• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PENYAKIT AKIBAT KERJA OCCUPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN PENYAKIT AKIBAT KERJA OCCUPA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

OCCUPATIONAL NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA

OPERATOR CALL CENTER

Disusun oleh : Nusrat Numeiri (1506768791)

Pembimbing : DR. Dr. Dewi S. Soemarko, MS, Sp. Ok

Magister Kedokteran Kerja

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia

(2)

Daftar isi

Bab I : Pendahuluan ……...……….

Bab II : Tinjauan Kasus ……….

Bab III : Tinjauan Pustaka ...……….……..

Bab IV : Pembahasan…...………..

Bab V : Kesimpulan dan Saran …....……….………

(3)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Setiap aktifitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising. Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk memenuhi kenutuhan hidupnya. Namun kebanyakan aktivitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu pekerja maupun masyarakat sekitar.

Berdasarkan survei "Multi Center Study" di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India 6,3%). Angka prevalensi sebesar 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75 juta - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Tahun 1993 - 1996 yang dilaksanakan di 8 Provinsi Indonesia menunjukkan prevalensi morbiditas telinga, hidung dan tenggorokan (THT). Angka prevalensi tersebut sebesar 38,6%, morbiditas telinga 18,5%, gangguan pendengaran 16,8% dan ketulian 0,4%.

The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) memperkirakan lebih dari 7,9 juta pekerja di amerika terpapar di tempat kerja oleh kebisingan. Industri yang terutama membawa risiko kehilangan pendengaran antara lain pertambangan, pembuatan terowongan, penggalian (peledakan, pengeboran), mesin-mesin berat (pencetakan besi, proses penempaan, dll), pekerjaan mengemudikan mesin dengan mesin pembakaran yang kuat (pesawat terbang, truk, bajaj, kenderaan konstruksi, dll), pekerjaan mesin tekstil dan uji coba mesin-mesin jet, pekerja call center, pekerjaan yang behubungan dengan audio di televisi maupun radio. Pada umumnya gangguan pendengaran yang disebabkan bising timbul setelah bertahun-tahun pajanan. Kecepatan kemunduran tergantung pada tingkat bising, komponen impulsif dan lamanya pajanan, serta juga pada kepekaan individual yang sifat-sifatnya tetap tidak diketahui.

(4)

Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu.

Bahaya bising ini sering ditemukan di tempat kerja dan dapat dicegah maka dokter perusahaan memiliki peran yang cukup penting untuk mendiagnosa penyakit akibat terpapar kebisingan ini. Diagnosa dini dapat mencegah progresifitas penyakit dan melindungi pekerja dari kecacatan.

I.2. Perumusan Masalah

Apakah keluhan pada pekerja yang bekerja sebagai salah satu operator call center dapat dimasukkan kedalam kategori penyakit akibat kerja, diperberat oleh pekerjaan, atau bukan penyakit akibat kerja?

I.3. Tujuan

1. Mengetaui dan memahami tatacara untuk menegakkan Diagnosis Okupasi

2. Diketahui dan dipahami factor resiko yang dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja, dan atau diperberat akibat pekerjaan pada operator call center

3. Melakukan tindakan pencegahan terhadap masalah kesehatan operator call center

(5)

BAB II

TINJAUAN KASUS

II. I. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Tn. R

Umur : 26 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jakarta

Agama : Katolik

Pekerjaan : Operator KP

Pendidikan : D3

Status Perkawinan : Belum menikah

Tanggal Kunjungan : 1 Juni 2015

II. 2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Penurunan pendengaran sejak 1 tahun terakhir Keluhan Tambahan : Terkadang telinga berdenging

Riwayat Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan pendengaran menurun sejak 1 tahun terakhir ini, terutama saat berkomunikasi dengan teman-temannya. Kesulitan dialami ketika mendengar suara percakapan yang pelan. Keluhan disertai rasa tidak nyaman di telinga dan berdenging yang hilang timbul, selama 5-10 menit.

(6)

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah mengalami penyakit pada kedua telinga - Tidak pernah mengalami cedera kepala

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :

Tidak ada riwayat dari anggota keluarga yang mengalami penyakit atau gangguan pendengaran

II.3. ANAMNESIS OKUPASI Riwayat Pekerjaan Pasien

Jenis Pekerjaan Bahan/material ygdigunakan Tempat Kerja Masa Kerja

Operator Call Center -Telepon yang

disambungkan dengan headset dan microphone -komupter

Meja Kubikel 2 tahun 1 bulan

Uraian tugas / pekerjaan

- Pasien tinggal dilingkungan perumahan yang jauh dari kebisingan. Pasien berangkat kerja dari tempat tinggal nya ke kantor menggunakan motor pribadi, menempuh perjalanan selama 1 jam

- Pasien bekerja selama 4 jam sebagai operator call center. Jadwal operasional call center berlangsung dari jam 8 pagi sampai dengan jam4 sore, dengan 1 jam istirahat. jadawal operator di atur dengan sistem shift.

- Diluar jam kerja sebagai operator, pasien mengerjakan pekerjaan kantor di komputer. - Saat menjadi operator pasien menggunakna fasilitas telepon yang disambungkan

(7)

Bahaya Potensial

Meja kubikel sebagai

operator call center

Menerima setiap

telpon yang masuk

selama 4 jam

Istirahat selama 1

jam

(8)

Urutan

Hubungan Pekerjaan dengan keluhan yang dialami (Gejala?penyakit)

Gejala penurunan pendengaran di duga merupakan akibat dari kerja yang disebabkan oleh pajanan saat menerima telpon terus menerus selama 4 jam.

(9)

Kesimpulan : tidak ada kesemutan, baal, pegal-pegal, dan nyeri

PEMERIKSAAN BRIEF SURVEY

Kriteria Total

Kiri Kanan

Tangan & Pergelangan 2 2

Tungkai 2 2

II.4. PEMERIKSAAN FISIK

(10)

2. Tanda vital

Tekanan Darah : 120/70 mmHg Frekuensi Napas :19 x/menit Frekuensi Nadi : 71 x/menit Suhu : 36,4 oC 3. Keadaan gizi

Berat Badan : 64 kg Kesan : cukup (ideal) Tinggi Badan : 161 cm BMI : 24.69 kg/m2 Kelenjar Limfe

Leher : dbn Axilla : dbn

Groin : dbn Inguinal : dbn

4. Mata

Kanan Kiri

Pupil Φ 3 mm Φ 3 mm

Refleks cahaya + +

Sklera Tidak ikterik Tidak ikterik Conjunctiva Tidak pucat Tidak pucat

Bola mata Baik Baik

Test berbisik Tidak baik Tidak baik

6. A. Hidung B. Gigi / Gusi

Septum nasi : Baik 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 Mukosa : Baik 8 7 D 5 4 3 2 1 1 2 3 4 F 6 7 8 Penciuman : Baik

7. A. Tenggorokan B. Leher

Pharing : Baik Kelenjar tiroid : Tidak membesar

Nasopharing : Baik JVP :

Laring : Baik Lain-lain :

-Tonsil : T1 / T1 8. Thorax

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan Perkusi : Sonor

Auskultasi Paru : vesikuler, rh , wh

-/-Jantung : BJ I & II (+) normal, murmur (-), gallop (-)

9. Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Hepar lien tak teraba, massa (-) Perkusi : Timpani, shifting dullness (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal

Hernia : Tidak ada

(11)

12. Ekstremitas & muscular system

Kanan Kiri

Tangan: Otot Baik Baik

Kekuatan 5555 5555

Tulang Baik Baik

Sensoris Baik Baik

Kaki : Otot Baik Baik

Kekuatan 5555 5555

Tulang Baik Baik

Sensoris Baik Baik

13. Reflex Fisiologi : + / + Reflex Patologis : /

-14. Kulit : edema -/-, tidak pucat, turgor baik 15. Status lokalis

Regio Auricle Dextra dan Sinistra 16. Resume kelainan yang didapat

Hearing loss auricle dextra dan sinistra

II.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Audiometri 2015

(12)
(13)

3. Tympanomteri

(14)

II.6. PEMERIKSAAN BODY MAP

II.7. PEMERIKSAAN BRIEF SURVEY

Kriteria Total

Kiri Kanan

Tangan & Pergelangan 2 2

Tungkai 2 2

II.8. DIAGNOSIS KERJA

Sensorineural hearing loss ringan bilateral

II.9. DIAGNOSIS OKUPASI

Noise induced hearing loss ringan akibat pajanan bising telepon II.10. KATEGORI KESEHATAN

Kemampuan fisik terbatas untuk pekerjaan tertentu II.11. PROGNOSA

1. ad. Vitam : ad bonam 2. Okupasi : dubia ad malam ad. Sanasionam : ad bonam

(15)

II.12. PERMASALAHAN PASIEN DAN RENCANA PENATALAKSAAN

R. Terapi : Konsul Sp.THT R. Edukasi :

- Menjelasan mengenai NIHL

- Menjelasan mengenai faktor penyebab dari pekerjaan yang dapat menimbulkan NIHL - Menjelasan mengenai

pentingnya pemeriksaan berkala

- Menjelasan untuk tidak memakai headset diluar jam operasional sebagai operator

(16)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1.Definisi

Noise induced hearing loss atau Tuli Akibat Bising (TAB) adalah tuli sensorineural yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Gangguan pendengaran ini pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.

III.2.Klasifikasi

III.2.1 Gangguan pendengaran berdasarkan range ambang dengar terbagi atas :

1. Gangguan Pendengaran Derajat Ringan

(17)

Penggunaan alat bantu dengar sangat dianjurkan ketika gangguan pendengaran derajat ringan tidak bisa ditangani secara medis. Saat ini telah tersedia berbagai pilihan model alat bantu dengar mulai dari model dibelakang telinga sampai model didalam telinga (hampir tidak terlihat ketika dipakai). Bahkan saat ini hadir model alat bantu dengar baru dengan system “open ear” yang cocok untuk digunakan pada kasus gangguan pendengaran ringan dan sedang pada frekuensi –frekuensi tinggi ( > frekuensi 1000 Hz)

2. Gangguan Pendengaran Derajat Sedang

Range ambang dengar hantaran udara berkisar 41 dB HL s/d 70 dB HL. Orang yang mengalami kasus gangguan pendengaran derajat sedang biasanya sulit mengikuti percakapan khususnya pada lingkungan suara yang bising.

Orang dengan gangguan pendengaran sedang seringkali menganggap lawan bicaranya berbicara tidak jelas atau seperti bergumam, hal itu disebabkan karena kondisi gangguan pendengaran mereka membuat mereka tidak dapat mendengar suara percakapan normal dengan jelas.

Bahkan pada lingkungan suara yang cukup tenang sekalipun, orang yang mengalami gangguan pendengaran derajat sedang, merasa kesulitan untuk mendengarkan :

- Suara percakapan pada saat mendengarkan pembicaraan dalam kelompok (lebih dari 1 orang lawan bicara)

- Suara dari belakang - Suara yang pelan

Dan biasanya mereka sering membaca gerak bibir ataupun ekspresi wajah lawan bicaranya untuk dapat menebak maksud suara percakapan yang tidak dapat mereka dengar, walaupun begitu mereka tetap merasa tidak memiliki masalah pendengaran.

(18)

3. Gangguan Pendengaran Derajat Berat

Range ambang dengar hantaran udara berkisar 71 dB HL s/d 90 dB HL. Orang dengan gangguan pendengaran derajat berat tidak dapat mendengarkan suara yang pelan maupun sedang, suara kicau burung ataupun suara percakapan normal. Mereka meminta lawan bicara untuk berbicara dengan suara yang sangat keras agar mereka dapat mendengar percakapan dan hal yang cukup dilematis, pada saat volume suara dikeraskan suara/kata-kata menjadi terdengar tidak jelas (distorsi)

4. Gangguan Pendengaran Derajat Sangat Berat

Ambang dengar hantaran udara > 90 dB HL. Orang dengan gangguan pendengaran derajat sangat berat juga sering disebut dengan “tuli”. Biasanya mereka hanya dapat mendengar bunyi yang sangat keras seperti (suara petir, bantingan pintu, mesin pesawat,dsb)

Pada hampir disemua kasus gangguan pendengaran derajat berat dan sangat berat, pengguanaan alat bantu dengar ataupun cochlear implant sangat dianjurkan untuk membantu mereka agar dapat mendengar lebih baik.

III.2.2 Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu:

1. NOISE INDUCED TEMPORARY THRESHOLD SHIFT ( NITTS )

Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal.

(19)

Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan “ occupational hearing loss “ atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri. (15)

Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada : (15)

1. Tingkat suara bising

2. Kepekaan seseorang terhadap suara bising

NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 – 6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat

III.3. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan yaitu intensitas kebisingan, frekwensi kebisingan, lamanya waktu pemaparan bising, kerentanan individu, jenis kelamin, usia dan kelainan di telinga tengah. Tuli sensorineural dapat disebabkan oleh toksin (seperti arsen dan quinine) dan antibiotika seperti streptomisin yang dapat merusak koklea.

III.4. PATOGENESIS

(20)

sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.

Gambar Anatomi Telinga Dalam

III.5. GAMBARAN KLINIS

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.

Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss).

(21)

ambang dengar menetap (permanent threshold shift). Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi (explosif) atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis, dan lainnya.

Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan, kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz, dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditory), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

III.6. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan penyebab lain seperti cerumen plaque, infeksi telinga ataupun rupture membrane timpani, otoskopi dan audiometric nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz, dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik.

III.7. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN

(22)

Oleh karena itu akibat bising adalah tuli sensorineural yang bersifat menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar/ ABD (hearing aid). Apabila pendengaran sudah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi denga adekuat perlu dilakukan psikoterapiagar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengara dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant).

Nilai Ambang Batas Kebisingan :

Waktu Pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA

(23)

BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Dasar Diagnosis Klinis

Pasien datang dengan keluhan pendengaran menurun sejak 1 tahun terakhir ini, terutama saat berkomunikasi dengan teman-temannya. Kesulitan dialami ketika mendengar suara percakapan yang pelan. Keluhan disertai rasa tidak nyaman di telinga dan berdenging yang hilang timbul, selama 5-10 menit.

Pasien bekerja di salah satu kantor pemerintah sebagai operator call center selama 2 tahun 1 bulan. Ini adalah pekerjaan pertamanya. Diluar pekerjaannya sebagai operator, pasien tidak menggunakan headset untuk mendengarkan musik, telepon, dugem atau terkena paparan bising lainnya.

Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Dari Audiometri ditemukan hasil Gangguan pendengaran 33.75 dB pada kedua telinga.

Berdasarkan seluruh data-data ini, pasien dinyatakan bahwa diagnosis klinis pasien adalah Sensorineural hearing loss ringan bilateral.

IV.2. Dasar Diagnosis Okupasi

Diagnosis okupasi ditegakkan melalui tujuh langkah diagnosis,

yaitu ;

1. Menegakkan diagnosis klinis

Diagnosis klinis pada pasien ini telah ditegakkan yaitu Sensorineural Hearing Loss, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa Audiometri dan Tympanometri.

(24)

Pajanan yang dialami pasien adalah pajanan fisika, sebagai

berikut :

1. Bising (suara dari telepon)

3. Menentukan hubungan penyakit dengan pajanan yang dialami

Menurut Buchari, 2008 dalam bidang kesehatan kerja,

kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan

pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan spektrum

pendengaran), maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang

pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan

pola waktu.

4. Menentukan signifikansi jumlah pajanan atas penyakit yang dideritanya

Pasien tersebut terpajan bising dari dering telepon terus menerus selama 4 jam, dan suara dari penelpon melalui headset. Hal ini dilakukan setiap hari secara intens, dengan pola waktu selama 4 jam perhari.

5. Menilai peran faktor individu

Tidak ditemukan faktor individu yang menyebabkan terjadinya penurunan pendengaran, dan di dalam keluarga pasien tidak ada riwayat adanya penurunan pendengaran.

6. Menilai peran factor lain selain pekerjaan

(25)

7. Memutuskan apakah penyakit yang diderita pasien Penyakit Akibat Kerja (PAK) atau bukan

Dari keenam langkah penegakan diagnosis PAK sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Penyakit Akibat Kerja

Noise Induced Hearing Loss. Hal ini didukung oleh anamnesa=is,

pemeriksaan fisik, Audiometri, serta Tympanometri. Dan adanya

audiometri tahun sebelumnya yang menunjukkan hasil normal

IV.3.PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penyakit dalam hubungan dengan kerja meliputi

No

R. Terapi : konsul Spesialis THT R. Edukasi :

- Menjelasan mengenai NIHL - Menjelasan mengenai faktor

penyebab dari pekerjaan yang dapat menimbulkan NIHL

- Menjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan berkala

- Menjelasan untuk tidak memakai headset diluar jam operasional sebagai operator

- Mengusulkan pengaturan shift dan jam kerja yang lebih baik

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan :

1. Diagnosis okupasi ditegakkan melalui tujuh langkah diagnosis. 2. Gangguan Pendengaran yang dialami akibat kerja

3. Penyakit yang disebabkan oleh pemaparan bising berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu

4. Penatalaksanaan diagnosis okupasi adalah dengan penatalaksanaan diagnosis klinis dan penatalaksaan okupasi

5. Penatalaksanaan okupasi dengan melakukan intervensi pada lingkungan kerja

V.2.Saran :

1. Pekerja harus mengerti dan memahami resiko berbahaya pada organ pendengaran 2. Pekerja memahami pentingnya pemeriksaa berkala untuk mencegah keparahan lebih

(27)

Daftar Pustaka

1. Bashiruddin, J., Soetirto, I., 2006. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced

Hearing Loss) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, editor Soepardi, E,

et al. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.

2. Departemen Kesehatan Republk Indonesia. 2004. Indonesia Termasuk 4 Negara Di Asia Tenggara Dengan Prevalensi Ketulian 4,6%. Available from:

http://www.depkes.go.id/index.php?

option=news&task=viewarticle&sid=700&Itemid=. 3. Guyton. dkk. 19 . Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

4. Hong OS, Chen SP, Conrad KM, 1998. Noise induced hearing loss among male airport workers in Korea. Available from: ht

5. tp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?

ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed

_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfro

m=pubmed.

6. Holmes G, Singh BR. Theodore L, Handbook of Environmental Management and Technology.

John Wiley & Sons inc. New York, 1993:415-426

7. Yunita Andrina. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Bagian Bedah Fakultas

(28)

Gambar

Gambar Anatomi Telinga Dalam
Table. Batas paparan bising yang diperkenankan sesuai keputusan Menaker 1999

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menguji pengaruh faktor - faktor fundamental yang tercermin dalam rasio likuiditas, leverage, profitabilitas, porsi saham publik dan ukuran perusahaan

Without any doubt, new “entrepreneurs-cum-mafiosi” have generated large private returns while maintaining partial economic reforms at a considerable cost to society

ALF nuo 1993iki1996 metų Lietuvos mo­ kykloms kompiuterizuoti ir elektroniniams ry­ šiams plėsti skyrė daugiau kaip vieną milijoną dolerių (6, p. paskelbė kon­ kursą

Perlakuan kompregnasi kayu kelapa sawit dengan melamine formaldehyde (MF) secara nyata berpengaruh terhadap sifat fisik (kadar air dan berat jenis) dan sifat mekanik (modulus

Teori konflik yang dikemukakan oleh Coser, menunjukkan tentang bagaimana konflik pomparan raja Silahisabungan dengan Silahi Raja dapat secara positif fungsional memperkuat

Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita simpulkan bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain sebagainya itu berlandaskan Al-qur’an

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Penggunaan Informasi Akuntansi Keuangan Terhadap Persepsi Manajer Atas

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibut oleh peneliti dapat diketahui bagaimana pengaruh dari setiap variabel independen yaitu leverage, profitabilitas,