TINJAUAN PUSTAKA
Bangsa Sapi
Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan
atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar
karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun
masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan
diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Blakely dan Bade (1992)
bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum :
Chordata; Subphylum : Vertebrata; Class : Mamalia; Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminantia; Famili : Bovidae; Genus : Bos (cattle); Spesies : Bos taurus (sapi Eropa); Bos indicus (sapi India/sapi zebu) ; Bos javanicus
(banteng/sapi Bali).
Sapi Brahman Cross
Sapi Brahman Cross pada awalnya merupakan bangsa sapi
American Brahman yang diimpor Australia pada tahun 1933. Mulai
dikembangkan di stasiun CSIRO’s Tropical Cattle Research Centre
Rockhampton Australia, dengan materi dasar sapi Brahman, Hereford dan
Shorthorn dengan proporsi darah berturut-turut 50%, 25% dan 25% (Turner,
1977), sehingga secara fisik bentuk fenotip dan keistimewaan sapi Brahman
cross cenderung lebih mirip sapi American Brahman karena proporsi
darahnya lebih dominan. Sapi Brahman Cross mulai diimport Indonesia
(Sulawesi) dari Australia pada tahun 1973. (Hardjosubroto, 1984).
adaptasi yang tinggi, daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi
Eropa karena lebih banyak memiliki kelenjar keringat, kulit berminyak di
seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit. Karakteristik sapi
Brahman berukuran sedang dengan berat jantan dewasa 800-1000 kg,
sedangkan betina 500-700 kg, berat pedet yang baru lahir antara 30-35 kg,
dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapih kompetitif dengan jenis sapi
lainnya. Presentase karkas 48,6 – 54,2%, dan pertambahan berat harian 0,83
– 1,5 kg. Sapi Brahman memiliki warna yang bervariasi, dari abu-abu muda,
merah sampai hitam. Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi
jantan berwarna lebih tua dari sapi betina dan memiliki warna gelap di
daerah leher, bahu, dan paha bagian bawah. Sapi Brahman dapat beradaptasi
dengan baik terhadap panas tanpa gangguan selera makan dan produksi
susu.
Sapi Aceh
Sapi Aceh merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia yang
telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian
No. 2907/Kpts/OT.140/6/2011, yang mempunyai sebaran asli geografis di
Provinsi Aceh yang dibudidayakan secara turun temurun. Sapi Aceh
umumnya diternakkan oleh masyarakat sebagai penghasil daging. Selain itu
juga sebagai ternak kerja, tabungan, budaya meugang dan peupok leumo
(adu sapi). Beberapa ahli berpendapat bahwa Bos sundaicus merupakan
biangnya sapi-sapi yang ada di Indonesia, berkembang dan mengalami
persilangan berurutan dengan sapi Zebu yang dibawa oleh orang-orang
Hindu. Sapi Aceh yang telah lama dipelihara rakyat merupakan jenis sapi
Zebu tropis berasal Bos indicus. Sapi Aceh yang dijumpai di beberapa
kabupaten di Provinsi Aceh memiliki fisik lebih besar dari sapi Sumatera
karena lebih banyak disilangkan dengan sapi Benggala (Zebu) Penampilan
Produksi Berat Lahir Berat lahir pedet betina sapi Aceh 14,75 kg dan pedet
jantan 15,9 kg dengan angka kelahiran rata-rata 65-85%. Adapun
karakteristik dari Sapi Aceh adalah: (1) Warna dominan merah bata dan
pada daerah pundak; (2) Berpunuk; (3) Tanduk mengarah ke atas dan lebih
besar; (4) Kuping dan daun telinga tidak jatuh, tidak besar dan agak runcing
Gambar 2. Sapi Aceh
Sapi Bali
Sapi Bali (Bos sondaicus) telah mengalami proses domestikasi yang
terjadi sebelum 3.500 SM di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok. Hal
ini diperkuat dengan kenyataan bahwa sampai saat ini masih dijumpai
banteng yang hidup liar di beberapa lokasi di Pulau Jawa, seperti di Ujung
Kulon serta Pulau Bali yang menjadi pusat gen sapi Bali. Sapi Bali dikenal
juga dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan
nama Bibos javanicus, meskipun sapi Bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah
famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam
subgenus Bibovine tetapi masih
termasuk genus bos
Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang ciri - cirinya khas dan
berbeda dari bangsa sapi lainnya. Sapi Bali berukuran sedang, dadanya
dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah
bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di
bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih
juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit
berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari
gumba hingga pangkal ekor. Sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila
dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya
berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu
mencapai dewasa kelamin sejak umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus
pada umur 3 tahun. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau
merah bata apabila sapi itu dikebiri. Adapun karakteristik Sapi Bali adalah
ukuran badan berukuran sedang dan bentuk badan memanjang, kepala agak
pendek dengan dahi datar, badan padat dengan dada yang dalam, tidak
berpunuk dan seolah tidak bergelambir, kakinya ramping, agak
pendek menyerupai kaki kerbau, pada punggungnya selalu ditemukan bulu
hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal
ekor, cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam,
tanduk pada sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sebaliknya
untuk jenis sapi betina tumbuh ke bagian dalam
Gambar 3. Sapi Bali
Bobot Badan dan Pengukuran Tubuh Ternak
Bobot badan ternak berhubungan dengan pertumbuhan dan karkas
yang dihasilkan, sedangkan bobot badan itu sendiri dipengaruhi sifat
perdagingan, karkas dan gemuknya hewan, isi perut serta besarnya
pertulangan kepala, kaki dan kulit. Umur dan jenis kelamin turut
mempengaruhi bobot badan dan ukuran ternak. Bobot badan pada umumnya
mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linier tubuh (Kidwell
dan Mc Cormick, 1956).
Menurut Taylor (1995), bahwa berdasarkan kurva sigmoid pertumbuhan
ternak, pertumbuhan yang konstan pada ternak dimulai pada saat ternak berumur
22 bulan atau kurang lebih 1 tahun.
Penggunaan menggunakan parameter tubuh ternak antara lain
lingkar dada dan panjang badan untuk menduga bobot badan ternak, krena
panjang badan dan lingkar dada adalah komponen tubuh ternak yang
berkorelasi positif tinggi dengan memberikan nilai penyimpangan yang
Untuk menduga bobot badan seekor ternak dapat dilakukan dengan
mengetahui ukuran tubuh tertentu. Penelitian mengenai ukuran-ukuran
tubuh ternak telah banyak dilakukan, di antaranya oleh Otsuka et.al (1982)
yang meneliti asal-usul hubungan genealogical pada beberapa tipe sapi asli
Asia Timur, termasuk beberapa sapi lokal asli Indonesia. Bagian tubuh yang
diukur dalam penelitian adalah tinggi punak, tinggi pinggul, panjang badan,
lebar dada, dalam dada, lebar pinggul, lebar tulang duduk, lingkar dada dan
lingkar tungkai bawah.
Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara
bebas, korelasinya dapat disebut positif apabila peningkatan satu sifat
menyebabkan sifat lain juga meningkat. Dan apabila satu sifat meningkat
dan satu sifat lain menurun maka korelasinya adalah negatif (Laidding,
1996).
Secara fisiologis lingkar dada memiliki pengaruh yang besar
terhadap bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ
seperti jantung dan paru-paru, begitu juga dengan pertumbuhan panjang
badan tubuh ternak. Pertumbuhan tubuh dan organ-organ tersebut akan
tumbuh mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Di
samping itu, pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh penimbunan
lemak (Yusuf, 2004).
Menurut Dwiyanto (1982), komponen tubuh yang berhubungan erat
dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Demikian
halnya menurut Williamson dan Payne (1986) bahwa pemakaian ukuran
seekor ternak dengan tepat. Menurut Massiara (1986), bobot badan lingkar
dada merupakan fungsi umur, maka lingkar dada dan bobot badan ternak
semakin meningkat dengan bertambahnya umur ternak.
Menurut Gilbert (1993) bahwa pengukuran lingkar dada dilakukan
dengan cara melingkari pita ukur pada tubuh ternak tepat dibelakang kaki
depan. Pita ukur harus dikencangkan sehingga pita ukur pada bagian dada
terasa. pengukuran panjang badan dilakukan dengan cara membentangkan
mistar ukur atau tongkat ukur mulai dari sendi bahu (scapula lateralis)
sampai tulang tapis (tuber ischii). Sebelum dilakukan pengukuran, ternak harus dalam posisi normal, kaki depan dan belakang harus sejajar satu sama
lain dan kepala ternak harus menghadap ke depan. Ternak sebaiknya
dipuasakan selama 12 jam sebelum dilakukan pengukuran dengan tujuan
agar kondisi ternak tersebut mencapai bobot badan kosong (Fry, 2008).
Adanya perbedaan ukuran tubuh suatu ternak dipengauhi oleh
adanya fator pakan. Faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan
kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan pakan merupakan kendala besar
dalam proses pertumbuhan, terrlebih apabila dalam pakan tersebut terdaat
banyak zat-zat pakan untuk pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti
protein, vitamin dan mineral maka hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan
tubuh ternak tersebut tidak dapat bertumbuh baik (Sumardono dan Bambang
Sugeng, 2008). Dilanjutkan dengan pernyataan Sugeng (2003) yang
menyatakan bahwa adanya perbedaan ukuran tubuh suatu ternak
dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu faktor pengaruh bangsa sapi,
diberikan kepada ternak sapi dan pengaruh suhu serta iklm lingkungan di
sekitar habitat sapi.
Rumus Pendugaan Bobot Badan Ternak
Menurut Gafar (2007), rumus-rumus yang dapat digunakan untuk
menduga bobot badan adalah:
Analisa Korelasi dan Regresi Berganda
Secara umum ada dua hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu
bentuk hubungan dan keeratan hubungan. Untuk mengetahui bentuk
hubungan digunakan analisa regresi dan ntuk keeratan hubungan dapat
diketahui dengan analisa korelasi. Analisa regresi dipergunakan untuk
menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk
menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan
sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari beberapa variabel
independen mempengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang
kompleks. Jika X1, X2,...Xn adalah variabel-variabel independen dan Y
Y, dimana variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. Secara
matematika hubungan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Y = f(X1,
X2,...Xn, e), dimana Y adalah variabel dependen dan X adalah variabel
independen dan e adalah variabel residu (distubance term). Hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi dan
regesi (Hardjosubroto, 1994).
Analisa korelasi merupakan alat yang dipakai untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua variabel. Perhitungan dari derajat keeratan
diasarkan pada persamaan regresi (Kustituanto, 1984). Korelasi r adalah
hubungan timbal balik atau asosiasi yaitu saling bergantungnya dua variabel
misalnya Y1 dan Y2. Ada dua hubungan antara dua variabel tersebut, yaitu
hubungan negatif pada Gambar 3 dan hubungan positif pada Gambar 4. Bila
variabel-variabel memiliki hubungan negatif, maka hubungannya tidak
searah yaitu semakin tinggi variabel Y1 maka semakin rendah variabel Y2.
Begitupun sebaliknya jika dua variabel berhubungan positif, maka
hubungan di antara keduanya bersifat searah yaitu semakin tinggi variabel
Y1 maka semakin tinggi pula variabel Y2.
Gambar 5. Jenis Kurva Korelasi Positif
Analisa regresi ganda merupakan pengembangan dari analisa regresi
sederhana. Kegunaannya yaitu untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y)
apabila variabel bebasnya (X) dua atau lebih. Analisa regresi ganda adalah
alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih
terhadap satu variabel terikat atau untuk membuktikan ada tidaknya
hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atu lebih variabel
bebas X1, X2,..., Xn terhadap suatu variabel terikat Y. Persamaan regresi
berganda dirumuskan sebagai beikut:
1. Dua variabel bebas : Ŷ = a + b1 x1 + b2 x2
2. Tiga variabel bebas : Ŷ = a + b1 x1 + b2 x2 + b3 x3
Analisa korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi
(hubungan) liniear antara dua variabel atau lebih. Besarnya koefisien relasi
berkisarr antar +1 sampai dengan -1, dimana koefisien relasi menunjukkan
kekuatan (stregth) hubungan linear dan arrah hubungan dua variabel acak
(Sarwono, 2006). Pengambilan keputusan dalam uji regresi sederhana dapat
mengacu pada dua hal, yakni dengan membandingkan nilai t hitung dengan
t tabel, atau dengan membandingkan nilai signifikansi dengan nilai