Pada Perkuliahan Listrik Magnet
( Effect of Application Model Learning Problem Solving and Concept Map Making Lectures in Electricity and Magnetism)
Oleh: Abdul Hamid 1)
1
Staf Pengajar Pendidikan Fisika FKIP Unsyiah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis problem solving dan pembuatan peta konsep pada mata kuliah listrik magnet terhadap hasil belajar mahasiswa. Penelitian ini melibatkan 38 orang mahasiswa program studi pendidikan fisika FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, terdiri dari 24 orang kelompok eksperimen dan 14 orang kelompok kontrol. Prosedur penelitian menggunakan pretest-posttest control group design. Data awal dan hasil belajar mahasiswa dikumpulkan dengan teknik tes esai berstruktur. Untuk menguji pengaruh penerapan model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep terhadap hasil belajar mahasiswa digunakan analisis statistik beda pada taraf signifikan 5%. Hasil analisis uji-t menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep berpengaruh dan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa ( t = 4.40). Jadi secara kualitas dan kuantitas hasil belajar mahasiswa kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar mahasiswa kelompok kontrol.
Kata kunci : problem solving dan peta konsep
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the model-based learning problem solving and concept mapping in electricity and magnetism courses on learning outcomes of students. The study involved 38 students of physical education courses on Education and Teacher Training Faculty Syiah Kuala University Banda Aceh, the group consisted of 24 experimental and 14 control groups. Research procedures using a pretest-posttest control group. Preliminary data collected and the results of student learning with structured essay test techniques. To examine the effect of the application of learning models of problem solving and concept mapping on learning outcomes of students used different statistical analysis on the significant level of 5%. The results of t-test analysis showed that the application of learning models of problem solving and concept mapping effect and can improve student learning outcomes (t = 4.40). So the quality and quantity of student learning outcomes better experimental group compared with the control group students' learning outcomes.
PENDAHULUAN
Fisika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pembelajaran. Pembelajaran fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Dalam proses pembelajaran bidang studi fisika ditekankan pada pendekatan kemampuan berpikir mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan ide-idenya. Seringkali, soal-soal di dalam fisika hanya menekankan pada hafalan tentang fakta dan konsep. Mahasiswa hanya diukur kemampuan kognitifnya yang hanya pada tingkat ingatan atau hafalan, seharusnya mahasiswa juga dituntut untuk mengenali masalah dan terutama merumuskan langkah-langkah yang tepat untuk memecahkan masalah. Pembelajaran fisika yang masih didominasi oleh dosen juga menjadikan mahasiswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Sementara itu kemampuan berpikir kritis mahasiswa terhadap pembelajaran fisika masih kurang. Mahasiswa jarang bertanya dan menjawab pertanyaan dari dosen.
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, peserta didik
(mahasiswa) kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan mahasiswa untuk menghafal informasi Suryabrata (1987). Permasalahan ini terlihat dari kurangnya kemauan mahasiswa untuk mengumpulkan informasi
dan mencari jawaban ketika dosen
memberikan permasalahan.
Dari pengalaman proses perkuliahan yang selama ini yang peneliti laksanakan, banyak mahasiswa hanya akan belajar jika ada perintah dari dosen, misalnya menjelang dilaksanakannya ujian, seperti ujian kuis atau ujian tengah semester. Para mahasiswa pada umumnya tidak punya inisiatif dan kreativitas mengembangkan potensi dan kemampuannya secara mandiri.
Berdasarkan pemikiran di atas dan pengalaman lapangan, maka peneliti memperkirakan bahwa pembelajaran fisika akan menjadi menarik bila pembelajaran
tersebut mampu menggerakkan atau
mengaktifkan daya pikir mahasiswa.
Pembelajaran yang melibatkan
mahasiswa aktif berpikir dan terlibat langsung dalam proses sangatlah penting sehingga perlu dibudayakan sedangkan pembelajaran yang menyebabkan mahasiswa pasif sebaiknya ditinggalkan atau paling tidak dikurangi. Menurut teori kerucut belajar Dale yang
dikemukakan oleh Woods (1989)
pembelajaran yang membuat mahasiswa pasif, kecenderungan mereka dapat mengingat materi 50%, tetapi bila pembelajaran yang menuntut mahasiswa aktif (misalnya berpartisipasi dalam diskusi, menceritakan, mepresentasikan, mensimulasikan pengalaman dan melakukan sesuatu yang riil), kecenderungan mereka bisa mengingat materi yang sudah dipelajari sebanyak 70 – 90%.
Demikian pula untuk perkuliahan listrik magnet tidak mungkin dapat dipahami
dengan baik oleh mahasiswa tanpa
dalam proses pembelajaran, akibatnya dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ujian semester genap Januari-Juni 2009/2010 pada mata kuliah listrik magnet adalah 54,20 untuk mahasiswa kelas A dan 45,65 untuk mahasiswa kelas B pada program studi pendidikan fisika FKIP Unsyiah.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas dan hasil identifikasi berbagai model dan strategi yang mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi masalah di atas, maka peneliti sampai pada simpulan pada pemilihan model problem solving yang dikombinasikan dengan pembuatan peta konsep pada perkuliahan listrik magnet perlu diterapkan. Pilihan ini dilakukan dengan memperhatikan karakteristik materi yang diajarkan dan adanya teori yang dikemukakan oleh banyak pakar, diantaranya Smith (1989), yang menyatakan bahwa pengajaran yang baik mempunyai dua tujuan pokok: (1) mengembangkan pemahaman yang
mendalam terhadap materi dan (2)
meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Tujuan pengajaran ini sesuai dengan model problem solving, seperti yang dinyatakan oleh Prawit (1997) bahwa manfaat latihan problem solving bagi mahasiswa adalah untuk belajar lebih jauh yaitu bagaimana memecahkan masalah spesifik yang ditemukan. Sehubungan dengan berpikir kritis, Liliasari (2000) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan bagian yang fundamental bagi kematangan manusia. Oleh karena itu, berpikir kritis sangat diperlukan bagi setiap manusia untuk berhasil memasuki era globalisasi.
Pembuatan peta konsep yang peneliti pilih untuk dikombinasikan dengan model pembelajaran problem solving dipilih mengingat karakteristik materi kuliah listrik magnet tidak semuanya memerlukan hitungan dengan menggunakan rumus yang sesuai namun ada juga yang berupa pemahaman
konsep, menjelaskan hubungan antar konsep yang bersifat hirarkis, sehingga diperlukan belajar bermakna. Berdasarkan karakteristik materi kuliah listrik magnet ini, maka peta konsep diperkirakan dapat membantu mahasiswa dalam belajar materi kuliah listrik magnet. Edmondson (1995) menyatakan bahwa peta konsep merupakan suatu alat untuk memvisualisasian hubungan antara konsep-konsep dengan cara terintegrasi dan hirarki. Ide mengabungkan model problem solving dengan membuat peta konsep dalam penelitian ini didukung dengan hasil temuan Okebulako (1992) bahwa latihan pembuatan peta konsep dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah bagi anak didik. Pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah mungkinkah penerapan model problem solving yang dipadukan dengan pembuatan peta konsep dalam pembelajaran listrik magnet akan berdampak terhadap hasil belajar mahasiswa? Oleh karena permasalahan ini, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving dan Pembuatan Peta Konsep Pada Perkuliahan Listrik Magnet”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis problem solving dan pembuatan peta konsep pada mata kuliah listrik magnet terhadap hasil belajar mahasiswa. Hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar mahasiswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep lebih baik daripada yang diajarkan dengan model konvensional.
MODEL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan menggunakan
pendidikan fisika FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh semester genap tahun akademik 2010/2011. Model yang diterapkan dalam penelitian ini adalah model problem solving dan peta konsep.
Dalam penelitian ini dilibatkan variabel perlakuan (treatment) yaitu model problem solving dan peta konsep (X1) yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan model belajar konvensional (X2) yang dikenakan pada kelompok kontrol. Adapun desain penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut.
Kelompok O’ = observasi (post-test)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan fisika FKIP Universitas Syiah Kuala yang memprogramkan mata kuliah listrik magnet tahun akademik 2010/2011, yang terdiri dari 4 kelas dengan jumlah keseluruhan 80 orang, dengan perincian : 22 orang (kelas A), 14 orang (kelas B), 24 orang (kelas C), dan 20 orang (kelas RSBI) karena dari populasi tersebut, peneliti mengajar pada kelas B, kelas C dan kelas RSBI, mengingat untuk kelas RSBI perlakuannya berbeda dengan reguler maka tidak diambil sebagai sampel untuk penelitian ini. Jadi sampel penelitian ini adalah kelas B dan kelas C. Dari sampel penelitian ini maka selanjutnya ditetapkan kelompok eksperimen (kelas C) dan kelompok kontrol (kelas B). Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui pre-test dan post-test. Untuk menguji pengaruh penerapan model pembelajaran problem solving dan pembuatan
peta konsep dan pengujian keunggulan komparatif model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep terhadap model pembelajaran konvensional, maka dilakukan dengan teknik uji-t satu pihak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis data hasil belajar mahasiswa tentang konsep elektrostatika antara pre-test dan post-test mengalami perubahan rata-rata nilai untuk kelas eksperimen sebesar 32,08 dan kelas kontrol sebesar 21,00. Berdasarkan hasil analisis ini, secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa model problem solving dan pembuatan peta konsep berpengaruh dan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan
dengan model konvensional dalam
meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Data analisis hasil belajar mahasiswa untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Data analisis hasil belajar kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kelomp ok
Pre-test Post-test Gain Score
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, hal ini dapat dilihat dari kenaikan skor pre-test ke skor post-test (∆x) yang dicapai mahasiswa. Untuk kelas eksperimen ∆x = 32,08 sedangkan untuk kelompok kontrol ∆x = 21,00.
Untuk lebih meyakinkan keefektifan dan keunggulan komparatif penerapan model problem solving dan pembuatan peta konsep dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa, maka dilakukan pengujian hipotesis. Hipotesis penelitian ini dinyatakan bahwa hasil belajar
mahasiswa yang diajarkan dengan
menggunakan model problem solving dan pembuatan peta konsep lebih baik daripada yang diajarkan dengan model konvensional diuji dengan teknik uji-t satu pihak. Hasil perhitungan diperoleh t = 4.40. Harga t kritis untuk taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan dk = 36 adalah tk = 1.68
Oleh karena t > tk, maka H0 ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mahasiswa pada konsep elektrostatika yang diajarkan dengan penerapan model problem solving dan pembuatan peta konsep lebih baik daripada mahasiswa yang diajarkan dengan model konvensional. Hal ini berarti, model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep memiliki keunggulan komparatif secara signifikan terhadap model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa untuk pokok bahasan elektrostatika pada mata kuliah listrik magnet atau model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep berpengaruh positif pada mata kuliah listrik magnet.
Walaupun temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep memiliki keunggulan komparatif secara signifikan terhadap model konvensional dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa, namun
hasilnya belum memuaskan, terutama untuk kelompok eksperimen karena nilai rata-rata post-test hanya mencapai 75,75. Sehubungan dengan hal ini, maka model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep dalam penerapannya perlu dimodifikasi sesuai dengan kondisi kelas agar hasil belajar mahasiswa lebih baik lagi.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan permasalahan dan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut: Pertama, model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep secara signifikan lebih efektif dibandingkan dengan model konvensional dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada konsep elektrostatika dengan peningkatan rata-rata kelompok eksperimen 32,08 sedangkan kelompok kontrol 21,00. Kedua, model pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep secara signifikan memiliki keunggulan komparatif dan berpengaruh secara positif
terhadap model konvensional dalam
meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada konsep elektrostatika.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan pada bagian ini, yaitu: Pertama, Pendekatan pembelajaran problem solving dan pembuatan peta konsep perlu disebarluaskan kepada para praktisi pendidikan, khususnya kepada para pengajar bidang studi MIPA, guna menambah wawasan dan pengalaman dalam upaya mengoptimalkan hasil belajar mahasiswa. Kedua, Pada saat implementasi model pembelajaran ini perlu kiranya pengajar melakukan evaluasi terhadap peta konsep yang telah dibuat oleh mahasiswa untuk melihat
hubungan antar konsep-konsep yang
DAFTAR PUSTAKA
Edmondson, K. M. 1995. “Concept Mapping
for Development of Medical
Curricula” Journal of research in science teaching, 32 (7): 777-793
Liliasari. 2000. Pengembangan keterampilan berpikir kritis untuk mempersiapkan calon guru IPA memasuki era globalisasi. Makalah disampaikan
dalam Seminar Nasional
Pengembangan Pendidikan MIPA di Era Globalisasi, Kerjasama FMIPA UNY dengan Dirjn Dikti Depdiknas dan JICA-IMSTEP, Yokjakarta.
Okebukola, P.A. 1992. “Can Good Concept Mapper be Good Problem Solver in Science?” Research in science & techno logical education, 10(2): 153-170.
Prawit, R.S. 1997. “Problematizing Dewey’s Views of Problem Solving: A Reply to Hiebert” et.al. Educational research, 26 (2): 19-21.
Smith, M.U. 1989. “Problem Solving in Biology-Focus on Genetics. Dalam Dorothy Gabel” (Ed). What research says to the science teacher: problem solving. (hlm. 67-82). America: National Scrience Teacher Assosiation.
Suryabrata, S. 1987. Pengembangan tes hasil belajar. Jakarta: Rajawali Press