BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP KARYA SASTRA, UNSUR-UNSUR KARYA SASTRA, LATAR DAN KONDISI PREFEKTUR HIROSHIMA
2.1 Pengertian Karya Sastra
Ada beberapa problematika dalam mendefinisikan karya sastra.
Problematika itu bersumber pada beberapa hal. Pertama, kebanyakan orang
mendefinisikan karya sastra secara umum, tetapi perlu dipertimbangkan adanya
kenyataan bahwa ada berbagai jenis karya sastra (Siswanto, 2008:70-71).
Selain bersifat umum, karya sastra juga bersifat khusus, bahkan
perseorangan. Dikatakan bersifat umum karena semua karya sastra seharusnya
dapat dibedakan dengan bentuk hasil-hasil seni atau kebudayaan lainnya, seperti
seni patung, seni tari, seni lukis, seni rupa, dan pidato. Karya sastra bersifat
khusus karena karya sastra bisa dibedakan atas puisi, prosa dan drama. Kita akan
setuju bila setiap jenis karya sastra itu tidak sama satu sama lain. Hal inilah yang
menyebabkan orang gagal jika akan mendefinisikan karya sastra secara umum.
ekspresif, impresif, ode, atau jenis puisi lainnya. Prosa dapat dibedakan atas
cerpen, novelet, novel, roman atau jenis pembagian yang lain.
Kedua, definisi karya sastra hanya didasarkan pada satu sudut pandang saja.
Kita tidak mendefinisikan karya sastra berdasarkan situasi kesusastraan:
sastrawan-karya sastra-alam-pembaca. Sebagai contoh, dalam hubungannya
karya sastra dengan alam, ada orang menyatakan bahwa karya sastra adalah
sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Ternyata
definisi yang demikian juga terdapat dalam laporan di koran-koran yang ditulis
secara kreatif seperti wawancara yang dilakukan John Hersey terhadap enam
tokohnya dalam peristiwa pemboman Hiroshima. Buku Hiroshimatidak pernah
disebut sebagai novel meskipun ia memiliki semua unsur karya sastra dan ditulis
dengan gaya narasi.
Ketiga, dalam mendefinisikan hakikat karya sastra, definisi hanya
didasarkan pada definisi evaluatif. Orang mendefinisikan dengan memasukkan
keinginan untuk menilai apakah sebuah karya tulis termasuk karya sastra yang
baik atau tidak.
Keempat, banyak definisi karya sastra di Indonesia diambil dari
contoh-contoh dan definisi-definisi karya sastra Barat. Sejarah dan perkembangan sastra
di Barat berbeda degnan sejarah perkembangan sastra di Indonesia. Estetika yang
dianut orang Barat juga tidak selalu sama dengan yang kata anut. Apalagi, di
Barat terlebih dahulu mengalami kemajuan di bidang tradisi tulis. Oleh karena itu,
definisi yang diambil dari Barat tidak atau kurang memerhatikan bentuk-bentuk
yang mempunyai estetika sendiri. Ia mencontohkan Tembang di Jawa yang
mempunyai laras, guru lagu, guru wilangan, atau kriteria keindahan yang berbeda
dengan di dunia Barat.
Luxemburg dalam Wicaksono (2014:7) menjelaskan beberapa ciri yang
selalu muncul dari definisi-definisi yang pernah diungkapkan, yaitu:
a. Sastra merupakan ciptaaan atau kreasi, bukan pertama-tama imitasi.
b. Sastra bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), terlepas dari
dunia nyata.
c. Sastra mempunyai koherensi atau keselarasan antara bentuk dan isinya.
d. Sastra menghidangkan sintesa (jalan tengah) antara hal-hal yang saling
bertentangan.
e. Sastra berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan.
Lebih lanjut, Sumardjo dan Saini dalam Wicaksono (2014:7-8) mengajukan
sepuluh syarat karya sastra bermutu, yaitu:
a. Karya sastra adalah usaha merekam isi jiwa sastrawannya.
b. Sastra adalah komunikasi, artinya bisa dipahami oleh orang lain.
c. Sastra adalah sebuah keteraturan, artinya tidak tunduk pada
kaidah-kaidah seni.
d. Sastra adalah penghiburan, artinya mampu memberi rasa puas atau rasa
senang pada pembaca.
e. Sastra adalah sebuah integrasi, artinya terdapat keserasian antara isi,
g. Karya yang bermutu merupakan (totalitas) ekspresi sastrawannya.
h. Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya yang pekat, artinya
padat isi dan bentuk, bahasa dan ekspresi.
i. Karya sastra yang bermutu merupakan (hasil) penafsiran kehidupan.
j. Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah pembaharuan.
Wicaksono (2014:1) sendiri menyimpulkan karya sastra adalah bentuk
kreativitas dalam bahasa yang indah berisi sederetan pengalaman batin dan
imajinasi yang berasal dari penghayatan realitas sosial pengarang.Karya sastra
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang objeknya adalah manusia dan
kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Karya sastra
merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran.
Penggambaran atau imajinasi ini dapat merupakan titian terhadap kenyataan
hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasi
murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaman
peristiwa) atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran
keduanya.
Meskipun begitu sebuah karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati,
dihayati dan dimanfaatkan bagi khalayak (pembaca).
Oleh karena itu, untuk dapat menikmati dan memahami suatu karya sastra
secara optimal dapat ditempuh dengan jalan menganalisis struktur karya sastra
tersebut secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, karena wujud formal suatu
2.1.1 Karya Sastra Imajinatif dan Non-Imajinatif
Menurut Wicaksono (2014:5) terdapat tiga hal yang membedakan karya
sastra dengan karya tulis lainnya, yaitu sifat khayali, adanya nilai-nilai
seni/estetika, dan penggunaan bahasa yang khas. Karya satra dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra
non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri isinya bersifat khayali,
menggunakan bahasa yang konotatif, memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sastra
non-imajinatif mempunyai ciri-ciri isinya menekankan unsur faktual/fakta,
menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, memenuhi unsur-unsur estetika
seni. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada bentuk, tetapi juga
keindahan isi yang berkaitan dengan emosi, imaji, kreasi dan ide (Retno Winarni
dalam Wicaksono, 2014:5).
Dengan demikian, kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif
adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan (unity),
keselarasan (harmony), keseimbangan (balance), fokus/pusat penekanan suatu
unsur (right emphasis). Perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra
imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif sedangkan isi sastra non-imajinatif
didominasi oleh fakta-fakta. Bahasa sastra imajinatif cenderung konotatif
sedangkan bahasa sastra non-imajinatif cenderung denotatif.
Bentuk karya sastra yang termasuk karya sastra imajinatif adalah:
a. Puisi : 1. Epik 2. Lirik 3. Dramatik
b. Prosa : 1. Fiksi (novel, cerpen, roman) 2. drama (drama prosa, drama puisi)
a. Esai, yaitu karangan pendek tentang suatu fakta yang dikupas menurut
pandangan pribadi penulisnya.
b. Kritik, adalah analisis untuk menilai suatu karya seni atau karya sastra.
c. Biografi, adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain.
d. Otobiografi, adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri.
e. Sejarah, adalah cerita tentang zaman lampau suatu masyarakat berdasarkan
sumber tertulis maupun tidak tertulis.
f. Memoar, adalah otobiografi tentang sebagian pengalaman hidup saja.
g. Catatan harian, adalah catatan seseorang tentang dirinya atau lingkungannya
yang ditulis secara teratur.
2.2 Unsur-Unsur Karya Sastra
Sebuah karya sastra yang baik dibangun dari unsur-unsur karya sastra yang
menjadikannya satu kesatuan yang utuh. Sebuah karya sastra setidak-tidaknya
terbentuk dari dua unsur dasar, yakni unsur instrinsik atau unsur dari dalam karya
sastra yang membangun terciptanya sebuah karya sastra dan unsur ekstrinsik
yakni unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra.
2.2.1 Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang ada dalam sebuah karya sastra itu
sendiri. Unsur ini secara langsung turut membangun cerita. Menurut Nurgiyantoro
(1995:23) unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang
Menurut Stanton dalam Wiyatmi (2006:30) unsur-unsur tersebut adalah
tokoh, alur, latar, judul, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat.
a. Tokoh
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995: 20), tokoh cerita (character)
adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif. Atau dalam
sebuah drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan melalui tindakan.
Tokoh dan penokohan adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan.
Tokoh secara langsung menunjuk pada orang atau pelakunya. Penokohan berarti
lebih luas dari tokoh, seperti yang dikatakan oleh Jones dalam Nurgiyantoro
(1995:165) bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dapat dikatakan bahwa
penokohan bermakna lebih luas dari tokoh dan tokoh sendiri ada dalam unsur
penokohan.
b. Alur
Alur (plot) menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:13), adalah cerita
yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab-akibat.
Alur sering berpusat pada konflik, namun konflik tidak bisa dipaparkan
begitu saja. Sebuah alur haruslah terdiri atas tahap awal, tahap tengah, dan tahap
akhir.
Latar (latar) yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216).
d. Judul
Judul merupakan hal pertama yang paling mudah dikenal oleh pembaca.
Judul sering mengacu pada tokoh, latar, tema, maupun kombinasi dari ketiganya.
Judul harus mewakili keseluruhan isi cerita. Bentuknya singkat namun padat dan
jelas.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) terbagi atas sudut pandang orang pertama dan
sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama dibagi lagi menjadi
sudut pandang akuan sertaan (first person central) yaitu cerita disampaikain oleh
tokoh utama dengan memakai kata ganti “aku”, dan sudut pandang akuan
taksertaan (first person peripheral) yaitu pencerita merupakan tokoh pembantu
yang merupakan tokoh pembantu yang hanya muncul di awal dan di akhir cerita.
Sedangkan sudut pandang orang ketiga dibagi lagi menjadi sudut pandang
diaan maha tahu (third person omniscient) yaitu pencerita berada di luar cerita dan
menjadi pengamat dan mengetahui banyak hal tentang tokoh-tokoh lain, dan sudut
pandang diaan terbatas (third person limited) yaitu pencerita hanya tahu dan
menceritakan tokoh yang menjadi tumpuan cerita saja. Sudut pandang ini jarang
ditemui karena dengan detail tokoh yang terbatas, cerita menjadi kurang hidup.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi seorang
(citraan), dan sintaksis (pilihan pola kalimat). Gaya dalam karya sastra akan
memperindah bahasa, sehingga menaruh nilai lebih pada sebuah karya sastra.
g. Tema
Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatarbelakangi ciptaan karya sastra (Fananie, 2000:84). Karena sastra
merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam
karya sastra bisa sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika,
agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang berkaitan erat dengan masalah
kehidupan.
h. Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca.
Amanat biasanya merupakan pandangan hidup pengarang tentang nilai-nilai
kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny dalam Fikri
(2010:19), amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang
berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis kemudian dapat
diambil melalui cerita oleh pembaca.
2.2.2 Unsur Ekstrinsik
Wellek dan Warren (1995:290) mengatakan bahwa unsur ekstrinsik sebuah
novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Unsur ekstrinsik
adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang ikut
mempengaruhi penciptaan karya sastra.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga memiliki
memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang keseluruhannya itu akan
mempengaruhi karyayang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor
yang melatarbelakangipenciptaan karya sastra. Yang merupakan milik subjektif
pengarang yang berupakondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan
mempengaruhi kepengarangan seseorang.
Unsur-unsur ekstrinsik meliputi latar belakang pengarang, adat-istiadat
yang berlaku, situasi politik, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, agama,
ekonomi dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial
yangtampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema.
Unsurekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan
cerita yang dihasilkan.
2.3 Latar
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216) latar yang disebut juga
sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Dalam sebuah karya sastra, latar dapat terjadi di mana saja termasuk di
dalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang
latar (Lukens dalam Nurgiyantoro, 1995:248).
Latar sebuah karya sastra fiksi mencakup tiga aspek yang berkaitan erat
(Sogang University, http://serc.sogang.ac.kr/erc/Literature/Setting.htm), yaitu :
a. Fisik, dunia yang berhubungan dengan panca indera sebuah karya.
c. Lingkungan sosial dari karakter (misalnya sopan santun, adat istiadat,
dan nilai-nilai moral masyarakat dari karakter tersebut).
Sama halnya dengan sebuah gambar, cerita juga memiliki latar depan dan
latar belakang, yaitu :
a. Karakter utama dan tindakan mereka, merupakan ketertarikan terbesar
bagi pembaca untuk membentuk latar depan.
b. Waktu dan tempat peristiwa serta keadaan yang mengelilingi peristiwa
tersebut untuk membentuk latar belakang atau latar.
Sebuah cerita yang menggunakan latar yang benar atau untuk waktu dan
tempat tertentu menggunakan verisimilitude (sesuatu yang seakan-akan tampak
benar adanya). Kadang-kadang latar dan plot tidak dapat dipisahkan.
a. Beberapa konflik cerita hanya bisa terjadi dalam suatu lingkungan
tertentu.
b. Lainnya, konflik dan cerita bisa terjadi di setiap waktu dan tempat.
Latar juga dapat membantu untuk mengungkapkan karakter.
a. Lingkungan di mana kehidupan karakter dapat membantu pembaca untuk
memahami motif karakter dan perilaku. Misalnya, pencurian sepotong
roti dari orang kaya oleh orang miskin, orang yang lapar akan
memberikan satu interpretasi dari karakter tersebut, sedangkan pencurian
lain. Pencurian oleh orang kaya yang sama-sama kaya akan
menyebabkan kesan yang berbeda.
b. Bagaimana latar menjelaskan sesuatu juga dapat menunjukkan perasaan
batin karakter.
Bagaimana latar dijelaskan juga dapat mempengaruhi suasana sebuah cerita.
Misalnya, membandingkan cuaca dingin, gerimis basah dengan dingin, lembut,
hujan musim semi.
2.3.1 Pertanyaan tentang Tempat
Pertama harus mendapatkan rincian latar fisik yang jelas.
1. Di mana tindakan berlangsung?
a. Di planet, negara, dan daerah mana?
b. Seperti apa yang dilihat, didengar dan dirasakan?
2. Apakah ada kesan dominan latar?
Kemudian tanyakan: Apa hubungan tempat tersebut dengan karakterisasi
dan tema? Dalam beberapa novel, lokasi geografis tampaknya tidak berpengaruh
pada karakter. Dalam atau di luar, dalam satu daerah atau lain mereka berperilaku
sama. Dalam cerita-cerita yang lain, tempat mempengaruhi karakter secara
mendalam.
2.3.2 Pertanyaan tentang Waktu
Tiga jenis utama yang penting dari pertanyaan tentang waktu.
a. Apakah peristiwa sejarah mempengaruhi karakter?
2. Berapa lama waktu yang diperlukan tindakan tersebut terjadi?
a. Petunjuk apa yang penulis berikan dalam bagian waktu?
b. Apakah bagian waktu penting untuk tema?
c. Apakah bagian waktu penting bagi kepercayaan dari cerita ini?
d. Apakah waktu yang digunakan dalam struktur cerita tersebut?
3. Bagaimana perjalanan waktu yang dirasakan oleh karakter?
a. Apakah bagian cepat atau lambat waktu membantu dalam memahami
tindakan dan pikiran karakter?
2.3.3 Pertanyaan tentang Lingkungan Sosial
Kadang-kadang lingkungan sosial tidak penting dan dilain waktu perannya
sangat penting.
a. Apakah lingkungan sosial dari cerita ini?
1. Apa penulis merasakan tentang sopan santun, adat istiadat, kebiasaan,
ritual, atau kode etik masyarakat?
2. Bagaimana mereka mempengaruhi karakter?
Hiroshima (広 島 市 Hiroshima-shi) merupakan sebuah kota di Jepang,
tepatnya di bagian barat Prefektur Hiroshima, bagian selatan wilayah Chugoku,
barat daya pulau Honshu. Pada zaman dulu merupakan ibu kota Provinsi Aki dan
sekarang merupakan ibu kota Prefektur Hiroshima.
Hiroshima adalah kota pelabuhan di tepi Laut Pedalaman Seto yang dikenal
sebagai pusat industri tekstil dan barang-barang dari karet. Kota ini didirikan pada
abad ke-16 sebagai kota istana di delta Sungai Ota.
Kota ini juga menjadi kota pertama di dunia yang pernah dijatuhi bom atom
di akhir Perang Dunia II, 6 Agustus 1945. Sekarang, Hiroshima terkenal di dunia
sebagai kota perdamaian. Monumen Perdamaian Hiroshima (Genbaku Dome)
terletak di pusat kota Hiroshima.
Secara harafiah Hiroshima berarti “pulau luas”. Pada waktu itu istana
didirikan di tengah pulau (daratan) yang paling luas di tengah-tengah delta sungai.
Nama “Hiroshima” mungkin berasal dari nama-nama tokoh yang dulunya
mendirikan kota Hiroshima. “Hiro” diambil dari nama Ōe Hiromoto (nenek
moyang klan Mōri), sedangkan “shima” diambil dari nama Fukushima Motonaga
yang memimpin pembangunan konstruksi istana.
Hiroshima merupakan kota utama di wilayah Chugoku. Pada zaman Edo,
Hiroshima merupakan kota di sekeliling istana untuk Han Hiroshima. Sejak
zaman Meiji hingga berakhirnya Perang Dunia II, Hiroshima merupakan pusat
industri militer dan logistik untuk keperluan perang. Di antara produk kebanggaan
kota Hiroshima adalah mobil Mazda, makanan ringan merek Calbee dan saus
Tim bisbol kebanggaan penduduk kota Hiroshima adalah Hiroshima Carp.
Tim tersebut pernah menjadi juara Central League sebanyak 6 kali dan juara
Japan Series sebanyak 3 kali.
Berikut adalah kondisi prefekstur kota Hiroshima yang dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Hiroshima,_Hiroshima dengan referensi dari
Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius, 1993 (diakses pada 23 September
2014).
2.4.1 Kondisi Geografis
Di sebelah selatan, Hiroshima berbatasan Laut Pedalaman Seto dan Teluk
Hiroshima. Di tengah kota mengalir Sungai Ōta. Pusat kota terletak di delta
Sungai Ota yang dikelilingi daerah pegunungan di bagian barat, utara, dan timur.
Kota terbelah menjadi 6 buah daratan yang dipisahkan oleh 7 anak sungai Ota
yang bermuara di Teluk Hiroshima.
Gunung : Gunung Shiraki (889 m), Gunung Bizenbō (789 m)
Sungai : Sungai Ōta, Sungai Sanjō, Sungai Seno, Sungai Yahata,
Sungai Kyūōta, Sungai Motoyasu, Sungai Tenma, Sungai,
Kyōbashi, Sungai Enkō, Sungai Fuchūōkawa
Pulau : Ninoshima, Kanawajima, Ujinajima, Tōgejima
Ujina).
Hiroshima memiliki delapan distrik, berikut jumlah populasi menurut data
31 Oktober 2006.
Distrik Populasi Luas wilayah (km²) Kepadatan (per km²)
Aki-ku 78,176 94.01 832
Asakita-ku 156,368 353.35 443
Asaminami-ku 220,351 117.19 1,88
Higashi-ku 122,045 39.38 3,099
Minami-ku 138,138 26.09 5,295
Naka-ku 125,208 15.34 8,162
Nishi-ku 184,881 35.67 5,183
Saeki-ku 135,789 223.98 606
Perkiraan jumlah penduduk penduduk: 1.158.788 (urutan ke-11 di Jepang,
data tahun 2006). Kepadatan penduduk 1.532,44 orang per km². Luas wilayah
741.75 km².
2.4.2 Sejarah Kota Hiroshima
Sejarah kota Hiroshima disajikan secara lugas menurut tahun-tahun penting
yang telah dilalui oleh kota Hiroshima selama sepuluh tahun dari 1989 hingga
1998. Berikut linimasa sejarah Hiroshima.
a. Zaman Azuchi Momoyama hingga Zaman Edo
1989: Mōri Terumoto mereklamasi tanah dan memerintahkan pembangunan Istana Hiroshima di Gokashō no Hakoshima (sekarang berada di kawasan yang
1591: Walaupun masih dalam penyelesaian, Mōri Terumoto pindah ke Istana
Hiroshima, dan menyebut kotanya sebagai Hiroshima.
1599: Pembangunan Istana Hiroshima selesai.
1600: Klan Mōri mengalami kekalahan dalam Pertempuran Sekigahara, wilayah
kekuasaan ditukar dengan Provinsi Nagato yang beribu kota di Hagi. Istana
Hiroshima berpindah tangan menjadi milik Fukushima Masanori
1619: Kekuasaan Fukushima Masanori dicabut dan Asano Nagaakira ditunjuk sebagai pengganti. Klan Asano terus menjadi penguasa wilayah han Hiroshima
hingga Restorasi Meiji.
b. Zaman Meiji hingga Perang Dunia II
19 Agustus 1871: Seluruh Han Hiroshima secara resmi menjadi Prefektur Hiroshima berdasarkan kebijakan pemerintah mengenai penghapusan sistem han.
12 Oktober 1871: Pangkalan militer Divisi I Garnisun Kyushu ditempatkan di Hiroshima. Pendaftaran calon taruna belum dimulai. Prajurit diambil dari prajurit
bekas Han Hiroshima.
9 Januari 1873: Divisi I Garnisun Kyūshū berganti nama menjadi Divisi V
Garnisun Hiroshima
September 1884: Pembangunan Pelabuhan Hiroshima dimulai
1 April 1889: Hiroshima dijadikan ibu kota Prefektur Hiroshima
November 1889: Proyek reklamasi dan pembangunan Pelabuhan Ujina selesai
Mei 1893: Pendirian perusahaan listrik Hiroshima
10 Juni 1894: Jalur kereta api Sanyō sampai ke Hiroshima
4 Agustus 1894: Pembangunan rel kereta api antara Stasiun Hiroshima dengan Pelabuhan Ujina dimulai. Pembangunan dilakukan atas permintaan kantor
angkatan darat dan diselesaikan dalam 2 minggu
15 September 1894: Semasa Peperangan Jiawu, markas besar angkatan perang Jepang (Daihonei) dan parlemen kekaisaran dipindahkan untuk sementara ke
Hiroshima. Sejak itu pula Hiroshima dijadikan kota pangkalan militer.
Oktober 1894: Perusahaan listrik mulai beroperasi di kota Hiroshima.
1 Januari 1899: Perusahaan air minum mulai beroperasi di kota Hiroshima.
27 Desember 1903: Pembangunan jalur kereta Kure dari Kaitaichi hingga pelabungan militer Kure dimulai.
Februari 1905: Pabrik rokok yang sekarang disebut JT dibangun di Hiroshima.
Oktober 1909: Pendirian prusahaan Hiroshima Gas
1 Oktober 1910: Distribusi gas untuk rumah tangga di kota Hiroshima dimulai.
1911: Pengurukan parit luar Istana Hiroshima.
Februari 1945: Selesainya pembangunan pabrik percetakan uang darurat dan dimulainya pencetakan uang darurat dimulai
3 April 1945: Anak-anak usia sekolah dievakuasi ke luar kota memperhitungkan Hiroshima akan dijadikan target militer.
6 Agustus 1945: Bom atom menghancurkan kota Hiroshima.
c. Pasca-Perang Dunia II
17 September 1945: Hiroshima dilanda angin topan Makurazaki, sejumlah 2.012 orang tewas dan hilang.
1949: Parlemen Jepang memproklamirkan Hiroshima sebagai Kota Perdamaian atas inisiatif wali kota Shinzo Hamai.
1961: Pembangunan Bandar Udara Hiroshima dimulai.
10 Maret 1975: Stasiun JR Hiroshima menjadi stasiun pemberhentian Sanyō
Shinkansen.
1994: Penyelenggaraan Asian Games 1994.
1998: Pendirian Institut Perdamaian Hiroshima di Universitas Hiroshima.
Hiroshima memiliki sistem transportasi berupa trem yang dapat mencapai
semua penjuru kota. Trem dalam kota Hiroshima dioperasikan oleh Hiroden.
peristiwa tahun 1945. Lainnya adalah Monorel Astram Line dan Kereta JR jalur
Sanyō Honsen, Geibi, dan Kabe.
Berikut tempat-tempat pariwisata yang dapat dikunjungi di Hiroshima.
a. Monumen Perdamaian Hiroshima (Genbaku Dome)
b. Taman Monumen Perdamaian Hiroshima
c. Istana Hiroshima
d. Kebun Binatang Asa
e. Taman Jepang Shukkeien
f. Kuil Fudōin
g. Kuil Mitakidera
Sama halnya dengan kota-kota lainnya di Jepang, kota Hiroshima memiliki
festival yang rutin dilaksanakan dan menjadi salah satu sajian wisata yang
menarik wisatawan lokal dan mancanegara.
a. Hiroshima Flower Festival (3-5 Mei)
b. Hiroshima Animation Festival (setiap 2 tahun sekali)
Salah satu hal yang penting dari setiap daerah adalah makanan khas daerah
tersebut. Di Hiroshima ada beberapa nama makanan khas yang patut untuk
dicoba, yakni:
a. Tiram
b. Hiroshimayaki