• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan Debit Andalan dengan menggu- nakan Modus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perhitungan Debit Andalan dengan menggu- nakan Modus"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

221

KAJIAN SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SEBAGAI DASAR

PENYUSUNAN JADWAL ROTASI PADA DAERAH IRIGASI

TUMPANG KABUPATEN MALANG

M. Nurul Huda1, Donny Harisuseno2, Dwi Priyantoro2

1Mahasiswa Program Magistr Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang 2Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang

Abstrak: Daerah Irigasi Tumpang Kabupaten Malang dengan luas area irigasi 614 Ha sebagai sarana dan prasarana untuk menunjang Program Pemerintah mewujudkan surplus 10 juta ton beras tahun 2014. Evaluasi kondisi eksisting bahwa realisasi intensitas tanam Padi dan Palawija sebesar 204%. Evaluasi ketersediaan air menggunakan faktor K yaitu K 1. Rencana tata tanam ulang dengan meningkatkan intensitas tanam Padi dan dengan dua sistem pemberian air, Metode SCH (stagnant contant head) dan Metode SRI (system rice of intensification). Dengan menaikkan intensitas tanam Padi menjadi 245%, kejadian rotasi pada pembagian air irigasi dengan Qmodus dan Qminimum menggunakan Metode SCH lebih banyak dibandingkan Metode SRI. Kebutuhan air Padi dalam satu tahun periode tanam, Metode SRI lebih hemat 28% dibandingkan dengan Metode SCH.

K ata K unci: evaluasi, Intensitas tanam, metode SCH, metode SRI, rotasi.

Abstract: Tumpang Irrigation Area of Kabupaten Malang with irrigation area 614 Ha as facility to support Government Programs in producing 10 million ton rice surplus in 2014. Evaluation of existing condition is realization of rice and crop planting intensity is 204%. Evaluation of water availability is using K factor that is K 1. Planning in replanting design by increasing paddy planting intensity is using two water distribution system, that is SCH method (stagnant content head) and SRI method (system rice of intensifica-tion). By increasing paddy planting intensity into 245%, rotation event in irrigation water distribution by Qmodus and Qminimum is using more of SCH method than SRI method. Paddy water needs in one year planting period by SRI method is 28% cost-effective than SCH method.

K eywords: evaluation, planting intensity, SCH method, SRI method, rotation.

Dalam rangka usaha menunjang program pemerintah untuk mewujudkan surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014, maka diperlukan strategi melalui pening-katan produktivitas, perbaikan manajemen, perluasan areal dan pengurangan konsumsi. (Sumber: Draft Roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2-BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta Ton pada tahun 2014).

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkat-kan produktivitas adalah dengan menggalakmeningkat-kan ke-giatan menanam padi dengan menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification), Metode SRI ini merupakan metode hemat air disertai metode pe-ngelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30-100% bila di-bandingkan dengan menggunakan metode irigasi kon-vensional (tergenang kontinyu). Penekanan hemat air juga merupakan upaya mengantisipasi peningkatan kebutuhan air untuk air minum, industri, sanitasi, dll

yang berakibat pada alokasi kebutuhan air irigasi yang menjadi terbatas

Daerah irigasi (DI.) Tumpang merupakan salah satu DI. yang terletak di Kabupaten Malang dengan luas area irigasi sebesar 614 Ha. Daerah Irigasi Tum-pang ini sebagai sarana dan prasarana untuk me-nunjang program pemerintah mewujudkan surplus 10 juta ton beras tahun 2014.

Tujuan Penelitian adalah mengevaluasi kebutuh-an air nyata persatukebutuh-an luas, sistem pembagikebutuh-an dkebutuh-an pemberian air irigasi DI. Tumpang secara terus me-nerus (continous flow) dan merencanakan cara pem-berian air secara terputus putus (intermitten flow) dalam rangka meningkatkan intensitas tanam padi.

Perhitungan Debit Andalan dengan

menggu-nakan Modus

(2)

terdiri dari variable kontinyu, yang disebut dengan modus adalah variat yang mempunyai kerapatan pe-luang maksimum (maximum probability density) (Soewarno, 1995 Jilid 1: 58).

 

  

  

 

2 1

1

f f f f

f f i

B

Mo (1)

Dimana: Mo = Modus

B = Batas bawah interval kelas modus i = Interval kelas

F = Frekuensi maksimum Kelas Modus f1 = Frekuensi sebelum Kelas Modus f2 = Frekuensi setelah Kelas Modus

Kebutuhan Air Irigasi Metode FPR-LPR

• Metode FPR (Faktor Palawija Relatif)

Untuk memudahkan pelaksanaan di lapangan ca-ra perhitungan kebutuhan air tanaman di Jawa Timur memakai metode Faktor Palawija Relatif (FPR). Me-tode ini merupakan dari meMe-tode-meMe-tode yang telah diterapkan di Negara Belanda yaitu Pasten. Persa-maan untuk metode FPR yaitu (Anonim, 2009: II-10):

LPR Q

FPR (2)

Dengan:

FPR = Faktor Palawija Relatif (ltr/det/ha.pol) Q = Debit yang mengalir di sungai (ltr/det) LPR = Luas Palawija Relatif (ha.pol)

Tabel 1. Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR)

• Metode Nilai LPR (Luas Palawija Relatif) Pada dasarnya nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman satu dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang digu-nakan adalah palawija yang mempunyai nilai 1 (satu). Semua kebutuhan tanaman yang akan dicari terlebih dahulu dikonversikan dengan kebutuhan air palawija yang akhirnya didapatkan satu angka sebagai faktor konversi untuk setiap jenis tanaman.

Tabel 2. Kriteria LPR Tanaman

Gambar 1. Peta Lokasi Studi

Sistim Pemberian Air Irigasi

Pemberian air irigasi kepetak sawah dapat dila-kukan dengan 5 (lima) cara (V.E. Hansen, O.W Is-raelsen, G.E. Stringham, 1992 hal. 4).yaitu: (1). Peng-genangan ( flooding); (2). Menggunakan alur besar atau kecil; (3). Menggunakan air di bawah permu-kaan tanah melalui sub irigasi; (4). Penyiraman (sprinkling); (5). Menggunakan sistem cucuran ( tri-ckle). Umumnya untuk tanaman padi pemberian air-nya baik dengan penggenangan (flooding) maupun alur (furrows) dilakukan dengan cara mengalirkan terus menerus (continous flow) atau dengan ber-selang (intermitent flow).

(3)

• Sistem Genangan Terus Menerus (Stagnant Constant Head)

Metode pelayanan pembagian air secara konti-nyu merupakan pemberian air irigasi secara terus menerus selama satu musim tanam sesuai dengan kebutuhan air untuk tanaman pada periode pengolah-an tpengolah-anah, pertumbuhpengolah-an tpengolah-anampengolah-an dari tpengolah-anam sampai dengan panen. Svehlik (1987) dalam Fatchan Nur-rochmad (1997), besarnya kebutuhan air yang dilepas di bangunan bagi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Svehlik, 1987 dalam Fatchan Nur-rochmad, 1997):

Qi = qi * Ai (3)

Dimana,

Qi = debit air irigasi di pintu pengambilan pada periode ke-i (l/det, mm/hari)

qi = debit air irigasi persatuan luas pada periode ke-i (l/det, mm/hari/ha)

Ai = luas areal irigasi pada periode ke-i (ha)

• Sistem terputus-putus (Intermittent Flow sys-tem)

Intermittent flow adalah salah satu cara pem-berian ke petak sawah yang didasarkan pada inter-val waktu tertentu dengan debit dan luas area yang sudah ditetapkan terlebih dahulu sehingga diperoleh hasil yang optimal.

- Irigasi Hemat air pada Budidaya Padi dengan Pola SRI (System Rice of Intensification)

Irigasi hemat air pada budidaya padi dengan me-tode SRI dilakukan dengan memberikan air irigasi secara terputus (intermittent) berdasarkan alternasi antara periode basah (genangan dangkal) dan kering. Metode irigasi ini disertai metode pengelolaan tanam-an ytanam-ang baik dapat meningkatktanam-an produktivitas ta-naman padi hingga 30-100% bila dibandingkan de-ngan menggunakan metode irigasi konvensional (ter-genang kontinu) (Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI, sumber: www.google. com).

- Pola Pemberian Air Irigasi pada Budidaya Padi Metode SRI

Pada budidaya SRI, kondisi ketersediaan air di lahan diatur agar lahan cukup kering namun tetap mencukupi kebutuhan air tanaman. Pola pemberian air yang dilakukan pada setiap lokasi penerapan umumnya berbeda-beda tergantung kondisi agroeko-logi dan ketersediaan air irigasi. Di jawa barat pola pemberian air irigasi yang dilakukan adalah seperti pada Gambar 2 dengan penjelasan sebagai berikut

(Balai Irigasi, 2007 dalam Hanhan A. Sofiyuddin, 2010):

1. Kondisi air macak-macak dibiarkan sampai retak rambut, kemudian diairi lagi sampai macak-ma-cak. Kondisi ini dilakukan selama periode vege-tatif dan pertumbuhan anakan (sampai dengan ± 45 – 50 hari setelah tanam). Pengeringan lahan pada periode vegetatif bertujuan untuk mencip-takan aerasi yang baik di daerah perakaran sehingga merangsang pertumbuhan anakan. 2. Apabila jumlah anakan terlalu banyak, dari

as-pek pengairan umumnya ada dua cara untuk me-ngurangi jumlah anakan yakni:

a. Digenangi sampai 3 cm selama beberapa hari (disawah tadah hujan), atau

b. Dikeringkan sampai tanahnya retak bebe-rapa hari (di lahan beririgasi)

3. Pada saat penyiangan, air irgasi diberikan ge-nangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiangan. Setelah penyiangan selesai biasanya sawah dibiarkan menjadi macak-macak dengan sendirinya.

4. Pada waktu mulai fase pembungaan (± 51–70 HST) dan pengisian bulir sampai masak susu (± 71–95 HST), sawah diari dan terus dipertahan-kan macak-macak.

5. Pada fase pematangan bulir sampai panen (± 95–105 HST), sawah dikeringkan. Pengeringan pada periode pematangan bertujuan untuk mem-percepat dan meyeragamkan proses pematang-an bulir padi.

Gambar 3. Skema Pemberian air metode SRI

Gambar 4. Kondisi lahan (genangan air 2 cm, macak-macak dan retak rambut)

Kebutuhan air di sawah dan debit yang diperlu-kan pada pintu pengambilan dihitung dengan meng-gunakan persamaan di bawah ini (Anonim, 1977):

(4)

1 L

Q1 = Kebutuhan harian air di lapangan (m3/hr)

Q2 = Kebutuhan harian air pada pintu pemasukan (m3/det)

H = Tinggi genangan (m) A = Luas area sawah (ha) T = Interval pemberian air (hari)

L = Kehilagan air di lapangan dan saluran

Pola Tanam

Bambang Guritno (2011:2) menjelaskan bahwa pola tanam atau yang dikenal dengan Cropping sys-tems yaitu suatu usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur pola pertanaman (cropping pattern) yang berinteraksi dengan sumber daya lahan serta teknologi budidaya tanaman yang dilakukan. Sedangkan pola pertanaman (cropping pattern) ada-lah susunan tata letak dan tata urutan tanaman, pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk di-dalamnya perngolahan tanah dan bera (Anderws & Kassam, 1976; Stelley, 1983; Vendermeer, 1989 da-lam Bambang Guritno, 2011:2).

Pola tata tanam adalah pola mengenai rencana tata tanam yang terdiri dari pengaturan jenis tanaman, waktu penanaman, tempat atau lokasi tanaman dan luas areal tanaman yang memperoleh hak atas air pada suatu daerah irigasi (Anonim, 2009:II-5).

Imbangan Air

Imbangan air dihitung berdasarkan perbandingan debit aktual dan kebutuhan air irigasi dengan penen-tuan pola tanam dan jadwal tanam dapat dilihat be-rapa kebutuhan air irigasi pada suatu areal irigasi (Kriteria Perencanaan Irigasi 01 Dep. PU, 1986):

Parameter tinjauan neraca air ini adalah meliputi ketersediaan air yang masing-masing titik tinjau ( con-trol point) dan kebutuhan yang harus dilayani di titik tersebut dengan rangkaian sistem yang saling ber-hubungan mulai dari hulu-tengah-hilir. Dari neraca air ini akan diperoleh hasil berupa faktor kegagalan, yang merupakan perbandingan antara ketersediaan air dan kebutuhan air dimana jika perbandingan ter-sebut kurang dari 0.70 (70%) maka sistem penye-diaan air tersebut dianggap gagal.

Intensitas Tanam

Intensitas tanam adalah prosentase dari perban-dingan antara luas pencapaian tanam pada suatu la-han dengan luas lala-han yang bersangkutan dalam ku-run waktu setahun (Priyantoro, D. 1984:135).

Sistem Golongan

Dirjen Pengairan Departemen PU. KP. 01 (1986:108), menyatakan bahwa pemberian air de-ngan golode-ngan atau dapat diistilahkan rotasi teknis berguna untuk mengurangi kebutuhan puncak air iri-gasi. Tetapi metode ini akan menyebabkan eksploitasi yang lebih kompleks. Beberapa hal yang tidak me-nguntungkan dari metode ini adalah:

(1). Timbulnya komplikasi sosial; (2). Eksploitasi lebih rumit; (3). Kehilangan air akibat ekploitasi sedikit le-bih tinggi; (3). Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit waktu ter-sedia untuk tanaman kedua; (4). Daur/siklus gang-guan serangga

Sistem Giliran

Sistem Giliran adalah cara pemberian air di sa-luran tersier atau sasa-luran utama dengan interval waktu tertentu bila debit yang tersedia kurang dari faktor K. Jika persediaan air cukup maka faktor K = 1 se-dangkan pada persediaan air kurang maka faktor K<1.

Rumus untuk menghitung faktor K (Kunaifi, A.A. 2010:15):

Pada kondisi air cukup (faktor K = 1), pembagi-an dpembagi-an pemberipembagi-an air adalah sama dengpembagi-an rencpembagi-ana pembagian dan pemberian air. Apabila kondisi ke-terbatasan ketersediaan air di bangunan bagi/sadap (K<1), maka cara pemberian air lebih ditekankan pada pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk beberapa petak. Pemberian air irigasi seperti telah disebutkan didepan lebih dikhususkan kepada beberapa petak dalam satu blok kemudian dirotasikan pada beberapa petak dalam satu blok lain sesuai dengan jadwal pem-berian air yang dikaitkan dengan masa pertumbuhan tanaman. Svehlik (1987) dalam Fatchan Nurrochmad (1997) memberikan rumus kebutuhan air irigasi untuk sistem rotasi seperti pada persamaan berikut:

 

Ti = periode pemberian air (jam)

A1 = luas areal irigasi pada periode ke-I (ha) Q1 = debit air irigasi di pintu pengambilan pada

periode ke-I (l/det)

(5)

Gambar 5. Konsep Perencanaan Sistem Irigasi

METODOLOGI

Pengumpulan Data

Data yang dapat dikumpulkan terdiri atas:

1. Data debit pada intake bendung DI. Tumpang, rerata 10 harian.

2. Kondisi Eksisting Daerah Irigasi (DI) Tumpang meliputi:

• Skema daerah irigasi/luas areal sawah yang ada

• Kebutuhan air irigasi kondisi existing • Jadwal dan Pola tanam

• Luas areal tanam

Evaluasi Tata Tanam Eksisting

• Evaluasi kebutuhan air nyata persatuan luas Evaluasi kebutuhan air nyata dengan cara meng-analisa kebutuhan air eksisting terhadap debit intake dan realisasi tanam.

• Evaluasi nilai FPR (faktor palawija relatif) nyata Nilai FPR nyata didapat dari data debit intake yang dibagi dengan LPR eksisting.

Nilai FPR dan LPR digunakan untuk merenca-nakan kembali

• Evaluasi Pembagian air eksisting

Evaluasi pembagian air dengan menggunakan Faktor K.

Analisa Data

1. Perhitungan Debit Andalan

Perhitungan debit andalan adalah dengan meng-gunakan metode Modus.

2. Perhitungan Kebutuhan air irigasi

Kebutuhan air irigasi ini berdasarkan (KP. 01) Irigasi, meliputi pemenuhan kebutuhan air untuk ke-perluan pertanian secara umum. Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian antara luas lahan yang diairi dengan kebutuhannya persatuan luas. • Pemberian air dengan metode SCH (stagnant

constant head).

Pemberian air di petakan sawah dengan cara penggenangan secara terus menerus yaitu ta-naman padi diberi air dan dibiarkan tergenang mulai beberapa hari setelah tanam sampai be-berapa hari sebelum panen.

• Pemberian air dengan metode SRI (system rice of intensification)

Irigasi diberikan pada saat tanah cukup kering (batas bawah) sampai genangan dangkal (batas atas). Setelah batas atas tercapai irigasi dihen-tikan dan genangan air di lahan dibiarkan ber-kurang hingga batas bawah kembali tercapai. Batas atas irigasi adalah macak-macak (pada fase vegetatif) atau genangan 2 cm (pada fase generatif). Batas bawah irigasi adalah saat kon-disi air di lahan mencapai 80% dari jenuh lapang atau saat di lahan terlihat retak rambut.

3. Rencana Pola Tanam

Perencanaan pola tanam ulang yaitu menaikkan intensitas tanam Padi dengan mempertimbangkan ke-biasaan petani dan kebijakan daerah dalam menen-tukan jenis tanam.

4. Neraca air dan evaluasi pembagian air

Setelah didapat besaran ketersediaan pada in-take dan kebutuhan air irigasi, maka langkah beri-kutnya adalah menghitung imbangan antara keter-sediaan air dan kebutuhan. Imbangan air ini untuk menyatakan tingkat keseimbangan penggunaan air pada daerah irigasi sehingga diketahui cara pemberian air yang tepat.

5. Sistem Rotasi

Pengaturan sistem giliran pada saluran sekunder DI. Tumpang dibagi menjadi 3 blok giliran yang ma-sing-masing terdiri atas bagian hulu (Blok I), bagian tengah (Blok II) dan bagian hilir (Blok III). Perhi-tungan jadwal rotasi didasarkan pada hasil evaluasi ketersediaan air menggunakan faktor K.

Pengembangan pola pikir/konsep

perencana-an sistem irigasi

(6)

Gambar 6. Bagan alir kajian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil evaluasi pola tanam eksisting berdasarkan data yang tercatat pada Kantor UPTD Pengairan Tumpang Kabupaten malang selama kurun waktu antara 2001 - 2011 adalah sebagai berikut:

a. Pola tanam dan intensitas tanam Padi dan Pala-wija

Tabel 3. Evaluasi pencapaian luas tanam

Perhitungan Debit Andalan

Hasil perhitungan debit andalan dengan meng-gunakan Debit Minum dan metode Modus seperti pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil perhitungan Debit Andalan

Alur pengerjaan studi dapat dilihat pada Bagan Alir (Gambar 6) berikut:

b. Evaluasi Kriteria FPR dan LPR

Nilai FPR-LPR berdasarkan dari evaluasi ke-butuhan air irigasi dengan tingkat pencapaian tanam setiap periode musim tanam selama kurun waktu se-puluh tahun terakhir periode tanam (2001/2002 sam-pai dengan 2010/2011) seperti pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Perhitungan LPR-FPR dengan QModus

Tabel 5. Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR) DI. Tumpang

Pola Tanam Rencana

Pola tanam yang direncanakan pada studi ini ada-lah meningkatkan intensitas tanam Padi dengan mem-pertimbangkan pola tanam yang sesuai dengan ke-biasaan petani setempat yaitu Padi+Palawija+Tebu – Padi+Palawija/tanaman lain-lain+Tebu - Padi+Pa-lawija/tanaman lain-lain+Tebu sehingga dapat dite-rapkan pada lokasi penelitian, seperti pada Tabel 7 berikut.

Pembagian Blok

(7)

wi-layah pengairan (juru pengairan, juru pintu air dan P3A) dan wilayah administratif (desa).

Blok I : untuk bangunan di wilayah BTP.1a, BTP. 1, BTP. 1b.

Blok II : untuk bangunan di wilayah BTP. 1c, BTP. 1d, BTP. 1e, BTP. 1f.

Blok III : untuk bangunan di wilayah BTP. 2, BTP. 3, BTP. 3a, BTP. 4.

Pemberian Air Irigasi dengan Metode

System

Rice of Intensification (SRI)

Pada budidaya SRI, kondisi ketersediaan air di lahan diatur agar lahan cukup kering namun tetap mencukupi kebutuhan air tanaman. Pada studi ini di-rencanakan pemberian air pada saat pemeliharaan tanaman MT 1 fase Vegetatif adalah 2 cm untuk 8 hari dan fase generatif 10 hari, sedangkan MT 2 dan MT 3 fase Vegetatif adalah 2 cm untuk 5 hari dan fase generatif untuk 7 hari. Hasil perhitungan metode SRI dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 8.

Tabel 7. Pola Tanam Rencana

Gambar 7. Pembagian Blok Jaringan Irigasi DI. Tumpang

Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi dengan

Metode Stagnant Constant Head (SCH)

Nilai FPR dan LPR dalam perhitungan ini ber-dasarkan hasil evaluasi kriteria FPR dan LPR pada Tabel 5 di atas. jenis tanah pada lokasi studi adalah jenis tanah Latosol. Hasil perhitungan kebutuhan air seperti pada Tabel 8 dan Gambar 8 berikut.

Tabel 8. Kebutuhan Air metode SCH

Gambar 8. Grafik Neraca air metode SCH

Gambar 9. Neraca Air Metode SRI Musim Tanam I – Qmin dan Qmodus

Perhitungan Jadwal Rotasi pada Daerah

Iri-gasi Tumpang

(8)

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan tentang Kajian pembe-rian air ini, beberapa kesimpulan yang dapat di ambil adalah:

1. Evaluasi kondisi eksisting bahwa realisasi inten-sitas tanam Padi dan Palawija sebesar 204%. Dari hasil evaluasi ketersediaan air mengguna-kan faktor K, didapat bahwa nilai faktor K  1. 2. Dengan memperhatikan hasil evaluasi kondisi eksisting tersebut, kemudian dilakukan Rencana tata tanam ulang dengan meningkatkan intensitas tanam Padi dan dengan dua sistem pemberian air, Metode SCH (stagnant contant head) dan Metode SRI (system rice of intensification). Dengan menaikkan intensitas tanam Padi men-jadi 245%, kemen-jadian rotasi menggunakan Metode SCH lebih banyak dibandingkan Metode SRI. Untuk kondisi kertesediaan air menggunakan Debit Modus kejadian rotasi metode SCH 6 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 21.6 hari atau 258.9 jam dan metode SRI 2 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 12.8 hari atau 153.7 jam. Sedangkan pada saat kondisi ketersediaan air Debit Minimum kejadian rotasi metode SCH 14 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 67.5 hari atau 810.2 jam dan metode SRI 6 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 47.4 hari atau 568.5 jam. Kebu-tuhan air Padi dalam satu tahun periode tanam, Metode SRI lebih hemat 28% dibandingkan de-ngan Metode SCH.

Tabel 9. Kebutuhan air metode SRI

Gambar 10. Neraca Air Metode SRI Musim Tanam II -Qmin dan Qmodus

Tabel 10. Rekapitulasi kebutuhan air Padi tiap Musim Tanam

Gambar 11. Neraca Air Metode SRI Musim Tanam III -Qmin dan Qmodus

Hasil perhitungan jadwal rotasi dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut.

Tabel 11. Rekapitulasi lamanya Jadwal Rotasi

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eng. Donny Harisuseno, ST. MT., selaku Ketua Ko-misi Pembimbing dan Ir. Dwi Priyantoro, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing atas saran, bantuan dan arahan selama penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1977. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, Sayur-sayuran. Badan Pengendali Bimas Departemen Pertanian. Jakarta

Anonim. 1986. Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi KP-01, Kriteria Perencanaan Penunjang. Ditjen. Pe-ngairan Dep. PU Galang Persada. Bandung. Anonim. 2009. Laporan Kegiatan Alokasi Air DAS

Am-prong. Unit Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Bango-Gedangan. Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur. Malang.

Asdak. 2007. Hidrologi dan Pengeloalaan Daerah Aliran Sungai. Yogjakarta: Gajah Mada University Press. Fathan, N., dan Riman. 1997. Analisis Operasi Pelayanan

Pembagian Air Irigasi. Media Teknik No. 4 Tahun XIX.

Gani, S. 2007. Perencanaan Sistem Irigasi Rotasi untuk Penyaluran Air secara Proporsional. Alami Vol. 12

No 1.

Guritno, B. 2011. Pola Tanam di Lahan Kering. Malang: UB Press.

Hanhan, A.S., Joko, T. dan Subari. 2010. Pemberian Air Irigasi pada Budidaya Padi SRI di Musim Hujan dan Kemarau. Jurnal Teknik Hidraulik, Vol 1 No. 2.

Hansen, V.E., D.W. Israelsen., dan G.E. Stringham. 1992.

Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi. Jakarta: Erlangga. Rumaropen, N. 2012. Studi Evaluasi kapasitas Pengaliran dan Pola Tata Guna Air pada Daerah Irigasi Lereh Kabupaten Jayapura. Tesis tidak dipubikasikan. Universitas Brawijaya Malang.

Priyantoro, D. 1984. Studi Alternatif Pemberian Air Irigasi sebagai Usaha Menaikkan Intensitas Tanam Di Jaringan Irigasi Bendung Tumpang. Studi Akhir tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya Malang. Purba, J.H. 2011. Kebutuhan dan Cara Pemberian Air Irigasi untuk Tanaman padi Sawah (Oryza sativa L.). WI-DYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3.

Soewarno. 1995. Hidrologi (Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid I). Bandung: Nova. Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 1977. Hidrologi untuk

Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. Triatmodjo, B. 2010. Hidrologi Terapan. Cetakan kedua.

Yogyakarta: Beta Offset.

Gambar

Gambar 2. Pengaturan Pemberian air untuk tiap masapertumbuhan tanaman padi
Gambar 3. Skema Pemberian air metode SRI
Gambar 5. Konsep Perencanaan Sistem Irigasi
Tabel 3. Evaluasi pencapaian luas tanam
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan dari masing-masing sistem manajemen yang dibandingkan, maka diperoleh beberapa kesimpulan berdasarkan

Multazam Wisata Agung Cabang Pekanbaru dalam meningkatkan jumlah jamaah haji dan umrah adalah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam etika Ekonomi Islam seperti

Permodelan menggunakan metode radial basis function dengan pendekatan k-mean cluster memberikan tingkat akurasi yang lebih baik dari pada metode regresi logistik ordinal

Sejauh ini, sekalipun komposisi asam-asam lemak dari CBE telah cenderung sama, akan tetapi para peneliti masih belum mampu menghasilkan lemak cokelat ekivalen dengan

Kepekaan pernafasan Dibawah kondisi normal untuk penggunaan yang dimaksud, bahan ini diharapkan tidak berbahaya bagi penghirupan. Gangguan kesehatan tidak diketahui atau

Zamandaşlık, akan ve geçici, “düşük” şimdi -“başlangıcı veya sonu olmayan” bu “yaşam” yalnızca düşük türlerde bir temsil ko­ nusuydu. En önemlisi

Sedangkan dari sisi atas tanah adalah terbatas oleh kapasitas trunkline yang saat ini sebesar 60 MMSCFD dan akan dicoba disimulasi untuk meningkatkan kapasitas alirnya dari

Untuk meningkatkan pelaksanaan kinerja kegiatan ketahanan pangan dalam pencapaian sasaran tahun 2012, perlu mempertimbangkan : (1) keberlanjutan program dan kegiatan yang