Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is still the main problem in Indonesia. A continuous mosquito breeding places control can reduce vector density. The monitoring of mosquito breeding places control has been done by larvae surveyor (jumantik) in community. In Mejing Kidul, larvae monitoring program has been done by children since 2012. This study aimed to compare the entomology index monitored by children and adult in Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman. This research was an observational analytic research with a cross-sectional design. The population of this study was the people in Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman. Samples were taken using total sampling technique from secondary data. Data were analysed using independent T-test and linear regression. The House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) and Larva Free Index (ABJ) monitored by adult jumantik were 14.99%, 6.92%, 19.01, and 85.01% respectively. Whereas House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) and Larva Free Index (ABJ) monitored by children jumantik were 21.35%, 11.39%, 27.89, and 78.65% respectively. T-test analysis showed that the p-value of HI, CI, BI, and ABJ were 0.009, 0.028, 0.038, and 0.009 respectively. This indicates that there is a difference in entomology index monitored by children and adult. There was a difference in average of HI, CI, BI, and ABJ monitored by adult and children.
A B S T R A C T / A B S T R A K INFO ARTIKEL
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi permasalahan di Indonesia. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara rutin dapat membantu menurunkan kepadatan vektor. Pelaksanaan PSN di monitoring dengan menggerakkan kader juru pemantau jentik (jumantik) di masyarakat. Di Mejing Kidul pemantauan dilakukan oleh anak anak sejak tahun 2012. Penelitian ini ingin membandingkan perbedaan indeks entomologi hasil pemantauan jumantik dewasa dan pemantauan jumantik anak di dusun Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman. Penelitian ini merupakan penelitan observasional analitik dengan desain crossectional. Populasi dalam studi adalah masyarakat di Dusun Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman. Penelitian ini menggunakan total sampel data sekunder. Data dianalisis menggunakan uji independent T tes dan regresi linier. Berdasarkan hasil penelitian, nilai House index (HI), Container index (CI), Breteau index (BI) dan Angka Bebas Jentik hasil pemantauan jumantik dewasa 14,99%, 6,92%, 19,01 dan 85,01%. House index(HI), Container index (CI), Breteau index (BI) dan angka bebas jentik hasil pemantauan jumantik anak 21,35%, 11,39%, 27,89 dan 78,65%. Hasil analisis statistik menggunakan uji T tes menunjukkan House index (HI) p-value 0,009, Container index (CI) p-value 0,028, Breteau Index (BI) p-value 0,038 dan Angka Bebas Jentik p-value = 0,009. Hasil tersebut menunjukan ada perbedaan rata-rata indeks entomologi hasil pemantauan jumantik dewasa dan pemantauan jumantik anak. Terdapat perbedaan rata-rata HI, CI, BI dan angka bebas jentik yang dipantau jumantik dewasa dan anak-anak.
© 2017 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved Kata kunci:
dengue, jumantik anak, indeks entomologi Article History: Received: 5 April 2017 Revised: 27 April 2017 Accepted: 29 Mei 2017
*Alamat Korespondensi : email : fardhiasih.dwiastuti@ikm.uad.ac.id Keywords:
dengue,
larva monitoring by children, entomology index
Perbedaan Indeks Entomologi Pemantauan Jumantik Dewasa dan
Jumantik Anak di Dusun Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping,
Sleman, Yogyakarta
Fardhiasih Dwi Astuti* dan Amalia Susanti
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Jl. Prof Dr. Soepomo, Janturan Warungboto, Yogyakarta 55164, Indonesia
The Entomological Index Difference Between Adult and Child Jumantik
in Mejing Kidul Sub-Village, Ambarketawang, Gamping, Sleman,
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi permasalahan di Indonesia. Sekalipun angka kematian DBD terjadi penurunan, namun jumlah dan sebaran kasusnya semakin meningkat sehingga pengendalian dan monitoring terhadap kasus DBD harus senantiasa digerakkan. Pengendalian DBD salah satunya dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) oleh anak sekolah. PSN secara rutin dapat membantu menurunkan kepadatan vektor, yang berdampak pada menurunnya kontak antara manusia dengan vektor, akhirnya
1
terjadinya penurunan kasus DBD. Pelaksanaan PSN dimonitoring dengan menggerakkan kader juru pemantau jentik (Jumantik) di masyarakat. Kader tersebut merupakan orang dewasa yang berperan dalam pemantauan jentik. Keaktifan para kader sangat diperlukan dalam pemantauan lingkungan. Pemantauan jentik berkala (PJB) biasa dilakukan empat kali setahun untuk
2
memonitor kepadatan jentik suatu wilayah. Kader jumantik selain mempunyai tugas memantau jentik di tiap rumah, juga memberi pendidikan kesehatan tentang PSN, menghitung angka bebas jentik (ABJ), menghitung Container Index (CI), dan melaporkan kepada puskesmas apabila
3
ditemukan kasus DBD.
Angka Bebas Jentik (ABJ) ditargetkan secara nasional mencapai lebih dari 95%, namun ABJ yang tinggi bukan jaminan akan adanya penurunan kasus. Di Jakarta Utara beberapa daerah ada yang melaporkan ABJ 90% – 95% namun penderita DBD masih tetap tinggi. Hal tersebut dimungkinkan oleh kinerja jumantik yang kurang baik yaitu kurang telitinya jumantik dalam melakukan survei. Jumantik mungkin hanya memeriksa tempat penampungan air yang besar, sedangkan wadah yang kecil seperti vas bunga, penampungan air belakang kulkas, dispenser tidak diamati sehingga larva Aedes
2
lepas dari pemeriksaan.
Anak sekolah dapat dilibatkan menjadi seorang jumantik dikarenakan menggerakkan anak sekolah lebih mudah dibandingkan orang dewasa. Pemahaman PSN bagi anak sekolah berperan dalam menanamkan
akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan
1
perilakunya di masa yang akan datang.
Kasus DBD di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 sebanyak 538 kasus per 1000 penduduk. Kecamatan Gamping menduduki peringkat pertama dalam kasus DBD di Kabupaten Sleman, dengan jumlah kasus 91. Pemantauan jentik berkala dengan memberdayakan kader jumantik anak merupakan salah satu upaya pengendalian terhadap kasus DBD di Puskesmas Gamping I. Program Jumantik anak dimulai sejak tahun 2012. Jumantik anak rata-rata berasal dari anak SD. Dusun Mejing Kidul Ambarketawang Gamping merupakan dusun yang telah aktif
4
dalam melaksanakan progam jumantik anak. Anak sekolah dasar dalam teori Freud, masuk kedalam rentang umur masa kelas-kelas tinggi dengan karakteristiknya adalah memiliki rasa ingin tahu dan ingin belajarnya besar, sudah dapat mengerjakan tugas secara mandiri, dan senang dalam kegiatan
5
berkelompok. Jumantik anak bertugas melakukan kegiatan pemantauan jentik dan PSN secara rutin, kontainer diperiksa terhadap adanya jentik. Tingkat keberadaan Aedes aegypti dinilai dari hasil pemeriksaan jumlah rumah, kontainer yang ditemukan
1
jentik.
Keberhasilan pelaksanaan pemantauan jentik ditinjau dari nilai House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ), karena indeks entomologi tersebut digunakan untuk memantau kepadatan populasi Aedes aegypti dalam penyebaran virus dengue. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan indeks entomologi (HI, BI, CI, ABJ) hasil pengamatan jumantik dewasa dan anak di Dusun Mejing Kidul Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
BAHAN DAN METODE
Mejing Kidul, Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Dusun Mejing Kidul Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan total sampling di mana data dari penelitian ini menggunakan data sekunder. Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji T-Test.
HASIL
Hasil analisis univariat pada Gambar 1 menunjukan hasil pemantauan House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan angka kesakitan DBD dari tahun 2006 – 2015. Hasil tersebut menunjukan adanya fluktuasi kepadatan jentik. House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan angka kesakitan DBD tertinggi terjadi di tahun 2013. Hasil angka pemantauan kepadatan jentik dari tahun 2006 – 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2 menunjukkan rata-rata angka House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) hasil pemantauan jumantik dewasa periode tahun 2006 - 2011 dan jumantik anak periode pemantauan 2012 – 2015. Rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) hasil pemantauan jumantik dewasa lebih rendah dibandingkan pemantauan jumantik anak. Rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) pemantauan jumantik dewasa lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemantauan jumantik anak.
Hasil analisis bivariat perbandingan rata-rata House Index (HI), Container Index (CI) Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) hasil pemantauan jumantik dewasa dan jumantik anak dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil Uji T Test rata-rata HI, BI, CI dan ABJ yang dilakukan jumantik dewasa dan jumantik anak didapatkan nilai p-value < 0,05 artinya ada perbedaan rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) yang dilakukan jumantik dewasa dan jumantik anak. Perbedaan rerata menunjukkan angka perbedaan dari hasil pemantauan jumantik dewasa dan anak dengan tingkat kepercayaan 95%. Perbedaan rerata antar kelompok variabel dan besarnya rentang perbedaan House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI), Angka Bebas Jentik (ABJ) hasil pemantauan jumantik dewasa dan anak dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil analisis univariat secara deskriptif rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) hasil pemantauan jumantik dewasa dan anak ada perbedaan. Rata-rata House Index (HI) hasil pemantauan jumantik dewasa 14,99% dan pemantauan jumantik anak rata-rata House Index (HI) 21,35%. Rata-rata Container Index (CI) pemantauan jumantik dewasa 6,92% dan pemantauan jumantik anak Container Index (CI) 11,39%. Rata-rata Breteau Index (BI) pemantauan jumantik dewasa 19,01 dan pemantauan jumantik anak rata-rata Breteau Index (BI) 27,89%. Rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) pemantauan jumantik dewasa 85,01% dan pemantauan jumantik anak rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) 78,65%.
Hasil uji regresi linier variabel House Index, Container Index, Breteau Index, Angka Bebas Jentik terhadap angka kesakitan didapatkan hanya variabel Breteau Index saja yang berhubungan signifikan terhadap angka kesakitan dengan nilai p-value 0,033 R Square 0,452. Model persamaan regresi dari analisis regresi angka kesakitan dan Breteau Index (BI) sebagai berikut: Angka Kesakitan = - 1,538 + 0,131 (Breteau Index (BI)).
Tabel 1. Hasil Pemantauan House Index (HI), Breteau Index (BI), Container Index (CI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) terhadap Angka Kesakitan DBD di Dusun Mejing Kidul Tahun 2006 – 2015
Tahun HI (%) CI (%) Variabel BI ABJ (%) Angka Kesakitan
2006 6,81 2,78 6,81 93,19 0
2007 12,19 6,60 18,19 88,81 0
2008 18,22 8,28 20,36 81,78 3
2009 13,51 11,26 15,31 86,49 0
2010 17,13 5,57 24,13 82,87 3
2011 16,30 6,00 22,22 83,70 1
2012 17,33 8,02 17,33 82,67 1
2013 25,35 15,71 37,81 74,65 4
2014 22,31 10,69 24,99 77,69 0
2015 16,42 7,29 21,18 83,58 0
Tabel 2. Rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) Pemantauan Jumantik Dewasa dan Anak di Dusun Mejing Kidul
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Beda Rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) pemantauan Jumantik Dewasa dan Jumantik Anak di Dusun Mejing Kidul
Variabel n Rerata ±SD p- value
House Index (HI)
Jumantik Dewasa 10 14,99±4,37 0,009
Jumantik Anak 8 21,35±4,62
Container Index (CI)
Jumantik Dewasa 10 6,92±2,82 0,028
Jumantik Anak 8 11,39±4,94
Breteau Index (BI)
Jumantik Dewasa 10 19,01±7,14 0,038
Jumantik Anak 8 27,89±9,52
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Jumantik Dewasa 10 85,01±4,37 0,009
Jumantik Anak 8 78,65±4,62
PEMBAHASAN
Hasil analisis univariat pada Gambar 1 menujukan hasil pemantauan House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan angka kesakitan DBD dari tahun 2006 – 2015. Hasil tersebut menunjukan adanya
Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan angka kesakitan DBD tertinggi terjadi di tahun 2013. Tabel 1 menunjukan hasil pemantauan kepadatan jentik dari tahun 2006 – 2015, dari tabel tersebut dapat dilihat angka House Index terendah 6,81%, atau ABJ tertinggi 93,16%
Variabel Hasil Pemantauan
Dewasa Anak
House Index (HI) 14,99% 21,35%
Container Index (CI) 6,92% 11,39%
Breteau Index (BI) 19,01 27,89
Angka Bebas Jentik (ABJ) 85,01% 78,65%
belum tercapainya target nasional House index < 5% atau ABJ > 95%, secara nasional ABJ 2007- 2009 berturut turut sebesar 84%,
6
82,6%, 71,1% belum mencapai target. Hasil pemantauan selama 10 tahun di Dusun Mejing kidul menunjukan terjadinya peningkatan angka House Index, angka tertinggi terjadi pada tahun 2013.
Angka Breteau Index terendah dari pemantauan tahun 2006 – 2015 sebesar 6,81 dan tertinggi 37,81 menunjukan banyaknya tempat yang potensial menghasilkan nyamuk dalam 100 rumah yang di pantau. Hal ini menunjukan wilayah Mejing Kidul merupakan daerah yang berisiko tinggi penularan DBD. Hasil penelitian di Cuba tahun 2000 angka breteau index ≥ 4 berisiko penularan 6 kali
7
lebih besar (OR 6,00).
Hasil analisis beda rata rata secara statistik dengan uji t terdapat perbedaan rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) hasil pemantauan jumantik dewasa dan anak-anak, dengan nilai p-value < 0,05 artinya ada perbedaan rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) pemantauan jumantik dewasa dan anak-anak.
Hasil angka rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) oleh jumantik dewasa dan anak, rata rata pemantauan anak anak memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemantauan jumantik dewasa. Angka Bebas Jentik (ABJ) pemantauan jumantik anak nilainya lebih rendah dibandingkan dengan pemantauan dewasa. Hal ini dikarenakan tingkat ketelitian anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan jumantik dewasa. Anak-anak cenderung memiliki rasa ingin tahu, belajar lebih tinggi sehingga mereka dalam melakukan pemantauan jentik berkala lebih teliti. Teori Freud, mengatakan rentang umur tersebut masuk kedalam rentang umur kelas 4 sampai 6 yaitu umur 9/10 - 13 tahun sekolah dasar dengan karakteristiknya adalah memiliki rasa ingin tahu dan ingin belajarnya besar, sudah dapat mengerjakan tugas secara mandiri, dan senang dalam kegiatan
5
berkelompok.
Kegiatan pemantauan jentik berkala di Dusun Mejing Kidul yang dilakukan oleh
jumantik anak sudah berjalan baik. Jumantik anak sudah mampu menjalankan tugas mereka dalam melakukan pemantauan jentik, membuat laporan hasil pemantauan jentik. Namun mereka belum mampu merubah perilaku masyarakat di Dusun Mejing Kidul untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sehingga House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) lebih tinggi dan Angka Bebas Jentik (ABJ) lebih rendah.
Nilai House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) hasil pemantauan jumantik dewasa ataupun anak – anak menurut standar dari WHO semuanya masuk dalam kategori kepadatan jentik sedang. Nilai Angka Bebas Jentik dusun Mejing Kidul menurut standar nasional masih belum memenuhi standar Angka Bebas Jentik yaitu
8
95 %. Kepadatan jentik berdasarkan nilai HI, CI, dan BI berdasarkan kriteria Queensland
9
Government (2011) dapat dilihat pada Tabel 4.
Hasil pemantauan terhadap House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik hasil pemantauan di Dusun Mejing Kidul walaupun masuk dalam kategori sedang akan tetapi tetap berpotensi terhadap penularan DBD. Hal tersebut dikarenakan House Index (HI) tinggi menandakan dirumah tersebut terdapat jentik yang merupakan perkembangan awal dari vektor penular DBD. House Index (HI) merupakan salah satu indeks entomologi yang digunakan untuk memantau populasi Aedes
10
aegypti dalam penyebaran virus Dengue . House Index (HI) tinggi menandakan bahwa di rumah tersebut terdapat kontainer yang positif jentik. Kontainer yang masih positif dengan keberadaan jentik akan menjadi faktor terjadinya penularan DBD, karena Container Index (CI) merupakan parameter untuk mengetahui keberadaan Aedes aegypti yang dinilai dari hasil pemeriksaan pada sejumlah rumah yang di dalam maupun luar
11
lingkungannya ditemukan jentik.
perkembangbiakan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit DBD, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)
12
penyakit DBD.
Kontainer merupakan tempat bertelur nyamuk, di dalam kontainer tersebut nyamuk bertelur dan mengalami siklus hingga
menjadi nyamuk dewasa. Jika kontainer yang terdapat positif jentik tidak dibersihkan dan dipantau keberadaan jentiknya akan berbahaya. Hal tersebut dikarenakan jumlah telur Aedes aegypti yang dikeluarkan sekali waktu adalah sekitar 100-400 butir. Telur diletakkan pada dinding kontainer air. Jika tidak ada genangan air telur akan bertahan
Tabel 4. Kriteria Kepadatan Larva berdasarkan Indeks Jentik
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Telur Aedes aegypti tahan terhadap kering. Kemudian telur menetas menjadi larva atau jentik dalam dua hari jika terkena air selanjutnya menjadi pupa dalam waktu 1-2
13
hari dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa betina merupakan vektor penular virus Dengue penyebab penyakit DBD. Hal ini dikarenakan hanya nyamuk betina yang menghisap darah untuk memperoleh asupan proteinyang diperlukan untuk perkembangan telurnya. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber dari nektar bunga ataupun
14
tumbuhan.
Telur nyamuk dewasa betina yang ditemukan di kontainer semakin banyak maka kemungkinan jentik yang menetas akan semakin banyak, sehingga nilai Breteau Index (BI) juga akan semakin tinggi. Hal tersebut berpengaruh terhadap meningkatnya kejadian DBD. Breteau index (BI) merupakan merupakan prediktor KLB, jika Breteau Index (BI) ≥ 50 maka daerah tersebut berpotensi
15
untuk mengalami KLB.
Indeks entomologi (HI, BI, CI) sangat berpengaruh terhadap nilai ABJ, semakin tinggi indeks entomologi maka semakin rendah nilai ABJ. ABJ yang belum memenuhi standar menandakan di daerah tersebut
karena ABJ merupakan salah satu ukuran epidemiologi yang sering digunakan dalam
8
kegiatan pengendalian DBD. Pengendalian yang dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan survei jentik. Hal tersebut senada dengan penelitian di kabupaten Tamil Nadu India, untuk antisipasi dini terjadinya wabah DBD perlu dilakukan surveilans jentik. Surveilans jentik tidak hanya untuk mengetahui kepadatan jentik tetapi juga untuk memprediksi akan terjadinya transmisi d e n g a n c a r a m e m a n t a u t e m p a t p e r ke m b a n g b i a k a n nya m u k . H a s i l pemantauan larva indeks kemudian dianalisis meliputi HI, CI, BI. Hasil dari analisis HI, BI, CI di seluruh wilayah Tamil Nadu tergolong padat sehingga memungkinkan terjadinya
16
penularan DBD.
Survei jentik harus disertai dengan keaktifan kader baik melalui berbagai k e g i a t a n s e p e r t i p e n y u l u h a n , menginfofmasikan kepada masyarakat untuk mengenali vektor penular DBD, sekaligus menerangkan bagaimana cara pencegahan agar tidak tertular DBD yaitu dengan cara membersihkan tempat perkembangbiakan vektor DBD melalui kegiatan 3 M plus dan melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan memasang kawat kasa, perlindungan dengan pakaian dan menggunakan obat gosok anti
17
nyamuk. Density
figure HI CI BI Kategori
1 1-3 1-2 5-4 Rendah
2 4 - 7 3 -5 5 -9 Sedang
3 8 - 17 6 - 9 10 - 19 Sedang
4 18 - 28 10 - 14 20 - 34 Sedang
5 29 - 37 15 - 20 35 - 49 Sedang
6 38 - 49 21 - 27 50 - 74 Tinggi
7 50 - 59 28 - 31 75 - 99 Tinggi
8 60 - 76 32 - 40 100- 199 Tinggi
Kegiatan 3 M plus mampu mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang berada di kontainer-kontainer dan menjadi faktor terjadinya penularan DBD. Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan di kota Delhi telah terjadi wabah DBD, kemudian pemerintah setempat melakukan surveilans larva. Hasil surveilans larva kemudian dianalisis House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI). Sebagian besar House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) berada pada kepadatan jentik tinggi dan masih kurang dari standar. Hasil dari analisis kontainer-kontainer penampung air menjadi faktor pendukung utama sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Survei jentik senantiasa harus dilakukan secara efektif di wilayah endemik karena dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan memperkirakan
18
terjadinya wabah DBD.
Kegiatan survei jentik oleh jumantik dan gerakan 3 M plus sangat membantu proses m o n i t o r i n g p e l a k s a n a a n p r o g ra m pengendalian penyakit dan mampu memutus siklus perkembangbiakan nyamuk pada tahap awal. Hal tersebut senada dengan penelitian tentang peran jumantik sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan serta menghambat perkembangan awal dari vektor penular DBD. Keaktifan kader jumantik dalam memantau lingkungannya merupakan l a n g k a h p e n t i n g u n t u k m e n c e g a h meningkatnya angka kasus DBD. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan keaktifan jumantik melalui motivasi yang diberikan
2"
oleh dinas kesehatan setempat.
Survei jentik dan gerakan 3 M plus sampai saat ini masih menjadi upaya pengendalian utama yang dapat dilakukan untuk mengurangi penularan DBD di semua kawasan. Penelitian yang dilakukan di India menyebutkan hasil survei jentik diperoleh HI, BI, CI di daerah perkotaan tinggi. Hal tersebut ditemukan berdasarkan banyaknya temuan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk seperti di ban bekas dan kontainer-kontainer yang memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk. Survei jentik sangat membantu dalam mengurangi
19
sumber penularan DBD.
Hasil dari analisis univariat secara deskriptif HI, BI, CI dan ABJ terhadap angka kesakitan DBD diperoleh hasil angka kesakitan DBD tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah angka kesakitan 4 kasus. Angka Bebas Jentik dari tahun 2006-2015 terendah juga terjadi di tahun 2013 yaitu 74,65%. HI ,BI, CI tertinggi juga berada di tahun 2013 yaitu 25,35% , 37,81% dan 15,71.
H a s i l a n a l i s i s s e c a ra s t a t i s t i k menggunakan uji regresi linear dari keempat variabel HI, CI, BI dan ABJ terhadap angka kesakitan DBD variabel yang memiliki nilai kemaknaan statistik atau model regresi linear memenuhi kriteria linearitas adalah Breteau Index (BI) dengan nilai p-value 0,033 < 0,05. Sehingga diperoleh model persamaan regresinya angka kesakitan = - 1,538 + 0,131 Breteau Index (BI). Hasil uji statistik Breteau Index (BI) memberikan pengaruh 45,2% terhadap angka kesakitan, 54,8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
HI, CI, BI yang tinggi dan angka bebas jentik yang rendah menyebabkan kasus angka kesakitan tinggi seperti yang terjadi pada tahun 2013. Hal tersebut senada dengan suatu penelitian di India yang negaranya masih rentan terhadap DBD. Dari hasil pemeriksaan terhadap 2.088 kontainer ditemukan 1.018 kontainer positif jentik. Tingginya angka HI, CI, BI membuat daerah ini memiliki potensi denguogenic tinggi dan menjadi faktor penyebab melonjaknya kasus
20
DBD di wilayah ini.
(PI) dan MI memiliki hubungan dengan
21
kejadian DBD.
Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan di Kuala Lumpur tentang hubungan BI dan HI dengan kejadian demam berdarah angka BI yang tinggi menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut beresiko
22
terjadi wabah demam berdarah. Angka kesakitan DBD dalam penelitian ini, dari hasil uji statistik regresi linier 45,2% dipengaruhi BI dan 54,8% dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti. Variabel lain yang tidak diteliti misalnya orang terkena virus Dengue bukan diperoleh dari lingkungan tempat tinggalnya tetapi diperoleh ketika orang tersebut beraktivitas di luar. Tempat-Tempat Umum ( T T U ) y a n g m e r u p a k a n t e m p a t berkumpulnya orang dari berbagai wilayah antara lain sekolah, Puskesmas, rumah sakit, pasar, tempat ibadah, tempat rekreasi, hotel, perpustakaan, restoran, dan lain-lain merupakan tempat potensial terjadinya
23
penularan DBD.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya penularan DBD adalah lokasi Dusun Mejing Kidul berbatasan dengan dua dusun yang angka kesakitannya cukup tinggi atau endemis DBD. Hal tersebut mempengaruhi penularan DBD. Penelitian yang dilakukan di dua daerah dengan kategori berbeda endemis dan sporadis diketahui memiliki rata-rata indeks jentik yang belum mencapai standar y a n g s e h a r u s n y a s e h i n g g a a k a n mengakibatkan besarnya risiko terjadinya
24
penularan DBD.
Hasil informasi dari petugas sanitasi puskesmas Gamping I di Dusun Mejing Wetan dan Dusun Mejing Lor yang berbatasan langsung dengan Dusun Mejing Kidul dalam melakukan survei jentik belum melibatkan jumantik anak. Jumantik anak di Dusun Mejing Kidul dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemantau jentik lebih teliti dari pada jumantik dewasa. Oleh karena itu untuk monitoring dan pengendalian DBD di Dusun Mejing Wetan dan Dusun Mejing Lor perlu mengadakan program jumantik anak seperti yang sudah ada di Dusun Mejing Kidul.
Penggerakan jumantik anak lebih mudah dibandingkan dengan orang dewasa dalam pelaksanaan PSN. Pemahaman PSN bagi anak
sekolah juga berperan dalam menanamkan perilaku PSN pada usia sedini mungkin, yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan perilakunya dimasa yang akan datang. Selain itu pembentukan dan pelaksanaan Jumantik-PSN anak sekolah dimaksudkan untuk ikut serta mendukung progam pemerintah dalam upaya PSN penular DBD dan chikungunya serta sebagai salah satu upaya pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sejak
1
usia dini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) pemantauan jumantik dewasa dan anak-anak di Dusun Mejing Kidul Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
SARAN
Keberadaan jumantik anak dapat meningkatkan ketelitian dalam pemantauan jentik sehingga diharapakan adanya pengembangan program yang dapat meningkatkan pemantauan jentik secara berkala dengan lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kami ucapkan kepada Puskesmas Gamping dan kader jumantik Dusun Mejing Kidul Ambarketawang Gamping Sleman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ditjen PP&PL, Petunjuk Teknis Jumantik PSN Anak Sekolah, Kementerian Kesehatan RI. (2014) 1-34
2. Pratamawati, D. A., Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No.6, Juni (2012) 243-247
4. Puskesmas Gamping I, Data Pemantauan Jentik Berkala (2015) Yogyakarta.
5. Andini, A., Pengaruh Keberadaan Siswa Pemantau Jentik Aktif dengan Keberadaan Jentik di Sekolah Dasar Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang Tahun 2013, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Semarang (2013) 71-81
6. Kemenkes RI, Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun 1968 – 2009, Buletin Jendela Epidemiologi 2 Agustus (2010) hal 1 – 14. 7. Sanchez L, Vanlerberghe V, Alfonso L,
Marquetti MDC, Guzman MG, et al. Aedes aegypti larval indices and risk for dengue epidemics. Emerging Infect Dis 2006 12: 8 0 0 – 8 0 6 . A v a i l a b l e :
http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/12/5/0
5-0866_article.htm
8. Ditjen PP&PL, Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI. (2013) 8-20 9. Johariana dan Widiarti, Kepadatan larva
nyamuk vektor sebagai indikator penularan demam berdarah dengue di daerah endemis di Jawa Timur, Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 33 – 40.
10. World Health Organization, Demam Berdarah Dengue Diagnosis Pengobatan Pencegahan dan Pengendalian, Edisi 2, Buku Kedokteran EGC, Jakarta (2014) 72-73
11. Ditjen PP&PL, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik, Kementerian Kesehatan RI (2006) 4-28
12. Fathi, Soedjajadi Keman dan Chatarina Umbul W, Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram, Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 2, No. 1, Juli (2005) 1-10 13. Sucipto, C.D., Vektor Penyakit Tropis, Edisi 1,
Gosyen Publishing (2011) Yogyakarta.
14. Ginanjar, G., Demam Berdarah, Mizan Publica, Jakarta. (2007) 19-27
15. Ramadhani dan Astuti, Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban
Jakarta Pusat, Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Vol. 1, No 1, April (2013) 10-14
16. Bhat M.A, K. K. Krishnamoorthy, Anisa B. Khan, Entomological surveillance of dengue vectors in Tamil Nadu, India, Journal of Entomology and Zoology Studies Vol. 2, No. 6 (2014) 158-164.
17. Kandun, I.N., Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17, American Public Health Association (APHA), Amerika (2000) 146 18. Singh R.K, R.C. Dhimana, V.K. Dua, B.C. Joshi,
Entomological investigations during an outbreak of dengue fever in Lal Kuan town Nainital district of Uttarakhand India, Journal Vector Borne Dis 47, September (2010) 189–192
19. Vijayakumar K., T.K. Sudheesh Kumar, Zinia T. Nujum, Farook Umarul, Anu Kuriakose, A study on container breeding mosquitoes with special reference to Aedes (Stegomyia) a e g y p t i a n d A e d e s a l b o p i c t u s i n Thiruvananthapuram district, India, Journal Vector Borne Dis 51, March (2014) 27–32 20. Sekhon H. dan Sukhmet M., A study of larval
indices of Aedes and the risk for Dengue outbreak, Journal of Biosciences Vol. 2, No. 8, (2014) 544-547
21. Purnama S.G. dan Tri Baskoro, Maya Index dan Kepadatan Larva Aedes aegypti terhadap Infeksi Dengue, Jurnal Makara Kesehatan Vol. 16, No. 2, Desember (2012) 57-64
22. Sulaiman S., Zainol A.P., Zulkifli A., dan Ahmad W., Relationship Between Breteau and House Indices and Case of Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever in Kuala Lumpur Malaysia, Journal of the American Mosquito Control Association Vol. 12, No. 3, Tahun (1996) PP. 494-496
23. Ditjen PP&PL, Pengendalian Demam Berdarah Dengue untuk Pengelola Program DBD Puskesmas, Kementerian Kesehatan RI. (2013) 1-29