• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deformasi dan Aktivitas Sesar Bari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Deformasi dan Aktivitas Sesar Bari"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DEFORMASI DAN AKTIVITAS SESAR

BARIBIS BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS

TAHUN 2007 - 2016

Bintang Rahmat Wananda 15112089

Program Studi Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia

brwananda@students.itb.ac.id

Abstrak. Indonesia terletak di pertemuan empat lempeng besar dunia: Lempeng

Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Filipina, dan Lempeng Indo-Australia. Oleh karenanya, banyak wilayah Indonesia memiliki potensi besar akan bencana gempa bumi. Jawa Barat merupakan salah satunya, karena terletak pada zona penunjaman antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Hal tersebut pula yang membuat Jawa Barat kaya akan struktur geologi, salah satunya adalah sesar. Setidaknya terdapat tiga buah sesar besar aktif di Jawa Barat, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, dan Sesar Baribis. Sesar Baribis merupakan sesar besar aktif yang terbentuk paling akhir setelah dua sesar besar aktif lain di Jawa Barat. Jalur Sesar Baribis membentang dari Subang hingga kaki bagian selatan Gunung Ciremai. Dikarenakan keaktifannya, Sesar Baribis memiliki potensi yang cukup besar akan terjadinya gempa bumi. Potensi gempa bumi tersebut menjadi semakin membahayakan karena Sesar Baribis melintasi daerah-daerah padat penduduk dan juga tak jauh dari bentangan Sesar Baribis, terdapat Waduk Jatigede. Berdasarkan alasan tersebut, diperlukan pemahaman yang mendalam dan pemantauan aktivitas pada Sesar Baribis. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemantauan aktivitas Sesar Baribis tersebut adalah observasi dengan Global Positioning System (GPS). Dalam penelitian ini akan dilakukan pengamatan GPS di sekitar Sesar Baribis untuk kemudian diolah dengan menggunakan piranti lunak pengolah data GPS ilmiah Bernese 5.2 yang selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai vektor pergeseran, mengkuantifikasi pola regangan, serta menentukan besar laju geser untuk keperluan analisis deformasi. Berdasarkan analisis deformasi tersebut, dapat diketahui bagaimana aktivitas sesar yang terjadi di Sesar Baribis.

Kata kunci: Sesar Baribis, deformasi, GPS, regangan

1

Pendahuluan

Indonesia terletak pada kawasan dengan aktivitas tektonik yang relatif tinggi dan kompleks. Hal tersebut disebabkan oleh lokasi Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar dunia, yaitu Lempeng Eurasia di bagian barat dengan pergerakan relatif ke selatan, Lempeng Indo-Australia di bagian selatan dengan pergerakan relatif ke utara, dan Lempeng Pasifik di bagian Timur dengan pergerakan relatif ke barat (Bock et al., 2003). Pertemuan dari batas-batas lempeng tersebut di Indonesia kebanyakan berupa zona subduksi yang mempunyai arah dan jenis penunjaman yang berbeda (Bock et al., 2003).

(2)

kepulauan di utara Maluku dengan kecepatan rata-rata 120 mm/tahun, hampir dua kali lipat lebih cepat dari kecepatan penunjaman lempeng di bagian barat dan selatan Indonesia (Bock et al., 2013). Menurut Natawidjaja (2005), konsekuensi logis dari pertemuan lempeng tektonik adalah Indonesia kaya akan aktivitas tektonik yang bertanggung jawab atas terjadinya gempa bumi, baik yang berasal dari bidang kontak subduksi maupun yang berasal dari sesar yang terbentuk akibat aktivitas tektonik tersebut. Dengan melihat fakta tersebut, dari aspek tenaga tektonik cukup jelas bahwa bagian Indonesia bagian timur mempunyai potensi ancaman bencana gempa bumi dua kali lipat ketimbang dengan potensi ancaman gempa bumi di Indonesia bagian barat (Natawidjaja, 2005). Namun demikian, dari aspek kerentanan, Indonesia bagian barat memiliki kerentanan lebih terhadap bencana gempa bumi karena populasi penduduknya lebih padat dan infrastrukturnya lebih terbangun (Natawidjaja, 2005).

Dengan demikian, Jawa Barat yang merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia (BPS, 2010) dan yang sekaligus memiliki potensi ancaman gempa bumi yang cukup tinggi akibat letaknya yang relatif dekat dengan zona subduksi lempeng, harus mendapatkan perhatian lebih dalam usaha-usaha pengelolaan bencana gempa bumi, termasuk pemahaman yang mendalam akan potensi bencana gempa bumi itu sendiri. Beberapa sesar besar aktif yang memiliki potensi besar menimbulkan gempa bumi di Jawa Barat adalah Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, dan Sesar Baribis (Haryanto, 1999). Pergerakan tiba-tiba pada bidang sesar akan berdampak relatif buruk pada daerah di sekitar kawasan sesar apalagi jika daerah di sekitar sesar padat akan penduduk. Pergerakan tersebut merupakan proses untuk melepaskan energi kinetik regangan yang terkumpul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu lama (Natawidjaja, 2005). Pergerakan kulit bumi ini berhubungan dengan pergerakan lempeng-lempeng tektonik bumi yang bersifat kontinyu (Bock et al., 2003)

(3)

Oleh karena bentangannya yang melintasi wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi seperti Kadipaten, Maja, Talaga, Cikijing, serta relatif dekat dengan Bendungan Jatigede, maka pemahaman akan aktivitas Sesar Baribis menjadi penting. Dampak negatif dari gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas Sesar Baribis dapat diantisipasi dengan cara melakukan pemantauan tingkat aktivitas Sesar Baribis, baik secara kontinyu maupun secara episodik dengan selang waktu tertentu. Pemantauan tingkat aktivitas Sesar Baribis dilakukan untuk mengumpulkan data gejala sesar, yang selanjutnya akan digunakan untuk menafsirkan kegiatan dan bahaya yang mungkin terjadi dan daerah yang diduga terancam. Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan pemantauan tingkat aktivitas sesar adalah dengan menggunakan data hasil pengukuran geodetik pada titik-titik di sekitar sesar secara episodik dalam selang waktu tertentu dan dapat dilakukan dengan metode Global Positioning System atau seringkali disebut sebagai metode GPS (Abidin, 1995).

Penelitian ini akan membahas dan menguraikan tentang studi dan analisis deformasi di Sesar Baribis dengan menggunakan data pengamatan survei GPS terhadap titik-titik pengamatan secara episodik dengan panjang data pengamatan dari tahun 2007 hingga 2016. Persoalan utama yang timbul adalah menentukan bagaimana deformasi terjadi di Sesar Baribis secara geometrik. Studi deformasi secara geometrik diperoleh dari tiga analisis, yakni analisis pergeseran (displacement), analisis regangan (strain), serta estimasi laju geser. Analisis pergeseran diperoleh dari data pengamatan GPS yang dilakukan secara episodik dalam selang waktu tertentu. Analisis regangan diperoleh melalui model matematis/model deformasi dengan menggunakan fungsi parameter-parameter pergeseran sehingga diperoleh regangan secara kuantitatif. Dari analisis regangan juga dapat digunakan untuk membuktikan pendapat Bemmelen (1949), Martowardojo (1984), Simandjuntak (1994), dan Haryanto (1999) bahwa apakah Sesar Baribis benar-benar sesar naik ataukah sesar dengan mekanisme lain, seperti sesar geser. Sedangkan analisis laju geser bertujuan untuk menentukan tingkat aktivitas dari Sesar Baribis. Hasil analisis deformasi ini dapat digunakan selanjutnya sebagai salah satu usaha dalam mitigasi bencana gempa bumi khususnya untuk wilayah Jawa Barat.

2

Data dan Metode

2.1

Analisis Deformasi

Dalam pemantauan deformasi suatu objek, diperlukan dilakukan sebuah analisis deformasi untuk menentukan kuantitas pergeseran dan parameter-parameter deformasi yang mempunyai karakteristik dalam ruang dan waktu (Turcotte dan Gerald, 2002). Parameter deformasi ini bisa didapatkan melalui hasil pergeseran koordinat dari titik-titik pengamatan secara berkala (Welsch, 2003).

(4)

Menurut Turcotte dan Gerald (2002) dan Welsch (2003), dan analisis deformasi geometrik dibagi ke dalam dua jenis, yaitu analisis pergeseran dan analisis regangan.

Analisis pergeseran merupakan analisis yang menunjukkan perubahan posisi suatu benda dengan menggunakan data perbedaan posisi yang didapat dari perataan data pengamatan pada epok yang berbeda (Welsch, 2003). Secara umum, pergeseran dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pergeseran vertikal dan pergeseran horizontal (Welsch, 2003).

 Pada penentuan nilai pergeseran vertikal antarepok dapat ditentukan melalui Persamaan 2.1 di bawah ini.

 Pada penentuan nilai pergeseran horizontal antarepok dapat ditentukan melalui Persamaan 2.2 dan 2.3 di bawah ini.

(2.2)

(2.3)

Keterangan Persamaan 2.2 dan 2.3:

: besar pergeseran horizontal arah utara–selatan antarepok : besar pergeseran horizontal arah utara–selatan antarepok

: nilai komponen pada epok pertama

: nilai komponen pada epok kedua

: nilai komponen pada epok pertama

: nilai komponen pada epok kedua

Pergeseran horizontal ditunjukkan dari besar vektor pergeseran komponen horizotal pada bidang horizontal (Welsch, 2003). Sehingga diperlukan nilai azimut untuk menunjukkan arah pergeseran titik deformasi (Welsch, 2003). Nilai azimut dapat dihitung melalui Persamaan 2.4 dan Persamaan 2.5 berikut.

√ (2.4)

(2.5)

Keterangan Persamaan 2.4 dan 2.5: : besar vektor pergeseran horizontal

: azimuth pergeseran horizontal

(5)

√ ( ) ( ) (2.6)

√ ( ) ( ) (2.7)

Keterangan Persamaan 2.6 dan 2.7:

: standar deviasi untuk pergeseran titik antarepok

: standar deviasi komponen pada epok pertama

: standar deviasi komponen pada epok kedua

: standar deviasi komponen pada epok pertama

: standar deviasi komponen pada epok kedua

Analisis regangan merupakan analisis yang menunjukkan perubahan posisi, bentuk, dan ukuran suatu benda dengan menggunakan data pengamatan geodetik langsung atau menggunakan data regangan yang diperoleh dari data pengamatan geodetik perubahan posisi (Turcotte dan Gerald, 2002). Perhitungan parameter regangan pertama-tama dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.8 dan 2.9 di bawah ini.

(2.8)

(2.9)

Keterangan Persamaan 2.8 dan 2.9:

: kecepatan pergerakan titik ke arah easting : kecepatan pergerakan titik ke arah northing

: koordinat easting suatu titik pada awal sebelum terjadinya regangan : koordinat northing suatu titik pada awal sebelum terjadinya regangan : faktor translasi ke arah easting

: faktor translasi ke arah northing : faktor rotasi

: parameter regangan ke arah easting : parameter regangan ke arah northing

: parameter regangan silang

(6)

Nilai besaran yang akan digunakan dalam analisis regangan adalah besaran principal strain ε1 (ekstensi) dan ε2 (kompresi) yang didapatkan dari nilai parameter regangan yang telah dicari sebelumnya. ε1 merupakan besaran yang menunjukkan nilai ekstensi, sedangkan ε2 merupakan besaran yang menunjukkan nilai kompresi. Kedua besaran principal strain tersebut dapat diperoleh melalui Persamaan 2.10, 2.11, dan 2.12 berikut ini (Turcotte dan Gerald, 2002).

(2.10)

Setelah nilai θ didapatkan dengan menginverskan Persamaan 2.10 di atas, dapat dicari:

(2.11)

(2.12)

Nilai principal strain (ε1 dan ε2) ini menyatakan perubahan elemen panjang terhadap panjang awal (mm/mm) dan dinyatakan dengan satuan strain.

2.2

Sesar Baribis

Sesar Baribis merupakan salah satu jenis sesar naik (thrust fault) yang berkembang di bagian timur Provinsi Jawa Barat. Sesar ini pertama kali diperkenalkan oleh Van Bemmelen pada tahun 1949 dengan mengambil nama Perbukitan Baribis di daerah Kadipaten, Majalengka, Jawa Barat. Secara umum, struktur sesar ini dapat diamati melalui jejak-jejaknya dengan panjang kurang lebih 70 km dari mulai Subang hingga daerah perbukitan Baribis di sebelah barat Gunung Ceremai (Bemmelen, 1949).

(7)

Gambar 2.1 Zona Sesar Baribis

2.3

Ketersediaan Data Pengamatan GPS Sesar Baribis

Data GPS yang digunakan berupa data pengamatan deformasi Sesar Baribis. Data GPS yang digunakan adalah data kampanye (campaign) dan data kontinyu. Data GPS kampanye diperoleh menggunakan receiver GPS tipe geodetik dual frekuensi, yaitu GPS Trimble 4000SSI, GPS Leica GRX1200, GPS Sokkia GSR2600, GPS Trimble R9, dan GPS Topcon HIPERPRO. Metode pengambilan data GPS untuk data kampanye yaitu metode survei GPS statik diferensial secara episodik, hal ini dikarenakan keperluan dari studi aktivitas Sesar Baribis yang menuntut ketelitian tinggi hingga skala mm.

(8)

Gambar 2.2 Sebaran Titik Pengamatan GPS di Sekitar Sesar Baribis

Seluruh titik pengamatan, diikatkan pada stasiun pengamatan GPS milik IGS yang relatif dekat dari Indonesia. Terdapat sembilan stasiun IGS yang digunakan dalam penelitian ini. Gambar 2.3 di bawah ini menunjukkan sebaran lokasi titik-titik IGS (ditandai dengan kotak berwarna kuning).

(9)

Pengamatan GPS untuk data kampanye dilakukan secara periodik sebanyak 5 kala, yaitu pada Mei 2007, November 2007, Agustus 2009, Juni 2010, Desember 2011, dan April 2016. Secara umum, pengambilan data GPS dalam satu epok dilakukan dengan periode pengukuran untuk setiap titik pengamatan bervariasi dari 6 hingga 24 jam. Data kampanye pengamatan GPS yang digunakan pada tugas akhir ini didapatkan dari hasil pengamatan GPS yang dilakukan oleh tim Kelompok Keahlian Geodesi ITB (data GPS kampanye tahun 2007 s. d. 2011) dan tim Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB (data GPS kampanye tahun 2016).

2.4

Pengolahan Data Pengamatan GPS Sesar Baribis

Secara umum, alur proses pengolahan data GPS pada Bernese 5.2 dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

(10)

3

Hasil dan Pembahasan

3.1

Analisis Pergeseran Sesar Baribis

Perhitungan kecepatan pergeseran setiap titik dilakukan berdasarkan perubahan nilai koordinat setiap titik pengamatan GPS dalam sistem koordinat toposentrik pada selang waktu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2016. Dengan demikian dihasilkan nilai pergeseran setiap titik pengamatan GPS yang dapat mengindikasikan ada dan tidaknya proses deformasi pada daerah pengamatan. Pada Tabel 3.1 di bawah ini disajikan hasil perhitungan kecepatan pergeseran untuk masing-masing titik pengamatan GPS.

Tabel 3.1 Kecepatan Pergeseran Titik-titik Pengamatan GPS

Sekitar Sesar Baribis

Nilai kecepatan pergeseran titik-titik pengamatan GPS di sekitar Sesar Baribis sebagaimana disajikan pada Tabel 3.4 di atas merupakan nilai kecepatan yang belum dikurangi dengan kecepatan fenomena tektonik regional, dalam hal ini adalah kecepatan pergerakan Sundaland Block. Untuk memberikan gambaran lebih jelas terhadap vektor kecepatan pergeseran titik-titik pengamatan GPS di sekitar Sesar Baribis, data pada Tabel 3.1 disajikan dalam Gambar 3.1 di bawah ini.

(11)

Gambar 3.1 Vektor Pergeseran Titik-titik Pengamatan GPS di Sekitar

Sesar Baribis Berdasarkan Data Pengamatan GPS Tahun 2007 – 2016

Dengan melakukan proses pengurangan kecepatan pergeseran titik-titik pengamatan GPS kampanye di sekitar Sesar Baribis terhadap kecepatan pergeseran titik BAKO, maka didapatkan nilai kecepatan pergeseran titik-titik pengamatan GPS kampanye yang dapat dikatakan terbebas dari pengaruh pergerakan Sundaland Block. Sehingga hasil yang kecepatan pergerakan yang didapatkan benar-benar nilai kecepatan pergerakan titik pengamatan GPS kampanye yang diakibatkan oleh aktivitas Sesar Baribis. Nilai kecepatan pergeseran yang terjadi di titik BAKO adalah sebesar 0,0023 m/tahun pada komponen easting dan -0,0319 m/tahun pada komponen northing. Nilai kecepatan pergeseran titik pengamatan GPS di sekitar Sesar Baribis setelah dikurangkan nilai kecepatan pergeseran titik BAKO adalah sebagaimana dicantumkan pada Tabel 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2 Kecepatan Pergeseran Titik-titik Pengamatan GPS

(12)

Gambar 3.2 di bawah ini menunjukkan vektor kecepatan pergeseran tiap titik pengamatan GPS setelah dikurangkan dengan kecepatan pergeseran titik BAKO.

Gambar 3.2 Vektor Pergeseran Titik-titik Pengamatan GPS di Sekitar

Sesar Baribis Berdasarkan Data Pengamatan GPS Tahun 2007 – 2016

3.2

Analisis Regangan Sesar Baribis

(13)

Gambar 3.2 Konfigurasi Jaring Segitiga untuk Analisis Regangan Sesar

Baribis

Setelah terbentuk jaring segitiga seperti pada Gambar 3.2 di atas, maka nilai parameter deformasi untuk masing-masing segitiga dapat dihitung dengan cara yang sama seperti telah jelaskan sebelumnya. Tabel 3.3 berikut menyajikan hasil perhitungan nilai regangan setiap segmen segitiga yang dibentuk pada jaring segitiga di atas.

Tabel 3.3 Nilai Regangan Hasil Perhitungan

Gambar 3.3 di bawah ini memuat hasil plotting informasi nilai regangan pada Tabel 3.3.

Segmen Segitiga (o) (μstrain)(μstrain)

BDK2 CRBN MJLK 188,1880 0,9440 -0,1740

MJLK CRBN 0410 187,7070 0,3260 -0,8010

0410 0411 CRBN 181,3164 0,0012 -0,7618

MJLK 0369 410 187,8030 0,2410 -0,3490

0369 DRMA 0410 185,0520 0,2120 -0,7300

DRMA 0410 SBNG 182,9800 0,0400 -0,4180

0410 0411 SBNG 183,5680 0,0210 -0,6650

0369 DRMA SRLY 184,0079 0,0395 -1,1919

SRLY DRMA 0425 190,7560 0,6180 -0,5530

DRMA SBNG 0425 191,8835 0,0982 -0,3419

MJLK 0369 0355 183,3434 0,0381 -0,2963

(14)

Gambar 3.3 Hasil Plotting Nilai Regangan pada Tabel 3.3

Berdasarkan hasil plotting nilai regangan pada Gambar 3.3, maka dapat dijelaskan beberapa hal, yaitu:

• Dapat dipastikan terdapat peristiwa deformasi pada wilayah sekitar Sesar Baribis, ditandai dengan adanya peristiwa regangan berupa kompresi dan ekstensi.

• Nilai ekstensi maksimum 0,9440 μstrain terdapat pada segmen segitiga

BDK2, CRBN, MJLK. Sedangkan nilai ekstensi minimum 0,0012

μstrain berada pada segmen segitiga 0410, 0411, CRBN.

• Terdapat kemungkinan bahwa kondisi ekstensi maksimum yang terjadi pada segmen segitiga BDK2, CRBN, MJLK dipengaruhi oleh efek lokal pada titik pengamatan GPS kampanye CRBN. Berdasarkan time-series posisi vertikal titik pengamatan CRBN pada penelitian Ramadhana (2016), dicurigai bahwa titik pengamatan ini mengalami peristiwa subsidence. Peristiwa ini dapat berpengaruh kepada displacement yang terjadi, sehingga menimbulkan kondisi ekstensi yang maksimum.

• Nilai kompresi maksimum -1,1919 μstrain berada pada segmen segitiga 0369, DRMA, SRLY. Sedangkan nilai kompresi minimum -0,0061

μstrain terdapat pada segmen segitiga BDK2, MJLK, 0355.

• Arah regangan umumnya berarah utara-selatan dan timurlaut-baratdaya dengan didominasi oleh tipe regangan kompresi.

Selain itu, menurut Bock et al. (2003), sebuah sesar dikatakan aktif

apabila nilai komponen ekstensional regangannya melebihi 0,5 μstrain

atau komponen kompresional regangannya melebihi -0,5 μstrain. Berdasarkan nilai perhitungan regangan yang diperoleh, terdapat dua

segmen segitiga yang memiliki nilai ekstensi melebihi 0,5 μstrain dan

(15)

Baribis yang lebih aktif tersebar hampir pada seluruh bagian zona pengamatan, kecuali pada bagian zona Sesar Baribis yang termasuk dalam segmen segitiga MJLK, 0369, 0355 dan DRMA, SBNG, 0425. Zona Sesar Baribis yang termasuk pada dua segmen tersebut memiliki nilai parameter regangan yang tidak memenuhi persyaratan sesar aktif setelah dihitung dengan metode jaring segitiga.

Menurut Turcotte dan Gerald (2002), salah satu penciri sebuah sesar naik adalah apabila pada sesar tersebut banyak dijumpai regangan yang sifatnya kompresional. Dengan memperhatikan nilai perhitungan, dapat dinyatakan bahwa regangan kompresional lebih dominan ketimbang regangan ekstensional pada Sesar Baribis. Dengan demikian, pendapat Van Bemmelen (1949), Martodjojo (1984), dan Haryanto (1999) yang menyatakan bahwa Sesar Baribis adalah sesar naik adalah dapat dikatakan tepat.

4

Simpulan dan Saran

4.1

Simpulan

1. Secara umum titik-titik pengamatan GPS kampanye yang berada di sekitar Sesar Baribis cenderung bergerak ke arah barat dengan kecepatan pergeseran rata-rata 18,9 mm/tahun ±1,1 mm/tahun. 2. Sesar Baribis dapat dikatakan sebagai sesar yang masih aktif,

dibuktikan dengan adanya pola regangan ekstensi yang melebihi 0,5

μstrain dan pola regangan kompresi yang melebihi -0,5 μstrain. Hal tersebut menunjukkan terdapat bagian pada zona Sesar Baribis yang lebih aktif ketimbang beberapa bagian yang lain. Bagian zona Sesar Baribis yang lebih aktif tersebar hampir pada seluruh bagian zona pengamatan, kecuali pada bagian zona Sesar Baribis yang termasuk dalam segmen segitiga MJLK, 0369, 0355 dan DRMA, SBNG, 0425. 3. Sesar Baribis terbukti sebagai sebuah sesar naik, ditinjau dari kondisi

regangan di sekitar sesar yang didominasi regangan kompresional.

4.2

Saran

1. Dilakukan pengamatan GPS kampanye secara rutin (setidaknya setahun sekali) pada titik-titik yang sudah ada agar nilai pergeseran titik pengamatan tercatat setiap tahun. Dengan demikian, nilai kecepatan pergeseran titik pengamatan yang dihasilkan akan lebih akurat karena data yang lebih rapat.

2. Stasiun pengamatan GPS kontinyu di sekitar Sesar Baribis sedapat mungkin diperbanyak dan stasiun pengamatan GPS kontinyu yang sudah ada harus tetap dijaga operasionalnya. Hal ini dikarenakan umumnya data GPS kontinyu memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang data GPS kampanye.

(16)

4. Perhitungan regangan dapat dilakukan dengan metode dan konfigurasi jaring yang lain. Hal ini dapat berguna untuk keperluan analisis regangan yang lebih teliti, agar didapatkan banyak kondisi regangan sehingga perilaku Sesar Baribis dapat dipahami semakin dalam.

5. Agar dalam penelitian serupa di masa depan, pemilihan stasiun referensi IGS sebaiknya merupakan stasiun yang memiliki data pengamatan yang baik dan menghasilkan geometri baseline yang baik. Hal ini akan berpengaruh terhadap penentuan nilai koordinat titik pengamatan GPS di sekitar Sesar Baribis itu sendiri.

Referensi

Abidin, H. Z., D. H. Natawidjaja, F. Kimata, H. Andreas, H. Harjono, I. Meilano, T. Kato, T. Ito. 2009. Crustal Deformation Studies in Java (Indonesia) Using GPS. Journal of Earthquake and Tsunami, Vol. 3, No. 2. Hal 77.

Abidin, H. Z. 2001. Geodesi Satelit. Jakarta: Pradnya Paramita.

Abidin, H. Z. 1995. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: Pradnya Paramita.

Anderson, E. M. 1951. The Dynamics of Faulting and Dyke Formation with Applications to Britain. Edinburgh: Oliver and Boyd.

Bock, Y., et al. 2006. “Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System measurements”. Journal of Geophysical Research. Hal 108.

Brahmantyo, B. 2015. Geologi dan Geomorfologi Strategi Sukses Olimpiade Geografi. Bandung: Penerbit ITB.

De Sitter, L. E. 1964. Structural Geology. San Fransisco: McGraw-Hill.

Fadhila, H. 2012. Studi Aktivitas Sesar Baribis Berdasarkan Data Pengamatan GPS Tahun 2007 2010. Tugas Akhir Program Studi Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.

Ghilani, C. D., dan P. R. Wolf. 2006. Adjustment Computations: Spatial Data Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Hamzah, A. 2012. Analisis Morfometri Sesar Baribis di Daerah Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Tesis. Program Studi Pascasarjana Magister Sains Kebumian ITB.

(17)

Kuang, S. 1996. Geodetic Network Analysis and Optimal Design: Concepts and Applications. Michigan: Ann Arbor Press, Inc.

Lambeck, K. 1988. Geophysical Geodesy, The Slow Deformation of The Earth. Oxford: Oxford University Press.

Martodjojo, S. 1984. Evolusi Cekungan Bogor. Disertasi. Program Studi Pascasarjana Doktor Teknik Geologi FIKTM – ITB.

Natawidjaja, D. H., 2005, Evaluasi Bahaya Patahan Aktif, Tsunami dan Goncangan Gempa. Jurnal LARIBA. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.

Ramadhana, F. 2016. Deformation Analysis of Baribis Fault Based on Campaign and Continuous GPS Measurement from 2007 2014. Tugas Akhir Program Studi Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.

Reit, B. 2009. On Geodetic Transformation. Stockholm: Lantmäteriet.

Sapiie, B., dan A. H. Harsolumakso. 2001. Prinsip Dasar Geologi Struktur. Bandung: Penerbit ITB.

Simandjuntak, T. O. 1994. Back-Arch Thrusting and Neogene Orogeny in Java, Indonesia. Prosiding Tahunan CCOP XXXI.

Simons, W. J. F., et al. 2007. A Decade of GPS in Southeast Asia: Resolving Sundaland Motion and Boundaries. Journal of Geophysical Research, Vol. 112.

Stein, S., dan M. Wysession. 2003. An Introduction to Seismology, Earthquakes, and Earth Structure. Oxford: Blackwell Publishing.

Turcotte, D. L., dan S. Gerald. 2002. Geodynamics. Cambridge: Cambridge University Press.

Twiss, R. J., dan E. M. Moores. 1992. Structural Geology. New York: Freeman and Co.

Van Bemmelen, R. W. 1949. The Geology of Indonesia Vol. IA. Den Haag: Government Printing Office.

Welsch, W. 2003. Advanced Deformation Analyis. New York: Springer.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kesiapan SD Negeri 2 Gianyar menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ditinjau dari konteks sebesar 58,13 yang

Puji syukur pada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PENGARUH KUALITAS PESAN IKLAN, KUALITAS

Sedangkan untuk memudahkan dalam mencapai target kegiatan pemasaran yang telah dirumuskan. BMT-Maslahah cabang Tosari melakukan perumusan dalam memilih dan menetapkan pasar

3.21 Rencana Luas Pemanfaatan Ruang Kabupaten Rote Ndao 3.22 Indikasi Program Pembangunan RTRW Kabupaten Rote Ndao 3.23 Arahan RTRW Kabupaten Rote Ndao untuk Bidang Cipta Karya

Gaya bahasa yang digunakan dapat berbentuk persamaan, membandingkan, menceritakan kejadian secara singkat, menyampaikan ajaran moral dan budi pekerti, menggambarkan benda – benda

Rendahnya kualitas pelayanan publik yang terjadi akhir-akhir ini merupakan salah satu sorotan yang diarahkan pada pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada.. Hal ini

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pela- yanan Publik, dalam penyajian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ikatan yang terbentuk antara ZnO dengan dopan Cu 2+ melalui spektra FTIR, menentukan nilai band gap ZnO undoped