PEMELIHARAAN BENIH IKAN KLON (Amphiprion ocellaris)
DENGAN SISTEM PENGELOLAAN AIR YANG BERBEDA
Ket u t M ah a Set i aw at i d an Jh on H ar i an t o H u t ap ea
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut
Jl. Br. Gondol, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng, Kot ak Pos 140, Singaraja - Bali 81101 E- m ail: mahasetiawati@yahoo.com
(Naskah diterima: 8 April 2010; Disetujui publikasi: 8 Juli 2011)
ABST RAK
Penelit ian ini bert ujuan unt uk m enget ahui sist em pergant ian air yang sesuai unt uk pem eliharaan benih ikan klon. Perlakuan yang diuji adalah sistem pergantian air yang berbeda: air m engalir (A), sem i stat is (B), dan resirkulasi (C). Perlakuan dengan 3 kali ulangan. Wadah yang digunakan berupa 9 buah akuarium dengan volum e 30 L. Hewan uji yang digunakan adalah benih ikan klon dengan ukuran panjang t ot al 2,6 ± 0,2 cm . Kepadatan benih ikan 20 ekor/ akuarium . Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dan Artemia dengan frekuensi pem berian 2 kali sehari. Variabel yang diam ati kualitas air (suhu, pH, salinit as, oksigen t erlarut , PO4, NH3, NO2, NO3, pert um buhan, sint asan, dan jumlah bakteri pada masing- masing perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan B sem ua ikan uji m ati pada hari ke- 10 dan hari ke- 23 pem eliharaan karena tingginya kandungan am onia dan bakteri Vibrio spp., sedangkan pada perlakuan A dan C dapat m enunjang kehidupan benih ikan klon. Sint asan pada perlakuan A (63,3% ± 7,64%) lebih t inggi daripada perlakuan C (35% ± 5%).
KATA KUNCI: pem elihar aan, per gant ian air , sint asan, k ualit as air
ABST RACT : Rearing clow nf ish f ry under dif f erent w at er m anagem ent . By: Ket u t M ah a Set i aw at i an d Jh on H ar i an t o H u t ap ea
The aim of this experiment was to determine an appropriate management of water turnover in rearing clown fish fry. The treatments applied were different water management systems which were flow-through system (A), semi-static system (B), fully re-circulation system (C). Each treatment had three replications. Nine 30 L aquariums were used. The average of total length of clown fish used in this experiment was 2.6 ± 0.2 cm. Fish density was set for 20 fish/tank. Feed given during the experiment were artificial diet and Artemia, 2 times a day. The observed variables were water quality parameters (temperature, pH, salinity, dissolved oxygen, PO4, NH3, NO2, NO3), fish growth, fish survival rate and number of bacteria in each treatment. The results showed that all fish in treatment B died on day 10th and day 23rd because of the increase of ammonia content and Vibr io sp p ., whereas in treatment A and C the fish could survive and grow normally. Fish survival rate in treatment A (63.3% ± 7.64%) was higher than in treatment C (35% ± 5%).
PENDAHULUAN
Menur ut Sad ovy et al. (2 0 0 2 ), volum e ekspor hasil perikanan Indonesia menunjukkan k ecen d er u n g an yan g sem ak i n m en i n g k at terutama di negara- negara tujuan pasar besar sep er t i Am er i k a, k h u su sn ya p ad a m u si m dingin. Nam un peningkat an ekspor ini ber-pot ensi m erusak lingkungan at au ekosist em l au t , k h u su sn ya t er u m b u k ar an g . Hal i n i d iseb ab k an p enangk ap an ik an yang t id ak ram ah lingk ungan. Ket ersediaan st ok ik an secar a al am i m en j ad i sal ah sat u f ak t o r pem bat as dalam upaya peningkat an produk-t iviproduk-t as usaha pada kegiaproduk-t an penangkapan.
Teknik budidaya perikanan pada dasarnya adalah upaya m anusia dalam m em anipulasi lingkungan agar dapat menyerupai habitat ikan yang akan dibudidayakan dengan tujuan untuk m em peroleh sintasan dan pertum buhan yang tinggi (Taufik et al., 2008).
Ik an h i as k l o n (Amphiprion ocellaris) merupakan salah satu jenis ikan hias laut yang banyak dipelihara di akuarium . Pem eliharaan b eni h i k an d i Bal ai Besar Ri set Per i k anan Budidaya Laut Gondol (BBRPBL) menggunakan sistem pergantian air dengan air mengalir. Jika terjadi kesalahan teknis di mana pompa air tidak dapat m em asok air secar a t er us- m ener us terutama jika terjadi pada malam hari sehingga pasok air t erhent i m ak a k eesok an harinya banyak benih ikan yang m engalam i kem atian. Par a h o b i i s i k an h i as l au t b i asan ya m em elihara ikan dengan sist em resirkulasi dengan m enggunakan filt er karang m at i at au m enggunak an f ilt er yang t elah t ersedia di pasaran. Beberapa eksport ir ikan hias laut m enggunakan karang jae saja sebagai f ilt er, dan ada juga yang m enggunakan pasir put ih, karang jae, m aupun prot ein skim m er sebagai bahan untuk penyaringan air laut karena lokasi penam pungan ikan yang akan diekspor jauh dari sumber air laut.
Dengan kondisi lingkungan yang opt im al m elalui sist em p er gant ian air yang t ep at , diharapkan respons fisiologis benih ikan akan m encapai aklim at isasi sem purna yait u suat u kondisi di m ana laju f ungsi f isiologis t idak d i p en g ar u h i ol eh p er u b ah an f ak t or l i n g -k ungan, apabila -k ondisi ini t ercapai m a-k a en er g i u n t u k ak t i vi t as h o m eo st asi d ap at ditekan sehingga akan lebih banyak digunakan unt uk p er t um b uhan (Tauf ik et al., 2 0 0 8 ). Pengecekan kualit as air pada akuarium yang harus selalu dipant au adalah pH, suhu, dan
sal i n i t as (Su san t o , 1 9 9 7 ). Pem el i h ar aan yuwana kerapu t ikus dapat dilakukan dengan sistem resirkulasi dengan menggunakan filter pasir selam a 30 hari pem eliharaan dan dapat mengurangi konsentrasi NH3 (Setiawati, 2003). Oleh sebab it u, pem eliharaan benih ikan klon juga diduga dapat dilakukan dengan sist em resirkulasi sehingga pem eliharaan benih pun dapat dilakukan di tempat yang jauh dari laut. Penelitian ini bertujuan untuk m engetahui sist em p engelolaan air yang cocok unt uk pemeliharaan benih ikan klon dan mengetahui nilai kualitas air dan sistem filter pada eksportir ikan hias laut.
BAHAN DAN METODE
pengam at an dan dinyat akan dalam bent uk persen (Ef f endie,1997): SR = Nt / No x 100%. Sint asan dan pert um buhan benih ikan klon ditampilkan dalam tabel dan dianalisis dengan st at ist ik Anova sat u arah. Param et er kualit as air dan kepadat an bakt eri dalam bak pem e-liharaan ikan ditampilkan dalam tabel dan grafik berdasarkan nilai rat a- rat a at au kisaran dan dibahas secara deskript if.
HASIL DAN BAHASAN
Pertumbuhan dan Sintasan
Hasil penelit ian perlakuan pergant ian air yang berbeda dalam pem eliharaan benih ikan klon dapat dilihat pada Tabel 1. Sintasan ikan klon sampai 3 bulan pemeliharaan hanya pada perlakuan A dan C yang dapat bertahan dengan baik, sedangkan pada perlakuan B semua ikan uji telah mengalami kematian.
Sint asan pada perlakuan A sebesar 63,3% jauh lebih t inggi dibandingkan perlakuan C
sebesar 35% (P< 0,05). Sem ent ara pengaruh perlak uan t erhadap pert um buhan panj ang t ot al dan bobot badan ikan pada akhir pene-lit ian pada perlakuan A dan C t idak berbeda nyat a (P> 0,05). Pada perlakuan B m ort alit as 100% t erjadi pada hari ke- 10 pem eliharaan u n t u k 2 u l an g an , sed an g k an 1 u l an g an m or t al i t as 1 0 0 % t er j ad i p ad a har i k e- 2 3 . Kem at ian hewan uji ini diperkirakan t erjadi karena adanya perubahan f akt or f isika kim ia air selam a pem eliharaan sepert i yang t ert era pada Gambar 1 sampai 4.
Kualitas Air
Kan d u n g an am o n i a (Gam b ar 1 ) p ad a p er lak uan A r elat if leb ih r end ah d ar ip ad a perlakuan C sam pai 14 hari pem eliharaan. Setelah 21 hari pem eliharaan kandungan am -monia pada perlakuan C menurun kurang dari 0,001 mg/ L, hal ini menunjukkan bahwa bakteri nit rif ik asi sudah t um buh sehingga am onia m en u r u n , d en g an k at a l ai n , k u al i t as ai r
Tabel 1. Sintasan dan pertumbuhan ikan klon pada masing- masing perlakuan selama pemeliharaan
Table 1. Survival rate and growth of clown fish during the rearing period
Ket erangan (Remark): * = Sem ua ikan uji m at i pada hari ke- 10 dan 23 hari pem eliharaan (All the tested fish died on day 10th and day 23rd )
Nilai yang diikut i superscript serupa dalam kolom yang sam a t idak berbeda nyat a (P> 0,05) Values in the same column with the same superscript were not significantly different) (P> 0.05)
Air meng alir Flow-t h r oug h
syst em
Semi st at is Sem i-st a t ic
syst em
Resirkulasi Fully r e-cir cula t ion
syst em
Jumlah awal (ekor)
Initial amount (ind.)
20 20 20
Jumlah akhir (ekor)
Final amount (ind.)
13 ± 2a 7 ± 1b
Sintasan (%)
Survival rate (%)
63.3 ± 7.64a * 35 ± 5.00b
Panjang awal (c m)
Initial total length (cm)
2.6 ± 0.2a 2.6 ± 0.2a 2.6 ± 0.2a
Panjang akhir (c m)
Final total length (cm)
3.2 ± 0.4a * 3.2 ± 0.3a
Bobot awal (g)
Initial weight (g)
0.36 ± 0.01a 0.36 ± 0.01a 0.36 ± 0.01a
Bobot akhir (g)
Final weight (g)
0.54 ± 0.02a * 0.51 ± 0.02b
Uraian (It em s)
m em b aik . Nilai am onia p ad a p er lak uan A dengan sistem air mengalir (0,001–0,053 mg/ L) tidak jauh berbeda dengan perlakuan C (0,001– 0,065 m g/ L), sedangkan pada perlakuan B nilai am onia cuk up t inggi pada har i k e- 7 pem eliharaan m encapai 0,319 m g/ L, nilai t er seb u t l eb i h t i n g g i d ar i d u a p er l ak u an lainnya. Kandungan am onia dalam air di-pengaruhi oleh pH di mana nilai pH yang tinggi akan m enyebabkan am onia m eningkat yang b er d am p ak r acun p ad a i k an . Kon sen t r asi am o n i a yan g l eb i h r en d ah p ad a si st em resirkulasi dibanding dengan yang lain diduga disebabk an pada sist em resirk ulasi t erjadi proses penguraian (nit rif ik asi). Filt er yang digunakan pada sist em resirkulasi m am pu menurunkan amonia oleh bakteri nitrosomonas dan nitrobakter yang dapat mengubah amonia m enjadi nit rit dan selanjut nya nit rit m enjadi nitrat (Goldman & Horne, 1983). Suhu optimal unt uk proses penum buhan bakt eri nit rif ikasi 30oC, sedangkan suhu let alnya sekit ar 38oC (Jones & Morit a, 1985 dalam Wheat on et al., 1 9 9 4 ). Am on i a d ap at b er si f at r acu n b ag i sebagian besar ikan apabila konsent rasinya antara 0,2- 2,0 mg/ L (Boyd, 1982). Seperti pada perlak uan B, nilai am onia dapat m encapai 0,063- 0,319 mg/ L yang diduga sebagai salah sat u penyebab kem at ian pada perlakuan B. Peningkat an nilai NH3 hingga m encapai lebih dari 0,3 m g/ L pada perlakuan B t erjadi pada hari ke- 7 untuk ulangan 1 dan 2, dan kem bali m eningkat pada hari ke- 21 pada ulangan 3. Terlihat jelas bahwa pada perlak uan B ini, k em at ian ik an uj i t erj adi 2- 3 hari set elah
peningkat an am onia t ersebut . Berdasarkan nilai konsentrasi amonia dalam masing- masing perlak uan, dapat disim pulk an bahwa k an-d u n g an am on i a yan g t i n g g i b er p en g ar u h negat if t erhadap sint asan ikan klon. Am onia berasal dari oksidasi oleh ikan dan jum lah am onia yang diekskresikan dapat diperkira-k an dar i diperkira-k andungan pr ot ein dalam padiperkira-k an (St eenf eldt et al., 2002). Konsent rasi am onia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan dalam air dan m engurangi konsent rasi i o n i n t er n al . Am o n i a yan g t i n g g i ak an meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan d an m enyeb ab k an k er usak an insang, d an m en g u r an g i k em am p u an d ar ah u n t u k m enged ar k an ok sigen. Ker acunan am onia yang akut berbeda t ergant ung pada st adia i k an. Boyd (1 9 9 0 ) m eng em uk ak an b ahwa am o n i a b er p en g ar u h p ad a p er t u m b u h an karena :
1. Ok sigen yang d iik at b er k ur ang k ar ena kerusakan insang
2. Kebut uhan energi unt uk proses det ok-sifikasi
3. Terganggunya proses osm oregulasi 4. Kerusakan fisik sampai kerusakan jaringan
Konsent rasi NO2 unt uk sem ua perlakuan hingga hari ke- 28 (Gam bar 2) relat if t inggi, masing- masing pada perlakuan A: 0,025- 0,026 mg/ L; B: 0,025- 0,032 mg/ L; dan C: 0,033- 0,105 mg/ L. Kemudian mulai hari ke- 35, konsentrasi NO2 tersebut dapat menurun, pada perlakuan A: 0,0004 mg/ L dan pada perlakuan C: 0,0027 Gambar 1. Kandungan NH3 pada masing- masing media pemeliharaan
Figure 1. NH3 content variation in each treatment Lam a pem eliharaan (hari)
m g/ L. Jika dibandingkan dengan perlakuan B, konsentrasi NO2 hingga hari ke- 21 masih lebih rendah daripada perlakuan C. Bahkan selam a pem eliharaan nilai NO2 pada perlakuan C jauh lebih t inggi daripada perlakuan B. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa NO2 bukanlah sebagai penyebab ut am a kem at ian ikan uji pada perlakuan B.
Konsent rasi nit rat pada m asing- m asing perlakuan (Gam bar 3) m enunjukkan bahwa pada perlakuan C mempunyai kecenderungan m eningkat bahkan pada hari ke- 42 m encapai puncaknya 15,968 m g/ L. Kisaran konsentrasi
nit rat pada perlakuan A: 0,037–3,779 m g/ L; perlakuan B: 0,0885- 0,136 m g/ L; dan perla-kuan C: 0,050- 15,968 m g/ L. Hasil penelit ian ini m enunj uk k an bahwa pada awal pem e-liharaan konsent rasi nit rat pada perlakuan C lebih t inggi daripada perlakuan lainnya. Pada hari ke- 21 pem eliharaan konsent rasi nit rat p ad a p er l ak u an C m u l ai m en i n g k at d an m eningkat t erus sam pai hari ke- 42. Hal ini diduga disebabkan oleh am onia m erupakan pr oduk hasil m et abolism e ik an dan pem -busukan senyawa organik oleh bakt eri (Boyd, 1 9 8 2 ). Ber dasar k an Tabel 2 , j elas t er lihat Gambar 2. Kandungan NO2 pada masing- masing media pemeliharaan
Figure 2. NO2 content variation in each treatment Lam a pem eliharaan (hari)
Days of rearing
Gambar 3. Kandungan NO3 pada masing- masing perlakuan Figure 3. NO3 content variation in each treatment
bahwa kandungan nitrat yang tinggi bukanlah menjadi faktor penghambat baik bagi sintasan m aupun pertum buhan hewan uji.
Kandungan f osf at selam a pem eliharaan pada perlakuan A: 0,001- 1,18 mg/ L; B: 0,014-0,204 mg/ L; dan C: 0,048- 1,200 mg/ L. Kisaran nilai f osf at pada perlakuan A ham pir sam a dengan perlakuan C (Gambar 4).
Kisaran oksigen terlarut pada perlakuan A: 5,1- 6,2 mg/ L; dan perlakuan B: 5,1- 6,3, C:
5,8-6,4 m g/ L. Nilai konsent rasi yang relat if st abil ini dapat dipert ahankan m elalui penggunaan aer asi secar a t er u s- m en er u s d an j u g a m engingat jum lah ikan yang dipelihara juga dalam kepadatan rendah.
Parameter- parameter kimia air yang umum digunakan dalam st andar pem eliharaan ikan ditampilkan dalam Tabel 2 dan 3 ini digunakan sebagai pembanding dalam membahas kondisi parameter kimia pada penelitian ini.
Tabel 2. Standar kualitas air untuk kehidupan ikan Table 2. Water quality thresholds for cultured fish
Paramet er air Wa t er pa r a m et er s
Level p ad a ikan b ud id aya yang d ap at d it erima Accept a b le levels in f ish
cult iva t ion
Level yang d ap at meng akib at kan kemat ian ikan
Levels t h a t is let h a l t o f ish
Oksigen (Oxygen) > 6 mg/ L; 100% sat <3 mg/ L; >100% sat
Karbondioksida (Carbon dioxide)
1.5-3 mg/ L >15 mg/ L
pH 6.7-8.6 <4-5; >9-10
Amonia (tanpa ion)
Ammonia (unionized)
< 0.02 >0.2-1.0 mg/ L
Nitrat (Nitrate) <1.0 mg/ L >100 mg/ L
Nitrit (Nitrite) <0.1 mg/ L >20 mg/ L
Total suspended solids <80 mg/ L >5,000-100,000 mg/ L Hidrogen disulphida
Hydrogen disulphide
< 0.002 >0.5-10 mg/ L
Sum ber (Source): Anonim (2009)
Gambar 4. Kandungan PO4 pada masing- masing perlakuan Figure 4. PO4 content variation in each treatment
Lam a pem eliharaan (hari) Days of rearing
K
a
n
d
u
n
g
a
n
P
O4
PO
4
content
(m
g
/
L
)
0 1.60
0 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40
7 1 4 2 1 2 8 3 5 4 2 6 0 9 0
A B C
Kondisi air pada Tabel 4 merupakan kondisi t em p at p em elihar aan, p enam p ungan ik an sebelum diekspor, pemeliharaan, dan air yang
digunak an unt uk pengirim an ik an (ek spor m aupun dom est ik), air pada bak f ilt er yang digunakan untuk pem eliharaan ikan hias laut. Tabel 3. Nilai pH dan suhu maksimum, dan minimum selama pemeliharaan
Table 3. Values of pH, maximum, and minimum temperatures during the rearing period
M in. M ax. Flukt uasi M in. M ax. Flukt uasi
Air mengalir
Flow-through system
8.36 8.56 0.2 27.9 29.5 1.6 34-35
Semi statis
Semi-static system
8.46 8.53 0.07 27.3 29.6 2.3 34-35
Resirkulasi (Fully re-circulation system)
8.51 8.59 0.08 27.6 29.6 2 34-40
p H Suhu (T em per a t ur e) (oC)
Perlakuan T r ea t m en t s
Salinit as Sa lin it y
( p p t )
Tabel 4. Kualitas air dari beberapa perusahaan eksportir ikan hias
Table 4. Water quality standard set by ornamental fish exporting companies
Ket erangan (Remarks): D, Gl, CB eksport ir ikan hias laut (D, Gl, CB ornamental marine fish exporter) Lo k a si sumb e r a ir
Loca t ion of wa t er sour ce p p t p H
PO4
( mg / L)
NH3
( mg / L)
NO2
( mg / L)
NO3
( mg / L)
Air un tu k tran sp o rtasi di G
Water for packing at G
36 8.5 1 0 0 .0 41 0.0 28 0.0 94
Air un tu k tran sp o rtasi ikan di G
Water for packing at G
0 .12 0 .0 32 0.0 1 0.7 72
Air un tu k tran sp o rtasi ikan di BO
Water for fish packing at BO
35 8.4 7 1 ,41 3 0 .0 18 0.0 2 0.8 99
Pe namp un g an Gl
Maintenance at Gl
36 8.5 3 0 0 .0 44 0.0 28 0.3 01
Pe namp un g an ikan d i G
Maintenance at G
36 8.3 8 0 .05 5 0 .05 0.0 32 1.3 04
Pe namp un g an CB
Maintenance fish at CB
0 .83 6 0 .0 71 0.0 33 4.9 44
Pe namp un g an ikan d i D
Maintenance fish at D
0 .11 1 0 .3 24 0.0 6 0.1 75
Pe me lih araan Gl
Rearing of seed at Gl
36 8.3 9 0 .02 8 0 .06 0.0 3 1.5 20
Pe me lih araan in du k d i G
Rearing of spawner at G
32 8.5 4 0 .24 3 0 .0 48 0.0 28 2.4 71
Pe me lih araan ikan d i D
Rearing fish at D
0 .09 6 0 .4 16 0.0 74 0.2 28
Air filte r Gl
Water filter at Gl
40 8.3 4 0 .65 2 0 .0 42 0.0 33 1 6.9 31
Air filte r at CB
Water filter at CB
Pada kondisi tersebut ikan masih tampak hidup. Menurut Boyd (1990), suhu m aksim um unt uk pert um buhan ik an 25oC- 30oC, t et api pada daerah t ropis ikan t idak dapat t um buh bagus p ad a su h u d i b awah 2 6oC. Per b an d i n g an am onia dan am onium di dalam air tergantung pada suhu, salinit as, dan pH. Pada daerah subt ropis k andungan NH3 sebaik nya t idak m elebihi 0,01 m g/ L. Sum ber ut am a am onia adalah langsung diekskresikan oleh ikan .
Pada sistem resirkulasi pada pemeliharaan induk ikan Blue Mauritius Angelfish, Centropyge debelius dengan pergantian air sebanyak 50%/ bulan pH 8,2; amonia dan nitrit tidak terdeteksi; dan nitrat kurang dari 10 mg/ L dengan salinitas ber k isar 3 2 ppt . Dengan k ondisi t er sebut induk ikan dapat memijah (Baensch & Tamaru, 2009).
Mort alit as paling t inggi t erjadi pada ikan dengan sist em pergant ian air secara sem i st at is. Pergant ian air dengan cara dem ikian menyebabkan terjadinya guncangan terhadap beber apa par am et er k ualit as air t er ut am a perubahan suhu 3oC- 4oC secara m endadak, akibat pertukaran air sebanyak 40%. Pada suhu l i n g k u n g an p er ai r an yan g t u r u n secar a m endadak akan t erjadi degradasi sel darah m erah sehingga proses respirasi t erganggu sehingga ikan m enjadi lem ah (Tauf ik et al., 2008). Menurut Chapm an (1992), perubahan su h u ak an m em p en g ar u h i p en g am b i l an m ak an an , p r o ses m et ab o l i sm e, p r o ses enzimatis, sintesa protein, dan difusi
molekul-m olekul kecil, bahkan bila perubahan suhu mendadak akan menyebabkan kematian.
Mortalitas juga dapat diakibatkan oleh sifat agresif dari benih ikan klon, karena ukuran yu wan a yan g su d ah b er ag am d an su d ah bersif at agresif (m enyerang) t erhadap ikan yang berukuran lebih kecil (Set iawat i et al., 2007).
Kandungan Bakteri
Tot al bakt eri rat a- rat a (Gam bar 5) pada perlakuan B dan C ham pir sam a hingga hari ke- 14. Kisaran total bakteri pada perlakuan A: 600- 2400 cfu/ mL; B: 7167- 34667 cfu/ mL; dan C: 8 3 3 - 4 4 2 3 7 cf u / m L. Nam u n d em i k i an berdasarkan dat a yang diperoleh t idak dapat dikat akan bahwa t ingginya t ot al bakt eri ini yang m enyebabkan kem at ian pada perlakuan B mengingat bahwa total bakteri yang terdapat pada perlakuan C juga tinggi.
Pada Gam bar 6 m enunjukkan t ot al Vibrio spp. pada m asing- m asing perlakuan selam a pem eliharaan. Kepadat an Vibrio spp. pada p er l ak u an B j au h l eb i h t i n g g i d ar i p ad a perlakuan lainnya. Pada perlakuan B Vibrio harveyi mulai teramati pada hari ke- 7 dengan k ep ad at an 1 0 cf u / m L, sed an g k an p ad a perlakuan A t idak t erdet eksi adanya Vibrio harveyi. Pada perlakuan C t erdet eksi pada hari k e- 35 dengan k epadat an 10 cf u/ m L. Berdasarkan dat a kepadat an bakt eri Vibrio harveyi yang cukup t inggi pada perlakuan B
Gambar 5. Total bakteri pada masing- masing perlakuan Figure 5. Total bactery every treatments
Lam a pem eliharaan (hari) Days of rearing
Density of total bactery
dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang b er sam aan d en g an t i n g g i n ya k an d u n g an am oni a d al am m ed i a p em el i har aan m ak a diduga kem atian hewan uji terjadi oleh kedua f akt or ini. Ket ika kualit as air m enurun dalam hal ini nilai am onia yang t inggi, ikan akan m en g al am i g an g g u an osm or eg u l asi yan g m engak ibat k an ik an m enj adi st res. Dalam kondisi stres, terdapat kepadatan bakteri Vibrio harveyi yang t inggi sehingga ikan m enjadi m udah t erinf ek si dan ak hirnya m engalam i kem at ian m assal. Nam un hal ini bukanlah hal yang um um m engingat bakteri yang dom inan m enginf eksi ikan klon di bak pem eliharaan benih dan induk di BBRPBL Gondol adalah bakt eri Vibrio alginolyticus. Di sam ping it u, m enurut Nurdiana (2006), kepadat an isolat bakteri 103,104, dan 105 cfu/ mL selama 72 jam tidak bersifat patogen.
Ket ika t erdet eksi pert um buhan bakt eri V. harveyi maka tindakan yang diperlukan untuk m enek an per t um buhannya adalah dengan m engat ur salinit as, m enggunakan probiot ik, penggant ian air dari reservoir dengan wakt u pengendapan yang lebih lam a dan jika sem ua alternatif di depan tidak m em pan m aka dapat menggunakan bahan kimia.
Bakt eri Vibrio penyebab vibriosis m eru-pak an m asalah ut am a bagi budidaya ik an kerapu yang m enyebabkan kem at ian hingga 100%. Beberapa f akt or yang m enyebabkan ikan terserang penyakit: faktor fisika dan kimia sepert i perubahan salinit as, pH yang t erlalu rendah at au t erlalu t inggi, perubahan suhu
yang mendadak, kerusakan mekanis (luka- luka), makanan yang tidak baik, stres, dan kepadatan i k an . Ti m b u l n ya p en yak i t j u g a d ap at d i -sebabkan m enum puknya lim bah di sekit ar lingkungan budidaya, atau kandungan nutrea yang t inggi (Anonim , 2005; Anonim , 2004 dalam Fahri, 2009; Asmanelli et al., 1994). KESIMPULAN
Sist em pengelolaan air yang cocok unt uk pem eliharaan benih ikan klon adalah dengan m en g g u n ak an si st em ai r m en g al i r d an resirkulasi.
Sintasan pada perlakuan dengan sistem air m engalir lebih t inggi (63,3± 7,64%) daripada si st em r esi r k u l asi (C) d en g an si n t asan 35,0± 5,00%. Sedangkan pada perlakuan B, mortalitas terjadi pada hari 10 dan hari ke-23 karena t ingginya kandungan am onia dan bakteri Vibrio.
Pert um buhan ikan klon pada perlakuan A yai t u d en g an si st em ai r m en g al i r ad al ah panjang t ot al akhir 3,2± 0,4 cm ham pir sam a dengan pada perlakuan C dengan sist em air resirkulasi yaitu 3,2± 0,3 cm dan masing masing dengan bobot rata- rata akhir adalah 0,54± 0,02 g dan 0,51± 0,02 g secara berurutan.
Pem eliharaan ik an k lon dengan sist em pergant ian air resirkulasi hendaknya dim ulai set el ah k o l o n i b ak t er i n i t r osom o n as d an n i t r o so b ak t er t u m b u h d en g an b ai k yai t u sekit ar 30 hari sehingga konsent rasi am onia dan nit rit nya sudah st abil.
Gambar 6. Kepadatan bakteri Vibrio spp. pada masing- masing perlakuan Figure 6. The density of Vibrio spp. in each treatments
DAFTAR ACUAN
Anonim . 2009. Water quality and disease. Http:/ / www.fish.wa.gov.an /
Asmaneli, Irianto, A., Lamidi, & Ismail, W. 1994. Tingkat serangan penyakit dan parasit pada ikan sunu Plectropomus sp. dalam karamba j ar i n g ap u n g d i p er ai r an Pu l ai Al an g , Kepulauan Riau. J. Perikanan Budidaya Pantai, X(5): 97- 104.
Baensch, F. & Tamaru, C.S. 2009. Spawning and development of larvae and juveniles of the Rare Blue Mauritius Angelfish, Centropyge debelius (1988), in t he hat chery. J. of the World Aquaculture Society, 40(4): 425- 439. Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management in Aquaculture and Fisheries Science. Elsevier. Scient ific Publishing Com pany. Amsterdam, 312 pp.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pond Culture. Auburn University Agricultural, 482 pp. Chapman, D. 1992. Water Quality Assessments.
A guide to the use of botia, sediments and w at er i n en vi r o n m en t al m o n i t o r i n g . Cahpman and Hall. London, 585 pp. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan
Pustaka Nusantara. Yogyakarta, 163 hlm. Fahri, M. 2009. ht t p:/ / elfahrybim a.blogspot ,
co m / 2 0 0 9 / 0 1 / b ak t er i p at o g en p ad a budidaya.html. Dikutip 15 sep 2009. Nurdiana, I. 2006. Identifikasi dan
Penang-gulangan Hama dan Penyakit pada Clownfish (Amphiprion ocellaris). Skripsi. Jur. Perikanan, Fak. Perikanan. Univ. Djuanda, 28 hlm.
Sadovy, Ivonne, J.V., & Amanda, C.J. 2002. Eco-logical issues and the trades in live ref.
Fishes, in P. Sale. Ed Coral Reef Fishes. San Diego, California Academ ic Press, p. 391-420.
Steenfeldt, S., Pederson, P.B., Jokum sen, A., & Lund, I. 2 0 0 2 . Hatchery Production of Tropical Marine Fish in Recirculation Sys-tems. Training course (January- June, 2002). Danish Inst it ut e f or Fisheries Research Denmark. Denmark, 102 pp.
Set iawat i, K.M. 2003. Penggunaan filt er pasir pada pem eliharaan benih kerapu t ikus, Cromileptes altivelis. Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. Jakarta, hlm. 90-93.
Set iawat i, K.M., Wardoyo, Kusum awat i, D., & Yunus. 2007b. St udi awal pem eliharaan clownfish (Amphpiphrion oscellaris) dalam rangk a upaya budidaya ik an hias laut . Prosiding Konferensi Nasional Akuakultur. Jakarta, hlm. 245- 249.
Susant o, H. 1997. Ikan Hias Air Laut. Penebar Swadaya, 115 hlm.
Taufik, I., Azwar, Z.I., & Sutrisno. 2008. Pengaruh sist em pergant ian air yang berbeda pada p em el i h ar aan b en i h i k an b et u t u (Oxyeleotris marmorata Bl k r .). J. Ris. Akuakultur , III(1): 53- 61.