• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Tinjauan Yuridis Mengenai Perjanjian Pemberian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Tinjauan Yuridis Mengenai Perjanjian Pemberian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Kredit Dan Jenis-Jenis Kredit

A.1. Pengertian Kredit

Dalam pengertian sederhana kredit merupakan penyaluran dana dari pihak

pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut

didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna

dana.24

Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan yang

memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha

berlandaskan kepercayaan saat itu, bahkan nilai ekonomi yang sama akan

dikembalikan kepada kreditur (bank) setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan

kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur (bank) dan debitur (user).25

Sedangkan yang dimaksudkan dengan perkreditan adalah suatu

penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas

perjanjian pinjam-meminjam antara pihak kreditur (bank, perusahaan atau

perorangan) dengan pihak debitur (peminjam), yang mewajibkan pihak debitur

untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu, di mana sebagai imbalan

jasanya, kepada pihak kreditur (pemberi pinjaman) diberikan hak untuk

24

Ismail, Manajemen Perbankan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010, h. 93.

25

(2)

mendapatkan bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan selama masa

kredit tersebut berlangsung.26

Pengertian kredit dapat didefinisikan dalam beberapa golongan, yaitu:

1. Berdasarkan Etimologis.

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, “credere”,

yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang

memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat

kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi

dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah

kepercayaan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus,

yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran). Apabila

orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si

pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga.27

2. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit

adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara

mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang

diizinkan oleh bank atau badan lain.28

3. Berdasarkan Pendapat Para Ahli

a. Savelberg menyatakan “kredit” mempunyai arti antara lain: 29

26

Munir Fuady, Penganta r Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, h. 111.

27

H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, h. 1.

28

Hermansyah, Op. cit, h. 55.

29

(3)

1) Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana

seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.

2)

Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu

kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali

apa yang diserahkan itu.

b. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:30

“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan

secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak

mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan

kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari”.

Di dalam istilah ini terkumpul dua pengertian yaitu sebab dan

akibat. Yang merupakan sebab ialah bahwa penerima kredit

“dianggap mampu” untuk mengembalikan pinjamannya dibelakang

hari, dan akibatnya ialah si penerima kredit itu “dipercaya”. Ajaran

Levy sudah menunjukkan kepada pengkhususan arti hukum dari

“kredit” yakni perjanjian pinjam uang. Ukuran yang dipergunakan

Levy untuk kepercayaan itu adalah “kemampuan ekonomis” si

debitur.

c. Raymond P. Kent, sebagaimana dikutip oleh Thomas Suyatno

mengatakan bahwa “kredit adalah hak untuk menerima

pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada

30

(4)

waktu diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena

penyerahan barang-barang sekarang”.31

d. M. Jakile, mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran

kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang

bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar

kembali hutangnya pada tanggal tertentu. Menurutnya, dari definisi

ini dapat disimpulkan 4 (empat) elemen yang penting pula, yaitu:

1) Tidak seperti hibbah, transaksi kredit menyaratkan

peminjam dan pemberi kredit untuk saling tukar menukar

sesuatu yang bernilai ekonomis.

2) Tidak seperti pembelian secara kontan transaksi kredit

mensyaratkan debitur untuk membayar kembali

kewajibannya pada suatu waktu dibelakang hari.

3) Tidak seperti hibbah maupun pembelian secara tunai,

transaksi kredit akan terjadi sampai pemberi kredit bersedia

mengambil risiko bahwa pinjamannya mungkin tidak akan

dibayar.

4) Sebegitulah jauh ia bersedia menanggung risiko, bila

pemberi kredit menaruh kepercayaan terhadap peminjam.

Risiko dapat dikurangi dengan meminta kepada peminjam

untuk menjamin pinjaman yang diinginkan, meskipun sama

sekali tidak dapat dicegah semua risiko kredit.32

31

Thomas Suyatno, Op. cit, h. 11.

32

(5)

e. Drs. Muchdarsyah Sinungan, sebagaimana dikutip oleh Thomas

Suyatno, memberikan pengertian “kredit adalah suatu pemberian

prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan

dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang

dengan suatu kontraprestasi berupa bunga”.33

f. Ismail, mengemukakan bahwa kredit merupakan penyaluran dana

dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana.34

g. Drs. OP. Simorangkir, mengemukakan bahwa kredit adalah

pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi

(kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.

Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan

demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit.35

4. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

a. Bila ditinjau pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 12

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyebutkan

bahwa:36

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau

(6)

b. Berdasarkan pengertian kredit di atas pada Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11

mengalami sedikit perubahan, selengkapnya adalah sebagai

berikut:37

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Dari dua pengertian dalam undang-undang perbankan tersebut terlihat

adanya suatu perbedaan mengenai kontraprestasi yang akan diterima, semula

kontraprestasi dari kredit tersebut dapat berupa bunga, imbalan atau hasil

keuntungan, sedangkan pada ketentuan yang baru kontraprestasi hanya berupa

bunga saja. Latar belakang perubahan tersebut mengingat kontraprestasi berupa

imbalan hasil keuntungan merupakan kontra prestasi yang khusus terdapat dalam

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sangat berbeda sekali

penghitungannya dengan kontraprestasi berupa bunga.

Namun demikian dari kedua pengertian kredit di atas, dalam ruang lingkup

kredit maka kontraprestasi yang akan diterima kreditur pada masa yang akan

datang berupa jumlah nilai ekonomi tertentu yang dapat beupa uang, barang, dan

sebagainya. Dengan kondisi demikian maka tidak berlebihan apabila dari konteks

ekonomi, kredit mempunyai pengertian sebagai suatu penundaan pembayaran dari

37

(7)

prestasi yang diberikan sekarang, dimana prestasi tersebut pada dasarnya akan

berbentuk nilai uang.38

A.2. Jenis-Jenis Kredit

Kredit khusunya kredit perbankan terdiri dari beberapa jenis apabila dilihat

dari beberapa segi kriteria tertentu. Jenis kredit perbankan dapat dibedakan

dengan mengacu kepada kriteria tertentu. Pengklasifikasian jenis-jenis kredit

tesebut bermula dari klasifikasi yang dijalankan oleh perbankan dalam rangka

mengontrol portofolio kredit secara efektif.39 Dari kegiatan pengklasifikasian

tersebut maka saat ini dikenal jenis-jenis kredit yang didasarkan kepada:

1. Jenis Kredit Menurut Kelembagaan

Adapun jenis kredit menurut kriteria kelembagaan ini, terdiri dari:40

a. Kredit perbankan

Yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Milik Negara, atau Bank Swasta

kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi. Kredit ini

diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan

permodalan, dan atau kepada individu untuk membiayai pembelian

kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

b. Kredit likuiditas

Yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bank-bank, baik

dalam rangka pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan kepada

(8)

nasabahnya maupun untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan

darurat, dan untuk pembiayaan lainnya. Namun demikian Bank Indonesia

dalam memberikan bantuan likuiditas tersebut hanya tertuju kepada bank

yang memenuhi persyaratan, misalnya secara nyata berdasarkan informasi

yang diperoleh Bank Indonesia bahwa bank yang bersangkutan mengalami

kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan

apabil diperlukan akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap

kondisi bank tersebut.

c. Kredit langsung

Yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga

pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya Bank

Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka

pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung

kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya. Model kredit seperti ini

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia, tidak dapat dilakukan lagi sebagaimana ditentukan oleh

Pasal 56 ayat (1) yaitu Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada

Pemerintah. Apabila terjadi suatu perjanjian pemberian kredit dari Bank

Indonesia kepada Pemerintah, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

d. Kredit (pinjaman antarbank)

Yaitu kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank

yang kurang dana. Pelaksanaannya dapat menggunakan surat, sarana

telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, promes (promissory

(9)

pinjaman (lending bank) yakni bank yang kelebihan dana (over cash

ratio), dan bank peminjam (borrowing bank) yang membutuhkan dana.

2. Jenis Kredit Menurut Jangka Waktu

Dari segi jangka waktunya jenis kredit meliputi:41

a. Kredit jangka pendek (short term loan).

Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu

maksimum 1 tahun. Dalam kredit jangka pendek juga termasuk kredit

untuk tanaman musiman yang berjangka waktu lebih dari satu tahun.

Dilihat dari segi perusahaan kredit jangka pendek tersebut dapat

berbentuk: kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit

wesel dan kredit eksploitasi.

b. Kredit jangka menengah (medium term loan).

Kredit jangka menengah (medium term loan), yakni kredit yang berjangka

waktu antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun, kecuali kredit untuk tanaman

musiman sebagaimana tersebut di atas. Kredit modal kerja dapat diberikan

oleh bank untuk membiayai kegiatan-kegiatannya, misalnya untuk

membeli bahan baku, upah buruh, dan suku cadang (spareparts). Kredit

yang berjangka waktu menengah ini diantaranya adalah kredit modal kerja

permanen (KMKP) yang diberikan oleh bank kepada pengusaha golongan

lemah yang berjangka waktu maksimum 3 tahun.

41

(10)

c. Kredit jangka panjang (long term loan).

Kredit jangka panjang (long term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu

lebih dari 3 (tiga) tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya yaitu

kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam

rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian

proyek baru.

3. Jenis Kredit Menurut Tujuan Kredit

Dari segi tujuan penggunaan kredit, jenis kredit terdiri dari:42

a. Kredit Produktif

Kredit produktif yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang

menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk

kredit jenis ini terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu:

1) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai

kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam

rangka peningkatan produksi atau penjualan.

2) Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang

modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu

barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.

b. Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan

untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya. Contoh dari

42

(11)

kredit konsumtif, yaitu kredit pemilikan rumah (KPR), kredit profesi guru

(KPG), kredit mahasiswa Indonesia, dan kredit asrama mahasiswa.

4. Jenis Kredit Menurut Kegunaannya

Dari segi kegunaannya, jenis kredit terdiri dari:43

a. Kredit Investasi

Kredit investasi adalah kredit yang diguanakan untuk membiayai

pengembangan atau perluasan usaha atau pembangunan proyek baru yang

memerlukan jumlah dana besar dalam jangka waktu yang lebih lama.

Contoh kredit investasi misalnya: untuk membangun pabrik atau membeli

mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih

lama dan dibutuhkan modal yang relatif besar pula.

b. Kredit modal kerja

Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk membiayai usaha

dalam rangka peningkatan produksi. Sebagai contoh kredit modal kerja

diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau

biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

5. Jenis Kredit Menurut Aktivitas Perputaran Usaha

Dari segi aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika, sektor yang

digeluti, aset yang dimiliki, dan sebagainya, maka jenis kredit ini terdiri dari:44

a. Kredit Kecil

43

Abdulkadir Muhammad & Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 64.

44

(12)

Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai

pengusaha kecil.

Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR

tentag Pemberian Usaha Kecil (4 April 1997), yang dimaksudkan Kredit

Usaha Kecil (KUK) yaitu kredit investasi dan atau kredit modal kerja,

yang diberikan dalam rupiah atau valuta asing kepada nasabah usaha kecil

dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp 350.000.000,00 (tiga

ratus lima puluh juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.

b. Kredit Menengah

Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar

dari pada pengusaha kecil.

c. Kredit Besar

Kredit besar pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima

oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar ini bank

dengan melihat risiko yang besar pula biasanya memberikannya secara

kredit sindikasi ataupun konsorsium.

6. Jenis Kredit Menurut Sektor Usaha

Dari segi sektor usaha, jenis kredit terdiri dari:45

a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor

perkebunan atau pertanian. Sektor pertanian dapat berupa jangka waktu

pendek atau jangka panjang.

b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor

peternakan baik jangka pendek atau jangka panjang. Untuk jangka pendek

45

(13)

misalnya peternakan ayam dan jangka panjang ternak kambing atau

ternak sapi.

c. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai

industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar.

d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha

tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayainya biasanya dalam jangka

panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah.

e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun

sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk

mahasiswa.

f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada kalangan

professional seperti, dosen, dokter atau pengacara.

g. Kredit perumahan, yaitu kredit yang membiayai pembangunan atau

pembelian perumahan dan biasanya berjangka panjang.

h. Dan sektor-sektor lainnya.

7. Jenis Kredit Menurut Jaminannya

Dari segi jaminannya jenis kredit dapat dibedakan, antara lain:

a. Kredit tanpa jaminan, atau kredit blanko (unsecured loan).

Kredit tanpa jaminan merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan

barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat

prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur

(14)

besar yang telah teruji bonafiditas, kejujuran dan ketaatannya dalam

transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya.46

Kredit tanpa jaminan mengandung lebih besar risiko, sehingga dengan

demikian berlaku bahwa semua harta kekayaan debitur baik yang bergerak

maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada

kemudian seluruhnya menjadi jaminan pemenuhan pembayaran utang.

b. Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tesebut dapat

berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.

Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan

yang diberikan si calon debitur. Jaminan tersebut dapat berupa tanah,

bangunan, alat-alat produksi dan sebagainya.47 Agunan sebagai jaminan

tambahan ini dimaksudkan untuk memudahkan kreditur apabila debitur

wanprestasi bank segera dapat menerima pelunasan hutangnya melalui

cara pelelangan atas agunan tersebut.48

Contoh kredit dengan jaminan SK (Surat Keputusan) Pengangkatan

Pegawai Negeri Sipil. Bagi bank SK tersebut tidak ada artinya, karena

bukan merupakan sumber pendapatan, akan tetapi bagi nasabah, apalagi

(15)

merupakan hal yang sangat penting, sehingga berusaha untuk membayar

kembali pinjamannya.49

Selain itu, jaminan yang dapat diberikan untuk sesuatu kredit dapat

terdiri atas: 50

1) Jaminan barang, baik barang tetap maupun barang tidak tetap

(bergerak).

2) Jaminan pribadi (borgtocht) yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak

(borg) menyanggupi pihak lainnya (kreditur) bahwa ia menjamin

pembayarannya suatu hutang apabila si terhutang (kreditur) tidak

menepati kewajibannya.

3) Jaminan efek-efek saham, obligasi, dan sertifikat yang didaftar (listed)

di bursa-bursa efek.

Melihat karakterisik dari kedua bentuk kredit tersebut di atas (kredit tanpa

jaminan dan kredit dengan jaminan), maka yang paling tepat dijalankan dalam

pemberian kredit dalam rangka sistem kehati-hatian perbankan yaitu kredit

disertai jaminan, karena kredit tersebut lebih tepat dipertanggungjawabkan

dibandingkan dengan kredit tanpa jaminan meskipun perusahaan debitur

berprospek cerah, dengan reputasi yang baik.

B. Pemberian Kredit Sebagai Suatu Pejanjian

Dalam menjalankan bisnis tentu manusia tidak bisa menjalankan sendiri,

(16)

menunjang kegiatan bisnisnya. Salah satu produk dari diadakannya suatu

perjanjian adalah perjanjian kredit.51

Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan,

Bab II, Bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Pasal 1313 KUHPerdata

memberikan rumusan tentang perjanjian sebagai berikut:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat

luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat

luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga

perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu,

perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu:

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang

bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

b. Menambahkan perkataan “saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313

KUHPerdata.

Sehingga perumusannya menjadi:

“Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih.”52

51

(17)

Selain itu Subekti juga memberikan pengertian tentang perjanjian,

yaitu:

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji

kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.”53

Menurut Hermansyah perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang

atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan

yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, yang masing-masing bersepakat akan

mentaati apa yang tersebut dalam perjanjian itu. Dan dalam hal pemberian kredit,

maka kredit tersebut baru akan diberikan apabila telah tercapai persetujuan dan

kesepakatan antara pihak kreditur dan debitur.54

Selanjutnya, setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati harus

dituangkan dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian kredit secara tertulis.

Undang-Undang Perbankan yang diubah tidak menentukan bentuk perjanjian kredit bank,

berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam

praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan,

umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam

perjanjian baku (standards contract), dimana isi atau klausula-klausula perjanjian

kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko),

tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu (vorn vrij). Perjanjian kredit

banknya bisa dibuat di bawah tangan dan bisa secara notarial.

52

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1979, h. 49.

53

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984, h. 1.

54

(18)

Praktek perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai

berikut:

1. Instruksi Presidium Nomor 15/IN/10/66 tentang Pedoman Kebijakan di

Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara

Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. tanggal 8 Oktober 1966, Surat

Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. tanggal

20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967

tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank dilarang

melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya

perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau Bank Sentral dan

bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit

dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya;

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB masing-masing tanggal

31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan

Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit

yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam

perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.55

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya

mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan

itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak

bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dengan baik.

Perjanjian yang demikian itu bisa disebut degan perjanjian baku (standard

55

(19)

contract), di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi

menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau

tawar-menawar.

Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang

ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian

kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak ia tidak perlu untuk

menandatangani perjanjian kredit tersebut.56

Akan tetapi, dalam praktek perbankan biasanya bentuk dan format dari

perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Namun

demikian, ada hal-hal yang tetap harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian

tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian

tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan: keabsahan dan persyaratan

secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah

besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta

persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.

Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu

dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga

KUHPerdata. Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan pada

hakikatnya merupakan salah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana

diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUHPerdata.

Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjanjian yaitu

asas kebebasan berkontrak, maka pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam

56

(20)

perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang

ada pada KUHPerdata, tetapi dapat pula mendasarkan kepada kesepakatan

bersama, artinya dalam hal-hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai

dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata, sedangkan dalam hal

ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak.57

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap pemberian kredit

merupakan suatu perjanjian. Hal ini dikarenakan, dalam setiap pemberian kredit

wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan akta di

bawah tangan maupun akta notarial. Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai

panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan

pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, sehingga bank tidak

dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank

terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit

dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang

berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan

yang memadai bagi bank.

Menurut Ch. Gatot Wardoyo, dalam tulisannya mengenai Sekitar

Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi,

yaitu diantaranya:58

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian

kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya

57

Djumhana, Op. cit, h. 385-386.

58

(21)

perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan

jaminan;

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak

dan kewajiban diantara debitur dan kreditur;

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

C. Sahnya Suatu Perjanjian Kredit

Syarat sahnya perjanjian yang dikaji berdasarkan hukum kontrak yang

terdapat dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang

menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:59

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Kesepakatan (teosteming/izin) kedua belah pihak.

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau

consensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUHPerdata. Yang dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan

kehendak satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah

pernyataannya. Karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain.

59

(22)

Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai

hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan

menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang

dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin

dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak. Pernyataan yang

disampaikan tersebut dikenal dengan nama “penawaran”. Jadi penawaran itu

berisikan kehendak dari salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian, yang

disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan

pihaknya tersebut.60

Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling

penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.

Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan seCara-cara tegas

maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh

para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.61

Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada. Sejak saat itu

pula perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Meskipun

perjanjiannya tidak dilakukan secara tertulis, tetap dapat dilaksanakan.62

Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu

dengan: 63

60

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h. 95.

61

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 14.

62

Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit, Djambatan, Jakarta, 1995, h. 37.

63

(23)

a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;

b. Bahasa yang sempurna secara lisan;

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak lawan. Karena

dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa

yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

d. Bahasa isyarat asal dapat diterima pihak lawannya;

e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu

dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan

secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan

sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.64

Pemohon (calon nasabah) tidak akan dapat melakukan penarikan kredit,

bila tidak ada pernyataan sepakat dari bank bahwa pemohon sudah boleh menarik

kreditnya. Lahirnya kata sepakat adalah setelah bank memutuskan menyetujui

permohonan kredit, disini lahirnya perjanjian kredit. Adapun perjanjian kredit

harus dibuka dalam bentuk tertulis, sebenarnya hanya merupakan formalitas,

untuk kepentingan administrasi dan kepentingan pembuktian apabila ada masalah

di kemudian hari.65

2. Kecakapan bertindak.

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan utuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan

(24)

akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah

orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,

sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan

berwenang untuk melakukan perbuatan hukum orang yang sudah dewasa. Ukuran

orang dewasa adalah telah berumur 21 tahun atau telah kawin. Orang yang tidak

berwenang untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu:66

a. Anak yang dibawah umur (minderjarigheid);

b. Orang yang ditaruh dibawah pengampunan; dan

c. Istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi sejalan dengan

perkembangan zaman istri dapat melakukan perbuatan hukum,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 tahun 1974 jo.

Sema No. 3 tahun 1963.

3. Hal Tertentu.

Syarat ketiga mengenai sahnya perjanjian adalah hal tertentu. Di sini yang

dimaksudkan bahwa objek perjanjian harus tertentu. Ketentuan Pasal 1313

KUHPerdata memberi petunjuk, bahwa dalam perjanjian yang menyangkut

tentang barang, paling sedikit ditentukan tentang jenisnya, sedangkan mengenai

jumlahnya dapat ditentukan kemudian.

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek

perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi

66

(25)

kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari

perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:67

a. Memberikan sesuatu;

b. Berbuat sesuatu; dan

c. Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).

Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah

menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian

rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang menjadi pokok

perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Prestasi itu harus

dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang.

Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus

dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A membeli lemari

kepada B dengan harga Rp 500.000,-. Ini berarti bahwa objeknya itu adalah

lemari, bukan benda lainnya.

4. Sebab yang halal.

Untuk mengetahui syarat sebab yang halal, adalah dengan melihat dasar

timbulnya sebuah perjanjian. Bagaimana sebuah perjanjian dapat terjadi. Apa

yang menjadi latar belakang sampai terjadinya perjanjian. Hal ini yang dimaksud

oleh KUHPerdata, padahal yang sesungguhnya adalah persoalan itikad baik dalam

membuat perjanjian.68

67

Ibid.

68

(26)

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian oorzaak (causa

yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUHPerdata hanya disebutkan causa yang

terlarang. Satu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan

Undang-Undang, Kesusilaan, dan Ketertiban Umum. Hograad sejak tahun 1927

mengartikan oorzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. Contoh A

menjual sepeda motor kepada B akan tetapi sepeda motor yang dijual oleh A itu

adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak menjadi tujuan dari pihak B

karena B menginginkan barang yang dibelinya itu adalah barang yang sah.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat objektif, karena menyangkut

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat

disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat

pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya,

bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan

perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan

maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi

maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu

dianggap tidak ada.

D. Berakhirnya Perjanjian Kredit

Berakhirnya perjanjian merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak

yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dengan debitur tentang sesuatu

hal. Pihak kreditur adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, dalam

(27)

memenuhi prestasi, dalam hal ini disebut nasabah peminjam. Setiap kontrak yang

akan diakhiri oleh salah satu pihak maka ia harus memberitahukannya kepada

pihak lainnya.69

Dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan

semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat

di dalam bab ini (bab kedua) dan bab yang lalu (bab kesatu). Ini berarti perjanjian

kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang

termuat di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Karenanya Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit

bank.70 Cara berakhirnya atau hapusnya perikatan sebagaimana yang termuat

dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut antara lain:71

1. Pembayaran;

2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan (konsignasi);

(28)

7. Musnahnya barang yang terutang.

8. Kebatalan atau pembatalan.

9. Berlakunya suatu syarat batal.

10.Lewatnya waktu (daluwarsa).

Disamping itu masih ada beberapa hal yang dapat membuat suatu

perjanjian itu berakhir, misalnya:72

1. Berakhirnya suatu ketetapan waktu (termijn) dalam suatu perjanjian,

atau

2. Meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian

seperti meninggalnya seorang persero dalam suatu perjanjian firma.

3. Dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian dimana prestasi hanya

dapat dilaksanakan oleh debitur sendiri dan tidak oleh orang lain.

Selain itu, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya kontrak, yaitu:73

1. Jangka waktunya berakhir;

2. Dilaksanakan objek perjanjian;

3. Kesepakatan kedua belah pihak;

4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak;

5. Adanya putusan pengadilan.

72

R. Soebekti, Jaminan-Jaminan Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, h. 64.

73

(29)

Dari sepuluh cara yang disebutkan diatas tadi yaitu pada Pasal 1381 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, umumnya perjanjian kredit bank harus hapus

atau berakhir karena hal-hal di bawah ini:

1. Pembayaran

Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur,

baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya

lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini,

baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur

melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus (opelbaarheid

clause).

2. Subrogasi (subrogatie)

Pasal 1382 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan

kemungkinan pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak

ketiga kepada pihak berpiutang (kreditur), sehingga terjadi

penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur oleh pihak ketiga. Inilah

yang dinamakan dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini terjadi karena

adanya penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur lama oleh

kreditur baru dengan mengadakan pembayaran. Dengan adanya

subrogasi, maka segala kedudukan atau hak-hak yang dipunyai oleh

kreditur lama beralih kepada pihak ketiga.

Berdasarkan Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

terjadinya subrogasi bisa karena perjanjian atau demi undang-undang.

(30)

diatur lebih lanjut dalam Pasal 1401 dan Pasal 1402 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.

3. Pembaruan hutang (novasi)

Pembaruan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan

utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama

dengan kreditur baru. Dalam hal ini, bila utang lama diganti dengan

utang baru terjadilah penggantian objek perjanjian yang disebut

“novasi objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi

penggantian orangnya (subjeknya), maka jika diganti debiturnya,

pembaruan ini disebut “novasi subjektif pasif”. Jika yang diganti itu

krediturnya, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal

ini, utang lama lenyap.

Pada umumnya pembaruan utang yang terjadi dalam dunia perbankan

adalah dengan mengganti atau memperbarui perjanjian kredit bank

yang ada. Dalam hal ini yang diganti adalah perjanjian kredit banknya

dengan perjanjian kredit bank yang baru. Dengan terjadinya

penggantian atau pembaruan perjanjian kredit, otomatis perjanjian

kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi.

Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan tiga

cara untuk melaksanakan novasi, yaitu:

a. Dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan

perikatan utang lama yang dihapuskan karenanya.

b. Dengan cara expromissie, yakni mengganti debitur lama dengan

(31)

c. Mengganti debitur lama dengan debitur baru sebagai akibat suatu

perjanjian baru yang diadakan.

4. Perjumpaan utang (kompensasi)

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda

yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai oleh

dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak

berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang

lain, sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut.

Dasar kompensasi ini disebutkan dalam Pasal 1425 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Dikatakan jika dua orang saling berhutang

satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan

utang-piutang, dengan mana utang-piutang antara kedua orang tersebut

dihapuskan.

Kondisi demikian ini dijadikan oleh bank dengan cara

mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada

bank, sebesar jumlah jaminan tersebut yang diambil alih tersebut.74

Dari sejumlah cara berakhirnya perjanjian kredit yang telah penulis

uraikan diatas, dalam prakteknya hanya dijumpai cara berakhirnya perjanjian

kredit dengan pembayaran. Karena apabila debitur tidak memenuhi kewajiban

melakukan pembayaran ini, biasanya agunan/jaminan dalam perjanjian kredit

akan dijual untuk memenuhi pembayaran hutangnya debitur.

74

Referensi

Dokumen terkait

.Pada penelitian ini terdapat kesamaan yaitu dengan aplikasi yang akan dibuat sama- sama menggunakan Construct 2 untuk mempermudah pembelajaran bagi anak usia

2. Sistem ini berbasis website. Sistem ini memberikan pelayanan dan pemantauan setiap penyaluran obat- obatan. Target sistem adalah petugas atau karyawan PBF yang

Intinya adalah jika konselor dapat menerapkan onseling dengan baik maka klien yang mendapat kekerasan dalam rumah tangga dapat memecahkan masalanya, karena pada dasarnya

Misi PSIK S3 yaitu “ Menyelenggarakan kegiatan pendidikan pascasarjana jenjang doktor (S3) berbasis riset, penelitian yang berkualitas dan beraputasi untuk kemajuan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan metode CPM dan PERT pada penjadwalan proyek konstruksi yang awalnya menggunakan metode Bar Chart

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengolah, penerimaan, serta pendapatan pengolah dari usaha pengolahan

Demikianlah berita acara serah terima barang ini di perbuat oleh kedua belah pihak, adapun barang- barang tersebut dalam keadaan baik dan cukup, sejak penandatanganan berita

ANALISIS ALOKASI DANA DESA DALAM FORMULASI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN 2012 ; Agisma Dyah Fastari, 060910201079; 2013, 77 halaman;