• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Bulan-bulan - Kepadatan, Distribusi dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Bulan-bulan - Kepadatan, Distribusi dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Bulan-bulan

Berdasarkan Integrated Taxonomic Information System (ITIS) Report dengan Nomor Serial: 553289 (2014) ikan bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Superclass : Osteichthyes Class : Actinopterygii

Order : Elopiformes

Family : Megalopidae

Genus : Megalops

Species : Megalops cyprinoides Broussonet (1782)

2.2 Morfologi Ikan Bulan-bulan

(2)

Gambar 1. Morfologi Ikan Bulan-bulan

Keterangan: (L.L=Linea Literalis), (D=Dectoral fin), (C=Caudal fin), (P=Pectoral fin), (V=Ventral fin), dan (A=Anal fin)

2.3 Habitat Ikan Bulan-bulan

Menurut Genisa (1999) ikan bulan-bulan hidup di perairan pantai, muara sungai, kadang-kadang masuk ke air tawar dan termasuk ikan pelagis. Habitat hidup aslinya ikan bulan-bulan yakni bisa hidup di laut maupun air tawar, namun lebih banyak dijumpai di daerah air payau. Ikan ini paling suka hidup di muara sungai, pantai dan rawa-rawa hutan bakau, laguna, situ atau danau (http://www.stp.kkp.go.id (2014) dan http://www.beritamancing.com, 2013). Ikan bulan-bulan dewasa umumnya ditemukan di laut, tapi ikan muda ditemukan di muara sungai, teluk dalam, hutan mangrove, dan rawa payau tergantung pada gelombang (www.fishbase.org. 2013).

(3)

2.4 Distribusi Ikan Bulan-bulan

Daerah penyebaran ikan bulan-bulan ini meliputi hampir seluruh perairan pantai Indonesia terutama Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru, meluas sampai ke utara dan ke selatan perairan tropis Australia, ke barat sampai pantai timur Afrika dan ke timur Kepulauan Hawai (Genisa, 1999).

Distribusi ikan bulan-bulan meliputi: Indo Pasifik: Laut Merah dan Natal, Afrika Selatan Ke Kepulauan Society, Utara ke Korea Selatan, selatan ke Arafura Laut dan New Wales, Pulau Tinggi (Pulau Caroline dan Pulau Mariana) di Mikronesia, Laut Cina Selatan, Selat Taiwan, dan Timur Laut China (http://www.fishyforum.com, 2014). Menurut IUCN (2013) distribusi ikan bulan-bulan ini secara luas mulai dari Indo Pasifik , Pantai Timur Afrika, Semenajung Arab, seluruh Asia Selatan dan Tenggara , Polinesia Prancis (kepulauan Society), ke Utara sampai Jepang dan ke Selatan sampai Australia.

Ikan bulan-bulan penyebarannya meliputi Laut Arafura, New Wales Selatan, Pulau Carolina, Pulau Mariana, sebahagian dataran rendah Shire di Malawi dan di persimpangan Runde di Zimbabwe, Sungai Zambesi hingga Morrameu dan Sungai Micelo hingga Malingapanzi, Laut China Selatan, Selat Taiwan dan China Timur Laut (www.fishbase.org, 2013).

2.5 Reproduksi dan Siklus Hidup Ikan Bulan-bulan

(4)

Gambar 2. Siklus Hidup Ikan Bulan-bulan Sumber: Ault, 2008

Lebih lanjut menurut Tzeng et al (1998) kedua jenis ikan ini dapat mentolerir berbagai salinitas. Setelah menetas, larva ikan menuju ke daerah perairan pantai. Kemudian setelah bermetamorphosis menjadi tarpon muda sering ditemukan di muara sungai, teluk, kawasan mangrove dan bahkan di bagian hulu sungai.

2.6 Makanan dan Kebiasan Makan Ikan Bulan-bulan

Ikan bulan-bulan ini suka berkelompok/ bergerombol untuk mencari makan yakni ikan-ikan kecil dan krustacea (http://www.beritamancing.com, 2013). Menurut Jhingran (1982) ketika masih kecil ikan bulan-bulan mengkonsumsi Cycops,

(5)

Tabel 1. Makanan Dikonsumsi Ikan Bulan-bulan Berdasarkan 4 Penelitian

Menurut Effendie (1997) selain faktor lingkungan, faktor keturunan mempengaruhi perbedaan pertumbuhan pada satu spesies ikan. Keturunan yang dilahirkan pada saat kondisi lingkungan kurang mendukung untuk pertumbuhannya, seperti keturunan yang lahir pada musim kemarau cendrung memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan keturunan yang lahir pada musim penghujan.

(6)

2.8 Kualitas Air

2.8.1. Faktor Fisika Perairan

1. Arus

Menurut Widyastuti, dkk (2009) arus merupakan gerakan massa air dari satu tempat ke tempat yang lainnya, hal ini terjadi di seluruh lautan di dunia. Arus permukaan dibangkitkan terutama oleh angin yang berhembus di permukaan laut, selain itu topografi juga turut mempengaruhi gerakan arus permukaan.

Dewasa ini arus laut banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang menunjang kehidupan manusia. Akan tetapi, penelitian tentang arus laut itu sendiri masih sedikit dilakukan terutama di wilayah perairan Indonesia yang memiliki luas perairan 6,1 km2 (Bakosurtanal, 2006).

2. Suhu

Menurut Hutagalung (1988) suhu air permukaan biasa nya berkisar antara 27°

– 29°C (tropik) dan 15° – 20°C (subtropik). Suhu ini menurun secara teratur sesuai dengan pertambahan kedalaman. Nontji (2002) menyatakan bahwa suhu permukaan di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28-31 0C.

(7)

3. Kecerahan

Udi Putra (2011) menyatakan kecerahan air identik dengan kemampuan cahaya matahari untuk menembus air. Kecerahan air dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air. Makin besar kecerahan air, maka penetrasi cahaya juga makin tinggi sehingga proses fotosintesis bisa berlangsung semakin dalam.

Tingkat kecerahan yang rendah di perairan sungai dan laut yang berdekatan dengan pantai diduga akibat banyak terdapatnya partikel tersuspensi yang terbawa aliran sungai dari lahan atas dan adanya proses sedimentasi serta abrasi pantai (Suriadarma, 2011).

2.8.2. Faktor Kimiawi Perairan

1. Derajat Keasaman (pH)

Yuliastuti (2011) menyatakan bahwa fluktuasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya buangan limbah organik dan anorganik ke sungai. Lebih lanjut Syofyan et al,

(2011) menyatakan nilai pH air yang tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan hampir semua organisme air. Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

2. DO (Disolved Oxygen)

(8)

Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik dan buangan zat organik (Connel & Miller, 1995).

4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Ali et al (2013) Biologycal Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik. Menurut Barus (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut. Menurut Suriadarma (2011) kadar BOD di perairan laut nilainya lebih tinggi daripada di perairan tawar.

5. Salinitas

Menurut Supriharyono (2000) salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline.

(9)

6. Nitrat (NO3)

Suriadarma (2011) menyatakan bahwa nitrat merupakan salah satu komponen kimia yang berpengaruh untuk pertumbuhan algae dan ftitoplankton disamping fosfat. Kandungan nitrat optimum yang dibutuhkan bagi pertumbuhan algae dan

fitoplankton berkisar antara 0,3 - 17 mg/liter dengan pengaruh pembatas 0,1 mg/liter atau kurang dan 45 mg/liter. Menurut Udi Putra (2011) tingkat racun nitrat terhadap ikan sangat rendah. Kematian yang ditimbulkan terjadi ketika konsentrasinya mencapai 1000 mg/liter.

6. Fosfat (PO4)

Boyd (1979) dan Barus (2004) mengatakan bahwa fosfat merupakan nutrien yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Fosfat dalam ekosistem perairan dapat terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti protein ataupun gula, sebagian dalam bentuk kalsium fosfat (CaPO4) dan besi fosfat (FePO4) anorganik. Fosfat tersedia melimpah dalam perairan dalam bentuk ortofosfat. Senyawa anorganik ini dihasilkan oleh bakteri melalui pemecahan fosfat organik dari organisme yang mati.

Gambar

Tabel 1. Makanan Dikonsumsi Ikan Bulan-bulan Berdasarkan 4 Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

pada perairan lotik maupun perairan lentik hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme dan mineral yang terdapat didalam air, kecepatan aliran air akan bervariasi secara