• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seputar Masalah dan Kinerja Program Peng (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Seputar Masalah dan Kinerja Program Peng (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Seputar Masalah dan Kapasitas Pengembangan Masyarakat dan Desa1   

Oleh: 

R. Yando Zakaria2 

Pengantar  

Kebijakan tentang Desa yang baru, yakni Undang-Unang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

telah diberlakukan. Satu simpul penting dari kebaruan kebijakan tentang desa ini jika

dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya adalah bahwa desa tidaklah sekedar

pemerintahan desa, namun desa sebagai suatu kesatuan sosial-budaya, ekonomi, dan juga politik

dan hukum. Maka, kebijakan dan regulasi tentang desa ke depan harus lebih dari sekedar

‘pemerintahan desa’ itu. Kebijakan dimaksud haruslah mengarah pada realisasi pengakuan atas

hak asal-usul yang melihat desa baik sebagai persekutuan sosial dan budaya; desa sebagai

persekutuan hukum, politik, dan pemerintahan; dan desa sebagai persekutuan ekonomi (sebagai

ekspresi dari penguasaan desa atas sumber-sumber kehidupan yang menjadi ulayatnya.

Dengan simpul pemikiran yang demikian itu kita ingin merevitalisasi desa sebagai

‘modal sosial’ dalam menyongsong masa depan yang (bakal) tidak mudah itu. Baik karena

faktor-faktor lokal, nasional, dan global. Selain itu, kebijakan baru dimaksud dimaksudkan juga

untuk mengkonsolidasi kembali sistem tenurial ‘yang kadung amburadul’ dan ‘menyingkarkan

hak-hak masyarakat adat’ melalui pengakuan hak-hak asali desa sebagai dasar bagi ‘pembaruan

desa’ cq. ‘reforma agraria’, sebagaimana telah diamanatkan dalam TAP MPR IX/2001.

Undang-Undang tentang Desa yang baru saja ditetapkan ini adalah undang-undang pertama

pasca-pencabutan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang

diamanatkan oleh reformasi. Sebelumnya, melalui pemberlakukan Undang-Undang Nomor 22

        1

    Tulisan  ini  dimungkinkan  oleh  keterlibatan  penulis  sebagai  Short  Term  Consultant  pada  PNPM  Support  Facility  dalam periode tahun 2013. 

2

 Praktisi antropologi. Pemerhati desa dan masyarakat (hukum) adat. Pengajar tamu pada Jurusan Ilmu Politik dan 

Ilmu  Pemerintahan,  FISIPOL  UGM;  dan Fellow  pada  Lingkar  pembaran  Desa  dan  Agraria  (KARSA),  Yogyakarta. 

(2)

Tahun 1999 yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, desa hanya diatur oleh peraturan-perundangan setingkat Peraturan

Pemerintah.

Setidaknya ada 5 (lima) perubahan pokok yang dikandung dalam UU Desa yang baru.

Kelima perubahan pokok itu tentu saja diharapkan mampu memperbaiki kualitas kehidupan

warga negara yang tinggal di desa-desa Indonesia. Perubahan-perubahan pokok dimaksud

adalah, melalui UU Desa yang baru inilah untuk pertama kalinya desa-desa yang ada di Negeri

ini akan diatur melalui sistem pengaturan yang beragam. UU Desa yang baru memperkenakan

dua jenis desa dan desa adat. Jika desa terbentuk berdasarkan ukuran-ukuran demografis dan

adminsitratif, desa adat terbentuk karena desa adat itu memang memiliki sejarah dan hak

asal-usulnya.3

        3

 Ulasan lebih jauh tentang kelima perubahan yang dibawa oleh Undang‐undang Desa yang baru ini silahkan lihat  R.  Yando  Zakaria,  2014.  “Menimbanng‐nimbang  Kemslahatan  Undang‐Undang  Desa”.  Semula  Bahan  Bacaan  ini  dipersiapkan  untuk  kegiatan  sosialisasi  pasca  penetapan  UU  Desa.  Untuk  pertama  kalinya  disampaikan  pada  kegiatan  yang  diselenggarakan  oleh  Perkumpulan  QBar  (Padang),  Perkumpulan  HUMA  (Jakarta)  dan  Fakultas 

Hukum  Universitas  Andalas,  Padang.  Di  Padang,  tanggal  7  Januari  2014.  Silahkan  taut  ke 

https://www.academia.edu/5596371/Menimbang‐nimbang_Kemaslahatan_Undang‐Undang_Desa_2013   

Lima%Perubahan%Mendasar:%

Kri2k%yang%adil%adalah%kri2k%yang%melihat%perubahan%secara% holis2k.%Tidak%parsial!%

Jenis%Desa%yang% beragam% (BAB%II%,%III%&%XIII)%

Kewenangan% berdasarkan%prinsip%

rekognisi%dan% subsidiaritas% (BAB%IV,%V,%VII,%&%XIII)%

Konsolidasi% Keuangan%dan%Aset%

Desa% (BAB%VIII,%X,%&%XI)% Perencanaan%yang%

terintegrasi:% Desa%membangun;%

membangun%desa% (BAB%IX,%X,%XI)% Demokra2sasi%Desa%

!%pemberdayaan%&%

Pendampingan%(BAB% V,%VI,%XII,%XIII)%

(3)

Seiring dengan perubahan yang relatif mendasar itu, pertanyaan yang mengemuka adalah 

apakah  para  pemangku  siap  menghadapi  tantangan‐tantangan  dalam 

pengimplemenrasiannya  di  masa  depan?  Apakah  para  pemangku  kepentingan,  utamanya 

Pemerintah,  siap  mengemban  tugasnya  agar  kebijakan  baru  ini  sampai  pada  tujuan  yang 

ingin disasarnya? 

Terkait  dengan  pertanyaan‐pertanyaan  itu,  tulisan  ini  memberikan  gambaran  umum 

bagaimana kapasitas terpasang dan kinerja program pengembangan kapasitas masyarakat 

dan desa. Khususnya yang diselenggarakan oleh balai‐balai pengembangan masyarakat dan 

desa yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri. 

Masalah Desa dan Perdesaan 

Dalam Buku II, Bab IX, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 

2010  ‐  2014,  khususnya  pada  Butir  9.2.1.5  dikatakan  bahwa  “Pembangunan  perdesaan 

menghadapi masalah‐masalah, antara lain: 

• belum  optimalnya  kebijakan  dan  program‐program  dari  berbagai  sektor  yang 

berpengaruh  baik  langsung  maupun  tidak  langsung  terhadap  kehidupan 

masyarakat perdesaan; 

• belum  optimalnya  koordinasi  antar  pemerintah  desa  dan  kabupaten/kota  serta 

berkembangnya  mekanisme  koordinasi  dengan  berbagai  pemangku  kepentingan 

termasuk K/L dalam pembangunan perdesaan; serta 

• masih belum optimalnya keberpihakan dari kepemimpinan lokal dan kelembagaan 

pemerintahan  baik  di  pusat  maupun  di  daerah  dalam  pembangunan  perdesaan” 

(4)

Persoalan‐persoalan  itu,  secara  lebih  rinci, 

menyangkut  belum  optimalnya  peran 

kelembagaan;  rendahnya  kapasitas 

sumberdaya  manusia  dan  masyarakat 

perdesaan;  terbatasnya  alternatif  lapangan 

kerja  yang  berkualitas;  rendahnya  akses 

pada  permodalan;  rendahnya  ketersediaan 

dan  akses  pada  sarana  dan  pra‐sarana; 

rendahnya  tingkat  ketahanan  pangan; 

meningkatnya  degradasi  sumberdaya  alam 

dan  lingkungan  hidup;  dan  belum 

optimalnya  perlindungan  kepada 

masyarakat,  masyarakat  hukum  adat,  dan 

tenaga kerja yang bekerja di luar negeri. 

Problem Statement:

Masalah Desa & Perdesaan (RPJM Pusat 2009 ‐ 2014)

• Belum optimalnya peran kelembagaan

– Lemahnya kemandirian Desa

– Lemahnya perencanaan pembangunan Desa

– Lemahnya kapasitas Pemerintahan Desa, Lembaga‐ lembaga desa, dan lembaga‐lembaga kemasyarakat.

– Lemahnya kapasitas Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengurus desa

• Rendahnya kapasitas sumberdaya manusia dan masarakat perdesaan

– Rendahnya kualitas sumber daya manusia ditandai oleh tingkat pendidikan, dan

– Penduduk desa yang memiliki tingkat pendidikan yang  relatif baik banyak bermigrasi terutama ke daerah perkotaan.

• Terbatasnya alternatif lapangan kerja yang  berkualitas

– Lebih dari separuh desa atau 39.913 desa (Podes  2008) yang sebagian masyarakatnya bekerja ke luar  negeri (TKI).

• Rendahnya akses pada permodalan

– Posisi kredit usaha kecil hanya mencapai 13,13% dari total kredit;

– potensi kolateral yang dimiliki rumah tangga perdesaan juga rendah.

• Rendahnya ketersediaan dan akses pada sarana dan prasarana

– Terbatasanya sarana pelayanan sosial

– Terbatasnya sarana komunikais dan informasi

– Terbatasnya sarana transportasi

– Terbatasnya pelayanan energi dan kelistrikan

– Belum memadainya kuallitas lingkungan hunian serta sarana‐prasarana pemukiman

– Belum memadainya kualitas dan kuantitas penataan ruang

• Rendahnya tingkat ketahanan pangan

– Penyusutan kepemilikan lahan oleh petani gurem  (kepemilikan lahan kurang atau sama dengan 0,5  hektar) semakin meningkat.

• Meningkatnya degradasi SDA dan Lingkungan Hidup

– Pada tahun 2008, bencana yang paling sering terjadi di perdesaan adalah banjir (15.143 desa atau 22,52  persen dari total jumlah desa), longsor (19 persen) dan paling sedikit adalah gempa bumi disertai tsunami (54  desa atau 0.08 persen dari jumlah desa). Pencemaran yang sering terjadi di perdesaan adalah pencemaran air (7.654 desa), udara (33 persen), suara (21 persen)  dan paling sedikit terjadi adalah pencemaran tanah (1.110 desa)

• Belum optimalnya perlindungan kepada masyarakat, masyarakat adat, dan tenaga kerja yang  bekerja di luar negeri

 

Pendalaman (Tingkat Sistem, Tingkat Nasional):

Gambaran Umum Rencana Tindak Pengembangan Kapasitas

Program/Kegiatan Prioritas

PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN  PEMERINTAHAN DESA

Sasaran (antara lain) Perkiraan kebutuhan anggaran Thn 2010 – 2014  (Rp. Milyar)

Peningkatan Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Kelurahan

Mengembangkan manajemen pemerintahan desa yang efektif, dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak‐hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan  Desa Lingkup Regional

Meningkatkan kapasitas Aparat dan Masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat sesuai standar.

311,3

 

Untuk  mengatasi  permasalah  dimaksud, 

dalam  dokumen  rencana  tindakan  yang 

menjadi  bagian  integral  dari  dokumen 

RPJMN  2010  –  2014  itu  ditetapkan  pula 

sejumlah  program/kegiatan  prioritas. 

Yakni,  peningkatan  kapasitas 

penyelenggaraan  Pemerintahan  Desa  dan 

Kelurahan;  peningkatan    keberdayaan 

masyarakat  dan  desa  lingkup  regional;  dan 

peningkatan  kapasitas  kelembagaan  dan 

pelatihan  masyarakat,  dengan  rumusan 

sasaran dan indikasi biaya yang dibutuhkan 

sebagaimana  dapat  dilihat  pada  tabel  yang 

(5)

Menurut  peraturan  perundangan‐undangan 

terkait,  yakni  Peraturan  Pemerintah  Nomor 

38  Tahun  2007  tentang    Pembagian  Urusan 

Pemerintahan  antara  Pemerintah, 

Pemerintahan  Daerah  Provinsi,  dan 

Pemerintahan  Daerah  Kabupaten/Kota, 

kegiatan‐kegiatan  yang  berkaitan  dengan  

pemberdayaan  masyarakat  dan  desa  ini 

dirumuskan  sebagai  bagian  dari  Urusan 

Pemerintahan yang harus dilaksanakan baik 

oleh  Pemerintah  (Pusat),  maupun  oleh 

Pemerintah  Daerah  Provinsi  dan 

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.  

PembagianUrusan PemerintahanBidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa menurut Peraturan PemerintahNomor 37 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahanantara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota

1. Sub Bidang Pemerintahan Desa dan Kelurahan

1. Pengembangan Kapasitas Pemerintah Desa dan KelurahanPusat? Propinsi? Kabupaten/Kota? 2. Sub Bidang Penguatan Kelembagaan dan

PengembanganPartisipasi Masyarakat 1. Penguatan Kelembagaan 2. Masyarakat Pelatihan Masyarakat 3. Pengembangan Manajemen Pembangunan 

Partisipatif

4. Peningkatan Peran Masyarakat dalam Penataan dan Pendayagunaan Ruang Kawasan Perdesaan 3.   Sub Bidang Pemberdayaan Adat dan

PengembanganKehidupan Sosial Budaya Masyarakat

1. Pemberdayaan Adat Istiadat dan Budaya Nusantara

2. Pemberdayaan Perempuan 3. Pemberdayaan dan Kesejahteraan

Keluarga (PKK) Peningkatan Kesejahteraan Sosial

4.  Sub Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat

1. Pemberdayaan Ekonomi Penduduk Miskin 2. Pengembangan Usaha Ekonomi Keluarga

dan Kelompok Masyarakat 3. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro

Perdesaan

4. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Perdesaan

5. Pengembangan Pertanian Pangan dan Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat

5. Sub Bidang Pemberdayaan Masyarakat dalam PengelolaanSumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna

1. Fasilitasi Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan

2. Fasilitasi Pemanfataan Lahan dan Pesisir Pedesaan

3. Pemasyarakatan dan Kerjasama Teknologi Pedesaan

Dalam  rangka  pelaksanaan  urusan  pemerintahan  Bidang  Pemberdayaan  Masyarakat  dan 

Desa itu Pemerintah melalui Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi 

dan  Tata  Kerja  Kementerian  Dalam  Negeri,  telah  pula  membentuk  Direktorat  Jenderal 

Pemberdayaan  Masyarakat  dan  Desa  yang  ditugaskan  untuk  ‘merumuskan  serta 

melaksanakan  kebijakan  dan  standarisasi  teknis  bidang  pemberdayaan  masyarakat  dan 

desa’  (Pasal  669).  Tugas  dimaksud  mencakup  pelaksanaan  fungsi‐fungsi  (a)  perumusan 

kebijakan  di  bidang  pemberdayaan  masyarakat  dan  desa;  (b)  pelaksanaan  kebijakan  di 

bidang  di  bidang  pemberdayaan  masyarakat  dan  desa;  (c)  penyusunan  norma,  standar, 

prosedur,  dan  kriteria  di  bidang  pemberdayaan  masyarakat  dan  desa;  (d)  pemberian 

(6)

pelaksanaan  administrasi  Direktorat  Jenderal  Pemberdayaan  Masyarakat  dan  Desa  (Pasal 

670). 

Untuk  melaksanakan  tugas  dan  fungsi‐

fungsi  dimaksud,  pada  Direktorat  Jenderal 

Pemmberdayaan  Masyarakat  dan  Desa 

dibentuk  5  (lima)  Direktorat,  yang  masing‐

masing  bertanggungjawab  melaksanakan 

tugas  dan  fungsi  pada  Sub‐Bidang  tertentu, 

sebagaimana yang dapat dilihat apda Tabel 

terkait. 

Tata Kelembagaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan Pelaksanaan Urusan Pemerintahan

Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

No. Direktorat (Berdasarkan Permendagri 41/2010)

Bidang Pengembangan Kapasitas Masyarakat dan Desa (Berdasarkan PP  38/2007)

1. Direktorat Pemerintahan Desa dan  Kelurahan; 

Sub Bidang Pemerintahan Desa dan Kelurahan

2. Direktorat Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat; 

Sub Bidang Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat 3. Direktorat Pemberdayaan Adat dan

Sosial Budaya Masyarakat; 

Sub Bidang Pemberdayaan Adat dan Pengembangan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat

4. Direktorat Usaha Ekonomi  Masyarakat; dan 

Sub Bidang Pemberdayaan Usaha  Ekonomi Masyarakat

5. Direktorat Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna Perdesaan.

Sub Bidang Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna

  Pembagian  tugas  dan  fungsi  antara  instansi  Pusat,  Propinsi,  dan  Kabupaten/Kota  dalam 

upaya  pemberdayaan  masyarakat  dan  desa  pun  kemudian  diatur  sedemikian  rupa. 

Sebagaimana  yang  dapat  dipelajari  dari  Lampiran  Peraturan  Pememrintah  Nomor  38 

Tahun 2007, khususnya pada Halaman 579 hingga Halaman 600, jika instansi Pemerintah 

(Pusat)  lebih  berperan  pada  penyusunan  pedoman,  koordinasi  dan  pembinaan,  serta 

monitoring  dan  evaluasi  pada  skala  Nasional,  demikian  pula  peran  instnasi  Pemerintah 

Daerah  Provinsi  untuk  skala  Provinsi,  instansi  pada  tingkat  Kabupaten/Kota  lebih 

berperan pada aspek pelaksanaan di tingkat lapangan. 

Meski  begitu,  hasil  kajian  yang  dilakukan  untuk  mencermati  kinerja  program‐program 

pengembangan  kapasitas  desa  ini  menujukkan  perkembangan  yang  belum 

menggembirakan. Misalnya, dalam rangka melaksanakan kegiatan‐kegiatan pengembangan 

kapasitas  untuk  pemberdayaan  masyarakat  dan  desa,  sejak  pertengahan  tahun  1960‐an 

lalu, ketika itu Departemen Dalam Negeri, membentuk apa yang kini dikenal sebagai Balai 

Pemberdayaan  Masyarakat  dan  Desa,  yang  saat  ini  berada  di  3  lokasi,  yakni  Lampung, 

Yogyakarta, dan Malang.4 

       

4  Alison Atwell, “Review of PMD Training Centers for The Ministry of Home Affair, Indonesia”. International 

(7)

Dari ketiga unit balai ini, Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa yang terletak di 

Malang  adalah  lembaga  yang  tertua  dan  relative  lebih  besar  dari  unit  yang  berada  di 

Lampung  dan  Yogyakarta.  Pertama  kali  didirikan  berdasarkan  Surat  Keputusan  Menteri 

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 1965.5  

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BALAI BESAR PMD MALANG

(Pasal 2, PERMENDAGRI NO.21/2006)

• MELAKSANAKAN KEGIATAN PELATIHAN

BAGI MASYARAKAT, MELIPUTI : 1. KADER PEMBANGUNAN,

2. PERANGKAT PEMERINTAHAN,

3. ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA,

4. PENGURUS LEMBAGA MASYARAKAT, DAN 5. PARA WARGA MASYARAKAT DESA DAN

KELURAHAN.

 

Adapun  pengguna  jasa  Balai  ini  adalah 

pengguna  langsung,  dalam  hal  ini  adalah 

para  Kepala  Desa,  Aparat  Desa,  dan  juga 

unsur‐unsur  yang  terkait  dengan  kegiatan 

Pemerintahan  Lainnya,  seperti  LKMD, 

LPMD,  bahkan  hingga  Kepala  Dusun  dan 

Ketua  RW/Ketua  RT,  dan  warga 

masyarakat sekalipun. 

 

Materi  yang  diberikan  adalah  materi‐materi  yang  berhubungan  langsung  dengan 

penyelenggaraan  tugas  masing‐masing  pihak  yang  terkait  dengan  penyelenggaraan 

Pemerintahan Desa itu. Setidaknya, ada 17 macam modul yang digunakan dalam program 

pembekalan yang dilaksanakan oleh Balai Besar ini. 

       

5  Hingga  saat  ini  keberadaan  Balai  ini  telah  mengalami  berbagai  perubahan  dan  penyesuaian  sebagaimana 

(8)

Wilayah  layanan  yang  menjadi 

tanggungjawab  Balai  Besar  PMD  di 

Malang  ini  amatlah  luas.  Mencakup  14 

wilayah  Propinsi,  497  kota,  dan  399 

Kabupaten  (Data  lebih  rinci  dapat  di 

lihat  pada  Tabel  terkait).  Sebagaimana 

yang  akan  diulas  lebih  rinci  dalam 

bagian  berikut,  jika  dikaitkan  dengan 

tugas utamanya yang langsung melayani 

upaya   pengembangan    kapasitas   pada  

DATABASE 14 PROVINSI WILAYAH KERJA

BALAI BESAR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA MALANG

NO. NAMA

JUMLAH 497 399 98 6.487 28.836

7

 

tingkat  pengguna  langsung,  luas  wilayah  layanan,  jumlah  staf  dan  dana  operasional  yang 

dialokasikan  setiap  tahunnya,  kinerja  Balai  Besar  menjadi  persoalan  yang  perlu  dikaji 

secara lebih serius. 

Pada  tahun  anggaran  2013/2014  Balai 

Besar  PMD  Malang  menerima  anggaran 

sekitar  Rp.  11  Milyar.  Dengan  anggaran 

sebesar itu Balai Besar PMD Malang  ‘hanya’ 

mampu  menyelenggarakan  105  Angkatan 

Pelatihan,  yang  melibatkan  3.150  orang 

peserta.   

RENCANA KEGIATAN PELATIHAN TA. 2013

a. Jenis : 15 b. Angkatan : 47 c. Peserta : 1.410 org

PEMDES/KEL

a. Jenis : 16 b. Angkatan : 58 c. Jumlah Peserta : 1.740 org

KELEMBAGAAN MASYARAKAT

105 Angkatan Jumlah peserta : 3.150 orang

16

 

Jika  dikaitkan  dengan  jumlah  ketrampilan  yang  dibutuhkan  (17  jenis  ketrampilan)  serta 

jumlah  desa  (28.836)  x  jumlah  Kepala  Desa  dan  Aparat  Desa  (rata  7  orang/desa),  maka 

dengan segera kita menemukan keterbatasan layanan Balai Besar PMD Malang ini. Belum 

lagi  jika  dikaitkan  pada  kebutuhan  pengembangan  kapasitas  pada  sisi  kelembagaan 

masyarakat. Keterbatasan ini menjadi berlipat‐lipat. 

Kemampuan  layanan  Balai  Besar  PMD  Malang  juga  terkait  dengan  ketersediaan  tenaga 

(9)

yang  banyak  dengan  mudah  menjebak  para  pengajar/fasilitator  ke  dalam  kejenuhan. 

“Bahkan sakit saja tidak boleh di sini,” keluh seorang faslitator dalam suatu kesempatan.6 

Hal  ini  tentu  tidak  sehat  bagi  pengembangan  iklim  ajar‐mengajar  yang  menuntut 

kesegaran,  agar  inovasi‐inovasi  dalam  proses  ajar‐mengajar  dapat  terjadi.  Dalam 

keterbatasan  yang  ada,  pemerataan  layan  juga  harus  dilakukan.  Dengan  situasi  yang 

demikian,  maka  bukan  tidak  mungkin  sebuah  Kabupaten  baru  akan  mendapat  jatah 

layanan lagi dalam rentang 10 – 15 tahun kemudian.7 

Belum sesuai kebutuhan 

Jika dicermati, apa yang diperankan oleh Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 

Malang  ini,  sepertinya  belum  sesuai  dengan  pembagian  peran  sebagaimana  yang  telah 

digariskan  dalam  Peraturan  Pememrintah  Nomor  38  Tahun  2007  sebagaimana  telah 

dijelaskan di atas. 

Pengamatan  pada  penguatan  kapasitas  pada  Tingkat  Individual,  utamanya  terkait  denga 

keberadaan modul‐modul yang digunakan pengembangan kapasitas pada tingkat individu 

juga  menunjukkan  perkembangan  yang  belum  menggembirakan.  Berdasarkan  pada  hasil 

kajian  terhadap  sumber‐sumber  sekunder  dan  kajian  lapangan,  Djohani  dan  Prajoko 

(2013),8  antara  lain,  berkesimpulan  bahwa  bagi  aparat  pemerintahan  desa  program 

pengembangan  kapasitas  yang  mereka  terima  umumnya  bersifat  bimbingan  teknis. 

Pelatihan‐pelatihan yang lebih luas dari sekedar bimbingan teknis relatif jarang dilakukan 

oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah). Yang menarik, boleh jadi terkait dengan keterbatasan 

Pemerintah  dalam  menyelenggarakan  kegiatan  pengembangan  kapasitas  sebagaimana 

telah  dibahas  di  atas,  pihak  non‐pemerintah  pun  kadang  harus  menyelengaarakan 

       

6  Focus Group Disscussion antara pimpinan dan konsultan PNPM Support Fasility (PSF) – Bank Dunia, Kanotr 

Jakarta dengan Pimpinan dan Pangajar/Fasilitator Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Malang,  di Malang, 25 Juli 2013. 

7    Dalam  laporannya,  hitung‐hitungan    Dr.  Alison  Atwell  (2011)  lebih  ekstrim  lagi.  Atwell  menulis  “…  according  to  the  current  rate  of  training,  the  state  of  facilities  and  the  number  of  available  trainers  it  would  require  687  years  to  train  the  2.6  million  nominated  village  and  municipal  stakeholders”.  Semua  ‘mission  imposible’!!! 

8  Rianingsih Djohani dan Ludiro Pradjoko (2013), “Pelatihan dan Penguatan Kapasitas Desa”. Hasil penelitian 

(10)

pelatihan  sejenis  (Kasus  ‘Program  Pelatihan  Aparatur  Desa’,  YAO,  NTT).  Akibatnya, 

sumberdaya  untuk  melakukan  kegiatan  pengembangan  kapasitas  yang  memampukan 

masyarakat  desa  sebagai  pelaku  utama  pembangunan  desa  menjadi  makin  terbatas. 

Kegiatan‐kegiatan pelatihan yang ditujukan untuk membangun dan menguatkan kesadaran 

kritis,  serta  meningkatkan  posisi  dan  daya  tawar  masyarakat  dan/atau  desa  dalam 

pengelolaan  pembangunan,  sebagaimana  pesan  pokok  yang  ada  dalam  Panduan  CLAPP 

(Mitra    Samya  &  ACCESS)  misalnya  hampir  tidak  pernah  dilakukan  oleh  Pemerintah 

(sampai  pada  kadar  tertentu  mulai  dilakukan  PNPM  Integrasi),  kecuali  oleh  beberapa 

organisasi masyarakat sipil yang didukung oleh beberapa lembaga donor. 

Oleh sebab itu, meminjam kerangka analisis yang dikembangkan oleh GTZ ‐ SfDM, Support 

for  Decentralization  Measures  (2005),9  pembagian  peran  antar‐instansi  pemerintah  dari 

segala  tingkatan  dan  keterhubungan  antara  program‐program  penguatan  kapasitas  pada 

Tingkat  Sistem,  Tingkat  Unit,  dan  Tingkat  Individual  terkait  dengan  upaya‐upaya 

pengembangan  kapasitas  untuk  pemberdayaan  masyarakat  dan  desa  perlu  ditinjau  dan 

ditata‐ulang (redesign). 

Kebutuhan ke Depan 

Dengan  urian  ringkas  di  atas  maka 

dapatlah  dikatakan  bahwa  menyusun 

ulang  grand  design  cq.  strategi 

pengembangan  kapasitas  kelembagaan 

pemerintahan  desa  dan  kelembagaan 

masyarakat  desa  demi  meningkatnya 

kinerja  pemerintahan  desa  dan 

kelembagaan  masyarakat  ke  taraf  yang 

lebih  baik  di  masa‐masa  mendatang 

Tiga Tingkat Kapasitas

3 tingkat PK Deskripsi

Tingkat Sistem Terkait dengan upaya pengembangan  kerangka hukum dan kebijakan baru atau perubahan hukum/kebijakan yang ada,  yang memungkinkan berbagai pihak menjalankan perannya dalam upaya‐upaya pengembangan kapasitas desa

Tingkat Unit Serangkaian upaya untuk memperluasan struktur manajemen,  proses dan prosedur kerja. Tidak hanya dalam organisasi  tertentu, namun juga pengelolaan hubungan antara organisasi  yang berbeda dan sektor (publik, swasta dan masyarakat) yang  berkepentingan dengan upaya pengembangan kapasitas desa

Tingkat Individual Serangkaian proses untuk melengkapi individu dengan  serangkaian pengetahuan, keterampilan dan sikap, termasuk akses terhadap informasi, yang memungkinkan mereka untuk  bekerja efektif.

 

       

9  Lihat GTZ‐ SfDM, Support for Decentralization Measures/ Proyek Pendukung Pemantapan Penataan 

(11)

menjadi suat keniscayaan. 

Dalam grand design yang baru itu, antara lain,  perlu dipikirkan ulang apa peran strategis 

yang  seharusnya  diperankan  oleh  instnasi‐instnasi  semacam  balai  pemberdayaan 

masyarakt dan desa yang berada di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri itu. Apakah 

benar  melayani  langsung  kebutuhan  para  pengguna  akhir  atau  Balai  ini  seharusnya  lebih 

berperan dalam merancang dan mengevaluasi kurikulum, serta melakukan serangkain ToT 

pada tingkatan tertentu saja. 

Demikian pula dengan pembagian peran yang harus dilakukan oleh instnasi Pemerintah di 

tingkat  Provinsi  dan  Kabupaten,  serta  komponen  masyarakat  sipil  lainnya.  Tidaklah 

berlebih  jika semua peran para‐pihak itu sebaiknya terpetakan ke dalam sebuah peta jalan 

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kebijakan pajak ekspor menyebabkan kurva penawaran di pasar dunia bergeser dari ES ke ES t , yang diakibatkan oleh menurunnya jumlah ekspor negara A ke pasar dunia yaitu

Ia bisa melayani masyarakat dengan semaksimal mungkin, karena ikhlas maka ia akan menikmati dan bahagia dalam tupoksinya sebagai pelindung dan pelayan masyarakat,” jelas

Berdasarkan tabel di atas, responden yang memilih sangat tidak setuju prosentase terbesar adalah 54,2% untuk item pernyataan “Tidak mampu menghargai pendapat orang lain

Model Sirkuler di atas, jika dihubungkan dengan penelitian yang penulis teliti yaitu Customer Service Representative di Plasa Telkom Sudirman Pekanbaru pada waktu

bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan diktum KEENAM Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun perlu dibentuk

dalam bentuk kalimat. Bisa juga klien bersikap mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada benda mati. Halusinasi dapat mempengaruhi

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) tersebut lebih dari

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas dan Laporan Perubahan Ekuitas,