• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan Syirkah dalam Lembaga Keuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ketentuan Syirkah dalam Lembaga Keuangan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

KETENTUAN SYIRKAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH

Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata Fiqh

Kontemporer Perbankan

Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun Oleh :

Eka Muhaimin

141261010

S1-PBS (C)

JURUSAN STRATA SATU (S1) PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

(2)

2 A. Pendahuluan

Syirkah atau sering juga disebut dengan syarikahadalah bentuk perseroan dalam Islam yang pola operasionalnya melekat prinsip kemitraan usaha dan bagi hasil.

Secara prinsip syirkah berbeda dengan model perseroan dalam sistim ekonomi kapitalisme. Perbedaaan-perbedaan yang ada tidak hanya terletak pada tidak adanya praktik bunga dalam model ini, tetapi juga berbeda dalam hal transaksi pembentukannya, operasionalnya maupun pembentukan keuntungan dan tanggungjawab kerugian (Faruq, 2000).

Model syirkah merupakan sebuah konsep yang secara tepat dapat memecahkan permasalahan permodalan. Satu sisi, prinsip Islam menyatakan bahwa segala setuatu yang dimanfaatkan oleh orang lain berhak memperoleh kompensasi yang saling menguntungkan, baik terhadap barang modal, tenaga atau barang sewa. Di sisi lain Islam menolak dengan tegas kompensasi atas barang modal berupa bunga (Chapra, 1999).

Para ahli ekonomi Islam mendukung pentingnya peranan syirkah dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kemandekan ekonomi sering terjadi karena pemilik modal tidak mampu mengelola modalnya sendiri atau sebaliknya mempunyai kemampuan mengelola modal tetapi tidak memiliki modal tersebut. Semua hal tersebut dapat terpecahkan dalam syirkahyang dibenarkan dalam syariahIslam (Qardawi, 1997).1

1 Deny Setiawan, “Kerja Sama (Syirkah) dalam Ekonomi Islam”,

Jurnal Ekonomi,

(3)

3 B. Ketentuan Syirkah dalam Lembaga Keuangan Syariah

1. Fatwa DSN-MUI Tentang Syirkah / Musyarakah2

FATWA

DEWAN SYARI‟AH NASIONAL

Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang

Pembiayaan Musyarakah

ِمي ِحهرلٱ ِن ٰ مْحهرلٱ ِ هَٱ ِمْسِب

Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Beberapa Ketentuan:

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan

2

(4)

4 pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.

c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.

d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.3

3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian) a. Modal

1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.

2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. 3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan

musyarakah tidak ada jaminan, namun

3

(5)

5 untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.

b. Kerja

1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.

2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

c. Keuntungan

1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.

2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.4

4

(6)

6 3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.

4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.

d. Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

4. Biaya Operasional dan Persengketaan

a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.5

2. Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah6

Ketentuan Umum Syirkah

Pasal 134

Syirkah dapat dilakukan dalam bentuk syirkah amwal, syirkah abdan, dan syirkah wujuh.

5 Ibid h.232

6

(7)

7 Pasal 135

Syirkah amwal dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam bentuk syirkah

„inan, syirkah mufawwadhah, dan syirkah mudharabah.

Pasal 136

Kerjasama dapat dilakukan antara dua pihak pemilik modal atau lebih untuk melakukan usaha bersama dengan jumlah modal yang tidak sama, masing-masing pihak berpartisipasti dalam perusahaan, dan keuntungan atau kerugian dibagi sama atau atas dasar proporsi modal.

Pasal 137

Dapat dilakukan antara dua pihak pemilik modal atau lebih untuk melakukan usaha bersama dengan jumlah modal yang sama dan keuntungan atau kerugian dibagi sama.

Pasal 138

Kerjasama dapat dilakukan antara dua pihak atau lebih yang memiliki keterampilan untuk melakukan usaha bersama.

Pasal 139

(1) Kerjasama dapat dilakukan antara pemilik modal dengan pihak yang mempunyai keterampilan untuk menjalankan usaha.

(2) Dalam kerjasama mudharabah, pemilik modal tidak turut serta dalam menjalankan perusahaan.

(3) Keuntungan dalam kerjasama mudharabah dibagi berdasarkan kesepakatan; dan kerugian ditanggung hanya oleh pemilik modal.

Pasal 140

(1) Kerjasama dapat dilakukan antara pihak pemilik benda dengan pihak pedagang karena saling percaya.7

7

(8)

8 (2) Dalam kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, pihak pedagang boleh menjual benda milik pihak lain tanpa menyerahkan uang muka atau jaminan berupa benda atau surat berharga lainnya. (3) Pembagian keuntungan dalam syirkah al-wujuh ditentukan

berdasarkan kesepakatan.

(4) Benda yang tidak laku dijual, dikembalikan kepada pihak pemilik. (5) Apabila barang yang diniagakan rusak karena kelalaian pihak

pedagang, maka pihak pedagang wajib mengganti kerusakan tersebut.

Pasal 141

(1) Setiap anggota syirkah mewakili anggota lainnya untuk melakukan akad dengan pihak ketiga dan atau menerima pekerjaan dari pihak ketiga untuk kepentingan syirkah.

(2) Masing-masing anggota syirkah bertanggung jawab atas resiko yang diakibatkan oleh akad yang dilakukannya dengan pihak ketiga dan atau menerima pekerjaan dari pihak ketiga untuk kepentingan syirkah.

(3) Seluruh anggota syirkah bertanggung jawab atas risiko yang diakibatkan oleh akad dengan pihak ketiga yang dilakukan oleh salah satu anggotanya yang dilakukan atas persetujuan anggota syirkah lainnya.

Pasal 142

Dalam semua bentuk akad syirkah disyaratkan agar pihak-pihak yang bekerjasama harus cakap melakukan perbuatan hukum.8

Pasal 143

Suatu akad kerjasama dengan saham yang sama, terkandung syarat suatu akad jaminan/kafalah.

8

(9)

9 Pasal 144

Suatu kerjasama dengan saham yang tidak sama, hanya termasuk akad keagenan/wakalah, dan tidak mengandung akad jaminan/kafalah.9

Pasal 145

Setelah suatu akad diselesaikan yang tidak dicantumkan adanya suatu bentuk jaminan, maka para pihak tidak saling menjamin antara yang satu dengan yang lain.

Syirkah dalam (KHES) pasal 20 didefinisikan sebagai berikut:

“Adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,

keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang

berserikat.”10

3. Ketentuan Pembiayaan Musyarakah

Ketentuan umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:

a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh melakukan tindakan seperti :

1) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.

2) Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.

3) Memberi pinjaman kepada pihak lain.

4) Setiap pemilik modal dapat mengalihkan pernyertaan atau digantikan oleh pihak lain.

9

Ibid h.62 10

(10)

10 5) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama

apabila:

a) Menarik diri dari perserikatan. b) Meninggal dunia.

c) Menjadi tidak cakap hukum.

b. Biaya yang timbul dalam pelaksanaa proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.

c. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.11

4. Sifat Akad Perkongsian dan Kewenangan

a. Hukum Kepastian (Luzum) Syirkah

Kebanyakan ulama fiqih berpendapat bahwa akad syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim. Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalkan akad atas sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemadaratan.

b. Kewenangan Syarik (yang Berserikat)

Para ahli fiqih sepakat bahwa kewenangan syarik perkongsian adalah amanah, seperti dalam titipan, karena memegang atau menyerahkan harta atas izin rekannya.

(11)

11 5. Hal yang Membatalkan Syirkah

Perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua hal. Ada perkara yang membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang membatalkan sebagian yang lainnya.

a. Pembatalan Syirkah Secara Umum

1) Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu. 2) Meninggalnya salah seorang syarik.

3) Salah seorang syarik murtad atau membelot ketika perang. 4) Gila.

b. Pembatalan Secara Khusus Sebagian Syirkah 1) Harta Syirkah Rusak

Apabila harta syirkah rusak seluruhnya atau harta salah seorang rusak sebelum dibelanjakan, perkongsian batal. Hal ini terjadi pada syirkah amwal.

2) Tidak Ada Kesamaan Modal

Apabila tidak ada kesamaan modal dalam syirkah mufawidhah pada awal transaksi, perkongsian batal sebab hal itu merupakan syarat transaksi mufawidhah.12

6. Mengakhiri syirkah

Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut.

a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.

b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta), baik karena gila maupun karena alesan lainnya.

12

(12)

12 c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.

d. Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.

e. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan

oleh mazhab Maliki, Syafi‟I, dan Hanbali. Hanbali berpendapat

bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.

f. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi pencampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung risiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, menjadi risiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, menjadi risiko bersama. Apabila masih ada sisa harta, syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.13

7. Aplikasi Syirkah dalam Perbankan

a. Pembiayaan Proyek

Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah

13

(13)

13 mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

b. Model Ventura

Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan investasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.14

8. Manfaat al-Musyarakah / Syirkah

Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah ini, diantaranya sebagai berikut.

a. Manfaat al-Musyarakah / Syirkah

1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.

2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini kerena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

5) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah / musyarakah ini berbeda dengan prinsipbungan tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah

(14)

14 bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

b. Risiko

Risiko yang terdapat dalam mudharabah / musyarakah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, yaitu sebagai berikut.

1) Side streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.

2) Lalai dan kesalahan yang disengaja.

3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnyatidak jujur.

Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat digambarkan dalam skema berikut ini.15

Skema al-Musyarakah

15 M Syafi‟I Antonio, ISLAMIC BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke P raktik, (Jakarta : Gema Insani Pers, 2001), h.93-94.

Nasabah Parsial Asset Value Bank Syariah Parsial Pembiayaan

PROYEK USAHA

KEUNTUNGAN

(15)

15

9. Syirkah dalam Konteks Lembaga Keuangan Syariah

Secara umum, bank syariah memiliki dua aktivitas:

Pertama, aktivitas perdagangan (a’mal tijariyah) yang diklaim sebagai pengganti aktivitas Ribawi. Ini dijalankan dengan melalui berbagai macam akadnya, seperti: mudharabah, murabahah (pembelian barang lewat lembaga) dan musyarakah (patungan) dalam sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan dan lain-lain.

Kedua, aktivitas jasa perbankan dalam berbagai bentuknya dengan menarik imbalan jasa, misal jasa transfer uang dan pertukaran mata uang,16

Menurut Siddik al-Jawi, Dosen STEI Hamfara Jogja, aktivitas yang pertama memiliki subhat pada realitasnya, karena terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi: Pertama, secara teori, syirkah mudharabah berlaku prinsip bagi hasil dan bagi rugi (profit and loss sharing) sesuai kaidah

fikih, “Al-ghurmu bi al-ghunmi (Risiko kerugian diimbangi hak mendapat

keuntungan).” Namun pada faktanya, tidak pernah satu kali pun ada bank

syariah yang mengumumkan dirinya rugi. Ini menunjukkan suatu keanehan. Karena pada teori, harusnya bank syariah bisa saja mengalami kerugian.

(Sya‟rawi, 2007: 510-514). Kedua, kurangnya SDM yang cakap untuk

mengelola keuangan syariah. Akibatnya, bank syariah mengambil pegawainya dari bank konvesional (berbasis riba) yang terindikasi masih memiliki pola pikir dan budaya kerja non syariah.

Adapun aktivitas yang kedua, merupakan aktivitas yang dibolehkan syariah, asal dijalankan sesuai syarat dan rukunnya. (Siddiq al-Jawi, 2010:43).

16

(16)

16 10.Mekanisme Pembiayaan Musyarakah dalam Perbankan Syari’ah

Dari sekian banyak jenis musyarakah tersebut diatas hanya syirkah ‘inan yang paling tepat dan dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Dimana, bank dan nasabah keduanya memiliki modal. Modal bank dan modal nasabah digunakan oleh pengelola sebagai modal untuk mengerjakan proyek. Pendapatan atau keuntungan yang diperoleh dari proyek dibagikan berdasarkan nisbah yang telah disepakati bersama.

Adapun mekanismenya yaitu:

a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;

b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;

c. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;

d. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak; e. Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk

uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;

f. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;17 g. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan

dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar

17

(17)

17 harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;

h. Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;

i. Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah;

j. Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan

k. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.18

18

(18)

18 DAFTAR PUSTAKA

Deny Setiawan, “Kerja Sama (Syirkah) dalam Ekonomi Islam”, Jurnal

Ekonomi, Volume 21, Nomor 3, September 2013, (1-8)

Drs. Madani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012)

M. Fauzan, Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009)

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Konntemporer, (Jakarta:Rajawali Pers, 2016)

Ir.Adiwarman A Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014)

DR. H. Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah ,(Bandung: pustaka setia, 2001)

H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) Hasan Nurul, Perbankan Syariah Sebuah Pengantar, (Ciputat: GP Press Group, 2014)

M Syafi‟I Antonio, ISLAMIC BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori

Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Pers, 2001)

https://kuliahpemikiran.wordpress.com/2011/02/25/syirkah-kerjasama-bisnis-dalam islam/ diunduh tanggal 9 maret 2017

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa analisis sentimen pada Guru – guru SMK Eklesia dan SMK Bina Insani Jailolo

Nilai Standarized estimates yang dihasilkan adalah 0,981 ( p < 0.01 ) yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara budaya organisasi terhadap

Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu masih belum mencukupinya sumber daya manusia yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien anak dengan HIV-AIDS,

Pada kesempatan ini pula Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang diberikan oleh semua pihak baik itu bantuan secara moril

Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika yang dilihat melalui hasil post-test pada kelas VIII.E sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan

Setiap bagian atas dari pintu terdapat ventilasi berbentuk persegi (kecuali ventilasi pintu depan yang berbentuk setengah lingkaran) yang dilengkapi dengan terali besi dengan

Analisa data: pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, dan juga tidak bisa mengakses informasi karena tidak bisa melihat. Data obyektif: saat observasi pasien tampak

Suatu studi yang bertujuan untuk memperoleh dosis maksimum dari pemberian bokashi Titonia (Titonia diversifolia) terhadap konsentrasi merkuri (Hg) dalam tanah dan dalam