7 HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DAN OLAH RAGA DENGAN BERAT BADAN LEBIH
PADA MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT STIKES ACHMAD YANI CIMAHI
Agus Riyanto1, Mona Megasari²
¹Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi ²Sikes Budi Luhur Cimahi
Prodi Kesehatan Masyarakat (S1)
ABSTRAK
Prevalensi berat badan lebih atau obesitas meningkat cepat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang, obesitas sudah menjadi masalah serius dalam kesehatan, dan diperkirakan menjadi penyebab kelima utama kematian di tingkat global. Faktor utama terjadinya berat badan lebih adalah gaya hidup, terutama kebiasaan makan dan pola aktivitas (olah raga). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dan olah raga dengan berat badan lebih pada mahasiswa kesehatan masyarakat di Stikes A Yani Cimahi. Jenis penelitian ini cross sectional, instrumen yang digunakan adalah timbangan berat badan, microtoise, dan kuesioner. Sampel penelitian ini sebanyak 405 mahasiswa Stikes A.Yani Cimahi. Analisis data dilakukan dengan univariat dan análisis bivariat (uji anova). Hasil penelitian didapatkan bahwa variabel independen yang berhubungan signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah frekuensi makan (p=0,019), kebiasaan makan gorengan (p=0,014), dan kebiasaan merokok (p=0,004). Sedangkan variabel independen yang tidak berhubungan signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah keteraturan makan, kebiasaan makan pagi, kebiasaan makan snack, kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran, kebiasaan makan buah, kebiasaan makan dengan keluarga, persepsi gizi seimbang, dan riwayat minum alkohol) Kesimulan dan saran supaya mahasiswa dan masyarakat dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terjadinya berat badan lebih dengan cara pembatasan asupan energi (diit rendah energi) dan peningkatan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik atau olah raga, menghindari makan gorengan, mencegah kehilangan massa otot selama penurunan berat badan, mempertahankan penurunan berat badan, melakukan program tidak merokok perlu dilakukan dalam rangka menurunkan risiko penyakit akibat berat badan lebih.
8 ABSTRACT
9 A. PENDAHULUAN
Prevalensi obesitas meningkat cepat di
seluruh dunia, baik di negara maju maupun di
negara berkembang, obesitas sudah menjadi
masalah serius dalam kesehatan, diperkirakan
menjadi penyebab kelima utama kematian di
tingkat global. Menurut WHO (2000)
kegemukan atau obesitas merupakan kondisi
ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi
lemak dalam jaringan adipose. Obesitas terjadi
jika ada ketidakseimbangan antara tinggi
badan, berat badan, dan umur seseorang
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
kegemukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu;
kegemukan tingkat ringan (over weight) dan
kegemukan tingkat berat (obesitas) (Depkes RI,
2003).
Kegemukan tidak hanya
didihubungkan dengan penyakit fisik, namun
juga dengan masalah kejiwaan, ditinjau dari
segi psikososial kegemukan merupakan beban
bagi yang bersangkutan karena dapat
menghambat kegiatan jasmani, sosial, dan
psikologis. Prevalensi obesitas meningkat
secara substansial dalam tiga dekade terakhir,
diperkirakan akan lebih meningkat pada
tahun-tahun mendatang. Peningkatan prevalensi
obesitas, terutama obesitas sentral berdampak
pada munculnya berbagai penyakit degeneratif
seperti sindrom metabolik, aterosklerosis,
penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2, batu
empedu, gangguan fungsi pulmonal, hipertensi
dan dyslipidemia. (Soegih,2009).
Kondisi tersebut menyebabkan
obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan
gizi masyarakat dunia, baik di negara maju
maupun di negara berkembang. Kegemukan
banyak ditemukan baik di negara maju maupun
di negara berkembang, dan menyerang baik
anak-anak maupun orang dewasa. Adanya
peningkatan jumlah penduduk yang menderita
kegemukan di seluruh dunia, maka masalah
kegemukan kini merupakan masalah global,
WHO 1998 menyebutnya sebagai wabah global
(the global epidemic) (Mark, 2013).
WHO memperkirakan di dunia ada
sekitar 1.6 milyar orang dewasa berumur 15
tahun kelebihan berat dan setidak-tidaknya
sebanyak 400 juta orang dewasa obesitas pada
tahun 2005, dan diperkirakan lebih dari 700 juta
orang dewasa akan obesitas pada tahun 2015
(WHO 2000). Data di Indonesia, berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
menunjukkan bahwa 8.8% orang dewasa
berumur 15 tahun overweight dan 10.3%
obesitas dan prevalensi obesitas sentral sebesar
18.8%. Berdasarkan Riskesdas 2013 di
Indonesia persentase berat badan lebih menurut
IMT 13,5% dan obesitas 15,4%, di Jawa Barat
obesitas pada laki-laki sekitar 20% dan
perempuan sekitar 30%.
Menurut Soeharto, dalam Aditya
(2008) penyebab kegemukan antara lain adalah
kelebihan makanan, kekurangan aktivitas fisik,
dan kemudahan hidup, faktor psikologis dan
genetik. Faktor penyebab kegemukan pada
hakikatnya derajat lemak tubuh (IMT)
merupakan cerminan dari interaksi
perkembangan, lingkungan dan genetik.
Peranan genetik dalam kejadian kegemukan
terbukti dari adanya resiko kegemukan sekitar
dua sampai tiga kali lebih tinggi pada individu
10 meningkat sesuai dengan beratnya kegemukan.
Menurut penilitian epidemiologi di Eropa,
faktor lingkungan yang mempengaruhi
kegemukan pada penduduk adalah faktor
demografi, faktor sosiokultural, faktor biologi,
faktor perilaku.
Melihat risiko dari obesitas, maka
upaya pencegahan dan pengobatan obesitas
menjadi tantangan yang dihadapi kesehatan
masyarakat. Pencegahan dan pengobatan
obesitas sebagian besar dapat dicegah melalui
perubahan gaya hidup, terutama pola makan
dan pola aktivitas. Upaya pencegahan dan
pengobatan dini dapat dilakukan dengan
pembatasan asupan energi (diit rendah energi)
dan peningkatan pengeluaran energi melalui
aktivitas fisik (Astrup, 2005; Wadden et all,
2006).
Masalah berat badan atau kegemukan
tiga kali lebih banyak dijumpai pada wanita,
keadaan ini disebabkan metabolisme pada
wanita lebih rendah dari pada laki-laki, hal ini
merupakan masalah yang komplek dan cukup
menarik bagi kaum wanita khususnya bagi
remaja putri, karena pada saat remaja,
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini cross sectional, penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai
September 2015, instrumen yang digunakan
adalah timbangan berat badan, microtoise, dan
kuesioner. Sampel penelitian ini sebanyak 405
mahasiswa Stikes A.Yani Cimahi. Analisis data
dilakukan dengan univariat dan análisis bivariat
(uji anova).
kaum wanita lebih peduli terhadap berat badan,
dengan berat badan yang ideal akan lebih
percaya diri, sehingga tingkat kecemasan
mengenai berat badan terlebih kegemukan pada
remaja putri cenderung lebih terjadi (Aditya
2008).
Dari studi pendahuluan yang penulis
lakukan pada mahasiswa Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat dengan cara wawancara
terhadap 10 orang mahasiswa yang mengalami
kegemukan dan obesitas pada bulan Januari,
didapatkan bahwa 7 orang mengatakan sering
makan dan jarang melakukan olah raga, mereka
merasa tidak percaya diri, minder, dan cemas
terutama berhadapan dengan teman sebaya
yang berat badannya jauh lebih ideal dibanding
dirinya, 2 orang mengatakan biasa saja dan 1
orang mengatakan lebih percaya diri.
Berdasarkan fenomena diatas tujuan penelitian
ini adalah ingin mengetahui hubungan
kebiasaan makan dan olah raga dengan berat
badan lebih pada mahasiswa kesehatan
masyarakat di Stikes A Yani Cimahi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa yang bersidia menjadi
responden, mahasiswa ada saat dilakukan
penelitian, responden dalam keadaan sehat.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah mahssiswa
yang absen pada saat penelitian dilaksanakan,
dan mahasiswa yang tidak mengembalikan
11 Peneliti mengumpulkan data dengan
teknik pengukuran dan pengajuan pertanyaan
melalui kuesioner. Dalam penelitian ini,
peneliti mengumpulkan data berat badan lebih
dengan melalui pengukuran antropometri
dengan mengukur berat badan dengan
timbangan injak (digital) dan tinggi badan
dengan microtoise yang akan dibantu oleh
numerator lima orang, kemudian nantinya
dikonversikan kedalam IMT (indeks massa
tubuh), pengajuan pertanyaan melalui
kuesioner dilakukan untuk variabel kebiasaan
makan, olah raga, dan data karakteristik
responden.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Mahasiswa IKM Stikes A.Yani Cimahi
Variabel Jumlah Persentase
Umur: Latar belakang pendidikan:
1. SMU
Pekerjaan orang tua: 1. PNS
7. Mahasiswa sudah kerja
12
Jumlah anggota keluarga: 1. 1-2 orang
Berdasarkan tabel 4.1 hasil penelitian
yang dilakukan terhadap 405 responden
didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa
berumur masih muda (20-30 tahun) yaitu 297
orang (73,3%), berjenis kelamin perempuan
yaitu 306 orang (75,6%), berlatar belakang
pendidikan D3 yaitu 209 (51,6%), pekerjaan
orang tuanya PNS yaitu 132 orang (32,6%),
mahasiswa banyak yang belum bekerja yaitu
258 orang (63,7%), bertempat tinggal di rumah
yaitu 236 orang (58,3%), status perkawinan
belum menikah yaitu 365 orang (90,1%), dan
jumlah anggota keluarga 3-4 orang yaitu 228
orang (56,3%)
Tabel 2 Gambaran Berat badan, Kebiasaan makan, dan Olah raga Mahasiswa IKM Stikes
A.Yani Cimahi
Variabel Jumlah Persentase
Berat badan mahasiswa: 1. Kurus
1. Selalu teratur 2. Kadang-kadang 3. Tidak teratur
78 Kebiasaan makan pagi:
1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
1. Satu kali sehari 2. Dua kali sehari 3. Tiga kali sehari 4. Empat kali sehari
36 Kebiasaan makan snack:
13 Kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah
atau kuning sayuran: 1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang Kebiasaan makan buah-buahan:
1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang Kebiasaan makan gorengan:
1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang Kebiasaan makan bersama keluarga:
1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang Persepsi terhadap gizi seimbang:
1. Terutama daging 2. Terutama sayuran
3. Daging, sayuran, dan beberapa jenis makanan 1. Saat ini merokok 2. Mantan perokok 3. Tidak pernah merokok
42 Kebiasaan minum alcohol:
1. Sering 2. Jarang 3. Tidak pernah
1 Kebiasaan olah raga:
1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Berdasarkan tabel 4.2 hasil penelitian yang
dilakukan terhadap 405 responden didapatkan
bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai
berat badan normal yaitu 264 orang (65,2%),
kadang-kadang makan teratur yaitu 251 orang
(62%), setiap hari makan pagi yaitu 161 orang
(39,8%), frekuensi makan dua kali sehari yaitu
223 orang (55,1%), setiap hari makan snack
yaitu 188 orang (46,1%), kebiasaan makan
makanan hijau, berwarna merah atau kuning
sayuran 3-4 kali seminggu yaitu 158 orang
(39%), kebiasaan makan buah-buahan 3-4 kali
seminggu yaitu 159 orang (39,3%), jarang
makan gorangan yaitu 139 orang (34,4%),
jarang kebiasaan makan bersama keluarga 163
14 daging, sayuran dan beberapa jenis makanan
yaitu 359 orang (88,6%), sebagian besar tidak
merokok yaitu 336 orang (83%), sebagian besar
tidak pernah minum alcohol yaitu 371 orang
(91,6%), dan sebagian besar jarang berolah raga
yaitu 228 orang (56,3%)
Tabel 3
Hubungan Kebiasaan makan dan Olah Raga dengan Berat Badan Lebih Mahasiswa
IKM Stikes A.Yani Cimahi
Variabel Jumlah Mean S.D p value
Keteraturan makan: 1. Selalu teratur 2. Kadang-kadang 3. Tidak teratur
78
Kebiasaan makan pagi: 1. Setiap hari
2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang 1. Satu kali sehari 2. Dua kali sehari 3. Tiga kali sehari 4. Empat kali sehari
36
Kebiasaan makan snack: 1. Setiap hari
2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran:
1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Kebiasaan makan buah-buahan: 1. Setiap hari
2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Kebiasaan makan gorengan: 1. Setiap hari
15 Kebiasaan makan bersama keluarga:
1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Persepsi terhadap gizi seimbang: 1. Terutama daging
2. Terutama sayuran
3. Daging, sayuran, dan beberapa jenis makanan 4. Lain-lain 1. Saat ini merokok 2. Mantan perokok 3. Tidak pernah merokok
42
Kebiasaan minum alcohol: 1. Sering
2. Jarang 3. Tidak pernah
1
Kebiasaan olah raga: 1. Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Berdasarkan tabel 4.3 hasil penelitian yang
dilakukan terhadap 405 responden didapatkan
bahwa variabel independen yang berhubungan
signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa
adalah frekuensi makan (p=0,019), kebiasaan
makan gorengan (p=0,014), dan kebiasaan
merokok (p=0,004). Sedangkan variabel
independen yang tidak berhubungan signifikan
dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah
keteraturan makan, kebiasaan makan pagi,
kebiasaan makan snack, kebiasaan makan
makanan hijau, berwarna merah atau kuning
sayuran, kebiasaan makan buah, kebiasaan
makan dengan keluarga, persepsi gizi
seimbang, dan riwayat minum alkohol)
Berat badan lebih berhubungan dengan
kelebihan lemak tubuh, berat badan lebih
biasanya didefinisikan sebagai kelebihan berat
lebih dari 120% berat badan ideal. Kesulitan
dalam memperoleh pengukuran lemak tubuh
yang akurat dalam populasi menyebabkan
ukuran tinggi dan berat badan telah banyak
digunakan untuk mengidentifikasi kelebihan
berat badan. Berat badan lebih saat ini
didefinisikan dengan menggunakan indeks
massa tubuh (IMT).
Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya berat badan lebih, pada masa
anak-anak dari orang tua berat badan lebih cenderung
16 dibandingkan dari orang tua dengan berat badan
normal, walaupun mereka tidak dibesarkan
oleh orang tua kandungnya. Pengaruh keluarga
(misal penggunaan makanan sebagai hadiah,
tidak boleh makan makanan pencuci mulut
sebelum semua makanan di piring habis)
membantu pengembangan kebiasaan makan
yang dapat menyebabkan berat badan lebih.
Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa frekuensi makan sehari-hari
berhubungan signifikan dengan berat badan
lebih (p=0,019). Dalam penelitian ini terlihat
bahwa mahasiswa yang frekuensinya makan
pokoknya (nasi) hanya satu kali perhari
rata-rata IMTnya lebih tinggi dibandingkan dengan
yang frekuensi makannya lebih dari satu kali,
hal ini dapat terjadi karena walaupun
mahasiswa makan utamanya (pokok) satu kali
sehari tetapi dengan jumlah yang banyak dan
selain makan utama ditambah sering makan
makanan ringan (ngemil), maka mahasiswa
dapat mengalami kelebihan berat badan.
Makan berlebihan dapat terjadi sebagai
respon terhadap kesepian, berduka, atau
depresi, dan merupakan respon terhadap
rangsangan dari luar seperti iklan makanan atau
kenyataan bahwa ini adalah waktu makan.
Energi yang dikeluarkan menurun dengan
bertambahnya umur, dan ini sering
menyebabkan peningkatan berat badan pada
usia pertengahan; pada beberapa contoh,
kelainan endokrin seperti hipotiroidi
bertanggung jawab untuk terjadinya berat
badan lebih. Apapun penyebab dasarnya, faktor
etiologi primer dari berat badan lebih adalah
konsumsi kalori yang berlebihan dari energi
yang dibutuhkan.
Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk mengobati kejadian kelebihan berat
badan salah satunya dengan cara olah raga atau
aktifitas fisik. Berdasarkan hasil penelitian
Riyanto (2014) didapatkan bahwa ada
perbedaan yang bermakna rata-rata berat badan
mahasiswa obesitas sebelum dan setelah terapi
olah raga (p value= 0,025) dan ada perbedaan
yang bermakna rata-rata berat badan
mahasiswa over weight sebelum dan setelah
terapi olah raga (p value=0,033).
Olah raga atau aktivitas fisik yang
dimaksud adalah aktivitas yang melibatkan
gerakan yang banyak dari otot-otot besar yaitu
dengan melakukan olahraga, dengan demikian
akan mampu mempromosikan kehilangan
lemak sambil mempertahankan massa otot.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, peserta
diit harus melakukan olahraga sedikitnya 3 kali
dalam seminggu, menggunakan sedikitnya 300
kkal setiap kali berolahraga, atau 4 hari per
minggu yang membakar 200 kkal (Moore,
1997).
Selain dengan olahraga, seseorang
dapat meningkatkan energi yang dikeluarkan
selama aktivitas sehari-hari. Sebagai contoh
seseorang dapat memarkir kendaraan lebih jauh
dari tempat berbelanja, berjalan kaki daripada
berkendaraan bila memungkinkan,
menggunakan segala sesuatu secara manual
daripada menggunakan alat dengan tenaga
listrik, dan menggunakan tangga daripada
eskalator atau elevator (Moore, 1997).
Cara kedua yang dapat dilakukan untuk
menurunkan berat badan adalah diit rendah
energy. Diit ini berdasarkan pada makanan
17 makanan, meskipun kalori rendah, tetapi cukup
semua zat gizi.Diit ini adalah pilihan terbaik
pada individu dengan berat badan kurang dari
30% dari kelebihan berat dan diijinkan
kehilangan sekitar 0.5–1 kg per minggu. Satu
kilogram lemak tubuh sama dengan sekitar
7000 kkal.
Berat badan lebih yang berat tidak
hanya mengandung lemak lebih banyak tetapi
juga massa otot yang lebih besar dibandingkan
individu yang kurang gemuk. Akibatnya
obesitas ringan akan kehilangan lebih banyak
massa otot selama pembatasan kalori
dibandingkan orang dengan obesitas berat
(Moore, 1997).
Hasil penelitian ini terlihat bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan
makan gorengan mahasiswa dengan kejadian
berat badan lebih (p=0,014). Mahasiswa yang
sering makan gorengan rata-rata IMTnya lebih
tinggi dibandingkan dengan makasiswa yang
jarang makan gorengan. Berdasarkan hasil
penelitian ini membuktikan bahwa perluanya
diet pada mahasiswa untuk mencegah
terjadinya berat badan dan menurunkan berat
badan mahasiswa yang mengalami kelebihan
berat badan.
Gorengan juga merupakan makanan
yang bisa menyebabkan kegemukan karena
kandungan minyak yang terdapat pada
gorengan mengandung banyak lemak yang bisa
mempercepat meningkatnya berat badan.
Gorengan merupakan salah satu makanan yang
paling populer di masyarakat Indonesia dan
paling digemari. Karena rasanya yang cukup
enak dan hampir di setiap warung menyediakan
camilan gorengan. Gorengan biasanya terbuat
dari bahan-bahan yang menyehatkan, seperti
pisang, tempe, tahu dan lainnya. Namun,
gorengan tentunya juga membutuhkan minyak
untuk menggoreng, minyak ini sebenarnya
mengandung kalori tinggi, bahkan dalam satu
sendok minyak saja bisa mengandung lemak
murni sebanyak 13,6 gram dan 117 kalori.
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kebiasaan merokok
mahasiswa dengan kejadian berat badan lebih
(p=0,004). Mahasiswa yang mempunyai
kebiasaan merokok terlihat rata-rata IMTnya
lebih tingi dibandingkan mahasiswa yang tidak
mempunyai kebiasaan merokok. Upaya
pengobatan obesitas perlu dilakukan dalam
rangka menurunkan risiko penyakit akibat
obesitas, pengobatan obesitas dilakukan setelah
melalui tahapan penilaian fisik (physical
assessment), evaluasi psikososial (phsycosocial evaluation), penilaian kebiasaan makan dan aktivitas (assessment of eating and activity
habits), kesiapan penurunan berat badan (weight loss readiness) dan pemilihan pengobatan (selecting treatment).
Penelitian Benjamin Bikman (2014)
dari Brigham Young University membuktikan
bahwa asap rokok saja bisa bikin gemuk. Hal
ini karena orang-orang yang berada di
lingkungan perokok terutama anak-anak, selain
berisiko peningkatan masalah kardiovaskular,
mereka juga cenderung obesitas. Penelitian
yang mengujicoba tikus ini cukup menarik,
dimana tikus dimasukkan ke dalam wadah
kemudian diberi asap rokok. Setelah itu,
peneliti mencatat perkembangan
18 Tikus yang terpapar asap rokok mengalami
kenaikan berat badan. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa asap memicu perubahan
dalam mitokondria sel, mengganggu fungsi
normal sel dan menghambat kemampuan sel
untuk merespon insulin. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa asap rokok mengubah
sensitivitas sistemik tubuh terhadap insulin.
Masalahnya, sekali seseorang menjadi resisten
insulin, tubuh mereka akan membutuhkan lebih
banyak insulin.
Pengobatan obesitas dilakukan melalui
intervensi diit rendah energi (low energy diet),
aktivitas fisik (physical activity) untuk
mengontrol berat badan, terapi perilaku
(behavior activity), pengobatan secara farmakologi (pharmacologic treatment), dan
pengobatan bedah (surgical treatment). Indikator keberhasilan pengobatan obesitas
dapat dikaji melalui pengukuran indeks massa
tubuh (IMT), lingkar pinggang, lemak
subkutan.
Setelah mengetahui faktor-faktor
penyebab terjadinya berat badan lebih, tentunya
penderita berat badan lebih dapat
memperkirakan apa yang yang terjadi dengan
dirinya. Dengan demikian, dapat diambil
langkah antisipasi untuk pencegahannya.
Bagaimanapun juga, berat badan lebih secara
estetika dan penampilan memang sangat
mengganggu, terutama bagi perempuan,
terlebih bagi mereka yang berkecimpung di
dunia kecantikan dan glamour, seperti artis,
model, bintang iklan, dan lain-lain.
Penyebab terjadinya berat badan lebih
secara faktual adalah asupan energi yang
melebihi kebutuhan atau pemakaian energi
yang kurang. Misalnya, kelebihan asupan
mencapai 50 kkl/hari atau kurang dari sepotong
roti/hari, dalam satu tahun kenaikan berat badan
dapat mencapai 5 kg. Kalau kelebihannya
mencapai 500 kkl/hari atau sekitar satu piring
nasi beserta lauknya, maka dalam satu tahun
akan terjadi kenaikan berat badan sekitar 50 kg.
Asupan energi yang berlebihan tersebut dapat
merupakan kelebihan energi yang menetap atau
disertai pemakaian energi yang berkurang atau
kombinasi keduanya (Suandi, 2010)
Disamping itu terdapat berbagai faktor
yang merupakan predisposisi untuk terjadinya
berat badan lebih misalnya; faktor herediter,
kecendrungan menjadi gemuk pada keluarga
tertentu. Kalau salah satu orang tua yang
mempunyai berat badan lebih maka anaknya
mempunyai resiko 30%-40% terjadi berat
badan lebih pada usia dewasa, sedangkan kalau
kedua orang tua mengalami berat badan lebih
maka resikonya meningkat menjadi 70%-80%.
(Suandi, 2010).
Disamping itu juga ternyata terdapat
faktor yang ada di lapangan salah satunya tidak
tersedianya kantin atau warung yang
menyediakan makanan yang baik dan bergizi
seimbang, malah lebih banyak makanan yang
mengandung lemak-lemak (goreng-gorengan,
seblak dll). Selain itu juga yang paling banyak
menjadi salah satu faktor tingginya tingkat
berat badan lebih adalah kurang nya perhatian
orang tua tentang makanan yang dimakan oleh
anaknya karena faktor kesibukan orang tua,
salah santu contoh adalah tidak tersedianya
sarapan pagi di rumah, dan itu lebih cenderung
19 D. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian mengenai
hubungan kebiasaan makan dan olah raga
dengan berat badan lebih pada mahasiswa
program ilmu kesehatan masyarakat, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tidak ada hubungan yang signifikan
keteraturan makan dengan obesitas pada
mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,068)
2. Tidak ada hubungan yang signifikan
kebiasaan makan pagi dengan obesitas
pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,812)
3. Ada hubungan yang signifikan frekuensi
makan dengan obesitas pada mahasiswa di
Stikes A Yani Cimahi (p=0,019)
4. Tidak ada hubungan yang signifikan
kebiasaan makan snack dengan obesitas
pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,422)
5. Tidak ada hubungan yang signifikan
kebiasaan makan makanan hijau, berwarna
merah atau kuning sayuran dengan
obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani
Cimahi (p=0,386)
6. Tidak ada hubungan yang signifikan
kebiasaan makan buah dengan obesitas
pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,610)
7. Ada hubungan yang signifikan kebiasaan
makan gorengan dengan obesitas pada
mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,014)
8. Tidak ada hubungan yang signifikan
kebiasaan makan bersama keluarga
dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes
A Yani Cimahi (p=0,132)
9. Tidak ada hubungan yang signifikan
persepsi gizi seimbang dengan obesitas
pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,312)
10. Ada hubungan yang signifikan riwayat
merokok dengan keluarga dengan obesitas
pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,004)
11. Tidak ada hubungan yang signifikan
riwayat minum alkohol dengan keluarga
dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes
A Yani Cimahi (p=0,528)
12. Tidak ada hubungan yang signifikan
kebiasaan olah raga dengan obesitas pada
mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi
(p=0,383)
SARAN
1. Mahasiswa dan masyarakat dapat
melakukan pencegahan dan pengobatan
terjadinya berat badan lebih dengan cara
perubahan gaya hidup, terutama pola
makan dan pola aktivitas. Upaya
pencegahan dan pengobatan ini dapat
dilakukan dengan pembatasan asupan
energi (diit rendah energi) dan
peningkatan pengeluaran energi melalui
aktivitas fisik atau olah raga.
2. Mahasiswa dapat menurunkan berat badan
mencapai berat badan antara 20% berat
badan ideal, dengan mengembangkan
20 menghindari makan gorengan, mencegah
kehilangan massa otot selama penurunan
berat badan, mempertahankan penurunan
berat badan.
3. Mahasiswa melakukan program tidak
merokok perlu dilakukan dalam rangka
menurunkan risiko penyakit akibat berat
21 DAFTAR PUSTAKA
Aditya,
A
(2008).
Angka
Kejadian
Kegemukan di Jawa Barat
. Jakarta :
Rineka Cipta.
Anderson,
(2008).
Kegemukan
dan
kecemasan
.
Jakarta:
Familia
Medika.
Arikunto, S. (2010).
Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik
.Jakarta :
Rineka Cipta.
Arsyad, (2001).
Ilmu Penyakit Dalam
.
Jakarta : FKUI
Dariyo, A (2004). Psikologi Perkembangan
Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia
Firmansyah, A. (2013).
Kelebihan berat
badan dan Kegemukan
. Jakarta:
Familia Medika.
Hidayat, A. (2007).
Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah
.Edisi Kedua.
Jakarta : Salemba Medika.
Moayeri, H., Bidad, et al.(2006).
Overweight
and obesity and their associated
factors in adolescents in Tehran
, Iran,
2004–2005.
European
Journal
of
Pediatrics
,
165
, 489
–
493.
Mohammadpour-Ahranjani, B., et al. (2004).
Prevalence of overweight and obesity
in adolescent Tehrani students, 2000
–
2001
: an epidemic health problem.
Public Health Nutrition
,
7
(5),645–
648.
Mozaffari, H., &Nabaei, B. (2007).
Obesity
and
related
risk
factors
.
Indian
Journal ofPediatrics
,
74
(3), 265–267.
Mullie, P., et al, (2006).
Breakfast frequency
and fruit and vegetable consumption
inBelgian
adolescents.A
cross-sectional study
.Nutrition & Food
Science,
36
(5),315
–
326.
Mumpuni,
(2010).
Bahaya
Akibat
Kegemukan
. Edisi Kedua. Jakarta :
Salemba Medika.
Muhammad, A. (2009).
Memahami bahaya
serangan jantung
. Jogjakarta: power
books.
National Institutes of Health/National Heart
and Blood Institute (1998):
Clinical
Guidelines on the identification,
evaluation,
and
treatment
of
overweight and obesity in adults
. The
Evidence Report 1998,
4083:1-228[http://www.nhlbi.nih.gov/guideli
nes/obesity/ob_gdlns.pdf], (accessed
April 1, 2015).
Notoatmodjo,
S.
(2010).
Metodologi
Penelitian
Kesehatan
.
Jakarta
:Rineka Cipta.
Nugraha. (2009).
Obesitas Permasalahan
dan Terapi Praktis
. Jakarta : Sagung
Seto.
Nursalam. (2003).
Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan
. Edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika.
Patrick, K., et al.(2004).
Diet, physical
activity, and sedentary behaviors as
risk
factors
for
overweightin
adolescence
.
Archives of Pediatrics
and Adolescent Medicine
,
158
,385–
390.
Rankin, D., et al (2010).
Dietary assessment
methodology
for
adolescents.A
review
of
reproducibility
and
validation
studies
.
South
African
Journal
of
Clinical
Nutrition
,
22
Rashidi, Aet al. (2007).
Obese and female
adolescents skip breakfast more than
their non-obese and male peers
.
Central
European
Journal
of
Medicine
,
2
(4),481
–
487.
Riyanto, A. (2010).
Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan
. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Ogden CL, Carroll M (2008).
Prevalence of
obesity
among
children
and
adolescents: United States trends
1963-1965
through
2007-2008
.
Centersfor Disease Control and
Prevention Web site. Available at:
http://www
.cdc.gov/nchs/data/hestat/
obesity_child_07_08/obesity_child_0
7_08.htm
.Updated
2010.Accessed
April 15, 2015.
Omron Healthcare Co Ltd (2010):
Body
Composition
Monitor
BF500
Instruction
Manual
[http://www.pro2move.nl/images/HB
F500%20gebruiksaanwijzing.pdf],
(accessed April 1, 2015
Shi, Z., et al. (2005).
The sociodemographic
correlates of nutritional status of
school
adolescents
in
Jiangsu
Province, China
.
The Journal of
Adolescent Health
,
37
, 313–322.
STIKes A Yani (2014). Pedoman Penulisan
dan Petunjuk Karya TulisIlmiah
(KTI). Cimahi : Stikes A Yani Press
Sugiyono.
(2012).
Metode
Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Cetakan ke-15. Bandung : Alfabeta.
Soegih, R. (2009).
Obesitas permasalahan
dan terapi praktis
. Jakarta: Sagung
Seto.
Teen and young adult internet use (2010).
Pew
Research
Center
web
site.Available
at:
http://www.pewresearch.org/millenni
als/teen-internet-usegraphic/
.Accessed April 15, 2015.
US
Department
of
Agriculture,
(2010)
Dietary guideline Advisory
Committee.2010 DGAC conclusion
grading chart
. US Department of
Agriculture web site. Available at:
http://nutritionevidencelibrary.gov/to
pic.cfm?cat¼3210
.
Updated
2010.Accessed Maret 20, 2015.
Ventura, E.,et al. (2009).
Reduction in risk
factors for type 2 diabetes mellitus in
response to a low-sugar, high-fiber
dietary intervention in overweight
Latino adolescents
.
Archives of
Pediatrics and Adolescent Medicine
,
163
(4), 320
–
327.
Wang, Y., & Zhang, Q. (2006).
Are American
children
and
adolescents
of
lowsocioeconomic status at increased
risk of obesity? Changes in the
associationbetween overweight and
family income between 1971 and
2002
.
The
AmericanJournal
of
Clinical Nutrition
,
84
, 707
–
716.
World Health Organization (2000):
Obesity:
preventing and managing the global
epidemic
.
Report
of
a
WHO
consultation.World Health Organ
Tech
Rep
Ser2000,
894:1-253[http://whqlibdoc.who.int/trs/WH
O_TRS_894.pdf],
(accessedApril,
23