• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setitik Pemikiran dari Prancis Analisa A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Setitik Pemikiran dari Prancis Analisa A"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Setitik Pemikiran dari Prancis: Analisa Akar-akar Pemikiran Fernand Braudel Oleh: Hendra Permana

Pendahuluan

Penulisan sejarah semakin hari memang semakin berkembang. Peninjauan kembali terhadap karya-karya lama historiografi perlu dilakukan untuk melihat perkembangan itu. Alasan terhadap perlunya melihat perkembangan kajian historiografi ini adalah untuk memberikan ruang pada masa kini agar memunculkan pemikiran baru. Namun, munculnya pemikiran baru tersebut tidak semata-mata mengaburkan pandangan lama, tetapi dapat memberikan keberagaman terhadap kajian kesejarahan.

Beranjak dari hal itulah penulis menghadirkan tulisan ini untuk dijadikan telaah lebih lanjut terhadap perkembangan historiografi. Mengambil periode historiografi modern, penulis akan membincangkan kembali salah satu tokoh yang bisa dikatakan berperan penting pada periode historiografi modern: Fernand Braudel. Fernand Braudel adalah orang yang akan dibincangkan dalam tulisan ini. Siapakah Fernand Braudel?

Tulisan ini akan membahas pemikiran-pemikiran Braudel dalam ranah historiografi. Sebelum membahas ke hal yang lebih penting seperti pemikiran/pandangan, ada baiknya kita mengenal dahulu sosok Braudel. Pertanyaan-pertanyaan seperti dari mana dia berasal, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh siapa, dan bagaimana karyanya terhadap relevansi kekinian historiografi perlu dijabarkan dengan jelas agar mendapat pemahaman mendalam. Oleh karena itu, penulis juga akan sedikit berargumentasi terhadap pandangan historiografi Braudel. Selebihnya akan dilihat dalam tulisan di bawah ini.

Biografi Singkat

Fernand Braudel dilahirkan di desa Luméville-en-Ornois pada 24 Agustus 1902, sebuah desa kecil di Prancis. Pada umur 7 tahun Braudel muda pindah ke Paris, dia kemudian sekolah di Lycée Voltaire dan Universitas Sorbone. Dari Universitas Sorbone ini dia lulus sebagai agrégé dalam disiplin sejarah pada tahun 1923. Setelah lulus, Braudel mengajar di Universitas Algiers hingga tahun 1932. Semasa mengajar di Universitas Algiers, Braudel menerbitkan sebuah paper tentang orang-orang Spanyol di Afrika Utara pada abad XVII, dan mengerjakan sebuah tesisnya yang bermula ketika mempelajari kebijakan luar negeri Philip II.1

(2)

memungkinkan hingga meletusnya Perang Dunia II, dia dikenai wajib militer dan kemudian dipenjara.2 Di sebuah kamp di Mainz (1940-1942) dan Lübeck (1942-1945), Braudel mentransformasikan tentang kebijakan-kebijakan Philip II –yang sebelumnya tertunda –atas studi mendalam tentang kawasan laut Mediterania. Dalam kondisi sulit di kamp Lübeck, Braudel masih mampu untuk mencari sumber-sumber data dari perpustakaan kota setempat.

Setelah perang usai, pada 1947 bersama Lucien Febvre dan Charles Morazé mendirikan Seksi Sixiéme untuk ilmu sosial di Ecole Pratique des Hautes Etudes. Dua tahun setelahnya, Braudel menggantikan Lucian Febvre sebagai guru besar di Collége de France. Hingga wafatnya, Braudel menyunting jurnal Annales versi pasca perang.

Dilihat dari pengalamannya, jalur Braudel di bidang akademik memang tidak bisa dipungkiri. Sejak dari dulu Braudel sudah ditempa untuk menjadi akademisi dengan menjadi pengajar di berbagai universitas dan meneliti suatu kajian di bagian Afrika Utara.

Braudel dan Mazhab Annales

Braudel tidak bisa dipisahkan dari perkembangan historiografi di Eropa, terutama di Prancis. Pada dekade 1920-an, di Prancis mulai berkembang “sejarah jenis baru” yang menjadi alternatif terhadap sejarah “tradisional”3. Gerakan “sejarah baru” ini dipelopori oleh guru besar Universitas Strasbourg, March Bloch dan Lucian Febvre.4 Dalam jurnal yang mereka terbitkan, Annales d’historie économique et social, mereka mengkritik dominasi politik dalam dimensi sejarah. Secara lebih detail, mereka ingin mengganti sejarah politik dengan sejarah yang lebih “manusiawi”, yakni sejarah yang tidak hanya membincangkan orang-orang besar saja, akan tetapi juga berbicara tentang semua aspek kegiatan yang dialami oleh masyarakat –seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, geografi, dan lain sebagainya. Lebih lanjut para sejarawan saat itu hingga sejarawan masa sekarang memberikan julukan kepada “sejarah baru” ini sebagai “Mazhab Annales”.

Pemikiran Bloch dan Febvre jelas mempengaruhi Braudel sebagai penerus Mazhab Annales. Sebagai seorang yang membuat gaya jenis baru, pemikiran tentang aspek sejarah sosial masuk ke dalam pemikiran Braudel. Menurutnya, sejarah yang ditulis secara tradisional seperti menyinari masa lalu sebagaimana kunang-kunang menerangi malam.5 Analogi ini dapat dipahami bahwa sejarah yang ditulis sebelumnya hanya memberi nyala sekilas, cenderung fokus secara khusus pada peristiwa, tindakan individual, dan perkembangan jangka pendek. Sejarah ini menurut Braudel akan merosot pada sejarah

2 Ibid, hal. 33.

3 Maksud dari sejarah tradisional ini ialah sejarah yang hanya mementingkan peristiwa besar dan terfokus pada orang-orang besar dalam lingkup kajian politik.

(3)

tentang peristiwa, terutama hanya fokus pada peristiwa politik, tanpa melihat aspek yang lain.6

Semenjak dipegang oleh Bloch dan Febvre, mazhab Annales7 lebih dominan pada sejarah struktural kualitatif. Kekhususan ini terlihat dari kepentingannya untuk memberi alternatif terhadap sejarah tradisional. Lebih lanjut dalam terbitan pertama jurnal ini, Bloch dan Febvre menegaskan tiga tujuan pokok pengembangan sejarah: memberi forum diskusi yang menyatukan sejarawan dan ilmuwan sosial; mempersoalkan pembabakan sejarah kepada masa kuno, tengah, modern dan pembagian masyarakat kepada primitif dan peradaban; dan menciptakan komunitas ilmu-ilmu kemanusiaan. Dari tujuan ini dapat terlihat bahwa dalam cakupan umum, periode Annales “ala” Bloch dan Febvre lebih mementingkan sejarah sosial dan mentalitas.8 Sejarah sosial ini lebih dikembangkan lagi oleh Braudel ketika konsep sejarah multidimensional diperkenalkan lebih jauh. Ilmu sejarah perlu ilmu-ilmu bantu sosial lain untuk membantu memahami peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hal ini memunculkan sejarah yang berdasarkan kuantitatif, di mana aspek sosial-ekonomi serta demografis memiliki peranan penting dan mulai dimanfaatkan dalam memahami suatu peristiwa. Bahkan braudel melangkah lebih jauh lagi, seperti dalam studinya tentang Mediterania, konsep multidimensi ini merambah pada ilmu-ilmu sains, seperti aspek iklim, lingkungan, dan geografis yang membentuk suatu peradaban manusia dan tentu mempengaruhi peristiwa yang terjadi. Rasa-rasanya Braudel memang tidak bisa dipisahkan dari pengaruh Bloch dan Febvre serta mazhab Annales –yang dikembangkannya– dalam penulisan sejarah berdasarkan gayanya.

Pandangan dan Tinjauan terhadap Karya Braudel

Hasil dari kajian Braudel cukup banyak jumlahnya, namun yang dirasa paling menonjol dan terkenal di antaranya ialah La Méditerranée et le monde méditerranéen á l’époque de Philippe II (1949) ( versi revisi dalam bahasa Inggris The Mediterranean and the Medoterranean World in the Age of Philip II, 2 vol, 1972); Capitalism and Material Life, 1400-1800 (1974); Civilisation and Capitalism 15th-18th Century, 3 vol (1981-1992); On History(1980); dan The Identity of France, 2 vol (1990). Karena cukup sulit untuk menjabarkan secara ringkas dari semua karya-karya Braudel ini, maka hanya akan diambil satu contoh saja yang akan dijadikan tinjauan, yakni tentang kawasan laut Mediterania dalam bukunya The Mediterranean and the Medoterranean World in the Age of Philip II. Karya ini merupakan suatu terobosan baru dalam menuliskan sejarah, berbeda dari yang lain dan saya

6 Marine Hughes-Warrington, Op.cit., hal. 35.

(4)

anggap sebagai suatu kajian “revolusioner” yang mustahil dilakukan oleh sejarawan-sejarawan lain.

Dalam karya Mediterania, Braudel memperkenalkan suatu kajian baru dalam menuliskan sejarah, yakni Total History. Ini yang dianggap oleh saya sebagai sesuatu yang revolusioner, karena Total History memasukan semua aspek pendekatan dalam kajian sejarah, seperti geografi, ekonomi, lingkungan, sosial, iklim, dan sebagainya. Ada satu pendekatan penting yang menjadi telaah mendalam bagi kita dalam karya Mediterania ini, yakni di mana Braudel mengkonsepkan kembali tiga kelompok besar waktu sejarah: waktu geografis (la longue durée), waktu sosial, dan waktu individual. Waktu geografis –disebut juga geo-history – memiliki periode hubungan antara manusia dan lingkungannya, suatu sifat yang alurnya tidak bisa dipahami.9 Lebih lanjut Braudel menerangkan sejarah antara hubungan manusia dengan lingkungan, seperti manusia dalam relasinya dengan lingkungan, sejarah dari repetisi yang terus-menerus, siklus-siklus yang terus berulang.10 Waktu geografis ini setidaknya mengambil rentang waktu paling sedikitnya 1 abad, karena perubahannya lambat dan sering tidak nampak alurnya. Ciri khas Braudel terlihat di sini, seperti dalam Karya Mediterania dan yang lainnya, dalam karyanya selalu menggunakan rentang waktu yang panjang, karena memang dimulai dari pendekatan geo-history. Dalam metode geo-history ini, Braudel dipengaruhi oleh Vidal de la Blance dan Albert Demangeon sebagai pelopor kajian geografis pada saat itu. Namun terlepas dari itu semua, tujuan Braudel memperkenalkan geo-history ini adalah untuk menunjukan pada kita bahwa landscapememiliki peran penting dalam sejarah.

Waktu sosial dalam pandangan Braudel dinyatakan sebagai hubungan struktur yang berkelanjutan dalam peradaban, negara, dan masyarakat. Rentang waktu ini berkisar antara 80-120 tahun. Lebih lanjut Braudel melihat kecenderungan-kecenderungan umum dalam struktur masyarakat, seperti sistem ekonomi, perkembangan teknologi dan sains, lembaga politik, peperangan, dan lainnya.11 Dari sini Braudel disebut sebagai seorang strukturalis yang terpengaruh.

Sedangkan waktu individu berkisar antara 60-80 tahun, sama seperti jangka waktu umur manusia di dunia. Waktu individu ini lebih menonjolkan aktor dalam peristiwa, namun Braudel tidak memfokuskannya terhadap waktu ini. Pada periode ini, seperti dalam buku Mediterania, Braudel menyajikan pada kita potret hidup tokoh-tokoh seperti Philip II, Don Garcia de Tolede, dan Dohn John Austria, dan catatan-catatan perang serta perjanjian selama abad XVI. Braudel juga tidak mungkin untuk meninggalkan sejarah politik, karena menurtnya kajian politik dalam studinya akan melirik pendekatan geografis dan sosial sehingga pada akhirnya akan menjadi seimbang. Studi terhadap Individu lebih lanjut menurut Braudel hanyalah sebuah cara untuk menyibak struktur.

Penjabaran lebih lanjut tentang struktural dalam karya Mediterania ini, terlihat ketika Braudel meyatakan bahwa kesenjangan sosial antara “si kaya” dan “si miskin” semakin lebar pada kedua abad ke-16, baik di sisi barat Laut Tengah (orang-orang Kristen),

9 Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hal. 229. 10 Marine Hughes-Warrington, 50 Tokoh Penting dalam Sejarah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 36.

(5)

maupun di sisi timurnya (orang-orang Muslim).12 Masyarakat cenderung mempolar ke dalam dua kutub. Kutub yang satu ialah para bangsawan kaya raya yang kembali membentuk dinasti-dinasti kuat, sedangkan kutub yang lain adalah rakyat miskin dan orang tak berpunya yang jumlahnya amat banyak dan terus bertambah. Braudel melihat dua sisi ini bersamaan, tanpa menempatkan posisi mana yang ditonjolkan. Pandangan struktural Braudel ini dipengaruhi oleh Karl Marx, namun bedanya terlihat dari pusaran masalahnya. Jika Marx pada periode tersebut melihat kebangkitan kaum borjuis adalah sentral, Braudel justru lebih memberi perhatian pada “pemunggungan” kaum borjuis, atau kebangkrutan mereka. 13

Hal terakhir yang menjadi tinjauan ialah metode kuantitatif Braudel dalam menjabarkan aspek ekonomi di kawasan laut Mediterania di akhir abad ke-16. Dia menunjukkan jumlah penduduk dan bandingannya terhadap produk bruto. Contohnya penduduk keseluruhan berjumlah kurang lebih 60 juta, penduduk kota: 6 juta, atau hanya 10 persen. Produk Bruto: 1,2 miliar duka per tahun, atau 20 dukat per kepala. Total konsumsi sereal: 600 juta duka, separuh produk bruto. Penduduk miskin (pendapatan kurang dari 20 dukat setahun) berjumlah 20-25 persen dari jumlah penduduk. Penerimaan pajak pemerintah: 48 juta duka, dengan kata lain kurang dari 5 persen pendapatan rata-rata per kapita.14

Dari sini terlihat bahwa gambaran umum ini dijadikan model oleh Braudel dalam mengolah data kuantitatif. Walaupun Braudel tidak mempunyai data statistik untuk semua kawasan, sehingga ia melakukan ekstrapolasi dari data parsial yang tidak dapat dijadikan sampel.

Kritik dari karya ini, menurut saya dilihat dari periode waktunya yang begitu panjang –walaupun Braudel berspekulasi membaginya ke dalam tiga periode waktu –, sehingga tidak memiliki fokus tertentu. Karena begitu banyaknya pendekatan yang digunakan dalam meninjau kawasan Laut Mediterania ini, Tidak ada titik “meletus” dari kajian ini, seperti yang diutarakan oleh Foucault. Hal ini menjadi perdebatan kembali, dan terulang kembali seperti pada masa Bloch dan Febvre yang menanyakan hakikat sejarah dan makna teks simbol. Kecenderungan baru yang digelontorkan Foucault, Roland Barthes, dan Derrida seakan-akan kembali ke asal, yakni sejarah sosial dan mentalitas.

Sorotan tajam bagi saya dilihat dari pendekatan kuantitatif yang digunakan Braudel. Ketika dia tidak memiliki data statistik, bagaimana dia bisa menarasikan itu? Rasa-rasanya jawaban ini hanya Braudel yang tahu, karena saya sendiri membaca karyanya tidak begitu mendalami secara detail. Namun selain itu pendekatan total history Braudel akan menjadi tantangan baru ketika saat ini mulai berkembang sejarah “ber-genre” Post modernis, Post

12 Peter Burke, Op.cit., hal. 229. 13 Ibid, hal. 230.

(6)

kolonialis, Subaltern, dan lain sebagainya.15 Namun hal ini malah menjadi warna baru terhadap kajian historiografi yang memang makin hari makin berkembang.

Pengaruh Pemikiran Braudel terhadap Sejarawan.

Pengaruh pemikiran Braudel sangat terasa diikuti oleh sejarawan terutama yang berkecimpung di bidang sejarah kawasan. Seperti Anthony Reid dalam bukunya Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-168016 terlihat seperti meniru total history yang dikembangkan Braudel. Lebih lanjut menurut Reid, sebagaimana kawasan Mediterania, Asia Tenggara merupakan kawasan geografis yang sangat terpisah dari kawasan sekitarnya, yaitu India, Asia Timur, dan Pasifik. Periode waktu yang digunakan Reid juga menggunakan pendekatan waktu geografis seperti Braudel, di mana peradaban di kawasan Asia Tenggara meliputi semua aspek dalam kurun waktu 200 tahun, seperti melihat aspek geografis, demografi, pakaian, pesta rakyat, kerajaan, perumahan, material culture, makanan, seks, dan lainnya.

Tampaknya M. C. Riclekfs juga sedikit meniru apa yang digunakan oleh Braudel dalam bukunya A New History of Southeast Asia17. Sama seperti Reid yang mengkaji kawasan Asia Tenggara, Ricklefs malah memanjangkan periode waktu itu dari masa prasejarah hingga kontemporer. Namun aspek yang ditonjolkan oleh Ricklefs adalah politik – dengan menggunakan periodisasi politik. Denys Lombard yang sama-sama satu angkatan dengan Braudel dalam mengembangkan Annal School terlihat mencoba mengembangkan gaya penulisan Braudel dalam buku kajiannya tentang Indonesia, Nusa Jawa Silang Budaya. Namun Lombard lebih ekstrim lagi dengan mencoba melihat persilangan budaya Indonesia dengan berjalan mundur, dari periode muda ke periode yang lebih tua.

Pengaruh yang penting terasa kita sejarawan asal Indonesia mengadopsi pendekatan Braudel. Memang tidak dapat dipungkiri jika Indonesia sebagai sebuah negara kawasan kepulauan dalam menelusuri sejarahnya perlu menggunakan pendekatan semua aspek seperti Total History. Seperti A. B. Lapian dalam bukunya Orang Laut Bajak Laut dan Raja Laut18 melihat kawasan laut Sulawesi sebagai suatu kawasan yang tidak bisa dipisahkan dari Asia Tenggara –terutama Pergulatan politik yang terjadi di kawasan itu. Lebih lanjut pendekatan Braudel ini masuk ke Lapian dalam menjelaskan kawasan laut Sulawesi yang berhubungan dengan geografis.

15 Baca lebih lanjut dalam tulisan Wahyu Wirawan, “Hisoriografi Aliran Subaltern”, dalam Sri Margana & Widya Fitrianingsih (ed.), Sejarah Indonesia; Perspektif Lokal dan Global.

Persembahan 70 tahun Prof. Dr. Djoko Suryo. (Yogyakarta: Ombak, 2010), hal. 518-526.

16 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, 2 Jilid. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011).

17 M. C. Ricklefs, A New History of Southeast Asia. (London: Palgrave Macmillan, 2010). 18 Adrian B. Lapian, Orang Laut Bajak Laut Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX.

(7)

Kesimpulan

Fernand Braudel memang merupakan sejarawan yang memberi “gebrakan” dalam mengembangkan historiografi altertanif. Semenjak ia mengekor pada March Bloch dan Lucian Febvre, Braudel menjadi penganut pengembangan sejarah sosial, mentalitas, dan struktural. Dengan melanjutkan penerbitan jurnal Annales setelah 1945, Braudel lebih mengembangkan lagi sejarah yang berdasarkan semua aspek perbincangan, total history. Konsep multidimensi dan sejarah total menjadi gaya baru yang dikembangkan Braudel pada tahun 1970-an, hingga pada akhirnya sejarawan terutama orang Indonesia sendiri menggunakan pendekatan Braudel ini.

Refleksi atas tinjauan Fernand Braudel ini bagi saya terlihat bahwa sejarah semakin hari semakin berkembang. Ketika tesis yang dikembangkan mulai tidak relevan lagi bagi tinjauan penulisan sejarah, maka akan ada suatu anti-tesis terhadap tesis itu, yang selanjutnya menjadi sintesis, seperti apa yang pernah Hegel kembangkan. Pemikiran Braudel hanyalah satu dari sekian tesis yang menjadi perdebatan sebelumnya, namun pendekatan Braudel tentunya masih sangat relevan hingga saat ini bagi saya.

(8)

Daftar Pustaka Buku

Burke, Peter. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.

Cambert-Loir, Henry & Hasan Muarif Ambary (ed.). Panggung Sejarah: Persembahan Kepada Prof. Dr. Denys Lombard. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.

Gilbert, Felix & Graubard, Stephen R (ed.). Historical Studies Today. New York: W. W. Norton & Company, 1972

Hughes-Warrington, Marnie. 50 Penting dalam Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Nina H. Lubis. Historiografi Barat: Dari Herodotus hingga Jmes Harvey Robinson. Bandung: Alqaprint, 2000.

Reid, Anthony. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga: Jilid I Tanah di Bawah Angin. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.

Sri Margana & Widya Fitrianingsih (ed.). Sejarah Indonesia: Perspektif Lokal dan Global. Persembahan 70 Tahun Prof. Dr. Djoko Suryo. Yogyakarta: Ombak, 2010.

E-Book

Braudel, Fernand. The Mediterranean and the Mediterranean World in the Age of Philip II, Volume II, 1972. PDF, didapat dari Adi Pandoyo.

Jurnal.

McNeill, William H. “Fernand Braudel, Historian”, dalam Jurnal The Journal of Modern History, Vol. 73, No. 1. Chicago: University of Chicago Press, 2001. Didapat dari

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini dapat mengakselerasi motivasi siswa, hal tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya kegiatan Baca Tulis Al-Qur’an siswa lebih giat belajar Baca

Sulaeman Ashidiq Drs... Yayah

adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi

Dititrasi natrium thiosulfat dengan kalium iodide sampai terjadi perubahan warna kuning hamper hilang dan kemudian ditambahkan 1 ml indicator

Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung

Keadaan tesebut disebabkan karena pada 2009-2011 terjadi musim penghujan, sehingga proses pengeringan gabah kering giling menjadi terhambat yang akan memicu terjadinya

Amilum sagu yang ditambahkan sebagai pelicin dengan kadar 2,5 %, sudah dapat berfungsi dengan baik sebagai pelicin, yaitu dapat meningkatkan sifat alir dan

Target Capaian Setiap Tahun Kondisi Kinerja Pada Akhir Periode RPJMD (2016) 2011 2012 2013 2014 2015.. ASPEK