Wartawan dan Pembatasan Korupsi
dalam menjalankan tugas, seorang wartawan harus memiliki komitmen yang tinggi, dan berani berkorban. Sebab wartawan harus menggunakan beberapa kiat dalam memperoleh informasi dan data-data untuk membongkar kasus korupsi karena
1. wartawan dan investigation report
korupsi adalah kejahatan yang sudah bersifat ordinary crime yang dapat dilakukan oleh siapa saja, mulai dari pejabat sampai dengan rakyat biasa. Untuk itu, selain menguasai teknis wawancara dan penulisan berita, seorang wartawan yang hebat harus menguasai teknik-teknik investigasi;
2. penyamaan visi dan misi
untuk dapat memberantas korupsi secara optimal, maka harus ada kesamaan visi, misi dan langkah yang sinergik di antara tiga komponen utama: pemerintah, pengusaha, dan anggota masyarakat. Oleh karena itu, target strategis yang harus di capai dalam proses pemberantasan korupsi adalah terciptanya:
good governance, good corporate governance, dan good civil society governance; dan
3. realisasi fungsi dan pers
tidak mengalami depresi, frustrasi atau hilang motivasi dengan cara penyeimbangan di antara kerja otot dan otak; fungsi pengawasan, pers melakukan control social terhadap jalannya pemerintahan eksekutif-legislatif-yudikatif. Fungsi informatif dan pengawasan dari pers dapat didayagunakan secara optimal jika setiap wartawan menggunakan metode investigation report
dalam mencari, mengolah, dan menyuguhkan suatu berita. Jika pers dan lembaga penegak hukum sama-sama dapat menerapkan kode etik yang ada di masing-masing institusi mereka, pasti hal ini akan sangat membantu proses pemberantasan korupsi di Indonesia serta tidak lupa untuk mmeperhatikan struktur, sistem dan tingkat kesejahteraan pekerja pers yang proposional. Kesimpulannya, secara operasional peran wartawan dalam upaya memerangi korupsi adalah membantu lembaga penegak hukum, membantu KPK dalam mengumumkan harta kekayaan PN, membantu KPK dalam mengadvokasi masyarakat agar memahami masalah korupsi dengan segala variabelnya, membantu masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi kepada instansi penegak hukum, melakukan pengawasan langsung/tidak langsung terhadap PNS, pejabat, dan Penyelenggara Negara, dan kasus korupsi yang dilaporkan oleh anggota masyarakat kepada media massa perlu ditindaklanjuti.
Hambatan manajemen lembaga Penegak Hukum disebabkan oleh 1. belum adanya Road-map pemberantasan korupsi
seluruh lembaga penegak hukum sehingga ia tiak bisa diandalkan sebagai upaya pembenahan sistem kepemerintahan dari aspek pencegahan korupsi, dan lemahnya teknologi dan kinerja penegak hukum, penegak hukum selain dilengkapi manajemen otomasi, juga harus di tunjang teknologi peralatan dan investigasi yang canggih;
2. lemahnya metode penyidikan
setiap penegak hukum harus memahami filosofi hidupnya bahwa, waktu kerjanya tidak terbatas pada jam kerja ataupun lokasi kerja di kantor, tetapi dimanapun, kapan pun, dan dalam keadaan apa pun, seorang dan penegak hukum harus menjalankan tugasnya, baik terhadap diri sendiri, keluarga, teman maupun orang lain;
3. lemahnya pengorganisasian dan kepemimpinan lembaga penegak hukum
di mulai dengan perbaikan sistem di diri KPK dengan prioritas penyederhanaan birokrasi, manajemen otomasi dengan mengoptimalkan fungsionalisasi IT, rekrutmen pejabat dan pegawai KPK yang benar-benar memperhatikan secara utuh aspek-aspek yang diminta, sistem keuangan yang proporsional dan bertanggung jawab serta dalam menjalankan tugas pimpinan dan pejabat KPK tidak boleh menerima pemberian apapun termasuk akomodasi, transportasi ataupun hadiah; dan
4. lemahnya pengawasan internal