• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikhtisar Politik Hukum Pelayanan Publik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ikhtisar Politik Hukum Pelayanan Publik"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

IKHTISAR POLITIK HUKUM PELAYANAN PUBLIK

DALAM UU NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK Oleh: Amir Mahmud, Alumni UIB

I. PENDAHULUAN

Guna memenuhi tugas mata kuliah Politik Hukum, makalah ini berusaha

menjelaskan apa dan bagaimana politik hukum dalam bidang pelayanan publik di

tanah air. Sebagai salah satu bidang kajian Ilmu Hukum maka politik hukum telah

berkembang demikian rupa dan terus dimajukan oleh para ahli hukum. Oleh sebab

itu sejauh dalam kaitannya sebagai bagian dari ilmu hukum maka makalah ini

tidak akan memadai memberikan uraian. Terlebih lagi penulis masih dalam tahap

pemula mempelajari Ilmu Politik Hukum.

Makalah ini hanyalah ikhtisar, yaitu suatu uraian ringkas tentang politik

hukum, pelayanan publik, dan politik hukum dalam bidang pelayanan publik

dalam kerangka law in the book yang masing-masing disusun dalam bagian

tersendiri. Bidang pelayanan publik sengaja dipilih mengingat keawaman penulis

dalam kajian politik hukum sehingga lebih tepat memilih bidang yang sehari-hari

penulis bergelut di dalamnya terkait dengan pekerjaan di institusi Ombudsman

Republik Indonesia, Lembaga Negara yang mengawasi penyelenggaran pelayanan

publik.

II. POLITIK HUKUM

A. Pengertian Politik Hukum

Secara etimologis Politik Hukum adalah gabungan dari kata

(2)

2

adalah terjemahan dari rechtpolitiek dalam bahasa Belanda. “recht”

berarti hukum dan politiek bermakna politik.

Terminologi Politik Hukum dapat diketahui dari penjelasan para

ahli yang sebagiannya dijelaskan berikut ini.

a) Menurut Mahfud MD Politik Hukum adalah “legal policy” atau

garis kebijakan (resmi) tentang hukum yang akan diberlakukan

baik dalam pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian

hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Pilihan hukum

yang akan diberlakukan sekaligus pilihan hukum yang akan dicabut

atau tidak diberlakukan untuk mencapai tujuan negara seperti yang

tercantum dalam UUD 1945.1

b) Soedarto sebagaimana dijelaskan oleh Mahfud MD,

mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan negara melalui

badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan

peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan dipergunakan

untuk mengekspressikan apa yang terkandung dalam masyarakat

dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.2

c) Padmo Wahyono menerangkan Politik Hukum merupakan

kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi

1

Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional”, dalam

http://www.mahfudmd.com/public/makalah/Makalah_22.pdf . 2

(3)

3

(substansi) hukum yang akan dibentuk, serta bagaimana penerapan

dan penegakannya.3

Dalam artikelnya di Majalah Forum Keadilan, sebagaimana dikutip

oleh Sufiarna, SH., MH., Padmo Wihono memperjelas pendapatnya

tentang Politik Hukum sebagai kebijakan penyelengara negara

tentang apa yang dijadikan kriteria menghukum sesuatu. Kebijakan

tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan

hukum dan penegakannya sendiri.4

d) Satjipto Rahardjo menjelaskan politik hukum sebagai aktivitas

memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu

tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat. Kajian Politik

hukum, menurut Satjipto menjawab sejumlah pertanyaan mendasar

mengenai tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada,

cara-cara apa dan yang mana, yang dirasa paling baik untuk dipakai

dalarn mencapai tujuan yang hendak dicapai itu, kapan dan melalui

cara bagaimana hukum perlu diubah, dan dapatkah dirumuskan

suatu pola yang baku dan mapan yang efektif membantu

memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk

mencapai tujuan tersebut dengan baik.5

Dari penjelasan para ahli hukum tersebut tampak bahwa Politik

Hukum umumnya dipahami sebagai kebijakan tentang hukum yang

3

Sufiarina, SH., MH. “Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia” Makalah dalam

http://supremasihukumusahid.org/attachments/article/124/[Full] Politik Hukum EkonomiSyariah Di Indonesia - Sufiarina, SH, MH.pdf

4

Ibid

(4)

4

ditetapkan oleh Negara melalui badan-badan resmi mengenai arah,

substansi, dan bentuk daripada pembuatan hukum termasuk cara

bagaimana diterapkan dan ditegakkan, dan pencabutan hukum tertentu

baik sebagian maupun seluruhnya guna mencapai tujuan negara.

Sebagai kebjikan tentang hukum, maka Politik Hukum merupakan

alat yang secara khusus disusun dan diterapkan untuk mencapai tujuan

negara (Staatsidea) serta cita hukum (Rechtidea) yang terkandung di

dalamnya. Tanpa adanya Politik Hukum maka apa yang menjadi

tujuan negara dan cita hukumnya tidak akan dapat terwujud. Disinilah

letak pentingnya Politik Hukum bukan semata untuk dijadikan sebagai

bagian dari kajian Ilmu Hukum tetapi secara mendasar untuk

benar-benar ditetapkan dan diterapkan.

B. Ruang Lingkup

Bertitik tolak dari berbagai penjelasan para ahli hukum yang

disebutkan di muka dan berbagai literatur yang ada, maka Politik

Hukum yang dibahas dalam ikhtisar ini adalah kebijakan hukum yang

bersifat mendasar dan tetap adanya karena telah merupakan konsensus

nasional untuk tidak diubah dan kebijakan hukum yang tidak tetap

dalam arti sesuai kebutuhan dan perkembangan sosial dapat diubah

atau disesuaikan sehingga hukum yang berlaku (ius constitutum)

merefleksikan hukum yang seharusnya ada atau hukum yang

cita-citakan (ius constituendum) terutama sekali semua yang digariskan

(5)

5

Kebijakan hukum yang bersifat mendasar dan tetap adalah kaedah

dan norma hukum yang digariskan dalam UUD 1945 baik dalam

bagian tertentu dari Mukaddimah maupun pasal-pasalnya sama ada

dalam bentuk tegas secara harfiah ataupun yang hanya dapat dipahami

melihat daripada substansi dan konteksnya. Dalam Alinea ke satu

Mukaddimah UUD 1945, frasa “penjajahan di atas dunia harus

dihapuskan” adalah bagian dari lingkup politik hukum nasional yang

sangat fundamental. Ini menegaskan kewajiban Negara untuk aktif

membentuk peraturan perundang-undangan yang menjamin hapusnya

penjajahan di dunia baik oleh individu terhadap individu lainnya, oleh

pemerintah terhadap rakatnya, oleh suatu golongan terhadap golongan

lainnya, ataupun oleh suatu negara terhadap negara lainnya.

Bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan

Pancasila juga merupakan Politik Hukum mendasar dan tetap. Dengan

demikian dalam rangka mencapai staatsidea yaitu melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka seluruh

arah, bentuk, dan cara menerapkan dan menegakkan hukum mutlak

merefleksikan kedaulatan rakyat yang berdasarkan Pancasila.

Pasal 1 dan pasal 24 UUD 1945 menegaskan bentuk Negara

(6)

6

legislatif) maupun dalam arti hukum (kekuasaan legislatif). Substansi

dan konteks kedua pasal ini menggariskan lingkup politik hukum

mendasar dan tetap akan kesatuan wilayah politik dan wilayah hukum

di seluruh wilayah Republik Indonesia dan jaminan kepastian hukum

dengan mengindahkan kedaulatan rakyat.

Kebijakan hukum yang tidak tetap meliputi kebijakan yang

terumuskan dalam Tap MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan

Bupati/Walikota, dan lainnya yang pada umumnya tidak terlepas dari

kebijakan hukum mendasar dan tetap. Sepanjang usia negara ini

kebijakan hukum yang tidak tetap terus-menerus dibuat guna

mencapai staatsidea dan rechtidea sebab melaluinyalah semuanya

diwujudkan dan prinsip negara hukum (rechstaat) dan rule of law

dapat dijalankan. Bidang Pelayanan Publik yang menjadi fokus

makalah ini merupakan salah satu bentuk dari politik hukum yang

ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan yang demikian

lengkap menuju pencapain staats idea dan rechtidea).

Politik hukum dalam arti kebijakan hukum yang tidak tetap

seringkali berhubungan dengan kekuasaan yang dominan atau rezim

di negara ini. Amandemen UUD 1945, perubahan demi perubahan

serta penghapusan yang dialami Undang-Undang, serta munculnya

berbagai bentuk kekuasaan baru menurut Mahfud MD menunjukkan

(7)

7

barang tertentu termasuk berimplikasi terhadap hubungan politik

dengan politik hukum. “Jika Politiknya demokratis maka hukumnya

akan responsif, sebaliknya jika politiknya otoriter maka hukumnya

akan ortodoks”, demikian Mahfud MD menyatakan.

III. PELAYANAN PUBLIK DALAM UU PELAYANAN PUBLIK

A.Pengertian dan Hakekat Pelayanan Publik

Istilah Pelayanan Publik masih sangat baru di Indonesia. Yang

umum dan baku dalam berbagai peraturan dan penuturan kita adalah

pelayanan umum. Menjadi sangat penting pada bagian ini terlebih dahulu

menguraikan apa pengertian dan hakekat daripada Pelayanan Publik.

Dalam UU Istilah ini untuk pertama kali muncul dalam Pasal 1 angka 1

UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU

Ombudsman) yang berbunyi:

“Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah”.

Apakah yang dimaksud dengan Pelayanan Publik tidak lagi

dijelaskan baik dalam Pasal berikutnya maupun pada bagian penjelasan

UU Ombudsman.

Untuk pertama kalinya pengertian istilah Pelayanan Publik muncul

dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 1

(8)

8

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, bagi setiap warga negara dan

penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang

diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.

Dengan defenisi tersebut maka ada beberapa unsur yang menjadi

rukun dari apa yang dimaksud UU dengan Pelayanan Publik, yaitu:

1. kegiatan atau rangkaian kegiatan pemenuhan kebutuhan pelayanan

atas barang, jasa, dan /atau pelayanan administratif;

2. dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan;

3. penyelenggara pelayanan

4. penerima pelayanan dari warga negara atau penduduk

Sesuai ketentuan Pasal UU Pelayanan Publik dan Pasal 1 angka 1

UU Ombudsman, maka penyelenggara pelayanan publik yang dimaksud

adalah institusi penyelenggara negara dan pemerintahan, Badan Usaha

Milik Negara/Daerah, Badan Hukum Milik Negara/Daerah atau nama

lain seperti Badan Layanan Umum, badan swasta dan perseorangan yang

mendapat tugas melaksanakan misi tertentu dari negara atau badan

swasta yang kegiatannya berkaitan dengan pelayanan menurut prinsip

dan cara yang diatur dalam peraturan perundangan karena menjadi

bagian dari misi negara.

B.Hakekat Pelayanan Publik

Pada dasarnya hakekat Pelayanan Publik dapat dijelaskan dari

(9)

9

Teologis Pelayanan Publik terlihat jelas dari kewajiban asasi manusia

menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Penyembahan diwujudkan dalam

pemenuhan perintah dan larangan-Nya serta dalam perbuatan yang baik

kepada sesama manusia dan kepada segenap makhluk-Nya.

Berbuat baik kepada sesama manusia tidak selalu dalam arti

menolong dan pemenuhan kebutuhan secara sukarela tetapi juga dalam

hubungan perdata dan hubungan kenegaraan yang wajib dilakukan oleh

sebab adanya hubungan itu. Alqur’an menjelaskan kewajiban berbaik

kepada sesama didasarkan kepada kebaikan yang senantiasa Allah

berikan manusia. “Berbuat baiklah sebagaimana Allah senantiasa

memberi kebaikan kepadamu”, demikian Alqur’an Surat Al Qashash ayat

77.

Antara lain dari perbuatan yang baik yang sangat ditekankan

Alqur’an dan Hadits terkait pelayanan publik adalah detil yang di zaman

kita disebut sebagai perwujudan good governance seperti adil (imparsial

dan proporsional)6, amanah (integitas)7, makruf (baik dan patut)8, ahliyah

(kompeten)9, ikhlas (tidak meminta imbalan dan menolak gratifikasi)10,

dan yusrun (sederhana)11. Detil tersebut menurut Alqur’an adalah bentuk

dari hubungan baik dengan manusia (hablun min annas) yang memiliki

6

Alqur’an Surat Al Maidah ayat 8

7

Alqur’an Surat An Nisa ayat 58

8

Alqur’an Surat Al A’raf 199

9

Hadits Riwayat Bukhari dari Abi Khurairah tentang kehancuran suatu urusan apabila diserahkan kepada yang bukan ahlinya

10

Alqur’an Surat Al Bayyinah ayat 5

11

(10)

10

andil menyelamatkan dari kehinaan12, wujud dari kodrat manusia hanya

menyembah Allah13, yang dilaksanakan secara optimal (ihsan)14.

Segi sosiologis dari hakekat Pelayanan Publik berhubungan dengan

adanya hubungan saling bergantung di antara manusia agar kebutuhan

setiap orang dan semua kelompok dapat terpenuhi. Karena manusia

memiliki dimensi ruhani dan jasadi, maka kehidupan saling tergantung

dan saling membutuhkan di antara manusia meliputi pemenuhan

keduanya.

Dalam memenuhi kebutuhan ruhani dan jasadi, manusia

melaksanakan hubungan pertukaran. Kebutuhan jasadi dipenuhi melalui

pertukaran kebendaan (materil) dan kebutuhan ruhani dipenuhi dengan

pertukaran atau hubungan bukan kebendaan (immateril) seperti emosi

dan spritual. Dalam pengertian harfiah, dua macam pertukaran atau

hubungan tersebut itu tepat disebut sebagai hubungan saling melayani di

antara manusia. Bahwa hubungan saling melayani bermula dari saling

ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan ruhani dan jasadi manusia,

maka dapatlah dipastikan secara sosiologis umat manusia selalu saling

melayani.

Makna saling melayani adalah bahwa manusia satu sama lain

senantiasa melayani dan dilayani. Melayani artinya memberikan

pelayanan, dilayani maknanya menerima pelayanan. Dalam konteks

12

Alqur’an Surat Ali Imran ayat 112

13

Alqur’an Surat Adz Dzariyat ayat 56

14

(11)

11

kebendaan, saling melayani cenderung untuk sama-sama memenuhi

kebutuhan kebendaan misalnya kebutuhan pangan, sandang, dan papan

sama ada yang bersifat pokok (primer), maupun bersifat pelengkap

(sekunder) dan penyempurna (tersier). Tetapi dalam konteks non

kebendaaan, saling melayani di antara manusia semata-mata guna

memenuhi kebutuhan kecenderungan emosional dan spritual (fitrah)

manusia untuk melayani dan dilayani.

Setiap orang tua secara fitrah butuh mencurahkan kasih sayang dan

perhatian kepada anak-anaknya. Sepasang kekasih, masing-masing

merasa bahagia pada saat memberi dan saat menerima untaian kasih dan

perhatian dari cintanya. Setiap pemimpin merasa nikmat dan aktual

manakala mampu membimbing dan memajukan kehidupan di lingkungan

rakyat dan negaranya dan pada saat yang sama menerima pengakuan dan

sanjungan dari rakyat di bawah pimpinannya. Di hati setiap pekerja

(pegawai, buruh, aparat, dll) ada kepuasan menyelesaikan tugasnya

dengan baik dan ada harga diri dan kemewahan dalam setiap pujian dan

penghargaan dari atasan atau institusi atas baktinya dalam pekerjaan.

Segi yuridis konstitutional Pelayanan Publik demikian jelas dalam

alinea keempat Mukaddimah UUD 1945 yang utuh dikutip di bawah ini:

(12)

12

dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Pemaknaannya adalah bahwa frasa “melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” yang merupakan

bagian dari staatsidea adalah hakekat dari Pelayanan Publik di Indonesia.

Ini menegaskan kewajiban konsitutional penyelenggara negara dan

pemerintahan menyelengarakan Pelayanan Publik yang bersendikan

kepada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan

Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bagian Umum dari Penjelasan UU Pelayanan Publik menegaskan

bahwa memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa dalam Pembukaan UUD 1945 adalah amanat yang “mengandung

makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara

melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya

penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi

kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik,

jasa publik, dan pelayanan administratif.

Apabila dicermati kandungan Pasal-pasal dari UUD 1945 maka

(13)

13

memberikan detil bentuk dari hakekat yuridis konstitusional Pelayanan

Publik yang wajib diselenggarakan penyelenggara negara dan

pemerintahan.

C.Maksud dan Tujuan UU Pelayanan Publik

Diundangkannya UU Pelayanan Publik menurut pasal 2

Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam

hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalarn pelayanan publik.

Adapun tujuannya sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 adalah untuk

mewujudkan batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung

jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan publik, mewujudkan sistem penyelenggaraan

pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum

pemerintahan dan korporasi yang baik, dan terpenuhinya

penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, serta terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Menurut Bagian Umum Penjelasannya, UU Pelayanan Publik

diharapkan dapat memberi kejelasan dan pengaturan mengenai pelayanan

publik, antara lain meliputi:

a. pengertian dan batasan penyelenggaraan pelayanan publik;

b. asas, tujuan, dan ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan publik;

(14)

14

d. hak, kewajiban, dan larangan bagi seluruh pihak yang terkait dalam

penyelenggaraan pelayanan publik;

e. aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi standar

pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi, sarana dan

prasarana, biaya/ tarif pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan

penilaian kinerja;

f. peran serta masyarakat;

g. penyelesaian pengaduan dalarn penyelenggaraan pelayanan; dan

h. sanksi

D.Asas-asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pasal 4 menentukan 12 Asas penyelenggaraan Pelayanan Publik

yang meliputi asas kepentingan umum; kepastian hukum; kesamaan hak;

keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan; partisipatif;

persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas;

fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; ketepatan waktu;

dan, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Asas-asas tersebut memandu detil pengaturan Pelayanan Publik

terutama dalam hal ketentuan tentang hak dan kewajiban, larangan dan

sanksi, serta hubungan di antara semua struktur yang berperan di

dalamnya. Pelibatan dan responsifitas terhadap partisipasi masyarakat,

pelayanan khusus kepada kelompok rentan, pengawasan dan penegakan,

(15)

15

bidang Pelayanan Publik juga terlihat jelas menggambarkan detil yang

bertitik tolak pada asas-asas Pelayanan Publik.

E.Ruang Lingkup Pelayanan Publik

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 5 ayat (1) UU

Pelayanan Publik, ruang lingkup Pelayanan Publik meliputi pelayanan

barang, pelayanan jasa, dan pelayanan administratif dalam pendidikan,

pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan

informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi,

perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor

strategis lainnya.

F. Struktur Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik ada 4 struktur yang

terlibat di dalamnya, yaitu Perumus kebijakan, Penyelenggara Pelayanan,

Penerima layanan, dan Pengawas pelayanan. Masing-masing dari struktur

tersebut memiliki kedudukan dan tanggungjawab yang apabila tidak

dilaksanakan secara optimal akan menyebabkan tidak terlaksananya

Pelayanan Publik sebagaimana diharapkan oleh perturan

perundang-undangan.

Menteri yang membidangi pembinaan aparatur negara adalah

institusi yang bertanggungjawab dalam perumusan kebijakan nasional di

bidang Pelayanan Publik. Bentuk dari tanggungjawab ini dilaksanakan

melalui penetapan kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri antara lain

(16)

16

mengorganisasikan, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang

ditentukan peraturan perundang-undangan di bidang Pelayanan Publik

terutama UU Pelayanan Publik dan Peraturan Pemerintah tentang

Pelaksanaannya sebagaimana terlihat dalam Permen PAN-RB Nomor 36

Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar

Pelayanan, bagaimana bentuk dan teknis penilaian implementasi UU

Pelayanan Publik terhadap Penyelenggara seperti Permen PAN-RB

Nomor 38 Tahun 2012 tentang Penilaian Organisasi Penyelengara

Pelayanan Publik dan Permen PAN-RB Nomor 66 Tahun 2012 tentang

Penilaian Pembina Pelayanan Publik, dan bagaimana bentuk dan teknis

pemberian penghargaan dan sanksi (reward and punishment) terhadap

Penyelenggara dalam penyelenggaran Pelayanan Publik.

Penyelenggara Pelayanan Publik terdiri dari Pembina Pelayananan,

Penanggungjawab Pelayanan, Organisasi Penyelenggara, dan Pelaksana

Pelayanan. Untuk instansi pemerintah, Pembina Pelayanan adalah

Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota di lingkungan pemerintahan

masing-masing, Pembinaan Pelayanan di lingkungan kementerian dan

lembaga adalah pimpinan tertinggi (Menteri/Kepala/Ketua)

masing-masing. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) misalnya

adalah Pembinan Pelayanan di lingkungan Kepolisian Republik

Indonesia, di lingkungan Mahkamah Agung maka Ketua Mahkamah

Agung adalah Pembina Pelayanan di seluruh lingkungan kekuasaan

(17)

17

Pimpinan Kesekretariatan ditentukan sebagai Penanggungjawab

Pelayanan. Dengan demikian maka Menteri Sekretaris Negara adalah

Penangungjawab Pelayanan Publik di seluruh Indonesia. Di lingkungan

pemerintah daerah posisi Penanggungjawab disematkan kepada

Sekretaris Daerah. Pada Kementerian/Lembaga struktur

Penanggungjawab ada pada Sekretarias Djenderal, Sekretaris Umum,

atau nama lain yang sama substansinya.

Organisasi Penyelenggara adalah satuan atau unit kerja yang

melaksanakan kegiatan Pelayanan Publik. Di lingkungan Pemerintah

Daerah misalnya ini umum dikenal sebagai Satuan Kerja Perangkat

Daerah yang terdiri dari Dinas, Badan, Kantor, Unit Pelaksanan Teknis,

dan BLUD. Di lingkungan Badan Usaha seperti Perbankan, Organisasi

Penyelenggara antara lain adalah unit atau bagian pelayanan yang terkait

langsung dengan Nasabah baik Nasabah Kreditur maupun Nasabah

Debitur. Di lingkungan dunia pendidikan, Organisasi Penyelenggara

dapat berbentuk Taman Kanak-Kanak, Sekolah, dan Perguruan Tinggi.

Pelaksana Pelayanan adalah pejabat, pegawai, dan setiap orang

yang bekerja pada Organisasi Penyelenggara Pelayanan Publik. Dengan

demikian maka mulai dari Direktur Jenderal, Kepala Dinas, Kepala

Bagian, Kasi Pelayanan, Pegawai fungsional, Teler, Satuan Pengamanan,

hingga tenaga honorer adalah Pelaksana Pelayanan Publik.

Penerima Layanan adalah setiap warga negara dan penduduk yang

(18)

18

Pelayanan. Warga negara dalam kaitan ini selain orang perseorangan,

juga meliputi badan hukum dan kelompok. Sebagaimana akan diuraikan

kemudian, penerima layanan memiliki hak dan dikenai kewajiban dalam

Pelayanan Publik.

Pengawasan Pelayanan Publik dilakukan oleh Pengawas Internal

dan Pengawas Eksternal. Pengawas Internal terdiri dari atasan langsung

Pelaksana Pelayanan dan Pengawas Fungsional seperti Inspektorat.

Adapun Pengawas Eksternal adalah masyarakat pengguna layanan yang

meliputi warga negara dan penduduk baik sebagai orang perseorangan

maupun sebagai kelompok atau badan hukum, Dewan Perwakilan Rakyat

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Ombudsman RI. Pengawasan

oleh Ombudsman RI selain diatur dalam UU Pelayanan Publik, secara

khusus diatur rinci dalam UU Ombudsman RI

Struktur Penyelenggaran Pelayanan Publik yang dikemukakan di

atas dapat digambarkan dalam Tabel berikut:

(19)

19 G.Hak dan Kewajiban Serta Larangan Dalam Pelayanan Publik

1. Hak dan Kewajiban Serta Larangan Bagi Penyelenggara

Ditentukan dalam Pasal 14, Penyelenggara memiliki hak guna

menjamin terlaksannya penyelenggaran Pelayanan Publik, yaitu:

a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan

tugasnya;

b. melakukan kerja sama;

c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan

publik;

d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak

sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

dan

e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan.

Sejalan dengan hak tersebut, Penyelenggara dibebani kewajiban yang

tersebar dalam pasal 11, 15, 23, 25, dan 29 untuk :

a. melakukan penyeleksian dan promosi pelaksana secara transparan,

tidak diskriminatif, dan adil sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

b. memberikan penghargaan kepada pelaksana yang memiliki prestasi

kerja.

c. memberikan hukuman kepada pelaksana yang melakukan pelanggaran

(20)

20

d. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;

e. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;

f. menernpatkan pelaksana yang kompeten;

g. menyediakan sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik

yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;

h. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas

penyelenggaraan pelayanan publik;

i. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;

j. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

k. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang

diselenggarakan;

l. membantu masyarakat dalam memaharni hak dan tanggung jawabnya;

m.bertanggung jawab dalarn pengelolaan organisasi penyelenggara

pelayanan publik;

n. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku

apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas

posisi atau jabatan; dan

o. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau

melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat

yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang

berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan

(21)

21

p. mengelola sistem informasi yang terdiri atas sistem informasi

elektronik atau nonelektronik dan menyediakannya secara terbuka

untuk masyarakat

q. mengelola sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik

secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan berkesinambungan

serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan/ atau penggantian

sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik.

r. memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota

masyarakat tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Larangan terhadap Penyelenggara demikian rupa ditentukan dalam

pasal 26, 27, dan 33 agar tidak :

a. memberikan izin dan/atau membiarkan pihak lain menggunakan

sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang

mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik

tidak berfungsi atau tidak sesuai dengan peruntukannya.

b. memindahtangankan saham bagi Penyelanggara yang berbentuk

BUMN/BUMD dalam keadaan apa pun, baik langsung maupun tidak

langsung melalui penjualan, penjaminan atau hal-hal yang

mengakibatkan beralihnya kekuasaan menjalankan korporasi atau

hilangnya hak-hak yang menjadi milik korporasi sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan.

c. membiayai kegiatan lain dengan menggunakan alokasi anggaran yang

(22)

22

2. Kewajiban dan Larangan Bagi Pelaksana

Sebagaimana ditentukan dalam pasal 16, Pelaksana dibebani

kewajiban untuk :

a. melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang

diberikan oleh penyelenggara;

b. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu

tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari

lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang,

dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

d. memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau

melepaskan tanggung jawab sesuai dengan peraturan

perundangundangan;dan

e. melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan kinerja

kepada penyelenggara secara berkala.

Pasal 17 melarang Pelaksana untuk tidak :

a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi

pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan

usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;

b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan

yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan

(23)

23

c. menarnbah pelaksana tanpa persetujuan penyelenggara;

d. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan

penyelenggara; dan

e. melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.

3. Hak dan Kewajiban Masyarakat

Dalam Pelayanan Publik menurut ketentuan pasal 18 masyarakat

berhak :

a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;

b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;

c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;

d. mendapat mendapat advokasi, perlindungan, dm/ atau pemenuhan

pelayanan;

e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk

memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak

sesuai dengan standar pelayanan;

f. memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan

apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar

pelayanan;

g. mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar

pelayanan dan/ atau tidak memperbaiki pelayanan kepada

(24)

24

h. mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan

standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada

pembina penyelenggara dan ombudsman; dan

i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan

tujuan pelayanan.

Terhadap Pelayanan Publik masyarakat oleh Pasal 19 diwajibkan

untuk :

a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan

dalam standar pelayanan;

b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas

pelayanan publik; dan

c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan publik.

H. Standar Perilaku Pelaksana

Satu hal yang sangat penting dalam ketentuan Pelayanan Publik

adalah adanya Standar Perilaku bagi Pelaksana. Hal ini sebagaimana

tampak dalam rinciannya sangat mencerminkan substansi yang

terkandung dalam asas-asas Pelayanan Publik. Standar Perilaku

dimaksud ditentukan oleh pasal 34, yaitu :

a. adil dan tidak diskriminatif;

b. cermat;

c. santun dan ramah;

(25)

25

e. profesional;

f. tidak mempersulit;

g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;

h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi

penyelenggara;

i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib

dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari

benturan kepentingan;

k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas

pelayanan publik;

1. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam

menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi

kepentingan masyarakat;

m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan

yang dimiliki;

n. sesuai dengan kepantasan; dan

o. tidak menyimpang dari prosedur.

I. Pengawasan dan Sanksi Dalam Pelayanan Publik

Sebagaimana diuraikan dimuka penyelenggaraan Pelayanan Publik

diawasi melalui pengawasan internal oleh atasan langsung pelaksana

dan oleh institusi pengawas fungsional Penyelenggara dan pengawasan

(26)

26

menentukan pengawasan eskternal oleh masyarakat dilakukan melalui

pengaduan atas pelaksanaan Standar Pelayanan kepada baik kepada

Penyelenggara maupun kepada DPR/DPRD dan Ombudsman RI.

Ombudsman RI sebagai pengawas eksternal oleh pasal 46 wajib

menerima dan berwenang memproses pengaduan dari masyarakat

mengenai penyelenggaraan pelayanan publik yang diatur dalam UU

Pelayanan Publik, wajib menyelesaikan pengaduan masyarakat yang

menghendaki penyelesaian pengaduan tidak dilakukan oleh

penyelenggara. Rekomendasi Ombudsman RI terkait hasil

pemeriksaan pengaduan masyarakat wajib dilaksanakan oleh

Penyelenggara.

Ombudsman RI juga diwajibkan membentuk perwakilan di daerah

yang bersifat hierarkis untuk mendukung tugas dan fungsi ombudsman

dalam kegiatan pelayanan publik, melakukan mediasi dan konsiliasi

dalarn menyelesaikan pengaduan atas permintaan para pihak.

Terhadap Penyelenggara dan atau Pelaksana yang tidak

melaksanakan kewajiban atau melanggar ketentuan larangan dikenai

sanksi administratif yang diatur dalam pasal 54 sampai dengan pasal

57. Sanksi-sanksi tersebut sesuai jenis dan tingkat kesalahannya

berbentuk teguran lisan, teguran tertulis, penurun pangkat, penurunan

gaji, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak

atas permintaan sendiri, pemberhentian dengan tidak hormat, denda

(27)

Penyeleng

nggara yang berbentuk korporasi. Selain sank

uan juga sanksi pemidanaan yang diatur dala

ksi administratif dilaksanakan oleh atasan Pen

na dan oleh Instansi yang mengeluarka

nggara yang berbentuk korporasi terhadap sank

uan atau pencabutan izin. Semua sanksi admini

akan berdasarkan hasil pemeriksaan at

kat oleh pengawas internal dan atau peng

(28)

28

IV. POLITIK HUKUM PELAYANAN PUBLIK DALAM UU

PELAYANAN PUBLIK

Uraian terdahulu memperlihatkan bahwa politik hukum yang menjadi

perhatian ikhtisar ini adalah kebijakan hukum yang bersifat mendasar dan

tetap dan kebijakan hukum yang tidak tetap. Kebijakan hukum yang

bersifat mendasar dan tetap tertuang dalam kaedah dan norma hukum yang

digariskan dalam UUD 1945 baik dalam bagian tertentu dari Mukaddimah

maupun pasal-pasalnya sama ada dalam bentuk tegas secara harfiah

ataupun yang hanya dapat dipahami melihat daripada substansi dan

konteksnya. Frasa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan” dalam

Alinea ke satu Mukaddimah UUD 1945 adalah bagian dari lingkup politik

hukum nasional yang sangat mendasar dan tetap yang menegaskan

kewajiban Negara untuk aktif membentuk peraturan perundang-undangan

yang menjamin hapusnya penjajahan di dunia baik oleh individu terhadap

individu lainnya, oleh pemerintah terhadap rakatnya, oleh suatu golongan

terhadap golongan lainnya, ataupun oleh suatu negara terhadap negara

lainnya.

Tujuan negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

dalam susunan negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila

(29)

29

Selaras dengan ini Bagian Umum dari Penjelasan UU Pelayanan

Publik menegaskan bahwa memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa yang termaktub dalam Mukaddimah

UUD 1945 adalah amanat yang “mengandung makna negara berkewajiban

memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem

pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan

publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil

setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan

administratif.

Menimbang kepada uraian-uraian tersebut, maka UU Pelayanan

Publik merupakan implementasi politik hukum mendasar dan tetap yang

digariskan oleh UUD 1945. Sebagai suatu implementasi, UU Pelayanan

Publik berusaha mewujudkan ius cosntituendum dalam ius constitutum

melalui formulasi sistem pelayanan publik yang berisi nilai, persepsi, dan

acuan perilaku yang dengannya masyarakat memperoleh pelayanan sesuai

dengan harapan dan cita-cita tujuan nasional (staatsidea)

Sehubungan dengan itu UU Pelayanan Publik diharapkan dapat

memberikan kejelasan dan pengaturan mengenai pelayanan publik, yang

antara lain adalah pengertian dan batasan penyelenggaraan; asas, tujuan,

dan ruang lingkup; pembinaan dan penataan pelayanan publik; hak,

kewajiban, dan larangan; aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang

meliputi standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi, sarana

(30)

30

penilaian kinerja; peran serta masyarakat; penyelesaian pengaduan dalarn

penyelenggaraan pelayanan; dan ketentuan sanksi.

Terlihat jelas dalam uraian terdahulu bagaimana asas-asas

penyelenggaraan pelayanan publik demikian konsisten dan detil

diimplementasikan terutama dalam hal pengaturan hak dan kewajiban,

larangan dan sanksi, hubungan di antara semua struktur yang berperan di

dalamnya, responsifitas atas partisipasi masyarakat, pelayanan khusus

kepada kelompok rentan, pengawasan dan penegakan, dan adanya institusi

khusus dalam perumusan kebijakan nasional di bidang Pelayanan Publik.

Ruang lingkup pelayanan publik yang sangat luas hingga menjangkau

pelayanan yang diselenggarakan badan swasta menurut syarat-syarat

tertentu atas pelayanan barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif

dalam bidang pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat

tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan

sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan

sektor strategis lainnya, menunjukkan politik hukum meluaskan dan

mengharmonisasikan kewenangan negara menjamin pencapaian staatsidea

dan rechtidea tidak hanya melalui institusi penyelenggara negara dan

pemerintahan tetapi juga dengan memastikan peranan dan tanggung jawab

korporasi di dalamnya.

Responsifitas atas partisipasi masyarakat terutama melalui pemberian

hak mengadukan penyelenggara dan pelaksana terkait pelaksanaan standar

(31)

31

rangka pengawasan pelayanan publik dapat dinilai sebagai wujud dari

politik hukum membangun pelayanan publik yang demokratis. Ini sejalan

dengan apa yang diharapkan oleh Satjipto Raharja dalam teori hukum

progresifnya dan tentu sangat sejalan dengan substansi kedaulatan rakyat

yang dikehendaki oleh UUD 1945.

Ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana yang tegas dan rinci

dalam UU Pelayanan Publik menunjukkan implementasi asas akuntabilitas

dan asas kepastian hukum dan merupakan bagian dari Politik Hukum

dalam bentuk law enforcement yang terutama selaras dengan Pasal 27

UUD 1945. Menarik sekali bahwa ternyata dalam kaitan dengan sanksi,

UU Pelayanan Publik memberikan dukungan yuridis terhadap institusi

Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik

dengan menempatkan rekomendasi dan ajudikasinya berdasarkan

ketentuan sanksi yang ada sebagai hal yang wajib dilaksanakan oleh

Penyelenggara dan Pelaksana.

V. KESIMPULAN

Merujuk pada seluruh uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa

Politik Hukum Pelayanan Publik Dalam UU Pelayanan Publik terlihat

jelas dari pengaturannya yang demikian menyeluruh dan responsif atas

kebutuhan dan dinamika masyarakat serta merefleksikan staatsidea dan

rechtidea NKRI. Hadirnya UU Pelayanan Publik merupakan perwujudan

(32)

32

Detil dari Politik Hukum dimaksud setidaknya meliputi pengaturannya

yang menekankan pelaksanaannya asas god governance, partisipasi

masyarakat yang luas sebagai pemegang kedaulatan, ditetapkannya secara

khusus institusi perumus kebijakan nasional di dalamnya, standarisasi dan

transparansi pelayanan, hak masyarakat atas pengaduan, adanya

pengawasan eksternal terutama oleh masyarakat dan oleh Ombudsman RI

atas pelaksanaan UU tersebut dengan kewenangan yang luas dan memaksa

melalui rekomendasi dan putusan ajudikasi yang wajib dilaksanakan oleh

institusi Penyelenggara dan Pelaksana, dan ketentuan sanksi administratif

dan sanksi pidana yang tegas di dalamnya.

UU Pelayanan Publik juga memperkuat kedudukan Ombudsman RI

sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik dengan mewajibkan

pembentukan Perwakilan Ombudsman di daerah yang apabila dikaitkan

dengan pasal 43 UU Ombudsman maka dalam pelaksanaan fungsi, tugas,

dan wewenangnya mutatis mutandis dengan Ombudsman RI.

VI. PENUTUP

Ikhtisar ini jauh dari memadai, terdapat banyak kekurangan di

dalamnya. Kritik dan catatan perbaikan sangatlah diharapkan terutama

dari Profesor Abdul Latief sebagai pengampu Mata Kuliah Politik Hukum

yang memberi penugasan. Tidak ada pengetahuan penulis mengenai Ilmu

Politik Hukum sampai bertatap muka dengan Profesor dan menerima

pembelajaran tentangnya. Semoga Allah Yang Maha Pemurah

Referensi

Dokumen terkait

Tanpa membuang waktu lagi, sebelum sang bangsawan berubah pikiran, Biuqbiuq segera mengeluarkan tunas pohon pisang dari dalam kantong yang diikatkan di pinggangnya.. Tunas

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada disiplin ilmu Psikologi Konsumen, yang terkait dengan tema perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

į psichoanalizę, į kultūros istoriją, į lite­ ratūros kritiką. Lingvistinis mąstymas, pa­ tekęs nelingvistų žinion, suuniversalėjo, bet kartu ir

Kecenderungan penggunaan Pola Dagang Umum dikarenakan para pengusaha tidak ingin adanya sebuah hubungan yang terikat dalam waktu tertentu. Para pengusaha itu

Lubis (2004:14) adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun

3 (01/04/16) Jumat Bandung menghadiri pelantikan Kepala Sekolah Peliputan dan Dokumentasi Wakil Wali Kota.. 4

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar siswa SMK Muhammadiyah 1 Tempel Sleman memanfaatkan media elektronik untuk

Dalam menangani masalah BOS, Tim Satgas Dapodik SMA harus memahami alur pengambilan data peserta didik dari aplikasi Dapodik, isi Juknis BOS terkait mekanisme penyaluran