• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah - Perencanaan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah - Perencanaan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota Medan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dan tingginya arus urbanisasi mengakibatkan bertambahnya kepadatan penduduk di daerah perkotaan yang berimbas pada tingginya kebutuhan akan sarana dan prasarana terutama kebutuhan akan tempat tinggal. Pada hakikatnya fungsi tempat tinggal bagi kehidupan manusia memang sangat vital. Tempat tinggal pada dasarnya merupakan wadah bagi manusia atau keluarga dalam melangsungkan kehidupannya. Peran tempat tinggal bagi kelangsungan kehidupan yang dinamis sangatlah mutlak karena tempat tinggal bukan lagi sekadar tempat bernaung melainkan juga sebagai tempat bersosialisasi dan pembentukan karakter manusia.

(2)

kebijaksanaan dan pelaksanaan program pembangunan perumahan pada Pelita II1. Dilanjutkan dengan perumahan pada pelita berikutnya.

Secara umum, pada awalnya pembangunan perumahan ini ditujukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah yang dijalankan oleh pemerintah namun seiring berjalannya waktu pembangunan perumahan mulai diambil alih oleh pihak swasta. Sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan penduduk di Indonesia maka prioritas kebutuhan perumahan berubah. Saat ini perumahan tidak hanya ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah namun juga masyarakat dengan penghasilan tinggi dengan fasilitas yang jauh lebih baik dengan harga yang jauh lebih tinggi. Perubahan prioritas ini mengakibatkan perumahan tidak hanya sebagai solusi mengatasi permasalahan tempat tinggal namun juga sebagai komoditas bisnis yang menggiurkan. Hal ini membuat semakin maraknya pembangunan perumahan di beberapa kota. Kemunculan developer baru dengan konsep perumahan yang baru membuat perumahan kini tidak lagi tempat tinggal semata namun juga sebagai penegas status dan kedudukan di tengah masyarakat.

Salah satu kota dengan tingkat pembangunan perumahan yang tinggi adalah Medan. Sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara dan salah satu kota besar di Indonesia membuat tingkat kepadatan penduduk dan arus urbanisasi cukup tinggi. Berdasarkan data per Januari 2013 jumlah penduduk kota Medan mencapai 2.983.868 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai seratus ribu jiwa per tahun2.Tingginya pertambahan jumlah penduduk tidak diikuti dengan pertumbuhan pembangunan perumahan yang memadai . Hal ini mengakibatkan banyaknya penduduk yang tidak memiliki rumah yang layak huni. Berdasarkan

1

Bambang Panudju. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah.2009.Bandung:P.T Alumni. Hal:3

2

(3)

data yang sudah berhasil dihimpun hingga saat ini, jumlah rumah yang tidak layak huni di Kota Medan mencapai angka 144.220 unit3. Angka yang cukup besar mengingat Medan dianggap sebagai salah satu kota metropolitan dengan tingkat pembangunan yang cukup tinggi.

Berdasarkan keterangan di atas dapat kita lihat masih banyak penduduk di kota Medan yang masih belum memiliki rumah yang layak untuk dihuni terutama mereka yang memiliki penghasilan menengah ke bawah. Menanggapi hal itu maka pemerintah mencoba mengambil solusi dengan mendirikan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Perumahan MBR ini sejatinya ditujukan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh dan kepemilikan rumah tidak layak huni bagi masyarakat kota Medan. Berdasarkan RPJMD Kota Medan tahun 2011-2015 terdapat 11 lokasi pembangunan perumahan MBR yang dilakukan oleh pemerintah melalui Perumnas dengan total unit 29.950. Selain itu pemerintah juga mengupayakan penyediaan lahan bagi pembangunan perumahan MBR di beberapa lokasi diantaranya Kelurahan Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan telah seluas 8 Ha untuk perumahan Nelayan sebanyak 1.300 Unit, kemudian di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan seluas 6 Ha, dan di Kelurahan Tanjung Mulia seluas 3 Ha.

Namun pada kenyataannya sampai saat ini pembangunan masih belum menemui titik terang dan masih menemui banyak kendala seperti pada pembangunan perumahan MBR bagi nelayan di Medan Labuhan misalnya masih

3

(4)

terkendala masalah pencemaran lingkungan4. Begitu juga pada pembangunan di tempat lain masih terkendala berbagai masalah teknis maupun non teknis. Berbagai permasalahan yang muncul dalam hal pembangunan memunculkan pandangan bahwa pemerintah masih belum bisa merencanakan pembangunan perumahan MBR dengan baik. Dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Perumahan dan Permukiman selaku perpanjangan tangan pemerintah kota Medan dalam hal mengurusi perencanaan pembangunan ini menjadi sorotan. Menilik pada permasalahan di atas sudah sepatutnya pemerintah mencari solusi di dalam perencanaan maupun kebijakan yang akan dikeluarkan untuk mendukung perencanaan tersebut.

Berdasarkan uraian yang muncul di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “ Perencanaan Pembangunan

Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Medan”.

4

(5)

I.2. Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perencanaan

pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kota Medan.

Untuk memfokuskan arah penelitian, maka dilakukan pembatasan. Perencanaan

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perencanaan dalam kebijakan

pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga

pelaksanaan perencanaan pembangunan perumahan bagi masyarakat

berpenghasilan rendah. Pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan rumah

layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah maupun fasilitas-fasilitas lain yang mendukung bagi terciptanya tempat tinggal yang layak huni bagi masyarakat

berpenghasilan rendah. Perumahan yang dimaksud adalah perumahan layak huni

bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang termasuk dalam RPJMD kota Medan

tahun 2011-2015 yang terdapat di 11 lokasi.

I.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas , maka

dalam penelitian ini perumusan masalahnya adalah “

1. Bagaimanakah proses penyusunan perencanaan pembangunan perumahan

bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kota Medan?

2. Siapa saja yang terlibat dalam proses penyusunan perencanaan

pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota

(6)

3. Bagaimanakah kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan

perencanaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan

rendah (MBR) di kota Medan?

I.4. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai

jalan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraannya.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan pembangunan perumahan

MBR di Kota Medan

2. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan perumahan MBR di Kota Medan

3. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam penyusunan perencanaan

pembangunan perumahan MBR di Kota Medan

I.5. Manfaat Penelitian

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah, dan menuangkannya dalam bentuk tulisan karya

ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu

Administrasi Negara.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau

sumbangan pemikiran bagi Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan

(7)

3. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan sebagai syarat

dalam menyelesaikan pendidikan strata satu Ilmu Administrasi Negara.

I.6. Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk

menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan

hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir

untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena

sosial yang menjadi objek penelitian. (Singarimbun, 1995:37)

Berdasarkan rumusan di atas maka penulis akan mencoba mengemukakan

teori, pendapat, dan gagasan yang akan dijadikan landasan berpikir di dalam

penelitian ini.

1.6.1 Perencanaan

Perencanaan menurut Conyers dan Hills didefinisikan sebagai suatu proses

yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan

berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu pada masa yang akan datang5. Berdasarkan definisi tersebut, ada empat

elemen dasar perencanaan yaitu, pilihan, alat pengalokasian sumber daya, alat

untuk mencapai tujuan dan berorientasi ke masa depan. Sedangkan menurut

Widjojo Nitisasto6, perencanaan pada dasarnya berkisar pada dua hal : pertama

adalah penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan konkrit yang hendak

dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki masyarakat

5

Arsad,Lincolin.Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.2002.Yogyakarta:BPFE.Hal 19

6

(8)

yang bersangkutan. Yang kedua adalah pilihan-pilihan diantara cara-cara alternatif

yang efisien serta regional guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Menurut Sondang.P.Siagian, perencanaan adalah keseluruhan proses

pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di

masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Sedangkan Riyadi menjelaskan unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian

perencanaan, yaitu7:

1. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta

2. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan

kegiatan yang akan dilakukan.

3. Adanya tujuan yang ingin dicapai

4. Bersifat memprediksi sabagai langkah untuk mengantisipasi

kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan.

5. Adanya kebijaksanaan sebagai suatu hasil keputusan yang harus

dilaksanakan.

Adapun fungsi-fungsi perencanaan antara lain:

1. Fungsi pengorganisasian, apa yang telah direncanakan harus diorganisir

dengan baik. Mengatur distribusi tugas, wewenang, dan sumber daya

dalam aktivitas pencapaian tujuan.

2. Fungsi kepemimpinan, diperlukan seseorang yang memimpin untuk

mengarahkan pelaksanaan tugasnya masing-masing dalam suatu

organisasi perencanaan pembangunan.

7

(9)

3. Fungsi kontrol, diperlukan untuk mengukur kesesuaian perencanaan

sebelumnya dengan pelaksanaannya.

Menurut Glasson ada empat jenis/tipe perencanaan, yaitu8: 1.Physical planning and Economic planning

Perbedaan ini didasarkan atas perbedaan isi perencanaan. Perencanaan fisik adalah perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah. Perencanaan ekonomi berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah memperbaiki tingkat kemakmuran.

2.Allocative and Innovative planning

Perencanaan berdasarkan visi perencanaan. Perencanaan alokatif berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun. Inti kegiatannya berupa koordinasi dan sinkronisasi. Perencanaan inovatif para perencana bersifat lebih bebas dalam menentukan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan.

3.Multi or Single Objective planning

Perencanaan bertujuan tunggal misalnya rencana pemerintah untuk membangun 100 unit rumah disuatu lokasi tertentu, perencanaan ini tidak mengaitkan pembangunan rumah dengan manfaat lain yang ditimbulkan. Sasaran merupakan suatu kesatuan yang utuh. Perencanaan bertujuan jamak memiliki beberapa tujuan sekaligus misalnya pelebaran dan peningkatan jalan bermanfaat perhubungan suatu daerah semakin lancar, dapat menarik berdirinya pemukiman baru dan mendorong tumbuhnya aktivitas pasar di daerah tersebut.

4.Indicative or Imperative planning

Perencanaan dalam hal ini dibedakan menurut ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari instansi pelaksana. Dalam konteks ini dapat diketahui bahwa perencanaan indikatif tujuan yang hendak dicapai dinyatakan hanya dalam bentuk indikator-indikator dalam artian tidak memberi batasan yang jelas dalam hal tolak ukurnya. Sementara itu perencanaan imperatif lebih terperinci, jelas dan tegas dalam pengaturan sasaran, prosedur/mekanisme, pelaksanaan, waktu dan lain sebagainya.

Sedangkan jenis-jenis perencanaan yang dikenal di Indonesia antara lain:

1.Top Down dan Bottom Up Planning

Top Down Planning merupakan salah satu jenis perencanaan yang

menitikberatkan pada tipe perencanaan yang terpusat. Artinya, proses

kegiatan perencanaan yang dilaksanakan dengan bersinergi pada rencana

8

(10)

strategis yang ada di atasnya dan merupakan manifestasi dari komitmen

pemerintah. Sedangkan Bottom Up Planning adalah perencanaan yang

memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat misalnya melalui

penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk mengetahui harapan

masyarakat atas masa depan pembangunan daerahnya. Dalam sistem

perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang bersifat top down

dan bottom up diwadahi dalam musyawarah perencanaan pembangunan.

Dalam hal ini perencanaan makro yang dirancang pemerintah pusat

disempurnakan dengan memperhatikan masukan dari semua stakeholders

dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan

lembaga-lembaga pemerintahan dalam menyusun rencana kerja.

2.Partisipatif Planning

Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja

sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua

pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model

perencanaan partisipatif ini, istilah “stakeholders” menjadi sangat meluas

dan akhirnya dianggap sebagai idiom. Perencanaan partisipatif merupakan

perencanaan yang melibatkan partisipasi seluruh stakeholders dalam

pengambilan keputusan perencanaan di semua tahapan perencanaan.

Partisipasi warga negara (private citizen) bertujuan untuk mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual

atau kolektif, teroganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara halus

(11)

Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, perencanaan,

dan pembuatan kebijakan sudah dijamin dalam konstitusi negara maupun

dalam peraturan perundang-undangan. Namun, dalam prakteknya, kualitas

partisipasi masyarakat masih jauh dari ideal. Beberapa masalah tentang

partisipasi, misalnya:

1) Masih rendahnya akses terhadap informasi publik

2) Rendahnya komitmen pemimpin dan partai politik tingkat lokal

3) Blockingdari kelompok elit lokal

4) Kemandirian organisasi warga

5) Proses partisipasi tanpa substansi

6) Apatisme masyarakat

7) Rendahnya keterlibatan kelompok perempuan

8) Kapasitas mengelola forum-forum musyawarah

1.6.2 Pembangunan

Pembangunan diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan

perubahan sosial. Pembangunan adalah sebuah proses perbaikan yang

berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan

menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Disamping itu pembangunan itu sendiri

adalah sebagai usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan, perubahan secara sadar

oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka

pembinaan bangsa. Jadi pada hakekatnya pembangunan ini harus mencerminkan

perubahan suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan

(12)

kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju

suatu kondisi kehidupan yang lebih baik.

Menurut Todaro9, pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat,

lembaga-lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan

kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Dengan demikian pembangunan

idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan

masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi

dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas

komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi. Dari definisi tersebut Todaro

memberikan beberapa implikasi bahwa:

1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi

juga pemerataan.

2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti

peningkatan:

a. Life Sustenance :Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

b. Self-Esteem : Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang

memiliki harga diri, bernilai dan tidak diisap orang lain.

c. Freedom From Servitude : Kemampuan untuk melakukan berbagai

pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.

Konsep dasar tersebut telah melahirkan beberapa arti pembangunan , yaitu:

1. Capacity, hal ini menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau

produktivitas.

9

(13)

2. Equity, hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai

lapisan masyarakat dan daerah.

3. Empowerment, hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat

menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.

4. Suistanable, hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian

pembangunan.

Bryan dan White mencoba menegaskan bahwa pembangunan mengandung

beberapa implikasi yaitu10, Pertama, pembangunan berarti membangkitkan

kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok. Kedua,

pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan sistem

nilai dan kesejahteraan. Ketiga, pembangunan berarti menaruh kepercayaan

kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan

yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang

sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan. Keempat,

pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara

mandiri. Kelima, pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang

satu terhadap negara yang lain dengan menciptakan hubungan saling

menguntungkan dan saling menghormati.

Sedangkan menurut Gantz11, esensi dari pembangunan ternyata tidak hanya

dapat dilihat dari sisi pengertian dan definisi akan tetapi dapat juga dilihat dari

segi tujuan pembangunan tersebut. Dalam hal ini Gantz menyebutkan tujuan

pembangunan ada dua tahap. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan

10

Bryan C and White.Managing Development in The Third World.1982.Colorado:West View Press.Hal 15

11

(14)

bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai

dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan

kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala

kebutuhannya.

1.6.3 Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan menurut Kuncoro adalah perencanaan yang

bertujuan untuk memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang

tersedia dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai

sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab demi kepentingan

pembangunan masyarakat secara menyeluruh.

Sedangkan menurut Ginandjar Kartasasmita12 perencanaan pembangunan

merupakan tugas pokok dalam administrasi atau manajemen pembangunan.

Perencanaan diperlukan karena kebutuhan pembangunan lebih besar daripada

sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan

pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal

dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi

yang ada.

Menurut pendapat T. Hani Handoko ada dua alasan perlunya perencanaan di

dalam pembangunan, yaitu:

1. Perencanaan dilakukan untuk mencapai “protective benefits” yang

dihasilkan dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam

pembuatan keputusan.

12

(15)

2. Perencanaan dilakukan untuk mencapai “positive benefits” dalam bentuk

meningkatnya sukses pencapaian tujuan organisasi.

Dari pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya

perencanaan dilakukan untuk melindungi kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan peluang keberhasilan suatu

organisasi dalam mencapai tujuannya.

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo terdapat beberapa ciri-ciri sebuah

perencanaan pembangunan secara umum yaitu13:

1. Merupakan suatu usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk

mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap.

2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pedapatan

per kapita.

3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi.

4. Usaha perluasan kesempatan kerja.

5. Usaha pemerataan pembangunan (distributive justice). Pemerataan ini

ditujukan kepada pemerataan pendapat antara golongan-golongan dalam

masyarakat dan pemerataan pembangunan antara daerah-daerah dalam

negara.

6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih

menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.

7. Usaha untuk mengupayakan kemampuan membangun secara bertahap

lebih didasarkan kepada kemampuan nasional.

8. Usaha secara berkelanjutan dalam menjaga stabilitas ekonomi.

13

(16)

Sedangkan unsur-unsur pokok yang menjadi komponen perencanaan

pembangunan adalah:

1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan, yang

sering disebut tujuan, arah dan prioritas pembangunan.

2. Adanya kerangka rencana yang menunjukan hubungan

variabel-variabel pembangunan dan implikasinya.

3. Perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama pembiayaan.

4. Adanya kebijaksanaan yang konsisten dan serasi.

5. Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral

6. Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan.

Menurut Kunarto14 proses penyusunan perencanaan pembangunan

dikelompokkan ke dalam dua sistem yaitu perencanaan dari atas ke bawah (top

down planning) dan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning).

Perencanaan dari atas ke bawah diartikan perencanaan yang dibuat oleh

pemerintah pusat atau sasaran-sasarannya ditetapkan dari tingkat nasional dalam

tingkat makro. Sedangkan perencanaan dari bawah ke atas diartikan perencanaan

yang dibuat oleh pemerintah daerah /departemen atau perencanaan dalam tingkat

mikro/proyek. Setiap perencanaan pembangunan pada dasarnya harus

mengandung unsur-unsur pokok tertentu yang dijadikan acuan pembangunan,

dengan adanya unsur-unsur pokok tersebut akan lebih memfokuskan arah, tujuan,

dan keefektifan dalam pencapaian hasil akhir sebuah perencanaan pembangunan.

14

(17)

1.6.4 Perumahan

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Pemukiman yang dimaksud dengan perumahan adalahkumpulan rumah sebagai

bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi

dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan

rumah yang layak huni. Terdapat beberapa unsur pokok yang terkait erat dengan

perumahan, antara lain15:

1. Adanya tempat hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia

sebagai individu dalam lingkungan terkecil.

2. Tempat hunian yang berfungsi lebih luas yang memperlihatkan adanya

kaitan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya.

3. Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia sebagai individu

atau masyarakat menjalankan kehidupan dan penghidupannya.

4. Adanya unsur pembatasan yang terkait dengan tingkah laku manusia

sebagai individu dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan

penghidupannya.

Keempat unsur pokok di atas menunjukkan perumahan dalam menciptakan

ruang dan kehidupan senantiasa memerlukan keseimbangan keserasian dan sinergi

antar fungsi sebagai unsur sumber daya lainnya. Adapun unsur pembatasan dalam

perumahan di dasarkan pada pertimbangan:

1. Pelestarian fungsi utamanya sebagai lingkungan hunian yang

memberikan perlindungan dan keamanan terhadap keberadaan manusia

sebagai makhluk sosial dan berbudaya.

15

(18)

2. Pemeliharaan keseimbangan antara fungsi hunian dengan fungsi lain

konservasi, budidaya dan lainnya.

Berdasarkan pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

perumahan dan Permukiman, menyebutkan bahwa penataan perumahan

berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,

kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan dan kelestarian lingkungan hidup.

Menyimak ketentuan tersebut, maka perumahan di masa depan harus menjadi

bagian iklim kehidupan yang sehat secara lingkungan, ekonomi, sosio-budaya dan

politik, yang dapat menjadi sasaran pembinaan generasi muda, dan menjamin

berlanjutnya peningkatan kualitas kehidupan bagi semua orang.

1.6.5 Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman Pasal 1 angka 24 yang dimaksud dengan Masyarakat

Berpenghasilan Rendah adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya

beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.

Berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah dan Pemerintah daerah perlu

memberikan kemudahan perolehan rumah melalui program perencanaan

pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan

pembiayaan, dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di

(19)

I.7. Definisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995:37), konsep adalah istilah dan definisi yang

digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan,

kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial . Berdasarkan

pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan definisi konsep sebagai berikut

1. Perencanaan pembangunan adalah perencanaan yang bertujuan untuk

memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang tersedia dan

untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai

sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan

masyarakat secara menyeluruh.

2. Perumahan adalah sekelompok rumah yang berfungsi baik sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian maupun menyelenggarakan kegiatan

bermasyarakat dalam lingkungan terbatas yang dilengkapi dengan prasarana

dan sarana lingkungan.

3. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah masyarakat yang

mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan

pemerintah untuk memperoleh rumah.

4. Perencanaan Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan

Rendah adalah perencanaan yang bertujuan untuk mendirikan tempat tinggal

atau lingkungan hunian yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan

(20)

1.8 Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

teori, hipotesis, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

Bab II : Metode Penelitian

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian,

populasi, dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data,

dan teknik analisa data.

Bab III: Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik

lokasi penelitian.

Bab IV: Penyajian Data

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari

lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisa, serta

memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang

disajikan pada bab sebelumnya.

Bab V : Analisa Data

Bab ini berisi analisa dari hasil dilapangan dan

dokumentasi.

Bab VI: Penutup

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung pada pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri Keagamaan dan Life Skill untuk meningkatkan kemandirian peserta didik

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan karakteristik wanita PUS yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, paritas, dukungan suami, pengetahuan

= 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan suami dengan minat akseptor KB menggunakan Implant di wilayah kerja Puskesmas Peusangan Seulatan

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsumsi jus bayam air jeruk nipis terhadap kadar hemoglobin remaja putri dengan anemia di PP.Darul Muttaqin

Berdasarkan hasil penelitian tentangefektivitas konsumsi tablet Fe selama menstruasi terhadap peningkatan kadar haemoglobin pada siswi SMAN 3 Palu, maka perlu

Hasil penelitian didapatkan data kejadian insomnia sebelum dilakukan terapi musik keroncong terdapat semua lanjut usia berjumlah 14 responden (100%)

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah. Mendiskripsikan perencanaan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD dan Snowball Drilling berbasis