungan dari pihak lain akan pentingnya tata tertib tersebut. Tata tertib dibuat dengan berpedoman kepada norma hukum yang ada diwilayah tersebut dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dibutuhkan serta diinginkan untuk dapat tercapai mengenai tujuan tersebut. Tata tertib yang terdapat di alun-alun kota Bandung ini memiliki beragam bentuk ada yang berupa aturan tertulis dan aturan yang tidak tertulis, sama halnya dengan tata tertib yang dibuat di masjid raya Bandung namun yang membedakan aturan tata tertib yang berada di masjid lebih rapi dan jelas.

(14)

B. Saran

Tata tertib harus dibuat sejelas mungkin khususnya aturan dalam bentuk tertulis karena tidak semua orang paham jika jenis aturan menggunakan aturan lisan.

Satpol PP memiliki peranan yang sangat penting namun dalam implementasinya masih harus diperbaiki dan bersikap tegas terhadap pelanggaran yang terjadi serta jangan takut untuk menegur tindakan yang tidak sesuai dengan aturan tata tertib.

Masyarakat harus memiliki kesadaran kepada hukum agar terciptanya ketertiban bersama

.

REFERENSI

[1] Bierstedt, Robert. 1963. The Social Order, second edition. New York : McGraw-Hill Book Company, Inc

[2] Chaplin, J.P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada

[3] Hagan, Frank E. 2013. Pengantar Kriminologi: Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal. Jakarta: Kencana

[4] Hechter, M.; Horne, C. 2003. Theories of Social Order. A Reader. StanfordUniversity Press.

[5] Indrakusuma, A.D. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

[6] Iskandar Syah, M. 2008. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Indonesia.Jakarta: CV. Sagung Seto

[7] Kusumohamidjodjo, B. 1999. Ketertiban yang Adil. Jakarta: PT Grasindo

[8] Langgulun, H. 1986. Manusia dan Pendiidkan, (suatu analisis psikologi dan pendidikan) Jakarta: Pustaka alHusna

[9] Nawawi, H. 1986. Administrasi sekolah. Jakarta: Ghali Indonesia [10] Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka

[11] Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

[12] Wignjosoebroto, S. 2013. Hukum dalam Masyarakat Edisi 2.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

[13] Onibala, I. 2013. Ketertiban Umum dalam Perspektif Hukum Perdata

Internasional [Online]

http://repo.unsrat.ac.id/377/1/KETERTIBAN_UMUM_DALAM_PERS PEKTIF_HUKUM.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan analisis dilakukan dengan program SAP 2000 dan cara manual dengan program Ms Excel untuk mengetahui dmensi struktur kolom dan balok pada gedung

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa dengan diberikan kecepatan awal yang lebih kecil, baik pada gerak peluru dengan topspin dan hambatan linier maupun

Usaha untuk membuat semen pertama sekali dilakukan dengan cara membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang inggris pada tahun

 SK Memisahkan Alat Yang Bersih dan Kotor, Alat Yang Memerlukan Sterilisasi.  SOP Memisahkan Alat Yang Bersih dan Kotor, Alat Yang Memerlukan

of alcoholic liver cirrhosis (in which Metavir F2 was obtained), patient had showed clinical alcoholic liver cirrhosis, which includes alcohol consumption equal to 56-70 gram/day

Pangan (olahan) utuh (whole processed food): tidaK mengalami pengurangan 11/09/201 9 LINGKUNGAN PANGANUTUH (WHOLE FOOD) PRODUK INDUSTRI PANGAN 4.0 BAGAIMANA MENYEDIAKAN/ TERSEDIA

terhormat di masyarakat sehingga digemari banyak perempuan muslim. Konsep jilbab didasarkan pada kewajiban agama Islam bagi pemeluknya untuk menutup aurat dengan

2) Bibit kentang yang dihasilkan berupa bibit kentang unggul bermutu sehingga mampu menghasilkan umbi konsumsi berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar domestik dan