• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI PERADILAN ADAT DI KECAMATAN KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT DALAM MENYELESAIKAN KASUS PIDANA ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSISTENSI PERADILAN ADAT DI KECAMATAN KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT DALAM MENYELESAIKAN KASUS PIDANA ARTIKEL"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI PERADILAN ADAT DI KECAMATAN KINALI

KABUPATEN PASAMAN BARAT DALAM MENYELESAIKAN

KASUS PIDANA

ARTIKEL

Oleh

RINI MARLINA NPM: 1210018412009

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

(2)

EKSISTENSI PERADILAN ADAT DALAM MENYELESAIKAN KASUS PIDANA DI KECAMATAN KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT

Rini Marlina, Uning Pratimaratri, Yetisma Saini

Program Studi IlmuHukum, Program PascasarjanaUniversitas Bung Hatta E-mail:mar.lina24@yahoo.com

ABSTRAK

Peradilan adat adalah sistem peradilan yang lahir, berkembang, dan dipraktikkan oleh komunitas hukum adat di Indonesia. Peradilan Adat di Minangkabau dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) maupun oleh peradilan oleh ninik mamak. KAN menyelesaikan kasus sengketa pusako, serta delikadat. Pelanggaran terhadap delik adat biasanya dilakukan oleh peradilan di tingkat ninik mamak. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:(1) Bagaimana eksistensi peradilan adat Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat, serta perkara Pidana yang diadili oleh peradilan adat di tingkat ninik mamak kampung di Kecamatan Kinali, Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis, Penelitian dilakukan di Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan fungsionaris KAN dan tokoh masyarakat di Kecamatan Kinali. Penulis melakukan studi dokumen untuk mengumpulkan dokumen kasus yang terkait dengan penelitian. Data dianalisis secara kualitatif. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa: KAN di Kecamatan Kinali mempunyai majelis Peradilan Adat, akan tetapi kasus yang di selesaikan di Majelis Peradilan Adat Nagarihanya kasus-kasus perdata, sedangkan kasus pidana diselesaikan di tingkat Ninik Mamak kampung. Perkara delik adat yang diselesaikan di tingkat ninik mamak kampung adalah: pencurian, perkelahian, perjudian, dan perzinaan.

(3)

EXISTENCE OF CUSTOMARY JUSTICE TO SOLUTION CRIMINAL CASES IN DISTRICT KINALI, WEST SUMATERA

Rini Marlina, Uning Pratimaratri, Yetisma Saini

Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta E-mail:mar.lina24@yahoo.com

ABSTRACT

Customary justices justice system that is born, develops, and practices of indigenous communities in Indonesia. Customary Justice in Minangkabau performed by Karapatan Adat Nagari (KAN) orb judicial ninik mamak. KAN resolve disputes pusako and customs offenses. Violation of the customs offenses usually done by the judiciary in mamak ninik level. Problems raised in this study were: (1) How does the existence of customary justice Kinali District of West Pasaman, as well as criminal case sureties by court level customary ninik mamak kapungin District Kinali. This study is a descriptive analysis. The approach used in this study’s asocial-legal research. Research was conducted in the District Kinalim Pasaman Barat. Data were collected through in terviews with KAN functionaries and community leaders in District Kinali. The author conducted study document to collect documents related to the case study. Data were analyzed qualitatively. The results showed: KAN in the district assemblies Kinali have Customary Court, but the case of the Judicial Council resolved at Anatoly civil cases, while criminal casters solved at the village level Ninik Mamak. Case settled indigo no us of fence ninik mamak village level are: theft, fights, gambling, and adultery.

(4)

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia

merupakan negara hukum, dengan landasan

pandangan hidup berdasarkan Pancasila

sebagai filsafah negara. Pancasila

merupakan ideologi bangsa Indonesia

setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17

Agustus tahun 1945. Negara Indonesia

merupakan sebuah negara yang berbentuk

republik berdasarkan Undang-undang Dasar

1945 sebagai dasar hukum Negara Republik

Indonesia. Negara Indonesia yang terdiri

dari bermacam ragam, corak dan

bermacam-macam suku bangsa, sehingga membuat

bangsa Indonesia memiliki ragam bahasa,

budaya, ras dan adat istiadat.

Dimensi ilmu hukum hakikatnya

teramat luas, diibaratkan sebuah “pohon”,

hukum adalah sebuah pohon besar dan

rindang, ranting, batang, buah yang teramat

lebat, Karena begitu lebatnya hukum

tersebut dapat dikaji perspektif asasnya,

sumbernya, pembedadan lain sebagainya.

Konsekuensi logis dimensi

perkembangan hukum pidana sebagaimana

konteks di atas, ada sifat privat dari hukum

pidana yaitu masyarakat hukum yang relatif

lebih maju maka hukum pidana kemudian

mengarah, lahir, tumbuh dan berkembang

menjadi bagian hukum sekarang ini .Secara

gradual, hukum pidana sebagai bagian

hukum publik eksitensinya bertujuan

melindungi kepentingan masyarakat dengan

pertimbangan yang serasi dan selaras antara

kejahatan di satu pihak dari tindakan

penguasa yang bertindak secara

sewenang-wenangnya.

Eksistensi penyelesaian perkara di

luar pengadilan melalui mediasi penal

merupakan dimensi baru dikaji dari aspek

teoritis dengan praktik, maka mediasi penal

akan berkorelasi dengan pencapaian dunia

peradilan. Sering berjalannya waktu dimana

semakin hari terjadinya perkara dengan

segala bentuk maupun variasinya yang

(5)

konsekuensinya menjadi beban bagi

pengadilan memutus perkara sesuai asas

“peradilan sederhana, cepat dan biaya

ringan” tanpa harus mengorbankan

pencapaian tujuaan peradilan kemanfaatan

dan keadilan. Apakah suasana macam

perkara pidana harus diajukan dan

diselesaikan di muka pengadilan, ataukah

ada hal memungkinkan untuk diselesaikan

melalui pola mediasi penal. Pada polarisasi

dan mekanisme mediasi penal, sepanjang hal

tersebut bersama oleh para pihak (tersangka

dan korban), serta untuk mencapai

kepentingan yang lebih luas, yaitu

terpeliharanya harmonisasi sosial.1

Hukum mempunyai posisi yang

strategis dan dominan dalam kehidupan

masyarakat berbangsa dan bernegara.

Hukum sebagai suatu sistem dapat berperan

1

Detlev Frehsee, 2008, (Halaman 4-5), (Professor of Criminology and Criminal Law, University of Bielefel, Germany), “restitution and Offender Criminal Law:Development and Theoretical Implication”.

http://wings.buffalo.edu/law/bclc/bclr.htm, Dalam: Barda Nawawi Arief, mediasi Diluar Pengadilan, Pustaka Magister, Semarang.

dengan baik dan benar di tengah masyarakat

jika alat pelaksanaannya dilengkapi dengan

kewenangan-kewenangan dalam bidang

penegakan hukum. Hukum Negara tidak

berjalan dengan sendirinya. Banyaknya suku

bangsa di Indonesia turut berperan dalam

menyelesaikan kasus yang ada. Secara tidak

tertulis, adat istiadat yang ada berpengaruh

terhadap kasus-kasus yang ada, baik kasus

pidana atau pun kasus perdata.

Eksistensi berlakunya hukum adat

selain dikenal dalam instrumen hukum

nasional juga diatur instrumen Internasional.

Ketentuan Pasal 15 ayat (2) International

Covenant on Civil and Political Rights

(ICCPR) menyebutkan bahwa, “Nothing in

this article shall prejudice the trial and

punishment of any person for any act or

omission which, at the time when it was

committed, was criminal according to the

general principles of law recognized by the

community of nations”2.Yang maksudnya

2

(6)

adalah “tidak ada dalampasal ini yang boleh

mengurangi pemeriksaan dan hukuman dari

setiap orang untuk setiap tindakan atau

kelalaian yang pada saat itu masih

merupakan suatu kejahatan menurut

asas-asas hukum yang diakui oleh masyarakat

bangsa-bangsa”.

Kemudian rekomendasi dari Kongres

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang

The Prevention of Crime and the Treatment

of Offenders” dinyatakan bahwa sistem

hukum pidana yang selama ini ada di

beberapa negara (terutama yang

berasal/diimpor dari hukum asing semasa

zaman kolonial), pada umumnya bersifat

obsolete and unjust” (telah usang dan tidak

adil) serta “outmoded and unreal” (sudah

ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan

kenyataan). Alasannya karena sistem hukum

di beberapa negara tidak berakar pada

nilai-nilai budaya dan bahkan ada

“diskrepansi” dengan aspirasi masyarakat,

serta tidak responsif terhadap kebutuhan

sosial masa kini. Kondisi demikian oleh

Kongres PBB dinyatakan sebagai faktor

kontribusi untuk terjadinya kejahatan.3

Secara teoritis, dengan

dicantumkannya Pasal 18b ayat (2) dan

Pasal 28I ayat (3) dalam UUD 1945 yang

isinya tentang Pemerintahan daerah

provinsi, daerah kabupaten, dan kota

mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan, maka pengakuan dan

penghormatan terhadap hak-hak tradisional

kesatuan masyarakat hukum adat semestinya

diderivasi dalam peraturan

perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar,

yaitu pada level undang-undang. Sesuai

dengan teori hirarki norma, undang-undang

tidak boleh mengatur hal yang bertentangan

dengan jiwa atau prinsip yang dianut dalam

Undang-Undang Dasar. Dengan diakuinya

hak-hak tradisional kesatuan masyarakat

3

Lilik mulyadi, Hukum dan Putusan Adat dalam Praktik Peradilan Negara.

(7)

hukum adat (termasuk kekuasaan mengadili)

dalam Undang- Undang Dasar 1945,

semestinya eksistensi peradilan adat juga

mendapat pengakuan dalam undang-undang.

Pengakuan yang dimaksudkan di sini adalah

pengesahan formal terhadap suatu entitas

(dalam hal ini peradilan adat) yang

mempunyai status khusus.

Kemungkinan untuk mengakomodasi

adanya peradilan adat dalam sistem

peradilan di Indonesia pun diberi peluang

oleh Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang

Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan

kekuasaan kehakiman diatur dalam

undang-undang. Pilihan untuk memberikan

pengakuan atau tidak memberikan

pengakuan terhadap peradilan adat dalam

sistem hukum negara adalah persoalan

politik hukum, khususnya politik hukum

kekuasaan kehakiman karena peradilan

adalah salah satu fungsi dari kekuasaan

kehakiman.

Politik hukum sebagai garis

kebijakan resmi tentang hukum yang

diberlakukan sangat dipengaruhi oleh

konfigurasi politik penguasa yang berkuasa

dalam suatu negara. Kebijakan penguasa

negara tentang hukum tersebut dituangkan

dalam produk hukum, di mana arahannya

dituangkan dalam Undang-Undang Dasar

1945 dan selanjutnya dijabarkan dalam

produk hukum yang lebih rendah, terutama

dalam produk hukum pada level

undang-undang. Seiring dengan silih bergantinya

pemerintahan yang memegang tampuk

kekuasaan negara di Indonesia, peraturan

perundang-undangan yang mengatur

kekuasaan kehakiman pun sudah beberapa

kali mengalami perubahan atau pergantian.

Sejak Undang- Undang Dasar 1945

diamandemen, undang-undang Kekuasaan

Kehakiman sudah dua kali mengalami

perubahan, yaitu Undang-undang Nomor 4

Tahun 2004 dan diubah menjadi

(8)

Kekuasaan Kehakiman. Dalam

Undang-undang No. 48 Tahun 2009, ada hal-hal

yang penting yang harus diketahui yaitu

sebagai berikut:

1. Mereformasikan sistematika

Undang-undang Nomor 4 Tahun

2004 tentang kekuasaan kehakiman

terkait dengan pengaturan secara

komprehensif dalam undang-undang

ini, misalnya adanya bab tersendiri

mengenai asas penyelenggaraan

kekuasaan kehakiman.

2. Pengaturan umum mengenai

pengawasan hakim dan hakim

konstitusi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dan kode etik

dan pedoman perilaku hakim.

3. Pengaturan umum mengenai

pengangkatan dan pemberhentian

hakim dan hakim konstitusi.

4. Pengaturan mengenai pengadilan

khusus yang mempunyai

kewenangan untuk memeriksa,

mengadili dan memutuskan perkara

tertentu yang hanya berada di bawah

Mahkamah Agung.

5. Pengaturan mengenai hakim ad hoc

yang bersifat sementara dan

memiliki keahlian serta pengalaman

di bidang tertentu untuk memeriksa,

mengadili dan memutuskan suatu

perkara.

6. Pengaturan umum mengenai

arbitrase dan alternatif penyelesaian

sengketa di luar pengadilan.

7. Pengaturan umum mengenai bantuan

hukum bagi pencari keadilan yang

tidak mampu dan pengaturan

mengenai proses bantuan hukum

pada setiap pengadilan.

8. Pengaturan umum mengenai jaminan

keamanan dan kesejahteraan hakim

dan hakim konstitusi.

Dari penjelasan di atas sangat

relevan untuk mengkaji dinamika pengakuan

(9)

kekuasaan kehakiman. Kajian ini menjadi

lebih relevan lagi karena sesungguhnya

peradilan adat adalah suatu fakta sosiologis,

di mana peradilan adat masih hidup dan

dipraktekkan dalam kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat yang jumlahnya

ribuan dan tersebar dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Sangat

penting dikaji dinamika politik hukum

kekuasaan kehakiman dari waktu ke waktu

dalam merespon kenyataan sosial tersebut.

Adat adalah merupakan pencerminan

dari pada kepribadian sesuatu bangsa,

merupakan salah satu penjelmaan dari pada

jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke

abad, oleh karena itu maka tiap bangsa di

dunia ini memiliki adat kebiasaan

sendiri-sendiri yang lainnya tidak sama. Justru

karena ketidaksamaan inilah dapat

dinyatakan bahwa adat itu merupakan unsur

yang terpenting yang memberikan identitas

kepada bangsa yang bersangkutan.

Tingkatan peradaban, maupun cara

penghidupan yang modern, ternyata tidak

mampu menghilangkan adat kebiasaan yang

hidup dalam masyarakat, yang terlihat dalam

proses kemajuan zaman itu adalah adat

tersebut menyesuaikan diri dengan keadaan

dan kehendak zaman , sehingga adat itu

menjadi kekal serta tetap segar.

Kecamatan Kinali Kabupaten

Pasaman Barat memegang teguh adat dan

budaya Minangkabau, pelaksanaan peradilan

adat di Kecamatan Kinali Kabupaten

Pasaman Barat mengacu pada adat

Minangkabau termasuk terhadap kasus

pidana. Kasus pidana adalah kasus yang

berkaitan dengan kejahatan yang merugikan

orang lain. Kejahatan jelas harus dihukum

namun banyak pendekatan yang berbeda

untuk menyelesaikan hukum tersebut salah

satunya dengan pendekatan adat .Disinilah

nantinya berperan peradilan adat dalam

menyelesaikan kasus pidana.

(10)

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana eksistensi peradilan adat

di Kecamatan Kinali Kabupaten

Pasaman Barat?

2. Perkara pidana apa sajakah yang

diadili oleh peradilan adat di

Kecamatan Kinali Kabupaten

Pasaman Barat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah

dikembangkan diatas, maka tujuan

penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui eksistensi

peradilan adat di Kecamatan Kinali

Kabupaten Pasaman Barat dalam

menyelesaikan perkara pidana.

2. Untuk menganalisis bentuk perkara

pidana yang diadili oleh peradilan

adat terhadap penyelesaian kasus

pidana di Kecamatan Kinali

Kabupaten Pasaman Barat.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat baik secara teoritis

maupun praktis.

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan mempunyai arti

penting bagi perkembangan konsep

ilmu hukum Adat sesuai dengan

perkembangan zaman dan

masyarakat.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi

terhadap peradilan adat dalam

menyelesaikan kasus pidana di

Kabupaten Pasaman Barat, dan juga

diharapkan menjadi pertimbangan

bagi lembaga peradilan di Pasaman

Barat khususnya dan peradilan

nasional umumnya bahwa ada sistem

(11)

digunakan dalam hal menyelesaikan

perkara pidana.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Konsep efektivitas

sesungguhnya suatu konsep yang

luas, mencakup berbagai faktor di

dalam maupun di luar organisasi.

Konsep efektivitas ini oleh para ahli

belum ada keseragaman. Pandangan

yang dilakukan dengan pendekatan

disiplin ilmu yang berbeda sehingga

melahirkan konsep yang berbeda

pula di dalam pengukurannya.

Banyak teori yang

berkembang mengenai pemidanaan

yang masing-masing berupaya untuk

mencari pembenaran bagi tindakan

memidanaan itu sendiri. Teori-teori

tersebut diantaranya adalah:

a. Teori Absolut (vergeldings

theorien)

Teori ini dikenal dengan

teori retributif, yang menyatakan

bahwa tujuan pemidanaan ini

semata-mata dimaksudkan untuk

membalas tindakan pidana yang

dilakukan seseorang. Dengan

demikian pidana tidak ditujukan

untuk perbaikan terpidana.

Barda Nawawi Arif

menyatakan bahwa pidana

merupakan akibat mutlak yang

harus ada sebagai suatu

pembalasan kepada orang yang

melakukan kejahatan. Jadi

pembenaran dari pidana terletak

pada ada atau terjadinya

kejahatan itu sendiri.4

b. Teori Relatif (doeltheorien)

Teori ini disebut juga

dengan teori utilitarian, muncul

sebagai reaksi terhadap teori

absolut. Teori relatif

4

(12)

menyebutkan bahwa tujuan

pemidanaan bukan sekedar

pembalasan akan tetapi juga

untuk mewujudkan ketertiban

dalam masyarakat.

Dalam teori ini, pidana bukan

hanya sekedar untuk

melaksanakan pembalasan atau

pengimbalan kepada orang yang

telah melakukan suatu tindak

pidana, tetapi mempunyai

tujuan-tujuan tertentu yang lebih

bermanfaat5.

c. Teori Gabungan

(verenigingstheorien)

Di samping teori absolut

dan teori relatif tentang hukum

pidana, muncul teori ketiga yang

satu pihak mengakui adanya

unsur pembalasan dalam hukum

pidana. Akan tetapi di pihak lain,

mengakui pula unsur prevensi

dan unsur memperbaiki penjahat

5 Ibid.

yang melekat pada tiap pidana.

Teori ketiga ini muncul karena

terdapat kelemahan dalam teori

absolut dan teori relatif. Dengan

munculnya kedua teori gabungan

ini, maka terdapat perbedaan

pendapat di kalangan para ahli

(hukum Pidana), ada yang

menitikberatkan pembalasan, ada

pula yang ingin unsur

pembalasan dan prevensi

seimbang6.

d. Teori adat

Adat adalah gagasan

kebudayaan yang terdiri dari

nilai-nilai kebudayaan, norma,

kebiasaan, kelembagaan, dan

hukum adat yang lazim

dilakukan di suatu daerah.

Apabila adat ini tidak

dilaksanakan akan terjadi

kerancuan yang menimbulkan

sanksi tak tertulis oleh

(13)

masyarakat setempat terhadap

pelaku yang dianggap

menyimpang.

Sementara itu hukum adat adalah

sistem hukum yang dikenal

dalam lingkungan kehidupan

sosial di Indonesia dan

merupakan hukum asli bangsa

Indonesia, sumbernya adalah

peraturan-peraturan hukum tidak

tertulis yang tumbuh dan

berkembang dan dipertahankan

dengan kesadaran hukum

masyarakatnya.

Peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan

tumbuh kembang, maka hukum

adat memiliki kemampuan

menyesuaikan diri dan elastis.

Selain itu dikenal pula

masyarakat hukum adat yaitu

sekelompok orang yang terkait

oleh tatanan hukum adatnya

sebagai warga bersama suatu

persekutuan hukum karena

kesamaan tempat tinggal ataupun

atas dasar keturunan7.

e. Hukum Adat

Istilah hukum adat di

kalangan masyarakat umum

(awam) sangat jarang digunakan

karena masyarakat cenderung

hanya menggunakan istilah adat

saja, sedangkan istilah hukum

adat itu sendiri lahir secara

ilmiah atau dikemukakan oleh

para peneliti, ahli atau sarjana.

Adapun pengertian hukum adat

menurut para ahli sebagai berikut

:

Menurut Conelis Van

Vollenhoven

Hukum adat adalah himpunan

peraturan-peraturan tentang

perilaku yang berlaku bagi orang

pribumi dan timur asing pada

satu pihak mempunyai sanksi

(karena bersifat hukum), dan

7

(14)

pada pihak lain berada dalam

keadaan tidak dikodifikasikan

(karena adat)8.

Menurut Ter Haar Bzn

Hukum adat adalah keseluruhan

aturan yang menjelma dari

keputusan-keputusan para

fungsionaris hukum (dalam arti

luas) yang memiliki kewibawaan

serta pengaruh dan yang dalam

pelaksanaannya berlaku serta

merta dan ditaati dengan sepenuh

hati9.

Menurut Soepomo

Hukum adat adalah sinonim dari

hukum yang tidak tertulis di

dalam peraturan legislatif, hukum

yang hidup sebagai konvensi di

badan-badan hukum Negara

(parlemen, dewan propinsi, dan

sebagainya), hukum yang hidup

sebagai peraturan, kebiasaan

8

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat. Diakses pada Tanggal 20 Oktober 2014

9 Ibid.

yang dipertahankan di dalam

pergaulan, baik di kota maupun

di desa-desa.10

Menurut Hardjito Notopuro

Hukum adat adalah hukum tak

tertulis, hukum kebiasaan dengan

ciri khas yang merupakan

pedoman kehidupan rakyat

dalam menyelenggarakan tata

keadilan dan kesejahteraan

masyarakat dan bersifat

kekeluargaan.11

Menurut kesimpulan hasil

seminar hukum adat dan

pembangunan hukum nasional.

Hukum adat diartikan sebagai hukum

Indonesia asli yang tidak tertulis

dalam bentuk perundang-undangan

Republik Indonesia yang di sana-sini

mengandung unsur agama12.

(15)

Agar tidak terjadi

kesalahpahaman terhadap

istilah-istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, maka perlu diuraikan

pengertian konsep yang dipakai

sebagai berikut :

a. Eksistensi

Eksistensi adalah

keberadaan tentang sesuatu dan

diakui keberadaannya. Eksistensi

juga diartikan sesuatu yang

masih digunakan atau dipakai

dalam kehidupan

bermasyarakat13.

b. Peradilan adat

Peradilan Adat

merupakan salah satu alternatif

penyelesaian sengketa yang

terjadi dalam masyarakat, di luar

peradilan formal. Ada peradilan

formal seperti Pengadilan Negeri,

Mahkamah Syariah dan lainnya.

13

http://kamusbahasaindonesia.org/eksiste nsi/mirip.Diakses pada tanggal 19 agustus 2014.

Di luar peradilan formal dikenal

berbagai alternatif penyelesaian

sengketa, seperti mediasi dan

lainnya. Pemaknaan Peradilan

Adat dengan demikian adalah

proses penyelesaian sengketa,

perkara atau persoalan hukum

yang terjadi dalam masyarakat

oleh lembaga adat yang

dilakukan dengan pendekatan

musyawarah dan bertujuan

damai14. Jadi, Istilah Peradilan

Adat bukanlah menggambarkan

suatu jenis peradilan formal di

antara berbagai peradilan yang

secara formal diatur dan diakui

sebagaimana dimaksudkan dalam

Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

c. Penyelesaian Kasus Pidana

14

(16)

Penyelesaian kasus

pidana adalah penyelesaian kasus

kejahatan yang dilakukan oleh

seseorang sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Penyelesaian kasus pidana dapat

dilakukan secara hukum pidana

Negara yaitu rangkaian peraturan

yang memuat cara badan

pemerintah yang berkuasa yaitu

kepolisian kejaksaan, dan

pengadilan harus bertindak guna

mencapai tujuan Negara dengan

mengadakan hukum pidana15.

Kasus pidana dapat juga

diselesaikan dengan peradilan

adat dengan tujuan memperbaiki

seseorang agar tidak melakukan

kejahatan lagi. Penelitian ini

akan membahas penyelesaian

kasus pidana yang dilakukan oleh

peradilan adat yang ada di

15

Barda Nawawi Arief.Op.Cit, hlm.45

Kecamatan Kinali Kabupaten

Pasaman Barat.

F. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif

analisis, yaitu penelitian yang

menggambarkan, menelaah dan

menjelaskan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, kemudian

akan dihubungkan dengan keadaan

atau fenomena dalam praktek yang

pelaksanaan hukumnya berhubungan

dengan penyelesaian kasus pidana

dalam peradilan adat di

Minangkabau.

Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah yuridis

sosiologis, yaitu memaparkan objek

penelitian hukum adat dengan

hukum pidana.

(17)

Penelitian dilakukan di KAN

Kecamatan Kinali Kabupaten

Pasaman Barat.

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data

ini didapatkan dengan

wawancara terhadap informan16.

Informan penelitian ini yaitu

Dipertuan Kinali yaitu:

1) Asrul YANG DIPERTUAN,

selaku ketua KAN Kinali

(Pucuk Adat Kinali).

2) Gusnipar Majo Sadeo selaku

Ketua Majelis Peradilan Adat

(ninik mamak luhak

langgam).

3) Bahar Kahar Datuak Batuah

selaku ninik mamak

Kampung Panco Kecamatan

Kinali.

16

Zuganef, 2008.Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta. hlm.110.

4) Bakaruddin DT. Hitam putih,

selaku ninik mamak Luhak

Anam Koto.

5) Bapak Safei, selaku camat

Kinali Kabupaten Pasaman

Barat.

6) Bapak Azwirmar, selaku

sekretaris camat Kinali

Kabupaten Pasaman Barat.

7) Bapak Muharsal Indra selaku

wali nagari Kinali Kabupaten

Pasaman Barat.

8) Dan seluruh staf karyawan/

karyawati kantor camat

Kinali Kabupaten Pasaman

Barat.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah

data berupa data penunjang yang

dibutuhkan dalam penelitian ini

sebagai pembanding dalam

melakukan analisa kasus pidana.

(18)

musyawarah adat, ataupun berita

acara musyawarah ninik mamak

yang dicatat. Data ini juga berupa

data jumlah kasus pidana yang

diselesaikan dengan peradilan

adat di Kinali Kabupaten

Pasaman Barat.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

a. Wawancara yang bersifat

terbuka, dimana daftar

pertanyaan telah disiapkan oleh

peneliti terlebih dahulu dalam

pedoman wawancara yang

berisikan pertanyaan tentang

Eksistensi Peradilan Adat dalam

menyelesaikan kasus pidana

b. Studi Dokumen

Data yang di dapat

terhadap kasus yang pidana yang

diselesaikan dengan peradilan

adat di Kecamatan Kinali harus

didokumentasikan seperti

catatan, surat, artefak, foto, berita

acara dan sebagainya.

5. Analisis Data

Analisa data merupakan hal

yang sangat penting dalam suatu

penelitian dalam rangka memberikan

jawaban terhadap masalah yang

diteliti. Analisa data dilakukan

secara kualitatif, data yang sudah

terkumpul dipilih dan diolah

kemudian dianalisis dan ditaksirkan

secara logis dan sistematis dengan

menggunakan metode induktif17.

Metode ini akan menghasilkan

relevansi hukum adat dengan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

18

(19)

PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Eksistensi Peradilan Adat di

Kecamatan Kinali Kabupaten

Pasaman Barat, masih diakui oleh

masyarakat adat ditandai dengan

adanya KAN, namun kasus yang di

selesaikan diMajelis Peradilan Adat

ini hanya kasus perdata saja, tidak

ada menyelesaikan kasus pidana.

Dan ada beberapa kasus pidana

diselesaikan di tingkat Ninik Mamak

Kampung.

2. Adapun bentuk Perkara Pidana yang

diselesaikan di tingkat Ninik

Mamak kampung tidak hanya

terbatas pada delik adat tetapi juga

tindak pidana umum. Delik adat

yang diselesaikan misalnya nikah

sasuku, sedangkan delik umum yang

diselesaikan melalui peradilan adat

di tingkat ninik mamak antara lain:

a. Pencurian Sawit

b. Perkelahian

c. Perjudian

d. Perzinaan

B. Saran

Melihat hasil penelitian yang telah

penulis lakukan ada beberapa saran yang

hendak dikemukakan dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Untuk pemerintah daerah setempat

lebih mensosialisasikan peranan,

keberadaan dan fungsi dari

peradilan adat kepada masyarakat.

2. Melestarikan kebudayaan ini sebagai

bentuk kepedulian terhadap kearifan

lokal yang ada di masyarakat.

3. Menjadikan objek wisata lokal

maupun nasional ketika pelaksanaan

peradilan adat maupun perundingan

ninik mamak berlangsung sekaligus

menarik minat wisatawan untuk

datang berkunjung ke daerah

(20)

4. Sebaiknya para pemuka adat/ninik

mamak meregenerasikan kepada

kelompok muda agar mempelajari

sistem adat warisan nenek moyang

agar tetap lestari dan terpelihara

dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, 2008, Perkembangan Hukum Pidana dalam Era Globalisasi,

Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum& Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat: Suatu Pengantar, PT. Prandnya Paramita, Jakarta.

C. Can Vollenhoven, “Het Adatrecht van Nederland Indie”. 1925.

Eddy O.S. Hiariej,2009, Asas Legalitas &Penemuan Hukum Dalam Hukum Pidana,Erlangga, Jakarta.

H.A. Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum Pidana 1,Sinar Grafika, Jakarta.

H.A.M Effendi, 1988,” Pengantar Hukum Adat.

Hilman Hadikusuma, 1993 .Hukum Pidana Adat,CV Rajawali, Jakarta.

_______, 1961 ,Hukum Pidana Adat,CV Rajawali, Jakarta.

I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat,PT. Eresco. Bandung.

_______, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat,PT Eresco, Bandung.

Komariah Emong Sapardjaja, 2002. Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi,PT Alumni, Bandung.

L.C Westennenk,1981, de Minangkabau Sauche Nagari,Penerbit dan Bursa Buku Fakultas Hukum dan

Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas.

Lieven Dupont dan Raf Verstraeten, 1990,

Handboek Belgisch Strafrech,Acoo Leuven/Amersfoort

Lilik

Mulyadi,2010,EksistensiYurisprude nsiDikaji Dari Perspektif Teoretis dan Praktik Peradilan,Bahan Literatur Penelitian Kedudukan Dan relevansiJurisprudensiUntukMengur angiDisparitasPutusanPengadilan, Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung RI, Jakarta.

(21)

M. Cherif Bassiouni, 2003, Introduction to International Criminal Law,Transnasional Publisher, Inc. Ardsley, New York.

Nyoman Serikat Putra Jaya, 2005, Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional,PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soepomo, 1963, Bab-bab tentang Hukum Adat,Universitas.

Sudarto, 1979,Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat,PT Alumni, Bandung.

________, 1983 ,Hukum dan Hukum Pidana,PT Alumni, Bandung.

_______, 1983, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

(3) pendekatan keluarga melalui komunikasi aktif untuk meningkatkan komitmen kerja guru dilakukan kepala sekolah melalui kunjungan ke rumah guru agar tercipta

Telah dilakukan isolasi, identifikasi, dan karakterisasi fraksi non aktif terhadap Artemia salina ekstrak kloroform dari kayu batang tumbuhan Melochia umbellata (Houtt)

Kegiatan penyuluhan kewirausahaan ini sangat penting dilakukan karena tujuan program PKM salah satunya adalah membentuk kelompok masyarakat yang.. mandiri secara

Kemudian, pada angkatan 2013 nilai value yang didapatkan menggunakan analisis kappa menunjukkan nilai -0,027 berarti ada kesesuaian yang rendah ( poor ) antara

Fokus penelitian penulis dalam topik jual beli ini adalah tentang analisis hukum Islam terhadap praktek jual beli pohon dengan sistem ijohan (Studi Kasus di Desa

Pengaruh gempa dipermukaaan tanah tidak hanya di tentukan oleh besar energi yang dilepaskan, akan tetapi juga oleh kedalaman atau jarak sumber gempa (hypocentre).. PERCEPATAN

Jika perpindahan cahaya bergerak dari aktor satu ke aktor lain dalam area yang berbe- da, penonton dapat melihatnya dengan jelas.. Tetapi perganti- an cahaya dalam satu area

Penyelarasan - Guru Kanan Bahasa : Pn Noor Suaini Binti Mat Hussain Pementoran - Guru Kanan Kemanusiaan : Cik Raudhah binti Hj Abd Wahab Pengesanan - Guru Kanan Sains