• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Fisafat dan Metode Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Fisafat dan Metode Pendidikan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Islam diturunkan tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (habl min Allah) melalui sitem ibadah ritual, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (habl min al-nas), serta berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, ekonomi, politik, militer, ketatanugaraan, hukum, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun demikian, sebagian besar ayat-ayat al-Qur'an yang memuat berbagai ajaran tersebut tampil dalam bentuk isyarat-isyarat yang apabila ingin diterapkan dalam kehidupan membutuhkan penjelasan. Adapun perincian sistem dan konsep pengaturan serta metodenya bersifat compatible sesuai dengan perkembangan zaman dan budaya di mana Islam itu hadir (al- Islam shalihun likulli zaman wa makan).

Kaitan dengan pengaturan hubungan itu adakalanya didapatkan dalam al-Qur'an secara jelas dan konkrit. Manakala belum, al-Hadist akan mengurai dengan jelas dan gamblang. Jikapun belum jelas maka ijtihad menjadi solusinya. Tentang diperkenalkan atau diperintahkannya melakukaan Ijtihad tersebut, dapat juga dipahami dari sekian banyak al-Qur'an yang memerintahkan manusia beripikir (menggunakan akal sehatnya).

Diperintahkannya Ijtihad dapat dipahami dari hadist Rasulullah SAW yang berisi dialog beliau dengan sahabatanya Mu'adz bin Jabal,1 ketika Nabi mengangkat dia

menjadi Gubernur di Yaman. Dialog ini selengkapnya berbunyi :

Nabi : "Bagaimana engkau akan memutuskan perkara yang dibawa orang kepadamu?"

Mu'adz : "Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur'an)"

Nabi : "Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?"

Mu'adz : "Jika begitu, hamba akan memutuskan menurutSunnah Rasulullah."

Nabi : "Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu di dalam Sunnah Rasulullah?"

(2)

Mu'adz : Hamba akan menggunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ajtahidu bi ra'yi), tanpa bimbang sedikitpun."

Nabi : "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasul-Nya menyenangkan hati Rasulullah."

(3)

PEMBAHASAN I. Ijtihad

A. Pengertian

Ijtihaad (di Indonesiakan menjadi Ijtihad) adalah sumber syariat Islam yang ketiga. Kata Ijtihad berasal dari kata Jahd yang artinya berusaha keras atau berusaha sekuat tenaga.2Dalam arti yang sempit ijtihad, seperti oleh Imam

Al-Syafi'I ialah Ijtihad dengan Qiyas sama artinya,3 yaitu membandingkan sesuatu

hukum kepada sesuatu hukum yang lain.

Dalam arti yang luas seperti apa yang ditetapkan oleh Para Ulama Ushul bahwa Ijtihad adalah mempergunakan segala kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara' dari kitabullah dan hadis Rasul.4 Menurut Yusuf Qardhawi ijtihad adalah

usaha maksimal dalam melahirkan hukum-hukum syari'at dari dasar-dasarnya melalui pemikiran dan penelitian serius.5

B. Fungsi Ijtihad

Ijtihad berfungsi dalam dua hal :6

Pertama, menjelaskan nash-nash yang tegas tidak menyebutnya. Ketidaktegasan agama menyebutkan persoalan ini memang sengaja dilakukan, sebagai rahmat kepada umat-Nya. Dengan demikian, para Mujtahid dapat leluasa memberikan interpretasinya dan merealisasikannya sesuai dengan kehendak agama melalui proses ijtihad, analogi, maslahah mursalah, istishan dan sebagainya.

Seperti diketahui, ada sebagian bidang hukumnya telah ditegaskan dan dirinci oleh Nash. Misalnya dalam bidang ibadah dan urusan keluarga. Diluar bidang itu, teks-teks hukum tidak menyebutkannya secara tegas dan rinci, ia hanya bersifat umum atau global. Untuk bidang-bidang ini realisasinya dilakukan oleh pemikiran

2 Maulana Muhammad Ali, Islamologi (DarulKutubil Islamiyah : Jakarta, 1989)hal. 83 3 TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar hukum Islam(bulan Bintang Jakarta:1983) hal. 63

4 Ibid, hal 64

5 Yusuf Qardhawi, Dasar pemikiran hukum Islam(Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987) hal 74

(4)

dan penelitian para ahli dengan melandasi diri dengan dasar-dasar umum syari'at Islam. Misalnya mengenai permusyawaratan, sistem pemerintahan, aturan perundang-undangan.

Kedua, menjelaskan teks-teks Nash Zhanni. Teks-teks hukum seperti ini merupakan bidang garapan para mujtahid. Sebab sembilan persepuluh dari seluruh teks agama yang ada memberikan kemungkinan untuk dikaji oleh nalar manusia dan mengundang untuk berbeda pendapat.7 Misalnya, masa iddah wanita yang

ditalak suami dalam Al-qur'an (QS.2:228) diistilahkan dengan Quru'. Syafi'iyah memaknainya dengan tiga kali suci. Hanafi berpendapat tiga kali haid.8

C. Kriteriadan Tingkatan Mujtahid 1. Kriteria Mujtahid

Seseorang yang ingin menjadi Mujtahid, ia harus memenuhi beberapa kriteria/persyaratan yaitu : 9

1. Mengetahui nash Al-qur'an dan Sunnah

2. Mengetahui bahasa Arab

3. Mengetahui Qiyas

4. Mengetahui Maqasid al- Ahkam

Disamping persyaratan ilmiah di atas, syarat lainnya seperti yang dikemukan oleh yusuf Qardhawi ,10seseorang Mujtahid harus memiliki moral

yang tinggi. Ia harus memiliki sifat-sifat terpuji, taqwa (merasa bahwa keputusan yang diambilnya senantiasa diawasi oleh Allah), dan sadar bahwa kedudukannya sebagai pemberi fatwa adalah menggantikan kedudukan Nabi. Sebab itu, ia tidak bisa memutuskan segala sesuatunya berdasarkan keinginannya sendiri, dan tidak menjual agamanya untuk kepentingan dunia.

2. Tingkatan Mujatahid

7 H. Ansari, hal 159

8 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh I(Ciputat : Logos wacana ilmu, 1997), hal 108 9 H. Anshari, hal 159

(5)

Menurut Yusuf Qardhawi,11 ada beberapa tingkatan Mujtahid diantaranya

adalah :

a. Mujtahid Mutsaqil

Mujtahid Mutsaqil adalah Mujtahid yang sangat mandiri dalam melakukan kajian ijtihadnya. Berijtihad dengan menggunakan kaidah-kaidah sendiri, dan dia merumuskan dasar-dasar pemikiran yang menjadi asas dalam perumusan kaidah-kaidah itu. Mereka ini adalah para Mujtahid salaf yang telah melahirkan mazhab-mazhab fiqh.

b. Mujtahid Mutlaq yang Tidak Mutsaqil

Pada tingkatan ini, Mujtahid tidak melahirkan kaidah-kaidah sendiri tetapi hanya mengikuti kaidah-kaidah imamnya. Mujtahid seperti ini diantaranya Abu yusuf dan Al-Syaibani dari kalangan Hanafiyah. Ibnu Al-Qasim dan Asyhab dari Malikiyah. Al-Muzani dari Syafi'iyah.

c. Mujtahid Takhrij

Mujtahid ini adalah mereka yang sangat terikat dengan kaidah-kaidah imamnya. Mereka tidak melakukan kritik terhadap imamnya dan tidak melahirkan kaidah-kaidah baru dalam berfatwa. Mereka ini, sering juga disebut sebagai Mujtahid fi al-madzhab.

d. Mujtahid Tarjih

Mujtahid ini adalah merekayang tidak tergolong kelompok satu, kedua dan ke tiga, tapi dia menguasai ilmu fiqh dengan baik, menguasai mazhab imamnya, memahami dalil-dalil yang menjadi dasar fiqhnya serta mampu mengaplikasikan kaidah-kaidahnya.

e. Mujtahid Fatwa

Mujtahid Fatwa adalah mereka yang cukup menguasai fatwa-fatwa fiqh imamnya, tapi kurang menguasai kaidah-kaidah ushulnya, sehingga tidak mempunyai kecakapan dalam menerapkan kaidah-kaidah tersebut.

(6)

Para Ulama Fikih zaman akhir berbicara tentang tiga derajat Ijtihad, 12

walaupun tentang hal ini tidak ada dalilnya dalam Al-qur'an dan Hadis. Derajat/tingkatan Ijtihad ini adalah :

1. Ijtihad fi-sy syar'iyaitu Ijtihad tentang menbuat undang-undang baru, ini hanya pada tiga abad permulaan dan praktis dipusatkan pada empat imam mazhab.

2. Ijtihad fi-l mazhab adalah hanya dikaruniakan kepada murid langsung dari Imam empat mazhab.

3. Ijtihad fi-l masail dapat dilakukan oleh Ulama Fiqh zaman kemudian, yang dapat memecahkan soal-soal khusus yang diajukan kepada mereka.

Disamping pembagian derajat di atas, kita mengenal juga istilah Ijtihad Konstektual.13Salah satu topiknya adalah tentang kebolehan melakukan

Homosexual serta kesamaan derajat lesbi dan bukan lesbi dimata Allah. Hal ini dikemukan oleh Prof. Dr. Musdah mulia. Kecaman dan kritik terhadap pendapat ini bagai arus sungai yang deras, baik dari kalangan masyarakat maupun kalangan intelektual.14

II. Ilmu kalam A. Pengertian

Ilmu Kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain : ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, dan teologi Islam. 15 Disebut ilmu ushuluddin karena ilmu ini

membahas pokok-pokok agama, ilmu tauhid karena ilmu ini membahas keesaan Allah SWT dan disebut dengan teologi Islam karena diambil dari istilah bahasa Inggris, theology. Menurut William L. Reese theology berarti pemikiran (diskursus) tentang Tuhan.16 Imam Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan

12 Maulana Muhammad Ali, hal 94

13 Adian Husaini, Virus Liberalisme(Jakarta, Gema Insani : 2009), hal 209

14 Kecaman dan kritik terhadap pendapat tersebut, bisa dibaca dalam buka Adian Husaini, Virus leberalisme

15 Rosihan Anwar dkk, Ilmu Kalam(Bandung, Pustaka Setia: 2001), hal 13

(7)

Fiqh al-Akbar. 17 Menurut beliau Fiqh itu terbagi atas dua bagian. Pertama, Fiqh

al-Akbar membahas keyakinan atau pokok pokok agama. Atau ilmu Tauhid. Kedua, Fiqh al-asyghar membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja.

Disamping pengertian di atas, Para Ulama mendefinisikan ilmu Kalam dengan berbagai pengertian. Musthafa Abdul Raziq berkomentar : ilmu kalam yang berkaitan dengan akidah imani sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Al-Farabi mengatakan ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam.18Stering akhirnya adalah meproduksi ilmu ketuhanan

secara filosofis.

Berdasarkan beberapa definisi di atas ilmu kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan mengunakan argumentasi logika dan filsafat, secara teoritis aliran salaf tidak termasuk dalam aliran ini, karena salaf tidak menggunakan argumentasi dan filsafat atau logika. Salaf dimasukkan ke dalam ilmu tauhid saja.

B. Sumber-sumber Ilmu Kalam

Sumber-sumber Ilmu Kalam sebagai berikut :19

1. Al-qur'an, antara lain dalam Q.S.112 :1-4,20























 

















1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

17Rosihan Anwar dkk, hal 13 18 Ibid, hal 15

19 Ibid, hal 16

(8)

4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

2. Hadis. Hadis Nabi yang menjelaskan hakikat keimanan 21

3. Pemikiran Manusia

4. Insting

C. Sejarah Munculnya Persoalan Kalam

Menurut Harun Nasution,22 kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan

politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan 'Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu'awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi thalib. Ketegangan antara Mua'awiyah dan Ali mengkristal menjadi perang shiffin, yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase).

Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimana telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu'awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy'ari adalah kafir berdasarkan Q.S. 4:44. Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam, yaitu,

1. Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam, atau tegasnya murtad, dan wajib dibunuh.

2. Aliran Murji'ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.

3. Aliran Mu'tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat di atas. Bagi mereka, orang yang berdosa bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah baina manzilatain.

21 HR. Imam Bukhari dan Muslim

(9)

Seiring dengan itu dalam Islam timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.23

Disamping itu faktor yang melatarbelakangi munculnya persoalan kalam yang lain adalah karena adanya faktor internal dan eksternal seperti yang dikemukakan oleh A. Hanafi.24 Secara internal, Al-Qur'an sendiri disamping ajakannya kepada

Tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW yang mempunyai kepercayaan yang tidak benar. Menghadapi berbagai pandangan dan pemikiran tersebut, Allah memberikan bantahan dengan alasan yang menyakinkan, dan memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar menjalankan dakwahnya dengan mengemukakan berbagai agumen dengan cara yang bijak dan santun. Berbagai bantahan dengan alasan tersebut merupakan kandungan kajian ilmu kalam.

Selanjutnya, muncul pembicaraan dan kajian tentang masalah agama juga sejalan dengan semakin tumbuhnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, yang memungkinkan ia memiliki peluang dan kesempatan untuk mendiskusikan masalah agama. Hal ini merupakan gejala umum yang terjadi di masyarakat, yaitu ketika kehidupan ekonomi dan kebutuhan pokok manusia sudah terpenuhi, biasanya setiap orang mulai melakukan penyelidikan dan pemikiran dalam membicarakan soal-soal agama secara mendalam dengan menggunakan logika dan dalil-dalil pemikiran yang bersifat filosofis.

Adapun faktor eksternal yang menyebabkan lahirnya ilmu kalam, antara lain adanya golongan Islam terdahulu, terutama golongan mu'tazilah yang memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan mereka yang memusuhi Islam. Mereka tidak akan dapat menghadapi lawan-lawannya, jikamereka sendiri tidak mengetahui pendapat lawan-lawan tersebut, beserta dalilnya. Dengan demikian, mereka harus menyelami pendapat tersebut dan

23 Rosihan Anwar dkk, hal 29

(10)

akhirnya negeri Islam menjadi arena perdebatan bermacam-macam pendapat dan bermacam-macam agama, hal mana dapat mempengaruhi masing-masing pihak yang bersangkutan. Inilah selanjutnya menjadi salah satu faktor diperlukannya ilmu kalam.25

III. Hubungan dan Perbedaan Ijtihad dan Ilmu Kalam A. Hubungan Ijtihad dan Ilmu Kalam

Akal manusia dalam mengenal Allah hanya mampu sampai pada batas mengetahui bahwa Allah zat Tuhan yang Maha Kuasa itu ada. Untuk mendalami lebih lanjut, manusia memerlukan wayhu. Sebab itulah, Tuhan mengutus para Nabi dan Rasul untuk menjelaskan apa dan bagaimana Allah itu melalui sifat-sifat-Nya dan hal-hal yang berhubungan dengan bukti kebenaran, keesaan dan kekuasaan-Nya.26

Para Mukallimunmempunyai ciri khusus dalam membahas teologi, yaitu menggunakan akal. Dalam membahas persoalan-persoalan Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya bersumber kepada wahyu (Qur'an dan Al-Sunnah). Dengan tujuan agar akal manusia dapat menangkap ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam wahyu tersebut. Karena kalau akal tidak mendapat bimbingan dari kedua sumber tersebut, sangat mungkin akal akan memasuki perjalanan sesat dan menyesatkan, terutama dalam memahami keesaan dan keberadaan tuhan Yang Maha Esa.

Menurut akal, keberadaan sesuatu dapat diamati, diteliti dan dicapai oleh akal. Akal merupakan pemberian tertinggi dari Allah setelah iman (hidayah). Oleh akrena itu, keyakinan dan akal bertemu dan menguatkan pemahaman seseorang tentang sesuatu.27

B. Perbedaan Ijtihad dan Ilmu Kalam

25 Ibid, hal 266

(11)

Perbedaan antara kedua hal tersebut ialah kalau ilmu kalam berhubungan dengan dengan soal-soal kepercayaan (aqidah), maka Ijtihad berhubungan dengan hukum-hukum perbuatan lahir (ahkam 'amaliyyah).28Al- Farabi

mengatakan bahwa perbedaan kedua ilmu tersebut ialah ilmu kalam (teologi Islam) menguatkan aqidah dan syari'ah yang dijelaskan oleh pembuat agama (Tuhan dan Nabi Muhammad SAW), sedang Ijtihad berusaha mengambil hukum (istimbat) sesuatu yang tidak dijelaskan oleh pembuat agama dari suatu yang sudah diterangkannya dalam bidang aqidah dan syari'at semuanya.

Dengan perkataan lain, teologi Islam membicarakan soal-soal syari'ah yaitu dasar-dasar agama, sedang ijtihad membicarakan soal-soal Furu', yaitu yang berhubungan dengan perbuatan. Masalah Tauhid (meng-Esakan Tuhan) merupakan salah satu dasar Islam dan padanya seseorang Mujtahid mengambil hukum-hukum ibadah, tanpa menguraikan dasar agama atau memperibancangkan Ketuhanan dan sifat-sifat Tuhan, karena persoalan-persoalan ini menjadi bidang pembahasan ulama-ulama teologi Islam, bukan bidang fiqh (yang menjadi pembahasan para Mujtahid). Demikian pula halnya dengan dasar-dasar lainnya, seperti soal-soal kebangkitan, politik, siksa dan sebagainya.29

28 A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam(Jakarta, Pustaka Al-Qur'an husna Baru : 2003), hal 6

(12)

KESIMPULAN

1. Ijtihad adalah mempergunakan segala kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara' dari kitabullah dan Hadis Rasul.

2. Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan mengunakan argumentasi logika dan filsafat.

3. Menurut Yusuf Qardhawi,ada beberapa tingkatan Mujtahid diantaranya adalah :

a. Mujtahid Mutsaqil

b. Mujtahid Mutlaq yang Tidak Mutsaqil

c. Mujtahid Takhrij

d. Mujtahid Tarjih

e. Mujtahid Fatwa

4. Tiga aliran teologi dalam Islam, yaitu,

1. Aliran Khawarij

2. Aliran Murji'ah

3. Aliran Mu'tazilah

(13)

DAFTAR BACAAN

Depag, Al-qur'an dan Terjemahan

Hadist Riwayat Imam Tirmidzi dan Imam Abu Daud

Ali, Maulana Muhammad , Islamologi (DarulKutubil Islamiyah : Jakarta, 1989)

Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Pengantar hukum Islam(bulan Bintang Jakarta:1983)

Qardhawi, Yusuf, Dasar pemikiran hukum Islam(Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987)

Ansori. H. SH, Tim dirasah Islamiyah UID (Jakarta : PT. Pamator,1999) Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh I (Ciputat : Logos wacana ilmu, 1997)

Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta,: Rajawali Press :1994)

Husaini, Adian, Virus Liberalisme (Jakarta, Gema Insani : 2009)

Anwar, Rosihan dkk, Ilmu Kalam (Bandung, Pustaka Setia: 2001)

Reese , William L., Dictionary of philosophy and religioan

(USA,Humanities Press ltd:1980)

Nasution, Harun, Teologi Islam (Jakarta, UI Press)

Nata, Abudin, Studi Islam Komprehensif (Jakarta, Kencana Prenada Media group : 2011)

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, pelaksanaan aktualisasi terkait optimalisasi pelaksanaan kelompok kegiatan pusat informasi dan konseling remaja jalur masyarakat di Kelurahan Pannampu Kecamatan

Terdapat beberapa model pertumbuhan yang banyak digunakan, misalnya model linier, model eksponensial, modifikasi model berpangkat, dan model logistik (Gilbert 1978;

menunjukkan dengan penambahan serat ijuk terjadi peningka­ tan nilai kekakuan campuran beton aspal.. Grafik hubungan kadar

Penelitian ini menyimpulkan bahwa switch therapy berdasarkan pedoman perubahan terapi antibiotik intravena ke oral/ Intravenous Antibiotic – Oral Switch Therapy (IAOST)

Dari penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya, diketahui bahwa Masjid Al Irsyad merupakan seb uah ban gunan modern di Indonesia dengan desain bangunan yang unik

Model IFLP akan diselesaikan dengan solusi interaktif dua tahap yang dikembangkan Huang et al (1993) sehingga dari hasil perhitungan akan didapatkan interval

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk melestarikan kesenian yang ada di daerah Seyegan melalui website sebagai sarana informasi dan promosi