ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 1
ASPEK
11.1
Arah Kebijakan Pendapatan Dan Belanja Daerah
Analisis kapasitas keuangan daerah ini adalah studi mengenai aspek keuangan dalam rangka
penyusunan RPIJM. Analisis digunakan dalam membuat taksiran dana yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kabupaten/Kota, yang meliputi:
1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang ada
2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada.
3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.
Dalam pembahasan ini juga diperhatikan hasil total atau produktifitas dan keuntungan yang
diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan keuntungan masyarakat secara
menyeluruh tanpa melihat penyedia dana dan masyarakat penerima hasil. Pembahasan
aspek keuangan memperhatikan hasil total atau produktifitas atau keuntungan yang didapat
dari semua yang dipakai dalam proyek-proyek untuk masyarakat yang menerima hasil proyek
tersebut.
11.1.1. Arah Kebijakan Belanja Daerah
Penerimaan pendapatan adalah penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang
diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Pendapatan Daerah bersumber dari :
Pendapatan Asli Daerah
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan.
A. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh
Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan
kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 2
(1) PAD bersumber dari:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah.
(2) Lain-lain PAD yang sah meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah
Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU
No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi :
a. Pajak Propinsi terdiri atas:
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
b. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7) Pajak Parkir.
c. Retribusi dirinci menjadi:
1) Retribusi Jasa Umum
2) Retribusi Jasa Usaha
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 3
B. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan
fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan.
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem
Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada
Pemerintah Daerah dengan memper-hatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang
menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas
Pembantuan.
Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai
kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan
pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan
pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan imerupakan sistem transfer
dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
1. Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 4
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
dan PPh Pasal 21.
2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:
a. kehutanan
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 26 (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto
yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan
alokasi dasar.
Celah Fiskal
Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Kebutuhan
fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar
umum. Layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan,
penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Jumlah penduduk
merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap
Daerah. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan:
jumlah penduduk
luas wilayah
Indeks Kemahalan Konstruksi
Produk Domestik Regional Bruto per kapita
Indeks Pembangunan Manusia.
Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana
dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat
kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara
relatif antar-Daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas
perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor
dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 5 kesehatan
Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan
Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan
berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Celah fiskal dihitung
berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah.
DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian
bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot
daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan
dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah
kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/ kota. Bobot daerah
kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi
dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari
alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah Fiskal. Daerah
yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi
dasar tidak menerima DAU. Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal
diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang
menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Alokasi Dasar
Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Jumlah gaji
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan
jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah merumuskan
formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas
memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan
DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU
dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang
bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan. Alokasi DAU secara
proporsional menggunakan rumus sebagai berikut
Besarnya DAU masing-masing daerah = Bobot daerah bersangkutan x Jumlah DAU untuk daerah
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 6 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu
yang memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah.
Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Fungsi dalam rincian
Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan,
ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan dan perlindungan sosial. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi
kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan
mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria umum dihitung untuk
melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan
Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai.
Kemampuan daerah (APBD) dihitung sebagai berikut.
Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD - Belanja
pegawai
Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + ( DBH – DBHR) DBH = Dana Bagi Hasil
DBHR = Dana bagi Hasil yang dibagikan merata untuk daerah
Belanja Pegawai = Belanja Pegawai Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah. Karakteristik Daerah
antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah
tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk
daerah ketahanan pangan.
Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. peraturan
perundang-undangan adalah Undang-Undang Kriteria teknis antara lain meliputi standar
kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator
dalam perhitungan teknis.
Dana Pendamping
Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10
(sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Namun Daerah
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 7
C. Lain-Lain Pendapatan
Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh
pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman daerah.Lain- lain
Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat. Hibah adalah
Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing,
badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik
dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan
yang tidak perlu dibayar kembali.
Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang
bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah
perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah
perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana
Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana
nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan
menggunakan sumber APBD.
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang
mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Keadaan yang
dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh
Presiden Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang dinyatakan
mengalami krisis solvabilitas. Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepan-jangan yang
dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD.
Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pinjaman Daerah
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah
uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber
pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.
Batasan Pinjaman
Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional .
Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam puluh persen) dari Produk Domestik
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 8 Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran
Berikutnya. Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan
perundang- undangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar
negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan
dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.
Sumber Pinjaman
Pinjaman Daerah bersumber dari:
a. Pemerintah
b. Pemerintah Daerah lain
c. lembaga keuangan bank
d. lembaga keuangan bukan bank
e. masyarakat.
Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan.
Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui
pasar modal.
Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman
Jenis Pinjaman terdiri atas,
a. Pinjaman Jangka Pendek
b. Pinjaman Jangka Menengah
c. Pinjaman Jangka Panjang.
Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau
sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran
bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi
dalam jasa tidak dilakukan pada saat barang dan atau jasa dimaksud diterima.
Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa
jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah
dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman
yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 9 Penggunaan Pinjaman
Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.
Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang
tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek
investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib
mendapatkan persetujuan DPRD.
Persyaratan Pinjaman
Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:
a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75 (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun
sebelumnya.
b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh
Pemerintah daerah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman dari
Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.
Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan
Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah
yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
11.1.2.
Arah Kebijakan Pembiayaan DaerahSub-komponen Pengeluaran Belanja Daerah meliputi:
1. Belanja operasi
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 10
- Belanja Gedung dan bangunan
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
- Belanja Aset Tetatp Lainnya
- Belanja Aset Lainnya
3. Transfer ke Desa/Kelurahan
- Bagi hasil Pajak
- Bagi Hasil Retribusi
- Bagi Hasil Pendapatan Lainnya
4. Belanja tak Terduga
Perencanaan belanja daerah mengikuti pedoman sebagai berikut.
1) Belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkan kewajiban daerah dalam
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
a. pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan
b. fasilitas sosial
a. penghasilan pimpinan dan anggota DPRD
b. tunjangan kesehatan
c. uang jasa pengabdian
d. belanja penubnang kegiatan DPRD
e. Anggaran tersebut harus mencerminkan efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan
aspek keadailan dan kepatutan.
4) Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah
Anggaran Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah harus mencerminkan
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 11
11.1.3.
Komponen PembiayaanPembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik
penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam
penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan
surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil
divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali
pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah,
hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada
fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan
Komponen Pembiayaan daerah adalah sebagai berikut.
1. Penerimaan Pembiayaan
a) Penggunaan SILPA
b) Pencairan dana Cadangan
c) Pinjaman dalam Negeri-Pemerintah Pusat
d) Pinjaman dalam Negeri – Pemda lain
e) Pinjaman dalam Negeri – bank
f) Pinjaman dalam Negeri – Non bank
g) Pinjaman dalam Negeri – Obligasi
h) Pinjaman dalam Negeri – Lainnya
i) Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers. Negara
j) Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers. Daerah
k) Penerimaan kembali pinjaman kpd Pemda Lainnya
2. Pengeluaran pembiayaan
a) Pembentukan dana cadangan
b) Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Pem Pusat
c) Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Pemda Lainnya
d) Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Bank
e) Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Non Bnak
f) Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Obligasi
g) Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya
h) Pemberian Pinjaman kpd Pers. Negara
i) Pemberian Pinjaman kpd Pers. Daerah
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 12
11.2 Profil APBD Kota Pasuruan
11.2.1 Komponen Keuangan
Profil keuangan daerah dalam penyusunan RPIJMD bertujuan untuk membuat taksiran
dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan investasi program PU/Ciptakarya di
kabupaten/Kota. Gambaran umum kondisi keuangan daerah dipergunakan untuk mengetahui:
1. Struktur anggaran pendapatan dan belanja daerah yang mencakup
a. Struktur Penerimaan Daerah
b. Struktur belanja daerah
2. Trend perkembangan penerimaan
3. Trend besaran penerimaan dana pembantuan dari pemerintah atasan
4. Profil perkembangan APBD
5. Keuangan Perusahaan Daerah
Sumber data untuk analisis kapasitas daerah adalah data yang ada pada Laporan Realisasi
Anggaran. Untuk menyusun Rencana Program dan Investasi Infrastruktur Jangka Menengah tahun
2015-2019 maka diperlukan data realisasi anggaran 2010 – 2014. Posisi pendapatan, belanja dan
surplus defisit empat tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 11.1. sampai Tabel 11.4.
11.2.2 Komponen Pengeluaran Belanja
Laporan keuangan perusahaan daerah digunakan untuk mendukung sumber pembiayaan
dalam komponen proyek cost recovery dan telah memiliki BUMD (seperti sektor air minum,
persampahan dan limbah) aspek keuangannya meliputi kondisi existing, permasalahan, analisa
dan proyeksi untuk : 1) Neraca, 2) Rugi/Laga, 3) Arus Dana Kas.
Tabel 11. 1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
No Pendapatan Daerah Tahun
Daerah 13.875.526.800,00 17.245.455.805,00
c. Hasil
Hasil 21.179.740.117,00 42.881.584.600,00
b. Dana Alokasi
Umum 319.424.821.000,00
c. Dana Alokasi
Khusus 19.058.200.000,00 25.890.580.000,00
d. Lain-lain PAD
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 13
11.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan
khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari
APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.
11.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN Dalam 5
Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda,
Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada
daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya
menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan
peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu
kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan
realisasinya di daerah tersebut.
Tabel 11. 2 Tabel APBN Cipta Karya di Kota Pasuruan dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor Alokasi Tahun I Alokasi Tahun II Alokasi Tahun III Alokasi Tahun IV Alokasi Tahun V
Pengembangan Air Minum
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA XI - 14 tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai
prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air minum
dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan
air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di
perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan
untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak
skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan
melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan
berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perludilihat
alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 11. 3 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kota Pasuruan dalam 5 Tahun Terakhir
Jenis DAK Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V
DAK Air Minum DAK Sanitasi
11.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBD Dalam 5
Tahun Terakhir
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana
permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya
terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi
pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada
11.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 tahun
11.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta
11.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya
11.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
11.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
11.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang CK
11.5 Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
11.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah