• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Window Level Dan Window Width Pada Lung Window Dan Mediastinum Window Pada Kualitas Citra CT-Scan Thorax

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Window Level Dan Window Width Pada Lung Window Dan Mediastinum Window Pada Kualitas Citra CT-Scan Thorax"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CT SCANNER

(2)

2.2 Dasar-dasar Dan Komponen Computed Tomography (CT) Scan.

Bebarapa Generasi CT-Scan Sebagai Berikut: 1. Scanner Generasi Pertama

Prinsip scanner generasi pertama, menggunakan pancaran sinar-X model pensil yang diterima oleh satu detektor. Waktu yang dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung dan detektor sebesar 180 derajat. Scanner ini hanya mampu digunakan untuk pemeriksaan kepala saja (Bontrager, 2010).

2. Scanner Generasi Kedua

Scanner generasi ini mengalami perkembangan besar dan memberikan

pancaran sinar-X model kipas dengan menaikkan jumlah detektor sebanyak lebih dari 30 buah. Dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40 slice (Bontrager, 2010).

3. Scanner Generasi Ketiga

Scanner generasi ketiga ini, dengan kenaikan 960 detektor yang meliputi

bagian tepi, berhadapan dengan tabung sinar-X yang saling rotasi memutari pasien dengan membentuk lingkaran 360º secara sempurna untuk menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu scanning pada scanner generasi ketiga ini berkurang sangat signifikan jika dibandingkan dengan scanner generasi pertama dan kedua (Bontrager, 2010).

4. Scanner Generasi Keempat

Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor atau lebih. Saat pemeriksaan

berlangsung, X-ray tube mampu berputar 360 derajat mengelilingi pasien yang diam (Bontrager, 2010).

5. Scanner Generasi Kelima (Electron Beam Technique)

(3)

energy sinar-x. Sinar-x akan keluar melewati kolimator yang membentuknya menjadi pancaran fan beam. Kemudian sinar-x akan mengenai obyek dan hasil atenuasinya akan mengenai solid state detector dan selanjutnya prosesnya sama dengan prinsip kerja CT Scan yang lain. Perbedaannya hanya pada pembangkit sinar-x nya bukan menggunakan tabung sinar-x tetapi menggunakan electron gun.

6. Scanner Generasi Keenam (Spiral / Helical CT)

Akuisisi data dilakukan dengan meja bergerak sementara tabung sinar-x berputar, sehingga gerakan tabung sinar-x membentuk pola spiral terhadap pasien ketika dilakukan akuisisi data.Pola spiral ini diterapkan pada konfigurasi rancangan CT generasi ketiga dan keempat.

Pengembangan dari generasi III dan IV X-ray : wide fan beam

Gerakan : stationary-rotate system scanning (spiral CT) Detektor : multi detector (424-2400) slip ring detector Rotasi : 360 derajat

Waktu : <10 detik / scan slice

App : whole body scanner (multi slice, 3D, 4D)

7. Scanner Generasi Ketujuh (Multi Array Detector CT / Multi Slice CT) Dengan menggunakan multi array detector, maka apabila kolimator dibuka lebih lebar maka akan dapat diperoleh data proyeksi lebih banyak dan juga diperoleh irisan yang lebih tebal sehingga penggunaan energy sinar-x menjadi lebih efisien.

8. Scanner Generasi Kedelapan (Dual Source CT)

Dual Source CT (DSCT) menggunakan dua buah tabung sinar-x dan

(4)

Dari perkembangan teknologi CT Scan dapat diperoleh indicator perkembangannya sebagai berikut :

 Makin compact / ringkas komponennya  Makin cepat scanning time nya

 Makin halus resolusinya  Makin banyak slice nya

2.2.1 Komponen Dasar CT Scan.

CT Scan memiliki komponen utama yaitu : Komputer, gantry dan

meja pemeriksaan (couch), serta operator konsul. Gantry dan couch berada di dalam ruang pemeriksaan sedangkan komputer dan operator konsul diletakkan terpisah dalam ruang kontrol.

1. Komputer

Komputer menyediakan link diantara radiografer dengan komponen lain dari sistem imejing. Komputer dalam CT Scan mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : sebagai kontrol akuisisi data, rekonstruksi gambar, penyimpanan data gambar, dan menampilkan gambar scanning.

2. Gantry dan meja pemeriksaan (couch)

Gantry adalah perangkat CT yang melingkar sebagai rumah dari tabung

sinar-x, Data Acquisition System (DAS), dan detector array. Unit CT terbaru juga memuat continuous slip ring dan generator bertegangan tinggi di dalam gantry. Struktur pada gantry mengumpulkan pengukuran atenuasi yang diperlukan untuk dikirim kekomputer untuk rekonstruksi citra. Gantry bisa disudutkan kedepan dan kebelakang hingga 300 untuk menyesuaikan bagian tubuh. Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien, biasanya terhubung otomatis dengan komputer dan gantry. Meja ini terbuat dari kayu atau fiber karbon yang dapat digunakan untuk mendukung pemeriksaan tetapi tidak menimbulkan artefak pada gambar scanning.Kebanyakan dari meja pemeriksaan dapat diprogram untuk bergerak keluar dan masuk gantry, tergantung pada pasien dan protokol pemeriksaan yang digunakan.

(5)

3. Tabung sinar-X

Berdasarkan strukturnya, tabung X sangat mirip dengan tabung sinar-X konvensional tetapi perbedaanya terletak pada kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.

2.3. Prinsip Kerja

Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi, informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih (overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.

(6)

Gambar 2.1. Prinsip Kerja CT Scanner (Bushberg 2003).

(7)

diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan suatu metode yang disebut sebagai rekonstruksi.

2.4 Sistem CT Scanner

Peralatan CT Scanner terdiri atas tiga bagian yaitu sistem pemroses citra, sistem komputer, dan sistem kontrol.

(8)

2.5 System console

Konsul tersedia dalam berbagai variasi. Model yang lama masih menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT Scan sendiri dan untuk perekaman dan pencetakan gambar. Bagian dari sistem konsul ini yaitu :

1. Sistem Kontrol

Pada bagian ini petugas dapat mengontrol parameter-parameter yang berhubungan dengan beroperasinya CT Scan seperti pengaturan tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), waktu scanning, ketebalan irisan (slice thickness), dan

lain-lain. Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan fungsi tertentu pada komputer.

2. Sistem Pencetakan Gambar

Setelah gambaran CT Scan diperoleh, gambaran tersebut dipindahkan ke dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan menggunakan kamera multiformat. Cara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dan memindahkannya ke dalam film. Tampilan gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung ukuran filmnya (biasanya 8 x 10 inchi atau 14 x 17 inchi).

3. Sistem Perekaman Gambar

Merupakan bagian penting yang lain dari CT Scan. Data-data pasien yang telah ada, disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan cepat.

4. Display Monitor

Berguna untuk menampilkan data gambar CT scan pada layar monitor. Untuk citra CT scan agar bisa ditampilkan pada layar monitor Cathode Ray Tube (CRT) harus dalam bentuk yang dapat dikenali komputer, data CT digital harus dikonversikan menjadi gambar gray-scale. Data digital gambar CT dapat dimanipulasi untuk memperkuat tampilan gambar.

5. Multiplanar Reconstruction (MPR)

(9)

dengan menumpuk beberapa gambar axial yang berdekatan membuat data volume. Karena nomor CT dari data gambar dalam volume sudah diketahui, potongan gambar dapat dihasilkan dalam berbagai bidang yang diinginkan dengan memilih bidang tertentu pada suatu data.

2.6 Parameter CT Scan

Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas sinar-X yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap detektor, dan dilakukan pengolahan dalam komputer. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal.Adapun beberapa parameter dalam CT-Scan Sebagai

Berikut :

a. Slice Thickness

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang

diperiksa. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Jika ketebalan irisan semakin tinggi, maka gambaran akan cenderung terjadi artefak, dan jika ketebalan irisan semakin tipis, maka gambaran cenderung akan menjadi noise.

(10)

precollimator. Lebar dari precollimator menggambarkan ketebalan irisan/ slice thickness (z axis resolusi atau spatial resolusi) dan pengaruh volume coveage terhadap kecepatan kinerja,(Seeram, 2001).

Slice thickness yang tebal akan menghasilkan contrast resolusi yang baik (SNR baik), tetapi spatial resolution pada slice thickness yang tebal akan tereduksi. Bentuk slice sensitivity profile untuk singel detektor merupakan konsekwensi dari : terbatasnya lebar dari focal spot, penumbra dari kolimator, faktor gambaran komputer dari jumlah sudut projeksi yang melingkari pasien. Pada helical scan meliliki slice sensitivity profile sedilit lebih luas untuk translasi pasien selama scanning (Bushberg, 2003).

Pada CT multislice, slice thickness dari irisan yang ditentukan oleh beam with (BW), picth dan faktor yang lain seperti bentuk dan lebar dari filter rekonstruksi pada poros-z. Beam with (BW) masih didefinisikan pada poros-z pada pusat rotasi tapi pada multislice digunakan untuk empat baris detektor array. Lebar beam with digunakan untuk empat irisan dan ditentukan oleh precollimator (Seeram, 2001).

b. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness.

Sebagai contoh untuk CT Scan kepala, range yang digunakan adalah dua. Range pertama lebih tipis dari range kedua. Range pertama meliputi irisan dari basis cranii hingga pars petrosum dan range kedua dari pars petrosum hingga verteks. Pemanfaatan dari range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

c. Volume Investigasi

Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa.

Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang akan diiris semakin besar.

d. Faktor Eksposi

(11)

quality tergantung pada produksi sinar-X yang berarti pula dipengaruhi oleh mili ampere (mA), waktu (s) dan tegangan tabung (kV). Salah satu usaha dalam pengendalian Image noise pada gambaran CT Scan adalah dengan melakukan pemilihan kV yang tepat pada saat scanning dengan harapan dapat memberikan kualitas hasil yang optimum dalam rangka menegakkan diagnosis.

Menurut Sharma (2006) pemilihan kV mengacu pada efektivitas energi yaitu 80 kV, 110 kV dan 130 kV. Pemilihan tegangan yang tinggi antara rentang 80–140 kV direkomendasikan untuk menghasilkan resolusi yang tinggi. Efek yang ditimbuslkan dari pemilihan kV telah diteliti untuk pesawat CT Scan Siemes Emotion, di mana penurunan kV diikuti dengan peningkatan fluktuasi CT number (noise). Penelitian tersebut sebagai dasar estimasi efek dari variasi perbedaan penggunaan voltage( kV) pada pesawat CT Scan Siemes Emotion (Brindha, Subramanian dkk, 2006). Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dalam buku petunjuk Equitment Specification Detail untuk pesawat Siemen Emotion, parameter untuk tegangan tabung sinar-X yang tersedia adalah 80 kV, 110 kV dan 130 kV dengan mA : 20-240, Daya maksimal 40 kW. Homogenitas CT number air pada 110 kV dan 130 kV kurang dari 1 HU.

e. Field of View (FOV)

Field of view (FOV) adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan

direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-50 cm. Field of view (FOV) kecil, antara 100 mm sampai dengan 200 mm akan

meningkatkan resolusi sehingga detail gambar dan batas objek akan tampak jelas. Field of View (FOV) kecil akan menyebabkan noise meningkat. Field of View

(12)

f. Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry

(tabung sinar-X dengan detektor). Gantry tilt dapat disudutkan ke depan dan ke belakang sebesar 300. Gantry tilt bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi, dan menentukan sudut irisan dari objek yang akan diperiksa. Di samping itu, bertujuan untuk mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif seperti mata .

g. Window Width

Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang dikonversi

menjadi gray level untuk ditampilkan dalam TV monitor dengan satuan HU (Hounsfield Unit). Menurut Amarudin (2007), window width yang sempit akan menghasilkan image yang memiliki kontras yang tinggi, tetapi struktur di luar window tidak terepresentasikan bahkan terabaikan. Sementara bila mengunakan

window yang luas, perbedaan kepadatan yang kecil akan terlihat homogen dan

data akan termasking (tertutup/ tersembunyi). Amarudin merkomendasikan teknik doubel window yaitu teknik untuk mendisplaykan dua tipe jaringan yang perbedaan kepadatannya sangat besar (paru dan usus halus). Teknik ini baik untuk diagnosis (Amarudin 2007). Secara umum, dapat terlihat perubahan kontras pada citra CT scan dengan merubah WW. Pada saat WW tinggi (wide WW), pada paru-paru, jaringan hati dan tulang pelvis memiliki kesamaan tingkatan keabu-abuan (bottom of diagram). Dengan narrow WW, terdapat ketajaman kontras kehitaman pada daerah paru, putih pada tulang dan jaringan hati menunjukkan keabu-abuan. Sehingga, kontras citra CT scan dapat diatur dengan medium WW (middle of diagram) Menurut Berland (1987).

h. Window Level

Window level (WL) adalah nilai tengah CT number pada window width

(13)

akan terlihat lebih hitam. Sehingga, pengaturan WL pada (middle CT number) struktur pelvis, paru-paru dan hati akan terlihat optimal.

Pengaruh pengaturan WL (WW tetap) Pada saat WL naik dari +50 menjadi +200, perubahan gambar dari putih menjadi hitam. Nilai WL dengan CT number tinggi (putih), semakin tinggi nilai CT number mengakibatkan gambaran terliaht hitam Menurut (Berland 1987).

2.7 Proses pembentukan gambar pada CT Scan

Pembentukan gambar oleh CT Scanner terdiri atas tiga tahap, yaitu : akuisisi data; rekonstruksi citra; dan tampilan gambar, manipulasi, penyimpanan, perekaman dan komunikasi (Seeram, 2001).

2.7.1 Akuisisi Data

Akusisi data berarti kumpulan hasil penghitungan transmisi sinar-X setelah melalui tubuh pasien. Sekali sinar-X menembus pasien, berkas tersebut diterima oleh detektor khusus yang menghitung nilai transmisi atau nilai atenuasi (penyerapan).

Penghitungan transmisi yang cukup atau data harus terekam sebagai syarat proses rekonstruksi. Pada skema kumpulan data yang pertama kali tabung sinar-X dan detektor bergerak pada garis lurus atau translasi melewati kepala pasien, mengumpulkan hasil penghitungan transmisi selama pergerakan dari kiri ke kanan. Lalu sinar-X berotasi 1 derajat dan mulai lagi melewati kepala pasien, kali ini dari kanan ke kiri. Proses gerak translasi-rotasi-stop-rotasi ini dinamakan scanning yang berulang 180 kali.

(14)

Pemrosesan data pada CT scan terjadi seperti diterangkan pada gambar dibawah ini, yaitu suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Collimator dan Detektor (Jejak Radiologi Computed Tomografi (CT).html)

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses berikut :

Gambar 2.3. Proses pembentukan citra (www.Jejak Radiologi Computed Tomografi (CT).html)

(15)

Sistem akusisi data terdiri atas sistem pengkondisi sinyal dan interfacae (antarmuka ) analog ke komputer. Metode back projection banyak digunakan dalam bidang kedokteran. Metode ini menggunakan pembagian pixel-pixel yang kecil dari suatu irisan melintang. Pixel didasarkan pada nilai absorbsi linier. Kemudian pixel-pixel ini disusun menjadi sebuah profil dan terbentuklah sebuah matrik. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan saling menambah antar elemen matrik. Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan dalam bentuk matematik yaitu transformasi Fourier. Dengan menggunakan konvolusi dan transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi

dan dikoreksi sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik.

2.7.2 Rekonstruksi Citra

Setelah detektor mendapatkan penghitungan transmisi yang cukup, data dikirim ke komputer untuk proses selanjutnya. Komputer menggunakan teknik matematika khusus untuk merekonstruksi gambar CT pada beberapa tahap yang dinamakan rekonstruksi algoritma. Sebagai contoh, rekonstruksi algoritma yang dipakai oleh Hounsfield dalam mengembangkan CT Scan pertama dikenal dengan algebraic reconstruction technique.

Suatu komputer berperan sentral dalam proses pembentukan gambar CT. Secara umum, terdiri atas komputer mini dan mikroprosesor yang terkait dalam melakukan fungsi-fungsi tertentu. Pada beberapa CT Scan, detektor mampu melakukan perhitungan yang sangat cepat dan mikroprosesor khusus melakukan operasi pemrosesan gambar (Seeram, 2001). Beberap jenis rekontruksi seperti:

1. Rekontruksi Matriks

(16)

matriks yang dipakai, maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan (Radiologi Indonesia, 2009).

2. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Ada 3 rekonstruksi dasar algoritma yang digunakan pada CT Thorax, cervikal dan tulang belakang.

1. Algoritma standar

Standar algoritma menyediakan resolusi kontras yang baik dan oleh sebab itu algoritma ini menjadi pilihan untuk pemeriksaan brain. Selain itu juga berguna untuk soft tissue pada Thorax (Seeram, 2001).

2. Bone algoritma

Bone algoritma membantu meningkatkan spatial resolusi tetapi menghasilkan resolusi kontras yang buruk. Akibatnya, jenis algoritma ini hanya digunakan pada area dengan densitas jaringan yang tinggi seperti Sinus paranasal atau tulang temporal (Seeram, 2001)

3. Detail algoritma

Detail algoritma memberikan cukup resolusi kontras dengan batas tepi yang baik. Oleh karena itu dapat digunakan untuk memperoleh definisi yang lebih baik antar jaringan soft tissue (Seeram, 2001).

2.7.3 Tampilan Gambar, Manipulasi, Penyimpanan, Perekaman dan Komunikasi.

Setelah komputer melakukan proses rekonstruksi gambar, hasil gambar tersebut bisa ditampilkan dan disimpan untuk nantinya dianalisis ulang. Monitor bersatu dengan konsul kontrol yang memungkinkan radiografer (operator konsul) dan radiologis (physician konsul) memanipulasi, menyimpan dan merekam gambar.

(17)

Gambar bisa direkam dan selanjutnya disimpan dalam beberapa format data. Biasanya dalam bentuk film sinar-X karena memiliki rentang gray scale yang lebar dibanding film biasa. Gambar CT dapat disimpan dalam pita magnetik dan cakram magnetik. Pada penyimpanan optik, data yang terekam dibaca oleh sinar laser (Seeram, 2001). Menurut Berland (1987), pengaturan WL dan WW CT scan secara umum adalah sebagai berikut :

1. Wide windows (400 – 2000 HU) digunakan pada pemeriksaan jaringan yang memiliki perbedaan atenuasi gambar yang tinggi. Sebagai contoh, scanning tubuh yang biasanya digunakan adalah 350 – 600 HU yang meliputi nilai atenuasi lemak, cairan dan otot. Paru-paru dan tulang menggunakan 1000 – 2000 HU yang termasuk didalamnya terdapat udara dan pembuluh darah pada paru-paru, cortex dan sumsum tulang.

2. Narrow windows (50 – 350 HU) digunakan untuk mengetahui jaringan dengan struktur perbedaan nilai densitas. Sebagai contoh, otak dapat ditunjukkan dengan mengatur 80 -150 HU untuk mengetahui perbedaan nilai keabu-abuan. Gambaran hati dengan mengatur 100 – 250 HU untuk melihat metastase. Pengaruh dari pengaturan wide dan narrow windows.

3. Tingkatan pengaturan harus dicari nilai tengah yang dekat dengan nilai atenuasi jaringan. Sebagai contoh, atenuasi scanning tubuh dapat diatur pada level 0 – 60 HU karena lemak memiliki nilai atenuasi –60 sampai –100 HU, nilai atenuasi otot dan organ tubuh yang lain adalah 60 – 150 HU dengan kontras intra vena. Paru-paru menunjukkan –600 HU sampai –750 HU.

2.8 Kualitas Gambar Pada CT Scan

(18)

harus diubah dalam bentuk citra digital. Misalnya organ thorax yang dipindai dengan CT Scan. Kegiatan untuk mengubah informasi citra fisik non digital menjadi digital disebut sebagai pencitraan atau (imaging). ( Balza, 2005 )Citra CT Scan adalah tampilan digital dari crossectional tubuh dan berupa matriks yang terdiri dari pixel-pixel ( Greenfield, 1984 ) atau tersusun dari nilai pixel yang berlainan ( Bushong, 1987 ). Komponen yang mempengaruhi kualitas gambar CT-Scan adalah spatial resolution, kontras resolution, noise dan artefak ( Seram, 2001).

a. Spatial resolusi

Resolusi Spatial adalah kemampuan untuk dapat membedakan obyek yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang yang sama. Dipengaruhi oleh factor geometri, rekontruksi alogaritma, ukuran matriks, magnifikasi, dan FOV.( Seeram,2001 ). Resolusi spasial atau High Contras Resolusi adalah kemampuan untuk dapat membedakan objek yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda. Menurut Seeram (2001) dan Bushberg (2003) resolusi spasial dipengaruhi oleh : faktor geometri, rekonstruksi algoritma/filter kernel, ukuran matriks, pembesaran gambar (magnifikasi), Focal Spot, Detektor.

b. Kontras resolusi

Menurut Seeram (2001) dan Bushberg (2003) kontras resolusi adalah kemampuan untuk membedakan atau menampakan obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil dan dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice thicknees, FOV dan filter kernel (rekonstruksi algorithma).

c. Noise

(19)

(Bushberg,2003).Menurut Reddinger (1998) faktor yang menyebabkan noise adalah :

1. Faktor eksposi : mAs, kV, semakin besar faktor eksposi akan menurunkan noise.Salah satu parameter yang mempengaruhi CT number adalah pemilihan tegangan tabung sinar-X/kV (Qamhiyeh, 2007). Pengaturan tegangan sinar-X menentukan jumlah energi foton sinar-X. CT number akan mengalami kenaikan seiring dengan penurunan tegangan tabung sinar-X. Hal ini akan berpengaruh pada image quality dan level of noise (Qamhiyeh, 2007). Penelitian menggunakan variasi kV dianggap perlu semenjak kalibrasi air dan udara pada pesawat CT Scan Somatom Emotion terpelihara dengan cara mengubah tegangan tabung sinar-X. Estimasi tegangan tabung yang memiliki energi tinggi dan memiliki efektifitas energi adalah 80 kV, 110 kV dan 130 Kv.

2. Ukuran pixel, dipengaruhi oleh Field of view(FOV) dan ukuran matriks. Semakin besar ukuran pixel, noise semakin berkurang, akan tetapi resolusi spatial menurun.

3. Slice thickness, semakin besar slice thickness noise akan berkurang. 4. Algoritma, penambahan prosedur algoritma sesuai kebutuhan dapat

meningkatkan image noise, peningkatan image noise dapat menurunkan resolusi kontras.

Keterangan:

a. Jika ukuran pixel semakin lebar, maka noise dalam resolusi spasial akan semakin menurun.

b. Jika slice thickness semakin meningkat, maka noise dan resolusi spasial akan semakin menurun.

c. Jika energi (kV) meningkat, maka dosis radiasi yang diterima meningkat tapi noise semakin menurun.

d. Artefak

(20)

antara rekonstruksi CT Number dalam gambar dengan koefisien atenuasi yang sesungguhnya dari obyek yang diperiksa (Seeram,2001).

2.9 CT Number

Untuk memperjelas suatu struktur yang satu dengan struktur yang lainnya yang mempunyai nilai perbedaan koefisien atenuasi kurang dari 10% maka dapat digunakan window width untuk memperoleh rentang yang lebih luas. CT number (CTN) dan merupakan salah satu parameter dalam penilaian kualitas gambar CT Scan. Semakin rendah index image noise, maka kualitas gambar yang dihasilkan pada CT Scan akan semakin baik. Semakin tinggi index image noise maka dapat dikatakan bahwa kualitas gambar CT Scan akan semakin menurun, nilai noise yang terlalu besar akan menimbulkan artefak yang dapat mengganggu resolusi kontras dari gambaran CT Scan yang akhirnya akan mempengaruhi hasil diagnosis. Noise pada gambaran CT Scan bisa diketahui dengan uji cross field uniformity CT number. Uniformity CT number dapat diartikan sebagai nilai

keseragaman CT number air pada sebuah image noise. Pengukuran noise dilakukan dengan melakukan scanning pada pantom air berdiameter 20 cm, kemudian dilakukan ROI pada daerah tepi dan pusat. Hasil mean CT number yang diharapkan pada tiap ROI uniform/seragam . Menurut American College of Radiology kriteria penerimaan mean CT number water (air) masih terjaga jika nilai tersebut masih dalam standar dengan nilai dibawah 0±5 HU. Di atas rentang tersebut dapat menimbulkan noise dan artefak.

(21)

Citra yang dihasilkan oleh CT scan secara matematis dapat dipandang sebagai peta distribusi spasial parameter fisis f(x,y) dalam bidang dua dimensi tampang lintang obyek, tegak lurus sumbu z. Parameter fisis ini, yang besarnya dinyatakan dengan angka-angka, ditampilkan pada perangkat display dalam representasi warna, biasanya dalam derajat keabuan (grayscale) sehingga peta ini tampak sebagai gambar hitam putih di layar monitor. Bagian gambar yang memiliki warna paling gelap atau derajat keabuan paling tinggi merepresentasikan nilai parameter fisis yang kecil, sebaliknya bagian gambar yang paling terang atau derajat keabuan paling kecil merepresentasikan nilai parameter fisis yang besar. Parameter fisis yang ditampilkan ini bersesuaian dengan besaran fisis yang disebut koefisien atenuasi linear (linear attenuation coefficient) dan diberi lambang mu. Besarnya mu ditentukan oleh jenis bahan yang merujuk pada nomor atom (Z) dan energi radiasi (E). Jumlah intensitas radiasi terusan, selain ditentukan oleh tebal bahan, juga ditentukan oleh harga mu ini.

Tabel Tabel 2.1 (Bontrager, 2010).

Nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya pada layar monitor. Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

(22)

Dasar dari pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain dengan nilai yang berbeda-beda pula tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan demikian, penampakan tulang dalam layar monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras (Bontrager, 2010).

Secara umum, dapat terlihat perubahan kontras pada citra CT scan dengan merubah WW. Pada saat WW tinggi (wide WW), pada paru-paru, jaringan hati dan tulang pelvis memiliki kesamaan tingkatan keabu-abuan (bottom of diagram). Dengan narrow WW, terdapat ketajaman kontras kehitaman pada daerah paru, putih pada tulang dan jaringan hati menunjukkan keabu-abuan. Sehingga, kontras citra CT scan dapat diatur dengan medium WW (middle of diagram) Menurut Berland (1987).

Nilai intensitas setiap jaringan yang diperoleh berbeda karena perbedaan kerapatan jaringan. Perbedaan kontras antara dua objek dalam deteksi signal dalam dua kasus akibat perbedaan atenuasi sinar –x yang melalui objek tersebut.

Gambar 2.4 Perbedaan kontras antara dua objek (Bryan ,2010)

(23)

2.10 Interaksi Radiasi dengan Materi

Gambar 2.5 Interaksi Radiasi dengan Materi (www.infonuklir.com)

Proses interaksi radiasi dengan materi terjadi tiga kemungkinan,yaitu radiasi akan dibelokkan, diserap (berinteraksi) atau diteruskan.Kemungkinan yang terjadi ketika materi dikenai radiasi, yaitu ionisasi, eksitasi dan brehmstrahlung. Ketika menumbuk suatu materi, radiasi alpha yang memiliki massa dan muatan yang relatif besar cenderung melakukan proses ionisasi, sedangkan radiasi partikel yang lebih kecil seperti beta, elektron, atau proton dapat melakukan ketiganya.

(24)

menjadi elektron bebas yang tidak memiliki energi kinetik dan bebas bergerak secara random (acak) di dalam medium.

Elektron hanya berpindah ke lintasan yang lebih luar (energi lintasannya lebih besar). Setelah terjadi proses eksitasi, atom tersebut berubah menjadi atom yang tereksitasi.Sebagaimana pada proses ionisasi, energi radiasi yang datang akan berkurang setelah melakukan proses eksitasi. Ini terjadi karena radiasi mentransfer sebagian (atau seluruh) energinya kepada elektron, sehingga elektron memiliki energi yang cukup untuk berpindah lintasan. Proses eksitasi juga dapat berlangsung berulang kali hingga energi radiasinya habis.Atom yang berada dalam keadaan tereksitasi ini akan kembali ke keadaan dasarnya (ground state) dengan melakukan transisi elektron. Salah satu elektron yang berada di lintasan luar akan berpindah mengisi kekosongan di lintasan yang lebih dalam sambil memancarkan radiasi sinar-x karakteristik. Energi sinar-x karakteristik yang dipancarkan dalam peristiwa ini setara dengan selisih energi antara lintasan sebelum dan sesudah transisi.

Proses brehmsstrahlung lebih dominan terjadi pada interaksi radiasi beta dan elektron karena massa dan muatan partikel beta relatif lebih kecil sehingga kurang diserap oleh materi dan daya tembusnya lebih tinggi dibandingkan partikel alpha.Karena adanya gaya elektrostatik, radiasi beta atau elektron yang bergerak melewati inti akan dibelokkan. Perubahan arah gerak ini menyebabkan adanya perubahan momentum yang kemudian akan menghasilkan pancaran energi gelombang elektromagnetik (foton). Foton yang muncul pada proses ini disebut sebagai sinar-x brehmsstrahlung (bedakan dengan sinar-x karakteristik yang dihasilkan oleh transisi elektron).Berbeda dengan energi radiasi sinar-x karakteristik yang hanya dipengaruhi oleh selisih tingkat energi lintasan, tingkat energi radiasi sinar-x brehmsstrahlung ini dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu energi radiasi yang mengenai atom, nomor atom (jumlah proton) inti dan sudut pembelokannya.

2.11 Interaksi radiasi gelombang elektromagnetik

(25)

panjang gelombang yang lebih pendek (atau frekuensi yang lebih tinggi) sehingga memiliki energi yang jauh lebih tinggi. Sementara radiasi alpha dan beta memiliki daya jangkau maksimum yang terbatas, foton berinteraksi secara probabilistik sehingga daya jangkau maksimum sebuah foton bisa sangat bervariasi (tidak pasti). Meskipun demikian, fraksi total foton yang diserap oleh bahan berkurang secara eksponensial dengan ketebalan bahan. Ada tiga mekanisme bagaimana gamma dan sinar-x berinteraksi dengan materi, yaitu efek fotolistrik, hambran Compton dan produksi pasangan. Radiasi gamma memiliki bahaya eksternal karena radiasi ini memberikan energinya jauh lebih banyak dan lebih jauh bila dibandingkan dengan radiasi alpha dan beta.Pada proses efek fotolistik, radiasi gelombang elektromagnetik (foton) yang datang mengenai atom, seolah-olah

‘menumbuk’ salah satu elektron orbital dan memberikan seluruh energinya. Jika energi foton yang diberikan lebih besar dari energi ikat elektron, maka elektron tersebut dapat terlepas dari atom dan menghasilkan ion. Elektron yang terlepas (atau biasa disebut fotoelektron) dapat menyebabkan peristiwa ionisasi sekunder pada atom sekitarnya dengan cara yang mirip dengan yang dilakukan beta. Peristiwa hamburan Compton sebenarnya tidak berbeda jauh dengan efek fotolistrik. Akan tetapi, pada hamburan Compton tidak semua energi foton diberikan kepada elektron, melainkan hanya sebagian saja, sisa energi foton masih berupa gelombang elektromagnetik (foton) yang dihamburkan. Foton yang dihamburkan ini akan terus berinteraksi dengan elektron lain sampai energinya habis dan elektron yang dihasilkan (foto elektron) akan menyebabkan proses ionisasi sekunder. Pada hamburan Compton, foton dengan energi hλi berinteraksi

(26)

Gambar.2.6 Efek foto listrik (Akhadi,2000)

Gambar.2.7 Efek Hamburan Compton (Akhadi,2000)

(27)

2.12. Thorax Atau Rongga Dada

2.12.1. Anatomi thorax

Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih

besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang di dalam rongga dada di antara kedua paru-paru. Di dalam rongga dada terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu sistem pernafasan dan peredaran darah. Organ pernafasan yang terletak dalam rongga dada yaitu esofagus dan paru, sedangkan pada sistem peredaran darah yaitu jantung, pembuluh darah dan saluran linfe. Pembuluh darah pada sistem peredaran darah terdiri dari arteri yang membawa darah dari jantung, vena yang membawa darah ke jantung dan kapiler yang merupakan jalan lalulintas makanan dan bahan buangan (Pearce, 2003 : 53).

(28)

Gambar 2.10 Paru kanan, dan Paru kiri (Sabotta 2003).

Gambar.2.11. Paru kiri dan Paru kanan Tampak Medical (Sobotta 2003).

Paru kanan terbagi menjadi dua fisura dan tiga lobus yaitu superior, media dan inferior. Paru kiri terbagi oleh sebuah fisura dan dua lobus yaitu superior dan inferior (Pearce, 2003 : 215).Brochus pada setiap sel sisi bercabang menjadi cabang-cabang utama, satu untuk setiap lobus paru. Segmen paru daerah tersebut disuplai oleh cabang utama bronchus, setiap segmen adalah unit mandiri dengan supali darah sendiri. Paru kanan memiliki sepuluh segmen, paru kiri memiliki sembilan segmen. Setiap segmen berbentuk biji yang tipis pada hilus paru (Pearce, 2003 :214).

(29)

f. Glandula timus atau sisanya.

g. Nervus vagus dan vrenicus (Pearce, 2001) alveola memungkinkan udara melewati suatu alveolus ke alveolus lain (Pearce, 2003 : 214).Lobus primer atau unit paru adalah broncheolus dengan kelompok alveolusnya (Pearce, 2003 : 216).

Pleura adalah membran tipis transparan yang melapisi paru dalam dua lapis

yaitu lapisan viceral, yang melekat erat pada permukaan paru dan lapisan paretale yang melapisi permukaan dinding dada. Kedua lapisan ini bersambungan pada hilus paru. Kavum paru adalah rongga diantara kedua lapisan tersebut. Permukaan

yang saling melekat itu lembab dan saling bergerak satu sama lain (Pearce, 2003 : 219).

Mediastinum adalah daerah di dalam dada diantara kedua paru. Ruang ini

dibagi mediastinum superior dan inferior oleh garis imaginer yang ditarik ke belakang dari angulus sternalis (manubrium dengan corpus sterni) ke vertebra thorachal IV.

Bronchiectasis adalah suatu keadaan bronkus atau bronkeolus yang

melebar akibat hilangnya sifat keelastisan dinding otot bronkus yang dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronis atau dapat pula disebabkan oleh kelainan kongenital yang dikenal sebagai sindrom kartager yaitu suatu sindrom yang terdiri atas bronchiectasis, sinusitis dan destrokardia ( Rasad, 2005 : 110).

(30)

appearence). Bulatan transulen bisa berukuran besar (diameter 1-10 cm) yang berupa kista-kista transulen dan kadang-kadang berisi cairan (air fluid level) akibat peradangan sekunder (Rasad, 2005: 110).menurut Neseth. R,( 2000) bahwa indikasi pemeriksaan pda umumnya untuk thorax atau dada yaitu : Tumor, massa, Aneurisma, Lesi pada hillus atau mediastinal,Pembedahan aorta.

Trauma dada atau trauma thorax adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.

2.12.3 Anatomi Fisiologi

Kerangka rongga thorax, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.

Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus

utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

(31)

Gambar

Gambar 2.1. Prinsip Kerja CT Scanner (Bushberg 2003).
Gambar 2.2. Collimator dan Detektor (Jejak Radiologi  Computed Tomografi
Gambar 2.4  Perbedaan kontras antara dua objek (Bryan ,2010)
Gambar 2.5 Interaksi Radiasi dengan Materi (www.infonuklir.com)
+3

Referensi

Dokumen terkait

of SIRT1 in breast cancer and to find an alternative potential prognostic marker, this study was conducted to evaluate the association between SIRT1 expression and histological

Hasil : asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny“N” selama kehamil an trimester III dengan keluhan flour albus, pada perasalinan dengan persalinan secara

39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik

The comprehensive high- speed rail network plan in the PEIT would connect 90 percent of the Spanish population with high-speed train service if fully

plete acid hydrolysis, mild acid hydrolysis, enzymatic hydrolysis, co-chromatography with authentic samples and UV spectroscopy!. Also the structures of

Most species in the informal subgenus Monocalyptus contain signi &#34; cant concentrations of foliar terpenes and if simple FPCs also occur (e.g. stellulata ), then the lack

[r]

KEGIATAN : KEGIATAN PERENCANAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN DAN PENGGANTIAN JEMBATAN PROVINSI.. PAKET : PENGAWASAN PENINGKATAN JALAN DAN JEMBATAN DI BPT