• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Fair Value dan Dampaknya bagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Fair Value dan Dampaknya bagi"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh Kelompok (Kelas B) : Vania Eunike Setiabudi ( 3203009254) Alexander Arif Christian ( 3203012189)

Chandra Arianto ( 3203012211)

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Fakultas Bisnis

(2)

Latar Belakang

(3)

masalah perbankan 1990an. Karena pada waktu itu banyak laporan keuangan yang tidak mengungkapkan kerugian segera pada saat terjadi. Sehingga terdapat kesepakatan bahwa standard akuntansi yang ada perlu diperbaiki untuk memastikan bahwa laporan keuangan bermanfaat, relevan, dan terpercaya. Dan dibuatlah laporan keuangan berbasis Fair Value. Dengan metode Fair Value artinya laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan dapat mencerminkan kondisi sesungguhnya bagi perusahaan. Yang dimaksud dengan kondisi sesungguhnya yaitu nilai asset dan kewajiban dari perusahaan telah sesuai dengan kondisi perekonomian yang ada yang tercermin dengan dicatatnya asset dan kewajiban tersebut menggunakan nilai wajar ( Fair Value ). Dengan demikian maka laba atau rugi terhadap kenaikan atau penurunan asset dan kewajiban dari perusahaan juga akan terlihat dalam laporan keuangan. Maka IASB di dalam standar IFRSnya memutuskan untuk menggunakan metode Fair Value dalam mengukur asset dan kewajiban perusahaan.

Rumusan Masalah

1. Mengapa dibutuhkan Metode Fair Value untuk memastikan bahwa laporan keuangan bermanfaat, relevan, dan terpercaya ?

2. Bagaimanakah penerapan Metode Fair Value yang telah terjadi selama ini ?

3. Bagaimanakah pandangan masyarakat tentang penggunaan Metode Fair Value dalam Laporan Keuangan.

Tujuan Pembuatan Makalah

1. Ingin mengetahui alasan penggunaan metode Fair Value untuk memastikan bahwa laporan keuangan relevance dan reliable.

2. Ingin mengetahui penerapan Metode Fair Value yang telah terjadi selama ini.

(4)

5. Ingin mengetahui pro dan kontra dari penerapan Metode Fair Value dalam laporan keuangan.

Teori – teori yang Terkait

Akuntansi

Pengertian dan Definisi Akuntansi

(5)

keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.

 Pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa bisnis".[1] Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini - yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.

 Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.

Laporan Keuangan adalah

(6)

keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi :

Neraca

Laporan laba rugi komprehensif

Laporan perubahan ekuitas

Laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa laporan arus kas atau laporan arus dana

Catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan

Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban,dan ekuitas. Sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinereja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan posisi keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan perubahan dalam berbagai unsur neraca.

GAAP ( Generally Accepted Accounting Principles atau Prinsif-prinsif Standar Akuntansi Keuangan berlaku umum )

Standar umum akuntansi dan perusahaan go public yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun, dan yang digunakan oleh bisnis untuk mengatur informasi keuangan mereka menjadi catatan transaksi akuntansi yang ringkas dalam pelaporan keuangan, serta mengungkapkan informasi pendukung tertentu.

IFRS adalah

(7)

Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).

Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)

IASB (International Accounting Standards Board)

Agreement and Contitution IASB memberikan IASB otoritas untuk menyebarluaskan standard penyajian laporan keuangan yang telah diaudit oleh setiap organisasi bisnis dan mengendalikan penerimaan standard di seluruh dunia. Penyelarasan berbagai perbedaan antara standar nasional diharapkan dapat meningkatkan keandalan dan tingkat komparatif laporan keuangan asing untuk dapat meningkatkan ketepatan dalam pengambilan keputusan. Tujuan IASB yaitu merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi yang dapat dipatuhi dalam penyajian laporan keuangan dan untuk mengendalikan penerimaan dan ketaatan standard di seluruh dunia. Anggota IASB setuju untuk mendukung dan bekerja keras untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standard, auditor berkewenangan untuk menegakkan standard dan untuk persuasi kepada pemerintah, bursa, dan lembaga lainnya untuk mendukung standard yang telah ditetapkan.

(8)

Fair Value

Berdasarkan FASB Concept Statement No.7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2011).

FASB, dalam Statement yang terbaru 157, pengukuran fair value mengesahkan fair value sebagai exit value, dengan tanda setuju dari IASB kepada beberapa reservasi minor : “ fair value adalah harga yang akan diterima dengan menjual satu aset atau yang dibayar untuk memindahkan suatu kewajiban dalam transaksi antara peserta-peserta pasar di tanggal pengukuran.” (Penman, 2007;33)

Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan.

IAI dalam buletin teknis no.3, Paragraf PA84 manyatakan bahwa: Dasar dari definisi fair value adalah asumsi bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi selamanya tanpa ada intensi atau keinginan untuk melikuidasi, untuk membatasi secara material skala operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang merugikan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen.

Pembahasan

Historical Cost

Definisi Historical Cost

(9)

cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ektern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal dan transaksi lainnya.

Kelebihan Historical cost

Kegunaan historical cost pada akuntansi conventional sudah banyak ditentang. Mereka yang mempertahankan historical cost mempunyai argumentasi mengenai posisinya: (http://one.indoskripsi.com/node/6031 )

1) Historical cost relevan dalam membuat keputusan ekonomi

2) Historical cost berdasarkan pada transaksi yang sesungguhnya, tidak pada kemungkinan.

3) Selama sejarah, laporan keuangan yang menggunakan historical cost sangat berguna.

4) Pengertian terbaik mengenai konsep keuntungan adalah kelebihan dari harga jual dari historical cost.

5) Akuntan harus menjaga integritas datanya dari modifikasi internal

6) Seberapa bergunanya laporan keuangan tergantung dari current cost atau exit price.

7) Perubahan dalam harga pasar dapat diungkapkan sebagai data tambahan. 8) Terjadi ketidakcukupan data dalam membenarkan penolakan historical

cost accounting. Kelemahan historical cost

Kelemahan penggunaan nilai historis menurut Muljono yang dikutip dari Kodrat (http://www.petra.ac.id/~puslit/journals) antara lain:

(10)

2) 2.Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam valuta asing yang dikuasai persahaan sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs yang tepat, 3) Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil

dan mengakibatkan laba dihitung terlalu besar,

4) Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung,

5) Perusahaan tidak akan memperahankan real-capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 7 perseroan dan pembangian laba yang lebih besar daripada semestinya, 6) Menyalahi mathematical principle karena berbagai himpunan yang tidak

sama dijumlahkan menjadi satu dan

7) Di samping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi adanya stable monetary unit.

Pengunaan Metode Historical Cost dalam Laporan Keuangan IFRS-FASB Akhirnya Sepakati Definisi Nilai Wajar (Fair Value)

(11)

Standar baru yang ini diyakini [oleh IFRS dan FASB] dapat memberikan suatu definisi yang tepat mengenai ‘fair value’ (nilai wajar) untuk pertama kalinya. Untuk perusahaan-perusahaan yang selama ini menggunakan GAAP, update standar dan menjelaskan pengukuran nilai wajarnya berdasarkan aturan yang sudah ada pada Accounting Standard Codification – 820 [buatan FASB].

Dengan aturan baru ini, ketua dewan telah sepakat bahwa nilai wajar harus diukur dengan menggunakan harga di pasar utama untuk aset tertentu atau kewajiban. Jika tidak ada pasar utama, maka nilai yang dipakai adalah harga/nilai yang paling “menguntungkan” pasar untuk itu. Hal ini juga berlaku sebagai standarisasi atas hirarki penilaian untuk kategori Level 1, 2, dan 3—yang mengklasifikasikan tingkat penilaian yang digunakan dalam pengukuran aset tertentu atau kewajiban, sebesar nilai wajarnya.

Berikut adalah hirarki nilai wajar yang dimaksudkan:

 Level 1 – Harga dikutip di pasar aktif untuk aktiva dan kewajiban yang identik. Tingkat 1 input harus digunakan tanpa penyesuaian, jika tersedia.

 Level 2 – Input tidak termasuk dalam Level 1 yang diamati untuk aktiva atau kewajiban, baik secara langsung maupun tidak langsung.

 Level 3 – input tidak teramati, termasuk data entitas itu sendiri, yang disesuaikan jika diperlukan untuk mencerminkan asumsi pasar.

Esensi IFRS 13 [dengan persayaratan baru]

Berikut adalah esensi dari IFRS 13 dengan persyaratan baru:

(12)

Aset dan kewajiban keuangan yang melawankan posisi dalam risiko pasar (atau risiko kredit pihak lawan), dapat diukur berdasarkan eksposur risiko bersih entitas. Kelas-kelas aktiva atau kewajiban, untuk tujuan pengungkapan ditentukan berdasarkan karakteristik alam, dan risiko dari aset atau kewajiban dan tingkat dari hirarki nilai wajar (yaitu Level 1, 2 atau 3) di mana pengukuran nilai wajar dikategorikan .

Sebuah diskusi narasi diperlukan tentang sensitivitas pengukuran nilai wajar dikategorikan dalam Tingkat 3 dari hirarki nilai wajar untuk perubahan masukan tidak teramati signifikan dan ada keterkaitan antara input yang mungkin memperbesar atau mengurangi efek pada pengukuran. Selain itu, analisis sensitivitas kuantitatif diperlukan untuk instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajar.

Informasi tentang proses penilaian entitas diperlukan untuk pengukuran nilai wajar dikategorikan dalam Tingkat 3 dari hirarki nilai wajar.

IFRS 13 akan diberlaku efektif mulai 1 Januari 2013 nanti. Penerapan lebih awal diperkenankan oleh IFRS.

Dewan percaya bahwa IFRS 13 dapat membantu meningkatkan transparansi ketika suatu entitas (organisasi) menggunakan model pengukuran nilai wajar (fair value), khususnya ketika pengguna Laporan Keuangan memerlukan informasi lebih lanjut tentang ketidakpastian pengukuran, seperti ketika pasar untuk aktiva atau kewajiban menjadi kurang aktif. (Sumber: IFRS.org dan FASB.org, “IFRS 13 Fair Value Measurement“)

Fair Value

(13)

pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2011).

FASB, dalam Statement yang terbaru 157, pengukuran fair value mengesahkan fair value sebagai exit value, dengan tanda setuju dari IASB kepada beberapa reservasi minor : “ fair value adalah harga yang akan diterima dengan menjual satu aset atau yang dibayar untuk memindahkan suatu kewajiban dalam transaksi antara peserta-peserta pasar di tanggal pengukuran.” (Penman, 2007;33)

Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan.

IAI dalam buletin teknis no.3, Paragraf PA84 manyatakan bahwa: Dasar dari definisi fair value adalah asumsi bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi selamanya tanpa ada intensi atau keinginan untuk melikuidasi, untuk membatasi secara material skala operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang merugikan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen.

Konsep di belakang akuntansi fair value. Meletakkan pada isu pengukuran, akuntansi fair value menyampaikan informasi tentang nilai kekayaan dan kepengurusan manajemen dengan menyatakan semua aset dan kewajiban pada neraca sebagai nilai kepada pemegang saham (Penman, 2007;36) :

Neraca menjadi sarana utama untuk menyampaikan informasi kepada pemegang saham;

(14)

Laporan laba-rugi (profit and loss) melaporkan ‘economic income’ karena itu hanyalah perubahan nilai atas suatu periode;

Mengikuti prinsip ekonomi yang berubah dalam nilai yang tidak meramalkan perubahanperubahan masa depan, earning tidak bisa meramalkan earning masa depan. Tetapi ini tidak menyangkut untuk penilaian, karena neraca menyediakan penilaian;

(unexpected) earning, menjadi kejutan untuk nilai, melaporkan tentang resiko dari investasi ekuitas. volatility dalam pendapatan adalah informatif nilai pada resiko;

Rasio P/E adalah Price/Shock-to-value, adalah realisasi nilai pada resiko (dengan penafsiran yang sangat berbeda untuk hal tersebut pada historical cost);

Income melaporkan kepengurusan manajemen dalam menambahkan nilai untuk pemegang saham.

Singkatnya, neraca memuaskan tujuan penilaian dan ikhtisar rugi laba menyediakan informasi tentang resiko dan kinerja manajemen.

Konsep di belakang akuntansi fair value. Akuntansi historical cost sering ditafsirkan keliru di dalam debat, dengan kritik bahwa Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 5 historical cost melaporkan neraca dengan cara lama. Latar belakang akuntansi historical cost sebagai berikut: (Penman, 2007;36)

 Ikhtisar rugi laba adalah sarana utama untuk menyampaikan informasi tentang

 nilai kepada pemegang saham, bukan neraca

 Laporan income seberapa baik perusahaan sudah melaksanakan dalam harga

(15)

 Berlawanan dengan akuntansi fair value, current income meramalkan pendapatan masa depan dimana suatu penilaian dapat dibuat;

 Rasio P/B pada umumnya bukan sama dengan 1.0 dan rasio P/E mengambil current earning yang ada sebagai suatu dasar dan kalikan menurut peramalan earning masa depan ;

 Earning tidak melaporkan kejutan untuk harga, hanya kejutan untuk menukar input dan output pasar

 Earning mengukur kepengurusan manajemen dalam arbitraging input dan output pasar, dalam menambahkan nilai pada pasar.

Akuntansi historical cost memandang nilai yang dihasilkan dalam bisnis dengan pembelian input (dari para penyalur), mentransformasi mereka menurut suatu rencana bisnis dan menjual produk yang sebagai akibat (kepada customer) melebihi biaya; singkatnya, nilai ditambahkan oleh arbitraging (entry dan exit) harga di dalam input dan output pasar untuk barang dan jasa menurut perencanaan bisnis. Akuntansi historical cost tidak laporkan nilai dari hasilhasil yang diharapkan dari perencanaan bisnis. lebih pada melaporkan tentang kemajuan yang dibuat dalam melaksanakan rencana, mengenali nilai tambah (earning) dari tranksaksi aktual dalam input dan output pasar menjadi arbitraged.

Pengukuran Fair Value

(16)

tak dapat dipercaya. (dikutip dari Reis and Stocken, http://papers.ssrn.com/sol3/ papers.cfm?abstract_id=975445)

Menurut Suwardjono (2004;200) Fair value menjadi sasaran pengukuran dengan nilai sekarang karena pengukuran fair value menangkap secara penuh kelima unsur (SFAC no.7, prg.23):

a. Suatu estimat aliran kas masa datang atau, dalam beberapa kasus yang kompleks, serangkaian aliran kas masa datang yang tiba pada saat berbeda b. Harapan-harapan tentang variasi yang mungkin terjadi dalam jumlah dan

saat tibanya aliran kas tersebut

c. Nilai waktu uang yang ditunjukan dengan oleh bunga bebas resiko

d. Harga atau nilai penanggungan risiko atau ketidakpastian yang melekat pada aset atau kewajiban

e. Faktor-faktor lain termasuk ilikuiditas dan ketidak sempurnaan pasar Keandalan fair value bergantung pada masukan-masukan dalam proses pengukuran. SFAS No. 157 menyediakan satu hirarki masukan untuk mengukur fair value: level 1, level 2, dan level 3. level tertinggi dari input: level 1, adalah pengamatan dari pasar aktif, seperti pasar bursa, untuk aset atau kewajiban yang serupa. Untuk Yolinda Yanti Sonbay Kajian Akuntansi 6 memperluas pengukuran fair value tingkat didasarkan pada level 1 pengamatan pasar, kebanyakan individu akan setuju pengukuran yang dapat dipercaya. Tim Krumwiede, CPA (2008;36) Input level 2, yang mana FASB menyukai atas input level 3, termasuk semua input yang tampak yang lain yang bukan input level 1. Satu contoh dari suatu input level 2 untuk satu aset akan diamati harga penjualan untuk suatu aset yang serupa. input level 3 bersifat masukan-masukan tidak bisa diamati. Dalam banyak kasus, input level 2 dan level 3 digunakan untuk aktiva jangka panjang dan aktiva yang tak berwujud karena input level 1 tidak akan ada tersedia. Ketika input level 2 dan level 3 bersifat perlu, keandalan dari pengukuran-pengukuran fair value diragukan.

(17)

adalah teknik penilaian paling umum digunakan untuk goodwill. Sebagai tambahan, pada SFAS No. 144, FASB mengakui adanya suatu teknik PV yang biasanya digunakan untuk mengukur fair value dari asset jangka panjang. Marilah kita sekarang berfokus kepada DCF karena penggunaannya yang tersebar luas dalam mengukur fair value untuk asset jangka panjang dan yang tak berwujud. Dalam Buletin Akuntan Muda edisi April 2011 dikatakan bahwa terdapat tiga hirarki dalam mengestimasi fair value, yaitu dengan menggunakan nilai pasar, komparasi dengan harga pasar dari item yang dapat diperbandingkan dengan item yang dinilai, dan dengan menggunakan estimasi (Hitz 2007). Meskipun fair value dapat diukur dengan menggunakan current market value, namun tidak berarti fair value itu sepenuhnya adalah current market value. Untuk item-item tertentu di dalam laporan keuangan yang berasal dari transaksi yang lazim terjadi (arm’s length transaction) dan harga-harganya juga dapat dengan mudah diukur dengan harga pasar, fair value dapat diukur dengan menggunakan current market value. Pengukuran fair value seperti ini disebut juga dengan mark to market. Namun untuk item-item yang harga pasarnya tidak tersedia, fair value diukur dengan menggunakan model penilaian yang didasarkan atas perhitungan-perhitungan dan estimasi tertentu. Pengukuran fair value seperti ini disebut juga dengan mark to model. Dengan demikian penggunaan fair value sesungguhnya dapat menimbulkan implikasi yang bersifat subyektif terutama yang berkaitan dengan penilaian (Blommaert dalam Verhog 2003).

Kelebihan Fair Value

Penman (2007;33) mengemukakan argument mengenai kelebihan dari Fair Value: 1) Investor-investor berkaitan dengan nilai, bukan biaya, maka melaporkan

fair value

(18)

3) Auntansi fair value melaporkan aset dan kewajiban dalam cara yang ekonomis akan memperhatikan mereka; fair value mencerminkan unsur pokok ekonomi yang benar.

4) Akuntansi fair value melaporkan economic income: seturut diterima secara luas defenisi Hicksian dari pendapatan sebagai perubahan dalam kekayaan, perubahan dalam fair value dari aset bersih pada neraca menghasilkan pendapatan. Akuntansi fair value adalah solusi kepada permasalahan akuntan dalam pengukuran pendapatan, dan lebih disukai dibanding ratusan peraturan yang mendasari pendapatan historical cost

5) Fair value adalah penukuran berbasis pasar yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus untuk entitas tertentu; secara setimpal itu menunjukkan satu pengukuran yang tidak bias yang konsisten dari periode ke periode dan lintas entitas.

Kelemahan Fair Value

Meskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari historical cost namun terdapat kelemahan dari fair value. Menurut Tim Krumwiede (2008;38) terdapat berapa kritik penting terhadap fair value:

1) Meskipun bermaksud baik namun perkiraan manajemen tentang fair value bisa menjadi salah pada luas berbagai prediksi dan asumsi yang salah. 2) Oportunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat mengambil keuntungan

dari penilaian dan estimasi yang digunakan dalam proses manipulasi dan mengurutkan angka pada hasil dalam angka pendapatan yang diinginkan Sukar Menakar Nilai Wajar ( Tinjauan atas IFRS 13 Fair Value Measurement )

(19)

Banyaknya penggunaan nilai wajar dalam IFRS membuat beberapa nilai wajar dalam standar-standar IFRS tidak konsisten satu sama lain. Seperti misalnya definisi nilai wajar untuk PSAK 13 dan PSAK 16 memiliki perbedaan. Nilai wajar dalam PSAK 13 ditentukan dengan exit price (harga keluaran), didasarkan pada partisipasi pasar dan ditentukan pada tanggal pengukuran. Sedangkan PSAK 16 pengukuran nilai wajar menggunakan entrance price, nilai masukan, didasarkan atas dasar transaksi yang wajar dan tanggal pengkuran tidak ditentukan. Pembahasan nilai wajar dalam IAS 41 Agriculture (belum diadopsi di Indonesia) juga hanya mengatur apa yang harus diukur dengan nilai wajar (aset bilogis) dan kapan mengukurnya. IAS 41 tidak menjelaskan bagaiamana metode pengukuran nilai wajar diterapkan.

Melihat definisi nilai wajar yang kurang jelas dan tidak konsisten, pada bulan May 2011 IASB mengeluarkan IFRS 13 Fair Value Measurement dan mulai berlaku efektif 1 Januari 2013. Bila anda berprofesi sebagai penilai, maka membaca IFRS 13 tidak akan terasa asing karena sangat harmonis dengan ketentuan nilai pasar yang tertuang dalam IVS (International Valuation Standards), kitab pegangan profesi penilai. IVS adalah produk yang dikeluarkan oleh IVSC (International Valuation Standard Council) yang diketuai saat ini oleh Sir David Tweedie, mantan ketua IASB selama sepuluh tahun.

IFRS 13 Fair Value Measurement: Ruang Lingkup dan Definisi

IFRS 13 mengatur prinsip-prinsip pengukuran nilai wajar yang telah termuat dalam standar-standar IFRS sebelumnya. IFRS 13 memberikan definisi baru tentang nilai wajar yang sebelumnya diatur berbeda-beda dalam beberapa IFRS. Selain definisi, IFRS 13 juga memberikan cara bagaimana nilai wajar tersebut diukur dan bagaimana pengungkapannya. Hal ini menjadi penting karena dalam beberapa IFRS terdapat petunjuk atau contoh-contoh penghitungan nilai wajar yang akhirnya tidak konsisten satu sama lain.

(20)

“Fair value is the amount for which an asset could be exchanged between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction”

Definisi Nilai Wajar Yang Baru

IAS 13 Investment property and IAS 16 Property Plant and Equipment “This IFRS defines fair value as the price that would be received to sell an asset or paid to transfer a liability in an orderly transaction between market participants at the measurement date. “ IFRS 13 Paragraph 9.

Definisi nilai wajar dalam IFRS 13 lebih jelas daripada definisi sebelumnya. Misalnya kata “could be exchanged” tidak jelas apakah harga jual atau harga beli? Hal itu diperjelas dalam definisi IFRS 13 yang menggunakan harga yang didapatkan bila kita menjual aset. Definisi sebelumnya juga tidak jelas harga kapan yang digunakan yang diperjelas kemudian dalam IFRS 13 sebagai harga pada saat pengukuran.

Dengan definisi yang baru maka yang dimaksud dengan nilai wajar dari aset atau liabilitas yang diukur adalah harga yang digunakan di pasar (market-based measurement) dan bukan harga yang bergantung pada faktor-faktor internal perusahaan (entity-specific measurement). Namun harus dicermati kata orderly transaction (transaksi dalam keadaan wajar teratur) terkadang menuai diskusi hangat di kalangan akuntan karena untuk menentukan apakah transaksi tersebut “orderly” bukanlah perkara mudah.

Dalam mengukur nilai wajar, perusahaan harus berusaha mencari harga pasar utama dari aset dan liabilitas yang dimaksud. Bila pasar utama tidak ada, maka perusahaan harus mencari harga dari pasar yang paling menguntungkan (most advantageous market) untuk aset atau liabilitas tersebut. Kata most advantageous market juga dapat menuai kontroversi karena sulit untuk menentukannya.

(21)

Bila ada suatu standar IFRS yang mensyaratkan suatu aset/liabilitas diakui pertama kali sesuai dengan nilai wajarnya, maka perusahaan mengukur nilai wajar sesuai dengan ketentuan IFRS 13. Jika ada perbedaan antara harga transaksi dengan nilai wajarnya, maka selisihnya diakui dalam laporan laba rugi, kecuali diatur berbeda dalam standar lain.

Hirarki Nilai Wajar

Pentingnya harga pasar membuat banyak akuntan di negara berkembang cemas. Merupakan tantangan yang besar bagi negara berkembang untuk menentukan nilai pasar karena volatilitas pasar di negara berkembang lebih tinggi daripada negara-negara maju. IFRS 13 tidak serta merta secara kejam memaksakan yang dimaksud nilai wajar haruslah nilai pasar. Oleh sebab itu sangat penting untuk memahami hirarki nilai wajar dalam IFRS 13

Berdasarkan hirarki di atas maka nilai wajar untuk aset non keuangan seperti gedung dan peralatan biasanya menggunakan level 2 dan level 3. Perusahaan sedapat mungkin harus menggunakan level 1 untuk mencari nilai wajar aset dan liabilitas. Namun level 2 dan level 3 digunakan bila memang tidak ada nilai pasar terhadap aset dan liabilitas yang akan diukur, tentunya level 2 diutamakan sebelum perusahaan akhirnya harus menggunakan level 3. Unobservable input termasuk juga informasi internal perusahaan (anggaran dan prakiraan/forecast) yang senantiasa disesuaikan bila asumsi perusahaan berubah.

High and Best Use Model

(22)

Sebutlah misalnya perusahaan XYZ memiliki sebuah gedung di sebuah jalan protokol ibu kota yang sangat bergengsi. Perusahaan ingin mengukur property investasi ini menggunakan nilai wajar. Saat ini gedung tersebut hanya digunakan sebagai gudang. Bila menggunakan definisi nilai wajar sebelumnya, perusahaan XYZ bisa menggunakan harga penawaran calon pembeli terhadap gedung tersebut. Bisa jadi harga yang ditawarkan pembeli lebih murah dari harga wajar gedung-gedung disekitarnya karena pembelinya juga akan memanfaatkan gedung tersebut sebagai gudang.

Namun bila menggunakan definisi nilai wajar yang baru perusahaan harus mengukur harga dari pasar yang paling menguntungkan. Seharusnya gedung tersebut bila dimanfaatkan sebagai perkantoran (dan bukan sebagai gudang) karena berada di daerah bisnis bergengsi, perusahaan bisa mendapatkan nilai wajar yang lebih tinggi. Maka menilai gedung tersebut sebagai gudang tidak bisa diterapkan karena tidak memenuhi definisi “Highest and Best Use”.

Bila perusahaan bertujuan menggunakan aset non-keuangan tidak dalam kapasitas maksimum atau pemanfaatan terbaik, maka pengukuran nilai wajar aset tersebut harus menggunakan harga pasar dimana pelaku pasar menggunakan aset tersebut dengan pemanfaatan dan kapasitas terbaik. Bila aset memiliki nilai wajar yang lebih baik bila digunakan bersama-sama aset lain (misalnya sebuah mesin yang nilainya lebih baik bila dijual sebagai sekelompok mesin pabrik lengkap), maka nilai tersebut yang digunakan daripada nilai aset yang terjual sendirian.

Konsep High and Best Use ini tidak digunakan dalam pengukuran nilai wajar aset dan liabilitas keuangan.

Pengungkapan

(23)

liabilitas masuk ke level tertentu harus dipisahkan dengan transfer keluar dari level tersebut.

Pengukuran nilai wajar menggunakan level 3 membutuhkan banyak pertimbangan profesional (professional judgement) sehingga menjadi perhatian IASB dalam pengaturan pengungkapan dalam IFRS 13. Pada prinsipnya, bila perusahaan memutuskan menggunakan level 3 maka pengguna laporan keuangan harus dapat mengetahui dampak dari level 3 tersebut terhadap laba/rugi perusahaan atau terhadapat pendapatan komprehensif lain.

Bila perusahaan menggunakan teknik penilaian nilai wajar level 3, nilai input dan asumsi-asumsi yang digunakan harus diungkapkan secara rinci. Perusahaan juga harus menjelaskan langkah-langkah proses penilaian yang dilakukan dengan nilai input tersebut. Analisis sensitivitas juga harus dibuat oleh perusahaan dalam pengungkapan. Diskusi narasi tentang analisis sensitivitas tentang perubahan nilai masukan tak terobservasi (Unobservable inputs) termasuk hubungan antar nilai-nilai masukan tersebut yang dapat mempengaruhi pengukuran.

IFRS 13 Fair Value Measurement adalah salah satu standar akuntansi yang cukup rumit dan membutuhkan ilmu-ilmu penilaian yang mungkin tidak dipelajari oleh para akuntan yang mengenyam ilmu pendidikan akuntansi tradisional. DSAK-IAI belum mengambil keputusan kapan IFRS 13 ini akan diadopsi, kemungkinan besar setelah 2013. Namun demikian mengingat standar akuntansi ini pasti akan diadopsi di Indonesia dan cukup signifikan membawa perubahan, tidak ada salahnya para akuntan bersiap diri mempelajari standar ini bahkan sebelum diadopsi oleh DSAK-IAI.

Pro Kontra Fair Value, Kebaikan dan Keburukan Fair Value Sebagai Dasar Pengukuran Aset

(24)

ekonomi terbesar di dunia tidak termasuk di dalamnya (Amerika Serikat), maka tidak dapat benar-benar disebut seluruh dunia. Amerika Serikat tidak mengadopsi IFRS, akan tetapi mereka mempunyai standar akuntansi sendiri yang disusun oleh Financial Accounting Standard Board (FASB). FASB tidak mengakui fair value sebagai dasar untuk mengukur aset, mereka mencatat aset dengan dasar biaya historis (historic cost). Meskipun demikian, FASB dan IASB bekerja sama untuk berusaha mengharmonisasikan standar akuntansi masing-masing. Pertanyaan mengenai bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu penting yang harus dicari solusinya. Untuk itu baik IASB maupun FASB melakukan pengujian secara seksama terhadap fair value, tentang arti dari fair value dan bagaimana seharusnya diaplikasikan. Sementara itu FASB secara serentak melakukan investigasi sendiri terhadap fair value dan telah menerbitkan sebuah exposure draft.

Seiring perkembangan zaman, ternyata penggunaan historical cost tidak lagi relevan karena kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan telah terhambat oleh tantangan yang serius. Dan banyak orang yang berpendapat dan yakin bahwa standard akuntansi yang menggunakan historical cost memainkan peranan penting sebagai penyebab kerusakan perekonomian, terutama lembaga simpan pinjam tahun 1980an dan masalah perbankan 1990an. Karena pada waktu itu banyak laporan keuangan yang tidak mengungkapkan kerugian segera pada saat terjadi. Sehingga terdapat kesepakatan bahwa standard akuntansi yang ada perlu diperbaiki untuk memastikan bahwa laporan keuangan bermanfaat, relevan, dan terpercaya. Dan dibuatlah laporan keuangan berbasis Fair Value

(25)

Pada tahun 1938, Presiden Franklin D. Roosevelt menghapuskan akuntansi MTM; Milton Friedman menuduh akuntansi MTM sebagai sumber utama yang menyebabkan melemahnya modal yang menyebabkan bank-bank dilikuidasi dalam “Great Depression” (Berry 2008). Pertanyaan berikutnya adalah apakah fair value memainkan peran dalam krisis keuangan baru-baru ini?

Untuk memahami implikasi dari fair value, kita harus mulai dengan pentingnya akuntansi terhadap sistem ekonomi kita. Pusat kapitalisme adalah identifikasi harga dan perhitungan laba rugi. Penilaian paling penting yang dibuat oleh manajer adalah apakan keputusan mereka menghasi paling penting yang dibuat oleh manajer adalah apakan keputusan mereka menghasilkan keuntungan (laba) atau kerugian. Apalagi, investor, kreditor, dan partner bisnis menggunakan data akuntansi untuk membuat keputusan untuk alokasi investasi, memperpanjang kredit, dan mengevaluasi kerja sama.

Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.

(26)

melaporkan informasi keuangannya berdasarkan nilai pasar berhasil diterapkan perusahaan, juga ketika penggabungan usaha dengan metode pembelian. Kemungkinan terbaik estimasi konsep relevan adalah bahwa penggunaan estimasi lebih baik ketimbang menggunakan ukuran yang tidak relevan. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis,;dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi

Akan tetapi, hal yang cukup menarik adalah bahwa angka-angka yang dilaporkan dengan sistem akuntansi berdasarkan nilai pasar mempunyai korelasi sangat kuat dengan harga saham, dan memberi petunjuk bahwa nilai berdasarkan pasar lebih baik (lebih terpercaya) dari pada nilai berdasarkan historical cost seperti di AS. Akan tetapi, meskipun mempunyai keunggulan, sistem market value accounting berpotensi rentan terhadap manipulasi dan kesalahan estimasi, tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa angka-angka nilai berdasarkan pasar dikelola untuk menghindari peraturan yang membatasi permodalan. Dapat disimpulkan bahwa, pada akhirnya, penggunaan market value accounting akan memberikan dukungan berharga kepada lembaga-lembaga keuangan.

(27)

seolah-olah angka tersebut mencerminkan realitas ekonomi, padahal sebenarnya, akibat penggunaan model historical cost, akuntansi semakin menjauh dari kenyataan ekonomi. Beliau mengingatkan dan berkepentingan dengan masalah bahwa akuntansi berdasarkan historical cost, pengakuan kerugian dapat ditunda hampir tanpa batas dan mengemukakan argumentasinya bahwa model historical cost dapat mendorong kebijakan manajemen investasi yang tidak baik, menjual saham yang menguntungkan dan menahan saham yang merugikan.

Kebaikan Menggunakan Fair Value

1. Relevance. Banyak orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir semua orang setuju bahwa peristiwa ekonomi---yaitu, kejadian yang mengubah waktu kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang – harus tercermin (terungkap) dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model historical cost hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi.

2. Reliability. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis, dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan dipercayainya informasi keuangan.

Keburukan Menggunakan Fair Value

(28)

b. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market (MTM), yaitu aset dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.

(29)

Penutup

(30)
(31)

atau oleh perubahan yang terjadi di pasar, termasuk volatility kinerja lembaga karena semakin mudahnya nilai item-item asset dan liability berfluktuasi.

Daftar Pustaka

Djakman, D. Chaerul, Jusuf, Amir Abadi (Penerjemah).2009.Pengantar Akuntansi Adaptasi Indonesia.Jakarta : Salemba Empat.

Suwardjono.2014.Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga.Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA.

Warfield, D. Terry, Weygandt, Jerry J. dan Kieso, Donald E. Intermediate Accounting.United States of America : John Wiley and Sons.

PSAK 2012

Perbandingan Biaya Historis dan Nilai Wajar, Historical Cost versus Fair Value, Yolinda Yanti Sonbay, Kajian Akuntansi, Februari 2010, Hal. 1 – 8, ISSN : 1979-4886.

http://jurnalakuntansikeuangan.com/

(32)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk hubungan metode pembelajaran dengan persepsi mahasiswa dari 8 aspek yaitu kualitas konten, keselarasan dengan tujuan pembelajaran, umpan balik dan adaptasi,

Para pimpinan Pemerintah Daerah di Yogyakarta dan Jawa Tengah, setelah membahas dengan sungguh-sungguh berbagai kemungkinan pemberdayaan masyarakat tersebut, sepakat bahwa di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase pemberian pakan yang tepat diberikan terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio L) yang dipelihara dalam bak plastik,

Bagian dari pankreas yang berfungsi sebagai organ endokrin adalah pulau Langerhans (Langerhans islet) yang tersebar di antara bagian eksokrin pankreas berfungsi

mengenai nama ragam hias motif dan macam-macam ragam hias motif ukiran, bahan dan alat yang dipergunakan dan dalam proses pembuatan motif ragam hias ukiran khususnya

Laporan keuangan perusahaan dan PSAK terkait fair value accounting yang telah dianalisis kemudian dievaluasi sehingga diketahui fenomena konvergensi IFRS terkait fair value accounting

Penulis melakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner kepada kurang lebih 20 responden untuk mendapatkan masalah yang dialami oleh masyarakat dan mengetahui

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang kuat dan signifikan media sosial terhadap proses transaksi narkotika dalam wilayah Sulawesi tenggara dimana pengaruh